Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR PEMISAHAN KIMIA

Ekstraksi Daun Kemangi

Kelompok Kelas PKA 2021

1.

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh suhu terhadap perubahan warna pada ekstraksi daun kemangi?
2. Bagaimana pengaruh suhu terhadap aroma yang dihasilkan dari ekstraksi daun
kemangi?
3. Bagaimana pengaruh suhu terhadap rendemen yang dihasilkan dari ekstraksi daun
kemangi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap perubahan warna pada ekstraksi daun
kemangi.
2. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aroma yang dihasilkan dari ekstraksi daun
kemangi.
3. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap rendemen yang dihasilkan dari ekstraksi
daun kemangi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka


A. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen atau zat dari suatu campuran sesuai
proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak saling bercampur. Ekstraksi pelarut
biasanya digunakan untuk memisahkan sejumlah gugus yang diinginkan danmungkin
menggunakan gugus pengganggu pada analisis secara keseluruhan. Umumnya gugus
pengganggu ini diekstraksi secara selektif. Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari
campurannya menggunakan pembagian sebuah zat terlarut dua pelarut yang tidak dapat
bercampur untuk mengambil zat terlarut suatu pelarut ke pelarut lain. Seringkali campuran
benda padat dan cair contohnya bahan alami tidak dapat atau sulit sekali dipisahkan dengan
metode pemisahan termis yang sudah dibicarakan. Contohnya saja karena komponennya
saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas dan beda sifat fisiknya terlalu kecil.
Ekstraksi juga dapat diartikan sebagai kegiatan penarikan bahan kimia yang larut sehingga
dipisahkan dari zat yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair. Zat aktif yang
terkandung dalam simplisia yang berbeda dapat dibagi menjadi kelompok minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Mengetahui senyawa aktif dalam simplisia, akan
memudahkan pemilihan pelarut melalui ekstraksi yang tepat. Ekstrak adalah sediaan kering,
kental, atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi simplisia nabati atau hewani melalui
proses yang sesuai. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengarui proses ekstrasi,
diantaranya ukuran bahan dimana pengecilan ukuran bertujuan untuk memperluas permukaan
bahan sehingga mempercepat penetrasi pelarut ke dalam bahan yang akan diekstrak.
Selanjutnya faktor suhu yang mana ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi.
Selain itu, dari faktor pelarut dimana larutan yang akan dipakai sebagai pelarut merupakan
pelarut pilihan yang terbaik (Rondang Tambun, 2016).

Dapat diperincikan faktor yang memengaruhi proses ekstraksi Ketaren (1986)


adalah sebagai berikut:

1. Temperatur Operasi

Semakin tinggi temperatur, laju pelarutan zat terlarut oleh pelarut semakin
tinggi dan laju difusi pelarut ke dalam serta ke luar padatan semakin tinggi
juga. Temperatur operasi untuk proses ekstraksi kebanyakan dilakukan
dibawah temperatur 100oC karena pertimbangan ekonomis.

2. WaktuEkstraksi

Lamanya waktu ekstraksi mempengaruhi volume ekstrak minyak dedak yang


diperoleh. Semakin lama waktu ekstraksi semakin lama juga waktu kontak
antara pelarut n-hexane dengan bahan baku dedak sebagai padatan sehingga
semakin banyak zat terlarut yang terkandung di dalam padatan yang terlarut di
dalam pelarut.

3. Ukuran, Bentuk dan Kondisi Partikel Padatan

Minyak pada partikel organik biasanya terdapat di dalam sel-sel. Laju


ekstraksi akan rendah jika dinding sel memiliki tahanan difusi yang tinggi.
Pengecilan ukuran partikel ini dapatmempengaruhi waktu ekstraksi. Semakin
kecil ukuran partikel berarti permukaan luas kontak antara partikel dan pelarut
semakin besar, sehingga waktu ekstraksi akan semakin cepat.

4. Jenis Pelarut

Pada proses ekstraksi, banyak pilihan pelarut yang digunakan. Beberapa hal
yang harus dipertimbangkan dalam memilih pelarut adalah sebagai berikut:

 Selektivitas

Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan


komponen lainnya dari bahan yang diekstrak. Dalam hal ini, larutan
ekstrak yang diperoleh harus dibersihkan yaitu dengan mengekstraksi
larutan tersebut dengan pelarut kedua.

 Kelarutan
Pelarut harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan solute
sesempurna mungkin. Kelarutan solute terhadap pelarut yang tinggi
akan mengurangi jumlah penggunaan pelarut, sehingga menghindarkan
terlalu besarnya perbandingan antara pelarut dan padatan.
 Kerapatan
Perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan solute akan
memudahkan pemisahan keduanya.

 Aktivitas kimia pelarut

Pelarut harus bahan kimia yang stabil dan inert terhadap komponen
lainnya didalam sistem.

 Titik didih

Pada proses ekstraksi biasanya pelarut dan solute dipisahkan dengan


cara penguapan, distilasi atau rektifikasi. Oleh karena itu titik didih
kedua bahan tidak boleh terlalu dekat. Dari segi ekonomi akan
menguntungkan bila titik didih pelarut tidak terlalu tinggi.

 Rasio pelarut

Rasio pelarut yang dipakai terhadap padatan harus sesuai dengan


kelarutan zat terlarut atau solute pada pelarut. Semakin kecil kelarutan
solut terhadap pelarut, semakin besar juga perbandingan pelarut
terhadap padatan, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian
perbandingan solute dan pelarut yang tepat akan mampu memberikan
hasil ekstraksi yang diharapkan.

 Viskositas pelarut

Pelarut harus mampu berdifusi kedalam maupun ke luar dari padatan


agar bisa mengalami kontak dengan seluruh solute. Oleh karena itu,
viskositas pelarut harus rendah agar dapat masuk dan keluar secara
mudah dari padatan.

Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh pelarut yaitu pelarut sedapat mungkin harus
murah, tersedia dalam jumlah yang besar, tidak beracun, tidak korosif, tidak mudah terbakar,
tidak eksplosif bila tercampur dengan udara, tidak menyebabkan terbentuknya emulsi, dan
stabil secara kimia maupun termis. Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi semua
syarat di atas, maka untuk setiap proses ekstraksi harus di cari pelarut yang paling sesuai
(Ketaren, 1986).
Menurut Mc Cabe et al. (1993), ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara berdasarkan
wujud bahannya yaitu:

2. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larutan.

3. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat. (Mc
Cabe, 1993)

Jenis-jenis metode ekstrasi yang dapat digunakan antara lain:


1. Maserasi
Maserasi adalah metode yang paling sederhana dan paling umum digunakan.
Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai
pada suhu kamar dalam wadah inert yang tertutup rapat. Proses ekstraksi dihentikan
ketika tercapai keseimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dan
konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari
sampel dengan penyaringan. Kelemahan utama dari metode maserasi ini adalah
membutuhkan waktu yang lama, banyak pelarut yang digunakan dan ada
kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa sulit diekstraksi
pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode ini dapat menghindari rusaknya
senyawa-senyawa termostabil (Mukhriani, 2014).
2. Perkolasi
Dalam metode perkolasi, sampel bubuk dibasahi secara perlahan dalam
perkolator (wadah berbentuk silinder dengan keran air di bagian bawah). Pelarut
diletakkan di atas serbuk sampel dan diteteskan secara perlahan. Keuntungan dari
metode ini adalah bahwa pelarut baru selalu mengalir melalui sampel. Kelemahannya
adalah sulit bagi pelarut untuk mencapai seluruh area jika sampel dalam perkolator
tidak homogen. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan
memakan waktu (Mukhriani, 2014).
3. Refluks dan Destilasi Uap
Dalam metode refluks, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu
yang terhubung dengan kondensor. Pelarut dipanaskan sampai mencapai titik didih.
Uap mengembun dan kembali ke dalam labu. Distilasi uap memiliki proses yang sama
dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai
senyawa volatil). Selama pemanasan, uap yang terkondensasi dan destilat (terpisah
sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang
terhubung ke kondensor. Kelemahan dari kedua metode ini adalah senyawa yang
bersifat termolabil dapat memecah (Mukhriani, 2014).

4. Soklet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas
labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan
suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses
ekstraksi berlangsung terus-menerus, sampel diekstraksi dengan pelarut murni hasil
kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak
waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terurai karena
ekstrak yang diperoleh selalu berada pada titik didih (Mukhriani, 2014).

B. Kemangi
Kemangi adalah tanaman perdu yang dikenal karena produksi minyak esensial
yang terkandung dalam daunnya. Kemangi juga memiliki daya adaptasi yang baik, dapat
tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Kurangnya pengetahuan masyarakat
dalam mengolah daun kemangi ini sehingga masyarakat hanya menggunakan daun
kemangi sebagai bahan makanan karena aroma dan rasanya yang khas (Rofiatul
Qorriaina, 2015). Padahal kemangi memiliki kandungan zat anti bakteri yang baik dalam
membunuh bakteri yaitu senyawa 2,6-oktadiena-1,8-diol. Menurut penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya, daun kemangi tidak saja mengandung 2,6-oktadiena-1,8-diol
namun juga mengandung senyawa-senyawa ekso metil kamfenilol, kamfor, fitol, linalool
oksida, dan eugenol yang dikenal dengan minyak atsiri. Zat-zat yang disebutkan di atas
merupakan zat yang dapat dimanfaatkan sebagai pewangi atau anti bakteri (Herliati,
2018).
Banyak manfaat yang terkandung dalam daun kemangi selain anti bakteri,
diantaranya daun kemangi sangat baik untuk melawan radikal bebas karena memiliki
antioksidan, membantu pertumbuhan tulang karena memiliki kandungan kalsium dan
fosfor, membantu melancarkan aliran darah, serta membantu untuk meningkatkan
kekebalan tubuh dan fungsi penglihatan karena memiliki kandungan beta karoten
(Cahyani, 2014). Selain itu, daun kemangi juga biasa digunakan sebagai obat penghilang
bau mulut dan bau badan, penghangat tubuh, meringankan gejala influenza, serta sebagai
penghilang nyeri perut. Padahal daun kemangi ini mengandung flavonoid bersifat
antimikroba yang mampu mencegah masuknya bakteri, virus, atau jamur yang
membahayakan tubuh. Selain itu, flavonoid berperan secara langsung sebagai antibiotik
dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme. Daun kemangi memiliki potensi
sebagai ekspetoran, analgesik, antikanker, antiasma, antimetik dan antidiabetik. Minyak
atsiri daun kemangi mengandung ocimen, alfapinene, geraniol dan eugenol yang
merupakan kandungan terbanyaknya yaitu berkisar antara 40%-71%. Sehingga
diperlukan upaya lebih lanjut untuk pengolahan daun kemangi dengan cara diekstrak,
yang bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan minyak atsiri dan senyawa-senyawa
lain di dalamnya. (Rofiatul Qorriaina, 2015).

2.2 Hipotesis

Perbedaan berat sampel daun kemangi berpengaruh terhadap banyaknya hasil ekstraksi
(ekstrak) daun kemangi.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Variabel
1. Variabel Manipulasi: Suhu
2. Variabel Kontrol: Pelarut (Etanol), massa senyawa yang akan diekstrak (daun
kemangi)
3. Variabel Respon: Perubahan warna, aroma, rendemen

3.2 Alat dan Bahan


Alat:
- Toples kaca (2 buah)
- Timbangan (1 buah)
- Saringan (1 buah)
- Sendok (3 buah)
- Kain flanel, pengganti kertas saring (2 buah)
- Blender (1 buah)
- Piring plastik (1 buah)
- Mangkok plastik untuk hasil saringan
Bahan:
- Daun kemangi yang sudah dikeringkan
- Pelarut etanol 70% 100 mL (2 buah)

3.3 Langkah Kerja


1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Membuat simplisia daun kemangi dengan menghaluskan daun kemangi yang sudah
dikeringkan dengan blender.
3. Menimbang simplisia daun kemangi 10 gram sebanyak 2 kali.
4. Memasukkan masing-masing simplisia daun kemangi sebanyak 10 gram ke dalam
toples kaca I dan toples kaca II.
5. Menambahkan pelarut etanol 70% sebanyak 100 mL ke dalam masing-masing toples
kaca tersebut.
6. Mengaduk simplisia dan pelarut hingga tercampur rata dan menutup masing-masing
toples kaca dengan rapat.
7. Meletakkan toples kaca I pada suhu ruang dan untuk toples kaca II diletakkan pada
tempat dengan suhu dingin/kulkas.
8. Mendiamkan kedua toples kaca tersebut selama 1 hari atau 24 jam.
9. Menyaring larutan yang ada pada toplas kaca I dan II.
10. Menimbang filtrat dari kedua larutan tersebut dan mencatat berat filtrat yang
diperoleh.
11. Mengamati warna dan aroma dari kedua larutan tersebut.

3.4 Data Pengamatan


Berat
Berat
Berat Simplisia
Ampas
Simplisia Berat Daun
Perlakuan Warna Aroma Simplisia Rendemen
Daun Filtrat Kemangi +
Daun
Kemangi Pelarut
Kemangi
Etanol
Maserasi pada Lebih Sangat 10 g 27 g 51 g 110 g 46,36%
suhu ruang pekat menyengat
(Toples I)
Maserasi pada Lebih Kurang 10 g 26 g 57 g 110 g 51,81%
suhu cerah menyengat
dingin/kulkas
(Toples II)

3.5 Analisis Data


Berdasarkan pada tabel hasil data pengamatan, dapat diketahui bahwa antara
perlakuan I (suhu ruang) dengan perlakuan II (suhu dingin/kulkas) menghasilkan
rendemen yang berbeda, walaupun dari jumlah berat simplisia daun kemangi dan jumlah
pelarut etanol yang digunakan berjumlah sama. Pada perlakuan I (suhu ruang)
didapatkan berat hasil filtrat daun kemangi sebanyak 51 g dan didapatkan berat awal
(daun kemangi+etanol) sebanyak 110 g. Kemudian, dihasilkan rendemen sebesar
46,36%. Sedangkan pada perlakuan II (suhu dingin/kulkas) didapatkan berat hasil filtrat
daun kemangi sebanyak 57 g dan didapatkan berat awal (simplisia daun kemangi+etanol)
sebanyak 110 g. Lalu, dihasilkan rendemen sebesar 51,81 %.
Berdasarkan penjelasan di atas, rendemen yang dihasilkan dari perlakuan II (suhu
dingin/kulkas) lebih besar dibandingkan perlakuan I pada suhu ruang. Hal ini tidak
sesuai dengan pernyataan Sari dkk., (2005) bahwa ternyata suhu dapat mempengaruhi
hasil ekstraksi dan mengakibatkan kecepatan perpindahan solute ke solven akan semakin
tinggi. Kenaikan suhu juga memudahkan pelarut etanol untuk mengestrak zat aktif pada
bahan sehingga rendemen yang dihasilkan semakin tinggi.
Berdasarkan perubahan warna yang diperoleh pada tabel hasil data pengamatan,
dapat diketahui bahwa pada perlakuan I (suhu ruang) didapatkan warna yang sangat
pekat, sedangkan pada perlakuan II (suhu dingin/kulkas) didapatkan warna yang lebih
cerah. Hal ini sesuai dengan Ibrahim dkk., (2005) karena peningkatan suhu menyebabkan
laju ekstraksi dan peningkatan laju reaksi mengakibatkan warna semakin pekat.
Berdasarkan aroma yang diperoleh pada tabel hasil data pengamatan, dapat
diketahui bahwa aroma pada perlakuan I (suhu ruang) lebih menyengat dibandingkan
perlakuan II (suhu dingin/kulkas). Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibrahim dkk, (2005)
bahwa semakin tinggi suhu maka semakin kuat aroma yang dihasilkan.

3 5 Analisis dan Pembahasan

3.6 Kesimpulan
1. Semakin tinggi suhu pada ekstraksi, maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan
dari ekstraksi tersebut.
2. Semakin tinggi suhu pada ekstraksi, maka warna yang dihasilkan dari ekstraksi
tersebut semakin pekat.
3. Semakin tinggi suhu pada ekstraksi, maka aroma yang dihasilkan dari ekstraksi
tersebut semakin menyengat
DAFTAR PUSTAKA

Cahyani, N. M. E., 2014. Daun Kemangi (Ocinumcannum) sebagai Alternatif Pembuatan


Handsanitizier. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(2), pp. 150-156.
Herliati, A. R. d. T. W., 2018. Pengaruh Suhu dan Jenis Solven pada Ekstraksi Zat Aktif 2,6-
Oktadiena-1,8-Diol. Palembang, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
Ibrahim, B., Suptijah, P., dan Hermanto, S. 2005. Penggunaan Bentonit dalam Pembuatan
Sabun dari Limbah Netralisasi Minyak Ikan Lemuru (Sardinella sp)., Buletin
Teknologi Hasil Perikanan, Vol. VIII Nomor 2 Tahun 2005.
Mukhriani, 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal
Kesehatan, VII(2), pp. 361-367.
Qorriaina, Rofiatul, dkk., 2015. Aplikasi Pra-Perlakuan Microwave Assisted Extraction
(MAE) Pada Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) Menggunakan Rotary
Evaporator (Studi Pada Variasi Suhu dan Waktu Ekstraksi). Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis, 3(1), pp. 32-38.
Sari, P., Agustina, F., Komar, M., Unus., dkk. 2005. “Ekstraksi dan Stabilitas Antosianin dari
Kulit Buah Duwet (Syzygium cumini)”. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol.
XVI, No. 2.
Tambun, Rondang, dkk., 2016. Pengaruh Ukuran Partikel, Waktu, dan Suhu pada Ekstraksi
Fenol dari Lengkuas Merah. Jurnal Teknik Kimia USU, 5(4), pp. 53-56.
LAMPIRAN

No. Dokumentasi Keterangan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Anda mungkin juga menyukai