Anda di halaman 1dari 10

Laboratorium Teknologi Pangan (DAT) 1

1 PENDAHULUAN

Ekstraksi padat cair sering disebut leaching, adalah proses pemisahan zat yang dapat melarut
(solut) dari suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut (innert) ataupun larut
sebagian dengan menggunakan pelarut cair. Operasi ini sering dijumpai di dalam industri
metalurgi, pangan, dan farmasi, misalnya pada pemisahan biji emas, tembaga dari biji-bijian
logam, produk-produk pangan dan farmasi dari akar atau daun tumbuhan tertentu. Hingga
kini, teori tentang leaching masih sangat kurang, misalnya mengenai laju operasinya sendiri
belum banyak diketahui orang, sehingga untuk merancang peralatannya sering hanya
didasarkan pada hasil percobaan saja.

Rosella (Hibiscus sabdariffa L) merupakan tanaman yang banyak_tumbuh di Indonesia, dan


digunakan sebagai tanaman obat, tanaman hias dan bahan baku_serat goni. Rosella saat ini
menjadi tanaman yang diminati untuk dibudidayakan akibat meningkatnya pengetahuan
masyarakat terhadap manfaat tanaman Rosella sehingga nilai ekonomi tanaman Rosella
meningkat. Rosella merupakan tanaman dari famili Malvaceae (tanaman kapas-kapasan) yang
tumbuh di daerah beriklim tropis dan subtropic.

Bagian bunga yang dapat dijadikan makanan adalah kelopaknya. Kandungan penting yang
terdapat dalam kelopak bunga rosella adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid
yang berperan sebagai anti oksidan. Flavonoid rosella yang terdiri dari flavonols dan pigmen
antosianin. Pigmen antosianin ini membentuk warna ungu kemerahan di kelopak rosella.
Antosianin diyakini sebagai antioksidan yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit
degeneratif.

2 TUJUAN

[1] Melakukan proses ekstraksi antosianin dari kelopak bunga Rosella secara kontinyu
menggunakan alat screw extractor.
[2] Memperkirakan koefisien efektivitas difusi, koefisien perpindahan massa, dan biot number
berdasarkan skala warna.

3 DASAR TEORI

3.1 Leaching
Ekstraksi padat-cair atau leaching merupakan suatu operasi yang bertujuan untuk
memisahkan zat_terlarut yang diinginkan atau menghilangkan zat_terlarut yang tidak
diinginkan dari suatu_padatan, dengan cara mengontakkan padatan tersebut dengan fasa cair.
Di antara dua fasa tersebut, akan terjadi kontak antara padatan dan zat_terlarut dengan pelarut,
kemudian zat_terlarut akan terlarut ke dalam pelarut, dan yang tersisa adalah padatan.
Secara umum terjadi lima tahapan proses pada proses leaching, yaitu :
1. Pelarut (solvent) dikontakkan dengan permukaan padatan (solid).
Kontak antara padatan dengan pelarut dapat dilakukan dengan dua acara, yaitu perkolasi
dan dispersi. Cara perkolasi yaitu padatan disusun dalam unggun diam dan pelarut

Laboratorium Teknologi Pangan (DAT) 1


dilewatkan melalui unggun tersebut, sedangkan cara dispersi yaitu padatan didispersikan
kedalam pelarut hingga seluruh padatan terselimuti oleh pelarut.
2. Pelarut terdifusi ke dalam padatan.
Pada proses difusi, suatu zat akan berpindah melalui suatu membran dari daerah
berkonsentrasi_tinggi ke konsentrasi_rendah. Peristiwa difusi dapat terjadi karena adanya
driving force berupa perbedaan_konsentrasi zat terlarut dalam pelarut_dan padatan.
3. Zat terlarut (solute) dalam padatan akan terlarut ke dalam pelarut.
Terjadi perpindahan massa zat_terlarut ke dalam pelarut yang telah masuk ke dalam
padatan yang dapat terjadi karena adanya_gaya di antara molekul-molekulnya, yaitu gaya
dipol-dipol dimana zat yang bersifat polar-polar atau nonpolar-nonpolar akan saling
berikatan. Selain itu juga terdapat pula gaya_London yang terjadi antara dipol-dipol yang
lemah sehingga memungkinkan pelarut polar melarutkan senyawa nonpolar.

4. Zat terlarut dalam pelarut tersebut berdifusi menuju permukaan padatan.


Proses difusi ini dapat terjadi karena konsentrasi pelarut yang mengandung zat terlarut
lebih besar dibandingkan konsentrasi pelarut di luar padatan.

5. Zat terlarut ditransfer ke larutan curah (bulk solution).


Perpindahan massa akan terus berlangsung hingga tercapai kesetimbangan, yaitu waktu
dimana driving force bernilai nol atau mendekati nol.

3.2 Faktor yang Memengaruhi Laju Leaching


3.2.1 Suhu
Suhu pada proses leaching memengaruhi konstanta kesetimbangan dan laju perpindahan
massa. Suhu meningkatkan kelarutan sehingga menaikan konsentrasi terlarut dalam ekstrak,
dan meningkatkan laju leaching sehingga kesetimbangan diperoleh dalam waktu yang lebih
singkat. Dengan naiknya suhu, maka akan meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap
zat terlarut dan menghancurkan matriks molekul dengan ikatan hidrogen, gaya Van der Waals
dan/atau gaya tarik dipol.
Meningkatkan suhu hingga jauh melebihi titik didih komponen yang diinginkan tidak
menaikkan yield, tetapi_malah akan meningkatkan ter-leaching-nya komponen yang tidak
diinginkan, rusaknya komponen yang tidak stabil terhadap suhu, dan/atau menguapnya
komponen volatil. Dalam beberapa kasus, meningkatnya suhu akan merusak struktur
beberapa biomassa dan memperburuk selektivitas beberapa pelarut, sehingga perlu
dipertimbangkan rentang suhu proses dimana zat terlarut yang diinginkan tidak
terdekomposisi.

3.2.2 Rasio Cairan Terhadap Padatan (L/S ratio)


Dalam proses leaching kontinyu, rasio cairan terhadap padatan sering dinyatakan sebagai
rasio laju umpan pelarut terhadap laju_umpan padatan (S/M ratio). Rasio L/S juga didefinisikan
oleh Hugot (1972) sebagai rasio berat_ekstrak yang diperoleh terhadap berat bahan. Meskipun
berbeda definisi, mereka menyatakan bahwa rasio jumlah pelarut terhadap padatan yang
digunakan berfungsi_sebagai parameter penting dalam proses leaching.

Laboratorium Teknologi Pangan (DAT) 2


Nilai yield umumnya meningkat seiring dengan_meningkatnya L/S ratio hingga mencapai
suatu titik maksimum, yang apabila melampauinya akan menimbulkan efek negatif terhadap
hasil leaching. Efek osmotik dari L/S ratio yang tinggi mungkin akan mempengaruhi 10 dinding
sel, yang menyebabkan komponen yang tidak diharapkan menjadi ikut ter-leaching. L/S ratio
yang tinggi menghasilkan ekstrak yang encer dan memakan biaya yang lebih tinggi untuk
kebutuhan energi pemurnian produk ekstrak. Idealnya, L/S ratio operasi harus menghasilkan
ekstrak yang pekat untuk mencapai efisiensi leaching yang memadai.

3.2.3 Waktu Tinggal


Definisi waktu tinggal dalam ekstraktor ulir horizontal kontinyu countercurrent yaitu waktu
yang dibutuhkan untuk mentransportasikan setiap partikel atau unit diskrit umpan melewati
panjang efektif ekstraktor. Semakin lama waktu tinggal maka akan semakin banyak zat terlarut
yang berpindah ke pelarut, hingga suatu waktu tertentu saat tidak dapat terjadi perpindahan
massa. Perpanjangan waktu leaching tidak selalu dibutuhkan apabila terjadi kenaikan suhu
atau pengecilan ukuran padatan, yang bertujuan untuk mencegah ter-leaching-nya komponen
yang tidak diinginkan.

3.2.4 Ukuran Partikel


Ukuran partikel mempengaruhi laju leaching. Semakin kecil ukuran partikel padatan akan
mempersingkat laju difusi intra-partikel untuk terjadinya perpindahan massa. Tetapi untuk
bahan nabati, penggilingan yang berlebihan yang menghasilkan ukuran partikel <100 μm akan
merusak dinding sel. Untuk itu, perlu dilakukan usaha penentuan ukuran padatan yang tepat
agar leaching dapat berjalan dengan optimum.

3.3 Horizontal Counter Current Continuous Screw Extractor


Horizontal counter current continuous screw extractor atau ekstraktor ulir horizontal kontinyu
aliran lawan arah, yang lebih dikenal dengan nama Hildebrandt extractor, merupakan salah
satu jenis alat leaching kontinyu yang cukup banyak digunakan di industri makanan. Ekstraktor
jenis ini mengekstraksi padatan dengan metode pencelupan (immersion). Screw atau ulir
horizontal pada ekstraktor yang digunakan, berfungsi sebagai konveyor umpan padatan yang
akan dikontakkan dengan pelarut. Dalam sistem ini, dapat tercapai kontak padat-cair yang
baik, dengan majunya partikel secara spiral akan meningkatkan waktu kontak dan perputaran
11 ulir memberikan aksi kompresi-relaksasi pada padatan untuk memudahkan penetrasi
pelarut pada padatan. Bagian ulir membantu pemerasan pada padatan sehingga kandungan
zat terlarut dalam padatan lebih sedikit dan nilai yield meningkat.
Kelebihan ekstraktor ulir horizontal kontinyu countercurrent yaitu, dengan rasio cairan
terhadap padatan (L/S ratio) yang sama, dapat menghasilkan ekstrak dengan konsentrasi
padatan terlarut lebih tinggi daripada proses batch. Adapun keterbatasan ekstraktor jenis ini
yaitu tidak sesuai digunakan untuk mengekstraksi oilseed dan bahan halus. Ekstraktor jenis ini
memiliki rentang volume yang luas, mulai dari volume 27 L di skala pilot hingga 2700 L di skala
proses dengan kapasitas umpan mencapai 500-1000 kg/jam (Schwartzberg, 1980). Aplikasi
penggunaan ekstraktor ulir horizontal kontinyu counter current sering digunakan dalam
industri makanan, antara lain sugar beets, apel, dan kopi.

Laboratorium Teknologi Pangan (DAT) 3


Skema Hilderbrand Extractor

4 RANCANGAN PERCOBAAN

4.1 Bahan
a. Kelopak Bunga Rosella
b. Air

4.2 Peralatan
a. Continous Solid-Liquid Exctraction Pilot Plant c. Gelas kimia
b. Botol plastik d. Panci

Laboratorium Teknologi Pangan (DAT) 4


Skema Alat Continuous Solid-Liquid Extraction Pilot Plant

Keterangan:

D1. Tangki Umpan Padatan T2. Screw Conveyor


D2. Tangki Umpan Pelarut T11. Indikator Suhu Pelarut setelah pemanasan awal
D3. Tangki Ekstrak T12. Indikator Suhu Pelarut Masuk Pompa
D4. Tangki Raffinate TW1. Kontrol suhu pre-heater
E1. Kondensor V1. Katup Blow Down Screw Extractor
E2. Pre-heater V2. Katup Keluar Ekstrak
J1. Sumber panas pre-heater V3. Katup Keluar Raffinate
J2. Sumber panas Screw Extractor V4. Katup Keluar Pelarut
G1. Pompa Pelarut V5. Katup Masuk Pompa
M1. Motor Screw Conveyor V6. Katup Kalibrasi Laju Alir Pelarut
M2. Motor Screw Extractor V7. Katup Masuk Air Pendingin
T1. Screw Extractor

Laboratorium Teknologi Pangan (DAT) 2


4.3 Prosedur Percobaan
a. Persiapan
1. Timbang umpan padatan sesuai arahan Pembimbing
2. Jika ukuran umpan terlalu besar, lakukan pengecilan ukuran
3. Buat larutan jenuh
b. Start Up dan Operasi
1. Sambungkan peralatan ke sumber listrik 3 fasa
2. Sambungkan sistem ke aliran air menggunakan V7
3. Sambungkan aliran keluar condenser E1 ke saluran buang
4. Sambungkan 2 penurun tekanan peralatan ke compressor dan atur tekanan 6 dan 1,4
bar
5. Atur posisi J1, J2, M1, M2, dan G1 ke posisi “0”
6. Nyalakan E.L.C.B dan Tekan tombol START
7. Isi hopper D1 dengan umpan
8. Tutup valve V1, V2, V3, V4, dan V6
9. Buka penuh valve V5 dan sebagian valve V7
10. Isi tangka D2 dengan pelarut
11. Panaskan badan ekstraktor dengan mengubah J2 ke posisi “1”
12. Nyalakan motor M1 (Archimedean Screw) dengan mengubah T1 ke posisi “1”
13. Atur jumlah rotasi screw mengunakan potensiometer
14. Nyalakan pompa G1 dengan mengubah tombol G1 ke posisi “1”
15. Atur laju alir dengan menggunakan potensiometer pompa
16. Kalibrasi laju alir solvent
17. Ubah tombol J1 ke posisi “1”
18. Panaskan solvent sesuai dengan suhu yang diinginkan (di bawah titik didih) dengan
thermostat TW1
19. Catat waktu ektrak masuk ke tangki D3 dimulai dari pelarut masuk ke dalam ekstraktor
20. Lakukan pengambilan sampel setiap 1 L volume ekstrak
21. Lakukan proses ekstraksi hingga pelarut habis
c. Shutdown
1. Atur semua potensiometer ke posisi “0”
2. Ubah tombol J1, J2, M1, M2, dan G1 ke posisi “0”
3. Kosongkan kolom ekstraktor
4. Kosongkan tangki D3
5. Kosongkan tangki D2
6. Kosongkan tangki D4
7. Tutup valve V7
8. Cabut peralatan dari sumber listrik
9. Cabut compressor dari sumber listik
10. Bilas peralatan dengan air hingga bersih
11. Matikan aliran air

Laboratorium Teknologi Pangan (DAT) 3


4.4 Data Pengamatan
Berat Umpan = g

Laju alir pelarut = LPM

Laju alir umpan = g/menit

Waktu tinggal = menit

WAKTU 0

Suhu
pelarut

Suhu
Ekstrak

FOTO

5 PENGOLAHAN DATA

[1] Lakukan pengukuran skala warna larutan jenuh sebanyak 5 kali.

Color
Skala R Skala G Skala B Skala H Skala S Skala L Skala L* Skala a Skala b
Pallete
1
2
3
4
5

[2] Lakukan pengukuran parameter warna larutan sampel di tiga titik dari data yang diperoleh
dan masukan nilai rata-rata untuk sampel ke dalam tabel berikut.

WAKTU

FOTO

COLOR PALETTE

Skala R

Skala G

Skala B

Skala H

Skala S

Skala L

Skala L*

Skala a

Skala b

[3] Tentukan 1 skala yang representatif untuk larutan jenuh (Ys) dan sampel (Yt)

Laboratorium Teknologi Pangan (DAT) 4


[4] ULANGI deteksi skala representatif dari sampel dengan ulangan sebanyak 4 kali, sehinga
diperoleh 5 data untuk skala representatif, masukan ke dalam tabel berikut

SKALA

WAKTU

DATA 1

DATA 2

DATA 3

DATA 4

DATA 5

Rata-Rata (Yt)

𝑌𝑠
[5] Plot 𝑙𝑛 terhadap waktu
𝑌𝑠−𝑌𝑡
[6] Tentukan nilai De
𝑌𝑠 𝜋 2 𝐷𝑒𝜋 2 𝑡
𝑙𝑛 = 𝑙𝑛 +
𝑌𝑠 − 𝑌𝑡 6 𝑟𝑝 2
Keterangan:
Ys = yield pada keadaan jenuh
Yt = yield pada saat t
De = koefisien efektivitas difusi (m2/s)
rp = jari-jari rata umpan (m)
𝐶𝑠
[7] Plot 𝑙𝑛 terhadap waktu
𝐶𝑠−𝐶𝑡
𝑘𝑔
[8] Tentukan nilai KT (asumsi 𝜌 = 1100 )
𝑚3
𝐶𝑠 𝐾𝑇 𝐴 3𝑚𝑝𝑙𝑎𝑛𝑡
𝑙𝑛 = 𝑡 ; 𝐴=
𝐶𝑠 − 𝐶𝑡 𝑉𝑠 𝜌 𝑟𝑝
Keterangan:
Cs = konsentrasi jenuh (mg/L)  = densitas basah umpan (kg/m3)
A =luas permukaan total (m2) KT = koefisien transfer massa (m/s)
mplant = berat umpan (kg) Vs = volume pelarut (m3)
[9] Hitung Biot Number
𝑟𝑝 𝐾𝑇
𝐵𝑖 =
𝐷𝑒

6 KESELAMATAN KERJA

[1] Mahasiswa harus segera membersihkan peralatan setelah selesai praktikum. Selain itu,
mahasiswa harus segera membersihkan lantai apabila ada tumpahan air.
[2] Mahasiswa dilarang memasukkan anggota tubuh terutama tangan ke dalam hopper saat
screw conveyor dinyalakan.
[3] Mahasiswa harus menghindari main-main dan senda gurau selama praktikum, melakukan
praktikum dengan penuh konsentrasi terutama saat mmenggunakan peralatan gelas
karena memiliki resiko pecah.

Laboratorium Teknologi Pangan (DAT) 5


[4] Mahasiswa harus berhati-hati dengan listrik dengan cara menghindarkan kontak antara
cairan dengan listrik.

7 DAFTAR PUSTAKA

Christie J. Geankoplis, 1993, Transport Processes and Unit Operations, third edition, Prentice
Hall-International

Zeki Berk, 2018, Food Process Engineering and Technology 3rd ed., Elsevier Inc.

R. Paul Singh dan Dennis R. Heldman, 2013, Introduction to Food Engineering 5th ed., Elsevier
Inc.

Laboratorium Teknologi Pangan (DAT) 6

Anda mungkin juga menyukai