Anda di halaman 1dari 7

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi antara lain: [Treyball,

1980 ; Mc. Cabe, 2005 ; Anonim, 2011 ; Skoog.W.H. , 2002 ; Nadia


Soedhono,
2011]
1. Ukuran partikel padatan
Untuk meningkatkan kinerja proses ekstraksi baik dari waktu yang
diperlukan yang lebih singkat dan hasil ekstrak yang diperoleh dapat lebih
besar, diupayakan sampel padatan yang digunakan memiliki luas
permukaan yang besar. Luas permukaan yang besar ini dapat dicapai
dengan memperkecil ukuran bahan padatan. Ukuran kecil padatan ini
kemudian akan memperpendek lintasan kapiler proses difusi dan tahanan
proses difusi internal dapat diabaikan. Semakin luas permukaan padatan
maka perpindahan massa ekstraksi akan berlangsung lebih cepat. Namun
keberadaan padatan berukuran kecil pun harus dibatasi jumlahnya,
karena jumlah padatan yang terlampau banyak dapat menghalangi aliran
pelarut untuk kontak dengan zat aktif dalam padatan itu sendiri.
Pengecilan ukuran padatan ini dapat diusahakan dengan penggerusan
atau penekanan pada padatan. Namun pengecilan ukuran padatan ini pun
perlu diperhatikan agar tidak terlalu kecil yang dapat menghilangkan
kemungkinan pelarut terserap ke dalam padatan.
2.Pelarut
Pelarut yang digunakan dapat murni atau dapat pula mengandug sedikit
mengandung solute sejak awal. Selama proses ekstraksi berlangsung
terjadi peningkatan konsentrasi solute dan kecepatan ekstraksi akan
menurun karena kemampuan pelarut untuk terus melarutkan solute
semakin berkurang. Pelarut yang biasa digunakan dapat berupa: [Anonim,
2011].
A. Air
Pelarut ini memiliki beberapa keuntungan di mana relatif murah, mudah
diperoleh, tidak toksik, stabil, tidak mudah menguap, tidak mudah
terbakar, dan digunakan bila senyawa yang akan diekstrak larut air.
Namun tidak dipungkiri pula dengan penggunaan pelarut air ini dapat
dimungkinkan terjadinya reaksi hidrolisa, dapat ditumbuhi jamur dan
mikroba, tidak selektif, titik didih 100 oC (tidak cocok untuk senyawa yang
terurai pada temperatur tinggi), dan untuk pengeringan dibutuhkan waktu
yang lama.
B. Pelarut organik
Ekstraksi dapat dilangsungkan dengan berbagai jenis pelarut organik.
Dengan pemakaian pelarut organik senyawa tidak terhidrolisis
sebagaimana bila digunakan pelarut air. Keuntungan lainnya pemakaian
pelarut organik adalah titik didihnya yang relatif rendah sehingga tidak
perlu dilakukan pemanasan tinggi, dan tidak dapat ditumbuhi jamur.
Namun pemakaian pelarut organik ini pun memiliki beberapa kerugian
seperti mahal, beberapa pelarut organik bersifat toksik (karsinogenik),
dan

berbahaya (bisa terbakar) seperti: etanol, metanol, CHCl 3, eter, heksan


dan lain-lain. Dalam penggunaannya ada beberapa jenis pelarut organik
yang tidak dapat dicampur dengan air seperti benzene, toluene, heksana,
xilen,diklorometan, tetraklorometan,kloroform , dietil eter, dan metal
isobutil keton. Namun terdapat berbagai macam pelarut organik yang
dapat dicampurkan dengan air seperti asam karboksilat, aldehide, keton,
dimetil sulfoksida dan lain-lain.

Pelarut yang dipilih harus disesuaikan dengan beberapa kriteria


berikut:
[Treyball, 1980 ; Mc. Cabe, 2005 ; Anonim, 2011 ; Skoog.W.H. , 2002 ;
Nadia Soedhono, 2011]
A. Kepolaran dan kelarutan pelarut
Pelarut yang dipilih memiliki kepolaran yang sama dengan bahan yang
akan diekstrak sehingga pelarut dapat melarutkan solute dengan baik.
Dengan tingkat kelarutan yang tinggi, hanya sedikit pelarut yang
diperlukan.
B. Selektifitas
Pelarut diharapkan memiliki selektifitas yang tinggi sehingga hanya akan
melarutkan senyawa-senyawa tertentu yang ingin diekstrak atau sesedikit
mungkin melarutkan senyawa-senyawa pengotor, sehingga pemisahan
dari
campurannya pun dapat berlangsung lebih sempurna.
C. Murah dan mudah diperoleh.
D. Tidak korosif, tidak beracun, stabil secara termal dan tidak mudah
terbakar.
E. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi.
F. Tidak reaktif.
Pelarut hanya berfungsi melarutkan dan diharapkan tidak mengubah
susunan kimia dari bahan yang diekstrak (tidak terjadi reaksi antara
pelarut
dengan bahan yang diekstrak)
G. Titik didih
Titik didih pelarut cukup rendah sehingga hanya membutuhkan
pemanasan
yang tidak terlampau besar. Bila pemanasan yang diperlukan
membutuhkan energi yang sangat besar, dapat menimbulkan kerusakan
pada bahan yang diekstrak dan hal seperti itu tentu saja dihindari. Namun
titik didih pelarut pun tidak boleh terlampau rendah yang dapat
menyebabkan kehilangan pelarut dalam jumlah yang besar akibat
pemanasan. Titik didih pelarut pun harus seragam agar tidak
menimbulkan
residu di bahan pangan.
H. Viskositas dan densitas
Viskositas dan densitas dari pelarut diharapkan cukup rendah agar pelarut

lebih mudah mengalir dan kontak dengan padatan berlangsung lebih baik
I. Sifatnya terhadap air
Pelarut yang digunakan sebaiknya bersifat hidrofilik terlebih bila bahan
yang akan diekstrak masih mengandung sedikit air. Bila pelarut yang
digunakan bersifat hidrofob, pelarut yang diharapkan dapat menembus
dinding sel dan melarutkan isi sel (klorofil/bahan yang akan diekstrak)
akan ditolak terlebih dahulu oleh keberadaan air.
J. Kecepatan alir pelarut
Kecepatan alir pelarut, sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju
alir bahan ekstraksi, agar ekstrak yang terlarut dapat segera diangkut
keluar dari permukaan bahan padat. Tergantung pada jenis ekstraktor
yang
digunakan, hal tersebut dapat dicapai baik dengan pengadukan secara
turbulen, atau dengan pemberian laju alir pelarut yang tinggi. Namun
pengadukan yang dilakukan harus dilakukan dengan efisien, kecepatan
yang terlampau tinggi dapat mengakibatkan terjadinya aliran tangensial
yang dapat menghambat proses pengadukan.
3. Temperatur
Temperatur operasi yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap
ekstraksi
karena adanya peningkatan kecepatan difusi, peningkatan kelarutan dari
larutan, dan penurunan viskositas pelarut. Dengan viskositas pelarut yang
rendah, kelarutan yang dapat dicapai lebih besar. Temperatur yang
digunakan
harus dapat disesuaikan dengan kelarutan pelarut, stabilitas pelarut,
tekanan
uap pelarut, dan selektifitas pelarut.
4. pH
Rentang pH yang digunakan harus disesuaikan dengan kestabilan bahan
yang
akan diekstrak. Misalnya untuk klorofil, suasana asam dan basa dapat
membuat klorofil terhidrolisis menjadi klorofilid.
5. Porositas dan difusivitas
Perlu diperhatikan apakah struktur bahan padat yang diekstrak berpori
atau
tidak. Struktur yang berpori dari padatan berarti memungkinkan
terjadinya
difusi internal solute dari permukaan padatan ke pori-pori padatan
tersebut.
Difusivitas sendiri merupakan suatu parameter yang menunjukkan
kemampuan solute berpindah secara difusional. Semakin besar difusivitas
bahan padatan maka semakin cepat pula difusi internal yang terjadi
dalam
padatan tersebut.
6. Pengadukan
Pengadukan diperlukan untuk meningkatkan difusi eddy sehingga
perpindahan

massa dari permukaan padatan ke pelarut dapat meningkat pula.


Pengadukan
akan mencegah terbentuknya suspensi atau bahkan endapan serta efektif
untuk.
membentuk suatu lapisan interphase. Luas area interphase akan
bervariasi
bergantung diameter padatan. Penurunan luas area interphase ini
kemudian
akan menurunkan perpindahan massa yang terjadi sekaligus menurunkan
efisiensi tahapan. Pengadukan yang tinggi akan meminimalkan tahanan
perpindahan masa selama reaksi dan ekstraksi namun kemudian akan
membentuk emulsi atau padatan yang sangat kecil dan sulit diendapkan.
7. Waktu ekstraksi
Semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin lama waktu kontak antara
pelarut dan solute sehingga perolehan ekstrak akan semakin besar.
Namun bila
waktu yang dibutuhkan terlalu lama maka secara ekonomis proses
ekstraksi
tersebut berlangsung dengan tidak efisien.
8. Rasio zat padat terhadap pelarut
Jumlah pelarut perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Pelarut yang terlalu
banyak dapat mengakibatkan pemborosan biaya dalam operasi ekstraksi.
9. Mode operasi
Pemilihan mode operasi dalam pelaksanaan ekstraksi padat-cair pun perlu
dipertimbangkan karena menentukan keberhasilan pemisahan yang dapat
berlangsung.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya jumlah pelarut dan waktu
ekstraksi. Jumlah pelarut menjadi faktor kritis dalam ekstraksi karena pada prinsipnya volume pelarut
harus mencukupi untuk melarutkan senyawa yang akan diekstraksi.

Ekstraksi adalah tekhnik penarikan kandungan kimia yang dapat larut


sehingga terpisah dari kandungan atau bahan yang tidak larut dalam pelarut
cair. Hasil yang didapatkan dari proses ekstraksi dinamakan ekstrak atau
sediaan kental yang diperoleh dari mengekstraksi zat aktif yang dimiliki
simplisia menggunakan pelatur yang sesuai, kemudian dimaserasi dan
diperlakukan sedemikian rupa sampai hasil yang diinginkan. Cairan penyari
yang biasa digunakan untuk ekstraksi adalah air, etanol, dan etanol air atua
eter (Dirjen POM, 2000).
Metode-Metode Ekstraksi
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terbagi menjadi 2 cara, yaitu :
1. Cara dingin
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari:

a. Maserasi
Maserasi merupakan proses pengekstraksian simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan.
b. Perkolasi
Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenernya atau tahap penetasan ekstrak dan
ditampung terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang diinginkan
(perkolat).
Cara panas
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari:
a. Refluks
Ekstraksi dengan cara refluks menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu, dan dengan jumlah pelarut yang
terbatas dan relatif konstan dengan adanya pendingin balik
b. Sokletasi
Dalam Sokletasi, digunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut yang konstan dengan adanya
pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kontinu pada suhu yang lebih tinggi daripada
suhu kamar (40 50oC).
d. Infus
Pelarut yang digunakan pada proses infus adalah pelarut air dengan
temperatus penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air
mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20
menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dengan
temperatur mencapai titk didih air (Ditjem POM, 2000).
Banyak faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi, sehingga memerlukan optimasi untuk
mendapatkan recovery maksimum. Faktor-faktor tersebut adalah ukuran partikel, jenis pelarut,
pH media ekstraksi, waktu dan temperatur ekstraksi. Diantara faktor-faktor tersebut, jenis pelarut
merupakan salah satu faktor yang paling penting karena mempengaruhi jumlah dan jenis
komponen yang diekstrak. Suatu metode yang dapat memprediksi kelarutan (zat) terlarut ke
dalam pelarut sangat dibutuhkan untuk mengurangi waktu dan tenaga. Pada estimasi kelarutan
suatu senyawa perlu diperhatikan penyimpangan terhadap keadaan ideal, disebut koefisien
aktivitas (Savova et al., 2007).

Ekstraksi Solid-Liquid
Operasi ekstraksi solid-liquid dapat
dilakukan dengan cara mengontakkan padatan
dan pelarut sehingga diperoleh larutan yang
diinginkan yang kemudian dipisahkan dari
padatan sisanya. Pada saat pengontakkan
terjadi, mekanisme yang berlangsung adalah
peristiwa pelarutan dan difusi. Pelarutan
merupakan peristiwa penguraian suatu

molekul zat menjadi komponennya, baik


berupa molekul-molekul, atom-atom maupun
ion-ion, karena pengaruh pelarut cair yang
melingkupinya. Partikel-partikel yang
terlarutka ini berkumpul dipermukaan antara
(interface) padatan dan terlarut. Bila peristiwa
pelarutan masih terus berlangsung, maka
terjadi difusi partikel-partikel zat terlarut dari
lapisan antara fase menembus lapisan
permukaan pelarut dan masuk kedalam badan
pelarut dimana zat terdistribusikan merata.
Jadi difusi terjadi di fase padat diikuti difusi ke
fase cair. Peristiwa ini terus berlangsung
sehingga keadaan setimbang tercapai. (Bird et,al,
1980).
Dengan larutan di atas dapat disebutkan
faktor-faktor yang mempengaruhi operasi ekstraksi
solid-liquid, antara lain :
1) Faktor Jumlah Pelarut
Semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan,
maka semakin banyak pula hasil yang
didapatkan, sebab :
- Distribusi partikel dalam pelarut semakin
menyebar, sehingga memperluas permukaan
kontak.
- Perbedaan konsentrasi solute dalam pelarut
dan padatan semakin besar sehingga fraksi
molar bertambah.
Juga dapat dipilih pelarut yang mudah dipisahkan
dari zat terlarut untuk dapat digunakn kembali.
Oleh karena itu, pelarut biasanya dipilih bertitik
didih rendah tetapi tetap diatas temperatur
operasi ekstraksi. (Mc Cabe, 1983).
2) Faktor Temperatur Operasi
Hubungan kecepatan pelarutan dengan
temperature ditunjukkan dengan persamaan
Arrhenius (Smith, 1981)

K AeEa / RT
Harga Ea, energi aktivasi pelarut selalu positif,
sehingga kecepatan pelarut selalu bertambah
dengan menaiknya temperature (Treyball, 1979)
3) Faktor Ukuran Partikel
Operasi ekstraksi solid-liquid akan berlangsung
dengan lebih baik bila diameter partikel
diperkecil. Pengecilan ukuran ini akan
memperluas permukaan kontak. Begitu pula
hambatan difusinya menjadi kecil sehingga laju
difusinya bertambah (Treyball, 1979). Pengecilan
ukuran ini juga bertujuan menghancurkan
matriks inert pengotor yang melingkupi zat
terlarut. Namun demikian, tidak diketahui ukuran
partikel terlalu halus karena semakin halus
padatan partikel maka akan semakin mahal biaya
operasi dan semakin sulit dalam pemisahan
sehingga sulit untuk diperoleh larutan ekstrak
yang murni. (Mc Cabe, 1983)
4) Faktor Waktu Kontak
Waktu kontak antara zat pelarut dengan partikelpartikel
solid pada operasi solid-liquid
dipengaruhi tempertur operasi, jenis pelarut dan
ukuran partikel.

Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan


tahap-tahap berikut :
1. Pencampuran bahan ekstraksi dengan
pelarut dan membiarkannya saling
kontak. Dalam hal ini terjadi
perpindahan massa secara difusi pada
bidang antar muka bahan ekstraksi
dengan pelarut. Dengan demikian
terjadi pelarutan ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstrak dan
raffinate, yang sering dilakukan
dengan cara penjernihan atau filtrasi.
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan
ekstrak dan mendapatkan kembali
pelarut, umumnya dilakukan dengan
menguapkan pelarut. Dalam hal-hal
tertentu, larutan ekstrak dapat
langsung diolah setelah dipekatkan.

Anda mungkin juga menyukai