Anda di halaman 1dari 25

KLIPING

TUGAS OPERASI TEKNIK KIMIA II

DISUSUN OLEH :

NAMA : DWI PURNAMA SARI


NIM : 18 01 017
JURUSAN : TEKNIK KIMIA A
DOSEN PENGAMPU :

KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
MEDAN
2020

Soal
1. Coba saudara terangkan tentang ekstraksi dan jenis – jenis ekstraksi
2. Coba saudara terangkan tentang ekstraksi cair – cair dan ekstraksi padat – cair
3. Gambarkan tentang proses peralatan ekstraksi dilab dan jelaskan tentang fungsi alat
yang digunakan
4. Sebagai perbandingan coba saudara lengkapi dengan satu buah jurnal yang
berhubungan dengan ekstraksi.
Jawaban
1. Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut. Ekstraksi menyangkut
distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak saling
bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan
bersih, baik untuk zat organik atau anorganik, untuk analisis makro maupun mikro.
Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk
pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia, dan anorganik di
laboratorium. Alat yang digunakan berupa corong pisah (paling sederhana), alat
ekstraksi soxhlet, sampai yang paling rumit berupa alat counter current craig.
Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di
dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak bercampur dengan air. Tujuan ekstraksi
ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan
pelarut. Proses ekstraksi dengan pelarut digunakan untuk memisahkan dan isolasi
bahan-bahan dari campurannya yang terjadi di alam, untuk isolasi bahan-bahan
yang tidak larut dari larutan dan menghilangkan pengotor yang larut dari campuran.
Berdasarkan hal di atas, maka prinsip dasar ekstraksi ialah pemisahan suatu zat
berdasarkan perbandingan distribusi zat yang terlarut dalam dua pelarut yang tidak
saling melarutkan. Perbandingan distribusi ini disebut koefisien distribusi (K).

Jenis – jenis ekstraksi :


1. Ekstraksi secara dingin
Maserasi, merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan
terlindung dari cahaya.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung


komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung
benzoin, tiraks dan lilin (Sudjadi, 1988).
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya
antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan
penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan
yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :
· Modifikasi maserasi melingkar
· Modifikasi maserasi digesti
· Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
· Modifikasi remaserasi
· Modifikasi dengan mesin pengaduk (Sudjadi, 1988).
        Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi
molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam
klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah
melewati pipa sifon (Sudjadi, 1988).
Keuntungan metode ini adalah :
-          Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan
terhadap pemanasan secara langsung.
-          Digunakan pelarut yang lebih sedikit
-          Pemanasannya dapat diatur (Sudjadi, 1988).

Kerugian dari metode ini :


-          Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi
peruraian oleh panas.
-          Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan
membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
-          Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau
air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada
temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif (Sudjadi, 1988).
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik
dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya
heksan : diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena
uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam
wadah (Sudjadi, 1988).
·         Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini adalah tidak
memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari
ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas
dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses
perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien (Sutriani,L . 2008).
2. Ekstraksi secara panas
·         Metode refluks
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-
sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung..
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah
manipulasi dari operator (Sutriani,L . 2008).
·         Metode destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak
menguap (esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan
untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung
komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal
(Sutriani,L . 2008).
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya
melarutkanyang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi
ini berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang
diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam pelarut
polar dan sebaliknya (Sutriani,L . 2008).
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh:
·  Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.
·  Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak
yang besar.
·  Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh
larut dalam bahan ekstraksi.
·  Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara
pelarut dengan bahan ekstraksi.
·  Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen bahan ekstraksi.
·  Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan
pelarut dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
·   Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak
beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak korosif,
buaka emulsifier, viskositas rendah dan stabil secara kimia dan fisik (Sutriani,L .
2008).

2. EKSTRAKSI CAIR-CAIR

Ekstraksi cair-cair adalah proses pemindahan suatu komponen campuran


cairan dari suatu larutan ke cairan yang lain (yaitu pelarutnya). Pada suatu
campuran dua cairan yang saling larut, salah satu adalah sebagai zat terlarut
(solute), dan yang lain adalah sebagai zat pembawanya (diluent). Jika suatu
campuran dimurnikan dengan bantuan cairan ketiga, yang disebut dengan zat
pelarut (solvent) dan zat pelarutnya tidak mudah larut atau larut sebagian, maka
akan terbentuk dua fase lapisan. Kejadian ini menunjukkan bahwa zat pelarut larut
bagian dengan zat pembawa atau dengan kedua zat pembawa dan zat terlarutnya
pada temperatur tersebut. Lapisan yang kaya-zat pelarut disebut dengan fase
ekstrak, dan lapisan yang lain disebut dengan fase rafinat. Setelah kondidi
kesetimbangan dicapai, pada analisis akan didapatkan bahwa fase ekstrak terdiri
dari zat pelarut yang jenuh dengan acuan terhadap kedua zat terlarut dan zat
pembawanya, dan fase rafinat akan terdiri atas zat
Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak
meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut
kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut
tidak saling melarut ( atau hanya dalam daerah yang sempit). Agar terjadi
perpindahan massa yang baik –yang berarti performansi ekstraksi yang besar-
haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara
kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan didistribusikan menjadi tetes-tetes
kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk). Tentu saja pendistribusian ini
tidak boleh terlalu jauh, karena akan menyebabkan terbentuknya emulsi yang tidak
dapat lagi atau sukar sekali dipisahkan. Turbulensi pada saat mencampur tidak
perlu terlalu besar. Yang penting perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak
pada bidang batas tetap ada. Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan
sedapat mungkin segera disingkirkan dari bidang batas.
Pada saat pemisahan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes
harus menyatu kembali menjadi sebuah fasa homogen dan berdasarkan perbedaan
kerapatan yang cukup besar dapat dipisahkan dari cairan yang lain. Kecepatan
pembentukan fasa homogen ikut menentukan output sebuah ekstraktor cair-cair.
Kuantitas pemisahan persatuan waktu dalam hal ini semakin besar jika permukaan
lapisan antar fasa didalam alat semakin luas.
Sama halnya seperti pada ekstraksi padat-cair, alat ekstraksi tak kontinu dan
kontinu yang akan dibahas berikut ini eringkali merupakan bagian dari suatu
instalasi lengkap. Instalasi tersebut biasanya terdiri atas ekstraktor yang sebenarnya
(dengan zone-zone pencampuran dan pemisahan) dan sebuah peralatan yang
dihubungkan dibelakangnya (misalnya alat penguap, kolom rektifikasi) untuk
mengisolasi ekstrak atau memekatkan larutan ekstrak dan mengambil kembali
pelarut.
Penggunaan ekstraksi cair-cair :
Ekstraksi, jika dibandingkan dengan distilasi, mempunyai banyak
keuntungan, mengingat:
1.      Distilasi membutuhkan panas yang besar, misalnya pada larutan dengan
relative volatility sangat dekat.
2.      Pemisahan pada proses distilasi akan mengalami kesulitan untuk komponen-
komponen azeotrop.
3.      Komponen-komponen di dalam larutan dapat rusak dalam proses pemanasan.
4.       Jika komponen yamg akan dipisahkan mempunyai perbedaan sifat fisika
yang kecil

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ektraksi dpakai jika proses


distilasi dianggap kurang praktis atau terlalu mahal biaya operasionalnya, atau jika
distilasi tidak mampu untuk memisahkannya. Ekstraksi akan lebih praktis
dibanding distilasi jika relative volatility (kemampuan mudah berubahnya cairan ke
bentuk gas) kedua komponen sangat dekat yaitu antara 1,0 dan 1,2, selain itu,
ekstraksi cair-cair mungkin lebih ekonomis daripada distilasi atau steam stripping
pada pengolahan limbah cair, jika relative volatility dari larutan terhadap air kurang
dari 4.
Pada kasus lain, komponen-komponen yang akan dipisahkan mungkin
sangat sensitif terhadap panas, seperti antibiotik, atau relative non-volatile, seperti
garam-garam mineral, dan ekstraksi cair-cair akan memberikan biaya operasional
yang minim untuk pemisahan. Bagaimanapun juga penggunaan distilasi harus
dievaluasi secara lebih teliti sebelum memastikan untuk menggunakan ekstraksi
cair-cair. Gambar dibawah menunjukkan perbedaan antara proses distilasi dan
proses ekstraksi.
Proses ektraksi biasanya menyangkut: a)ekstraksi cair-cair, b) mendapatkan
pelarut kembali,c) raffinate desollventizing (penghilangan/pengambilan pelarut
pada rafinat)
Sebuah contoh proses ekstraksi cair-cair dengan biaya yang ekonomis adalah
mendapatkan asam asetat dari air dengan menggunakan etil eter atau etil asetat.
Pelarut didapatkan kembali dengan distilasi dan rafinat dimurnikan dari pelarutnya
dengan distilasi uap. Dalam beberapa hal pelarut yang dipakai mempunyai titi didih
yang lebih tinggi daripada larutan.

1.      Ekstraktor cair-cair tak kontinu


Dalam hal yang paling sederhana, bahan ekstraksi yang cair dicampur
berulangkali dengan pelarut segar dalam sebuah tangki pengaduk (sebaiknya
dengan saluran keluar dibagian bawah). Larutan ekstrak yang dihasilkan setiap kali
dipisahkan dengan cara penjernihan (pengaruh gaya berat).
o   Yang konstruksinya lebih menguntungkan bagi proses pencampuran dan
pemisahan adalah tangki yang bagian bawahya runcing ( yang dilengkapi dengan
perkakas pengaduk, penyalur bawah, maupun kaca intip yang tersebar pada seluruh
ketinggiannya).
Alat tak kontinu yang sederhana seperti itu digunakan misalnya untuk mengolah
bahan dalam jumlah kecil, atau bila hanya sekali-sekali dilakukan ekstraksi. Untuk
pemisahan yang dapat dipercaya antara fasa berat dari fasa ringan, sedikit-dikitnya
diperlukan sebuah kaca intip pada saluran keluar dibagian bawah tangki ekstraksi.
Selain itu penurunan lapisan antar fasa seringkali dikontrol secara elektronik
(dengan perantaraan alat ukur konduktivitas). Secara optik (dengan bantuan
detecktor cahaya batas) atau secara mekanik (dengan pelampung atau benda
apung). peralatan ini mudah digabungkan dengan komponen pemblokir dan
perlengkapan alarm, yang akan menghentikan aliran keluar dan atau memberikan
alarm, segera setelah lapisan tersebut melampaui kedudukan tertentu. Agar fasa
ringan (yang kebanyakan terdiri atas pelarut organik) tidak masuk ke dalam saluran
pembuangan air, pencegahan yang lebih baik dapat dilakukan dengan memasang
bak penampung (bak penyangga) di belakang ekstraktor.

2. Ekstraktor cair-cair kontinu


Operasi kontinu pada ekstraksi cair-cair dapat dilaksanakan dengan
sederhana, karena tidak saja pelarut, melainkan juga bahan ekstraksi cair secara
mudah dapat dialirkan dengan bantuan pompa. Dalam hal ini bahan ekstraksi
berulang-kali dicampur dengan pelarut atau larutan ekstrak dalam arah berlawanan
yang konsentrasinya senantiasa meningkat. Setiap kali kedua fasa dipisahkan
dengan cara penjernihan. Bahan ekstraksi dan pelarut terus-menerus diumpankan ke
dalam alat, sedangkan rafinat dan larutan ekstrak dikeluarkan secara
kontinu.Ekstraktor yang paling sering digunakan adalah kolom-kolom ekstraksi, di
samping itu juga digunakan perangkat pencampur-pemisah (mixer-settler). Alat-alat
ini terutama digunakan bila bahan ekstraksi yang harus dipisahkan berada dalam
kuantitas yang besar, atau bila bahan tersebut diperoleh dari proses-proses
sebelumnya secara terus-menerus.
2.1. kolom ekstraksi
Serupa seperti yang telah dikenal pada kolom rektifikasi atau sorpsi, dalam
sebuah kolom ekstraksi vertikal bahan ekstraksi cair dan pelarut saling dikontakkan
dengan arah aliran yang berlawanan. Dengan bantuan pompa, cairan yang lebih
ringan dimasukkan dari bagian bawah, dan cairan yang lebih berat dari bagian atas
kolom secara terus-menerus.
Didalam kolom berulangkali terjadi proses yang sama, yaitu pencampuran yang
intensif antara kedua cairan agar terjadi perpindahan massa. Peristiwa itu sedapat
mungkin diikuti dengan pemisahan yang sempurna dari kedua fasa. Namun didalam
kolom, proses ini dan tahap ekstraksi seringkali tidak lagi dapat dibedakan. Bidang
batas antara fasa berat dan fasa ringan terdapat pada ujung atas atau ujung bawah
kolom (diketahui melalui percobaan). kedudukannya dipertahankan konstan oleh
sebuah pengatur tinggi permukaan, yang mengendalikan pembuangan fasa berat.

2.1.1. Kolom semprot (spray column)


Pada kolom semprot, fasa ringan hanya didistribusikan satu kali oleh
suatu perlengkapan pendistribusi (alat penyemprot) yang berada di ujung bawah
kolom. Tetes-tetes yang terbentuk bergelembung menerobos fasa berat dan
berkumpul menjadi satu pada ujung atas kolom.

2.1.2. Kolom pelat ayak (reciprocating plate column)


Dalam kolom pelat ayak, fasa ringan yang berkumpul dibawah setiap
pelat ayak didorong ke atas oleh fasa berat melalui lubang-lubang pelat dan pada
saat yang sama terpecah menjadi tetes-tets. Fasa berat akan mengalir melalui pipa
penyaur ke pelat dibawahnya.

2.1.3 Kolom  benda pengisi (packed column)


Konstruksi kolom benda pengisi sama dengan kolom-kolom untuk
rektifikasi. Untuk menghasilkan perpindahan massa yang baik, salah satu dari
kedua fasa harus dapat membasahi benda pengisi dengan baik.

2.1.4 Kolom denyut (pulsating column)


Kolom denyut adalah kolom pelat ayak dan kolom benda pengisi, yang
seluruh cairannya dibuat berosilasi terus-menerus dengan bantuan pompa torak atau
pompa membran. pompa ini dihubungkan melalui  dinding dibagian bawah kolom.
Sebagai efek denyut, fasa rinagan terdesak melalui lubang-lubang pelat ayak pada
saat torak bergerak maju sehingga fasa ini terdistribusi dengan baik. Pada saat torak
bergerak mundur, fasa berat dihisap ke bawah melalui lubang-lubang tersebut. Oleh
karena itu, dibandingkan dengan kolom pelat ayak sederhana, kolom denyut
memungkinkan perpindahan masaa yang lebih baik. Cara kerja yang serupa juga
dimiliki oleh kolom getar. Dalam kolom ini bukan cairan yang digerak-gerakan,
melainkan pelat ayak yang digantungkan pada sebuah batang yang berosilasi.

2.1.5 Kolom rotasi (rotary column)


Pada kolom rotasi (kolom cakram putar) di sepanjang kolom terdapat
perkakas pengaduk yang mirip cakram. Cakram ini terpasang pada sebuah poros
vertikal didalam kolom. kedua cairan yang mengalir dalam arah berlawanan secara
silih berganti masuk ke ruang-ruang pencampur (disini kedua cairan tersebut saling
dicampurkan oleh cakram-cakram yang berputar) dan ruang-ruang pemisahan
(disini cairan-cairan dipisahkan kembali). Daerah pencampuran dan daerah
pemisahan dalam arah vertikal dibatasi oleh lempeng-lempeng pemisah atau
cakram-cakram pembendung.
Pemisahan fasa yang lebih baik yang berarti pencampuran balik yang lebih
kecil, dapat dicapai dengan pemasangan lempeng-lempeng pembelok (baffle) dan
paking-paing anyaman kawat didalamnya (untuk aglomerasi tetesan), yaitu di
antara daerah pencampur yang terletak disebelah dalam dan daerah pemisahan yang
berada disebelah luar.

2.2 Perangkat Pencampur-Pemisah

Dengan bantuan pompa, bahan ekstraksi cair dan pelarut dialirkan dengan arah
berlawanan ke dalam ekstraktor yang terdiri atas tangki-tangki pengaduk dan
pemisah yang dihubungkan secara seri. Perangkat ini kebanyakan hanya sesuai
untuk bahan ekstraksi yang tidak cendrung membentuk emulsi dan mempunyai
kerapatan yang sangat berbeda dari pelarutnya.

2.3 Ekstraktor sentrifugal

Ekstraktor sentrifugal ini memanfaatkan gaya sentrifugal untuk pemisahan fasa.


hal ini akan menguntungkan bila pelarut, walaupun memiliki selektivitas yang
tinggi, hanya mempunyai perbedaan kerapatan yang sangat kecil dengan bahan
ekstraksi.

EKSTRAKSI PADAT-CAIR (LEACHING)

Leaching ialah ekstraksi padat-cair dengan perantara suatu zat pelarut.


Proses ini dimaksudkan untuk mengeluarkan zat terlarut dari suatu padatan atau
untuk memurnikan padatan dari cairan yang membuat padatan terkontaminasi,
seperti pigmen.
Metode yang digunakan untuk ekstraksi akan ditentukan oleh banyaknya zat yang
larut, penyebarannya dalam padatan, sifat padatan dan besarnya partikel. Jika zat
terlarut menyebar merata di dalam padatan, material yang dekat permukaan akan
pertama kali larut terlebih dahulu. Pelarut, kemudian akan menangkap bagian pada
lapisan luar sebelum mencapai zat terlarut selanjutnya, dan proses akan menjadi
lebih sulit dan laju ekstraksi menjadi turun.
Biasanya proses leaching berlangsung dalam tiga tahap, yaitu:

1 Pertama perubahan fase dari zat terlarut yang diambil pada saat zat pelarut
meresap masuk. 
2 Kedua terjadi proses difusi pada cairan dari dalam partikel padat menuju keluar.
3.Ketiga perpindahan zat terlarut dari padatan ke zat pelarut.
Perpindahan massa pada operasi leaching
Laju perpindahan massa di dalam rongga-rongga partikel sukar untuk
diketahui karena sulitnya menentukan bentuk dari lorong tempat perpindahan
terjadi. Tetapi masih mungkin dilakukan untuk menentukan laju perpindahan secara
pendekatan dari partikel zat pelarut.
Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan
dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam
skala besar terutama dibidang, industri bahan alami dan makanan, misalnya untuk
memperoleh :
·         bahan-bahan aktif dari tumbuhan atau organ-organ binatang untuk keperluan
farmasi
·         gula dari umbi
·         minyak dari biji-bijian
·          kopi dari biji kopi
Alat-alat ekstraksi tak kontinu dan kontinu berikut ini biasanya merupakan
bagian dari suatu instalasi lengkap, yang misalnya terdiri atas.
 Alat untuk pengolahan awal (pengecilan ukuran, pengeringan) bahan
ekstraksi.
 ekstraktor yang sebenarnyaperlengkapan untuk memisahkan (dengan
penjernihan atau penyaringan) larutan ekstrak dari rafinat (seringkali
menyatu dengan ekstraktor)
 peralatan untuk mengisolasi ekstrak atau meningkatkan konsentrasi larutan
ekstrak dan memperoleh kembali pelarut (dengan cara penguapan).

1.      Ekstraktor padat-cair tak kontinu


Dalam hal yang paling sederhana bahan ekstraksi padat dicampur
beberapa kali dengan pelarut segar di dalam sebuah tangki pengaduk. Larutan
ekstrak yang terbentuk setiap kali dipisahkan dengan cara penjernihan
(pengaruh gaya berat) atau penyaringan (dalam sebuah alat yang dihubungkan
dengan ekstraktor). Proses ini tidak begitu ekonomis, digunakan misalnya di
tempat yang tidak tersedia ekstraktor khusus atau bahan ekstraksi tersedia
dalam bentuk serbuk sangat halus, sehingga karena bahaya penyumbatan,
ekstraktor lain tidak mungkin digunakan.Ekstraktor yang sebenarnya adalah
tangki-tangki dengan pelat ayak yang dipasang di dalamnya. Pada alat ini
bahan ekstraksi diletakkan di atas pelat ayak horisontal. Dengan bantuan suatu
distributor, pelarut dialirkan dari atas ke bawah. Dengan perkakas pengaduk
(diatas pelat ayak) yang dapat dinaikturunkan. Pencampuran seringkali dapat
disempurnakan atau rafinat dapat dikeluarkan dari tangki setelah berakhirnya
ekstraksi. Ekstraktor semacam ini hanya sesuai untuk bahan padat dengan
partikel yang tidak terlalu halus. Yang lebih ekonomis lagi adalah
penggabungan beberapa ekstraktor yang dipasang seri dan aliran bahan
ekstraksi berlawanan dengan aliran pelarut. Dalam hal ini pelarut dimasukkan
kedalam ekstraktor yang berisi campuran yang telah mengalami proses
ekstraksi paling banyak. Pada setiap ekstraktor yang dilewati, pelarut semakin
diperkaya oleh ekstrak.
Pelarut akan dikeluarkan dalam konsentrasi tinggi dari ekstraktor yang
berisi campuran yang mengalami proses ekstraksi paling sedikit. dengan
operasi ini pemakaian pelarut lebih sedikit dan konsentrasi akhir dari larutan
ekstrak lebih tinggi.
Cara lain ialah dengan mengalirkan larutan ekstrak yang keluar dari pelat ayak
ke sebuah ketel destilasi, menguapkan pelarut disitu, mengembunkan dalam
sebuah kondenser dan segera mengalirkannya kembali ke ekstraktor untuk
dicampur dengan bahan ekstraksi. Dalam ketel destilasi konsentrasi larutan
ekstrak terus-menerus meningkat. dengan metode ini jumlah total pelarut yang
diperlukan relatif kecil. Meskipun demikian, selalu terdapat perbedaan
konsentrasi ekstrak yang maksimal antara bahan ekstraksi dan pelarut.
Kerugiaanya adalah pemakaian banyak energi karena pelarut harus diuapkan
secara terus-menerus.Pada ekstraksi bahan-bahan yang peka terhadap suhu
terdapat sebuah bak penampung sebagai pengganti ketel destilasi. dari bak
tersebut larutan ekstrak dialirkan kedalam alat penguap vakum (misalnya alat
penguap pipa atau film). Uap pelarut yang terbentuk kemudian
dikondensasikan, pelarut didinginkan dan dialirkan kembali kedalam ekstraktor
dalam keadaan dingin.

2.  Ekstraktor padat-cair kontinu


Cara kerja ekstraktor ini serupa dengan ekstraktor-ekstraktor yang
dipasang seri, tetapi pengisian, pengumpanan pelarut dan juga pengosongan
berlangsung secara otomatik penuh dan terjadi dalam sebuah alat yang sama.
Oleh karena itu dapat diperoleh output yang lebih besar dengan jumlah
kerepotan yang lebih sedikit. Tetapi karena biaya untuk peralatannya besar,
ekstraktor semacam itu kebanyakan hanya digunakan untuk bahan ekstraksi yang
tersedia dalam kuantitas besar (misalnya biji-bijian minyak, tumbuhan). Dari
beraneka ragam konstruksi alat ini, berikut akan di bahas ekstraktor keranjang
(bucket-wheel extractor) dan ekstraktor sabuk (belt extractor).

2.1  Ekstraktor keranjang


Pada ekstraktor keranjang (keranjang putar = rotary extractor), bahan
ekstraksi terus-menerus dimasukkan ke dalam sel-sel yang berbentuk jaring
(sektor) dari sebuah rotor yang berputar lambat mengelilingi poros vertikal,
Bagian bawah sel-sel ditutup oleh sebuah pelat ayak. Selama satu putaran,
bahan padat dibasahi dari arah berlawanan oleh pelarut atau larutan ekstrak
yang konsentrasinya meningkat, Pelarut atau larutan tersebut dipompa dari sel
ke sel dan disiramkan ke atas bahan padat. Akhirnya bahan dikeluarkan dan
keseluruhan proses ini berlangsung secara otomatik.

2.2      Ekstraktor sabuk
Pada ekstraktor ini, bahan ekstraksi diumpankan secara kontinu di atas
sabuk ayak yang melingkar. di sepanjang sabuk bahan dibasahi oleh pelarut
atau larutan ekstrak dengan konsentrasi yang meningkat dan arah aliran
berlawanan. Setelah itu bahan dikeluarkan dari ekstraktor.

3. Gambar tentang proses peralatan ekstraksi dan fungsi alat yang digunakan
Nama-nama alat dan fungsinya :
1. Kondensor : berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat
prosespengembunan.
2. Timbal : berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil
zatnya.
3. Pipa F : berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari
proses penguapan.
4. Sifon : berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya
penuh kemudiaan jatuh ke labu alas bulat maka hal ini dinamakan 1 siklus
5. Labu alas bulat : berfungsi sebagai wadah bagi sampel dan pelarutnya
6. Hot plate : berfungsi sebagai pemanas larutan.
4. Sebagai perbandingan coba saudara lengkapi dengan satu buah jurnal yang
berhubungan dengan ekstraksi.

Jurnal Teknologi Kimia Unimal 7 : 2 (November 2018) 163 - 171

Jurnal TeknologiJurnal Teknologi Kimia Unimal


Kimia Unimal

Pengaruh Waktu Ekstraksi Daun Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)


Menggunakan Pelarut n-Heksana terhadap Rendemen Minyak
1
Nasrun Ibrahim*), 1Jalaluddin, 1Nurul Rahmah
1
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh
Jl. Batam No. 1, Bukit Indah, Lhokseumawe 24351
*)
Email: nasrun@unimal.ac.id

Abstrak
Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya akan minyak atsiri.
Salah satu sumber daya alam yang potensial adalah jeruk nipis yang
dapat dimanfaatkan sebagai flavor dalam makanan. Pengambilan
minyak atsiri daun jeruk nipis menggunakan metode ekstraksi pelarut
mudah menguap.Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh
waktu ekstraksi terhadap rendemen, indek bias, dan densitas minyak
atsiri yang dihasilkan. Ekstraksi minyak daun jeruk nipis dengan
pelarut n-heksana menggunakan ekstraktor soxhlet. Daun jeruk nipis
yang tua yang sudah dibersihkan, dipotong kecil- kecil dan dibungkus
dengan kertas saring dan dimasukkan dalam soxhlet. Pelarut n-
heksana sebanyak 200 ml dimasukkan dalam labu alas bulat ekstraktor
yang dilengkapi pendingin. Ekstraksi dilakukan pada suhu dan waktu
tertentu tergantung dari jenis pelarut yang digunakan, sampai
dihasilkan warna pelarut kembali seperti semula. Selanjutnya filtrat
didistilasi untuk dimurnikan, sehingga diperoleh minyak daun jeruk
nipis terpisah dari pelarutnya. Minyak atsiri kemudian dilakukan uji
rendemen, indek bias, dan densitas yang terkandung dalam minyak
atsiri. Hasil penelitian diperoleh ekstraksi daun jeruk nipis dengan
pelarut n-heksan, rendemen yang tertinggi diporoleh pada berat
sampel 200 gram dengan waktu ekstraksi 180 menit yaitu 3,11 %.
Indek bias minyak tertinggi juga diperoleh pada berat sampel 200
gram dengan waktu ekstraksi 180 menit yaitu 1,47, sedangkan densitas
minyak atsiri dari daun jeruk nipis diperoleh 0,79 gr/ml.
Kata kunci: minyak atsiri, daun jruk nipis, ekstraksi, n-heksan

1. PENDAHULUAN

Selama ini kita mengetahui bahwa jeruk nipis adalah salah satu
jenis buah yang banyak ditemui di Indonesia. Tanaman jeruk nipis akan
tumbuh dengan baik dilokasi yang mendapat cukup sinar matahari. Jeruk
nipis mengandung sari asam yang tinggi. Buah jeruk nipis banyak
mengandung vitamin C, asam sitrat, asam amino, (triptofan, lisin), minyak
atsiri (sitral, limonene, felanden, lemon kamfer, kadinen, dan nidehida),
glikolisa, asam sitrun, belerang dan vitamin B (tiamin). Buah jeruk nipis
terkenal sebagai buah yang berkhasiat menyembuhkan batuk, mengurangi
dahak, menyembuhkan panas dalam, merawat kecantikan wajah serta
menghilangkan jerawat (Tjitrosoepomo, 2003a).

Minyak atsiri umumnya merupakan komponen pemberi bau yang


khas, atau disebut minyak eteris, minyak menguap atau essential oil yaitu
bahan aromatis alam yang berasal dari tumbuhan. Ciri minyak atsiri antara
lain mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi,
mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai tanaman penghasilnya dan
bersifat larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air
(Tjitrosoepomo, 2003b).
Minyak atsiri memiliki bau mirip tanaman asalnya yang diambil
dari bagian-bagian tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang,
kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Setiap tahun konsumsi minyak
atsiri dunia beserta turunannya naik sekitar 8-10%. Hal itu tidak hanya
terjadi di Indonesia, salah satu sumber minyak atsiri dunia, namun berlaku
pula di negara-negara produsen lain seperti India, Thailand, dan Haiti.
Pemicu kenaikan itu antara lain meningkatnya kebutuhan minyak atsiri
untuk industri parfum, kosmetik, dan kesehatan. Selain itu produk-produk
olahan minyak atsiri belum dapat digantikan oleh bahan sintetis (Astrarini,
2009).
Pemikiran untuk memproduksi jenis minyak atsiri baru yang
diduga bernilai komersial tinggi dirasa perlu untuk memberikan nuansa baru
terhadap dunia peminyak atsirian. Perkembangan teknologi pengolahan
minyak atsiri di beberapa negara maju menjadi salah satu faktor pendukung
yang dapat memberikan nilai tambah terhadap komoditas itu sendiri. Dari
sekian ratus minyak atsiri yang diperdagangkan di dunia, tanaman dari jenis
jeruk-jerukan (genus Citrus) adalah yang paling banyak digunakan sebagai
bahan baku minyak atsiri. Dilihat dari banyaknya kegunaan jeruk nipis maka
perlu diadakannya penelitian untuk mengetahui lebih lanjut tentang minyak
atsiri yang terkandung dalam daun jeruk nipis.
Daun jeruk nipis sejauh ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
Berdasarkan hipotesa bahwa daun jeruk nipis dapat dibuat atau diolah
sehingga memiliki nilai tambah yang tinggi yaitu diolah menjadi minyak
atsiri yang dapat dijadikan untuk berbagai manfaat diantaranya dapat
dijadikan sebagai flavoring
agent dalam bahan pangan atau minuman, antiseptik obat-obatan,
pembuatan kosmetik, parfum, pencampur rokok kretek, aroma terapi, obat
gosok, dan lain- lain. Penelitian ini mencoba untuk mengkaji secara
langsung minyak atsiri yang dihasilkan dari daun jeruk nipis. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh waktu ekstraksi terhadap
rendemen minyak, indek bias minyak, dan densitas minyak atsiri yang
didapatkan dari daun jeruk nipis.

2. Bahan dan Metode

2.1Alat dan Bahan

Sebelum melakukan penelitian, alat dan bahan harus dipersiapkan


terlebih dahulu. Alat dan bahan yang digunakan adalah seperangkat alat
ekstraksi-distilasi, beaker glass, Erlenmeyer, piknometer, refraktometer,
botol sampel, pipet ukur, pisau/gunting, neraca analitik, kertas saring, daun
jeruk nipis, dan n-heksan.

2.2Variabel Penelitian

Variabel tetap dalam penelitian ini adalah volume pelarut 200 ml


dan temperatur ekstraksi 69oC. Adapun variabel bebas adalah waktu
ekstraksi, 60, 100, 140, dan 180 menit serta berat sampel 100, 150, dan 200
gram.
Variabel terikatnya adalah rendemen minyak, densitas, dan indek bias
minyak atsiri.

2.3Metode
Adapun langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini adalah
persiapan bahan baku, ekstraksi, destilasi, dan analisis. Daun jeruk nipis tua
dibersikan dan kemudian dirajang/dipotong kecil-kecil untuk diekstraksi
dengan alat soxhlet dengan perlakuan sesuai dengan variabel. Setelah
mencapai waktu yang ditentukan proses ekstraksi dihentikan, dan
dilanjutkan dengan proses distilasi untuk memisahkan antara pelarut dengan
minyak atsiri yang didapat. Setelah didapatkan minyak daun jeruk nipis,
minyak tersebut dimasukkan ke dalam botol sampel, kemudian dianalisa
seperti analisa rendemen, analisa densitas, dan indek bias.

3. Hasil dan Diskusi

Pada ekstraksi minyak daun jeruk nipis (Citrus Aurantifolia)


dengan menggunakan pelarut n-heksan meliputi beberapa tahapan yaitu:
perlakuan bahan, proses ekstraksi minyak dari daun jeruk nipis, proses
pemurnian (distilasi) dan hasil produknya. Pada proses perlakuan bahan,
bahan yang digunakan adalah daun jeruk nipis yang tua, digunakan bahan
yang tua karena kandungan minyak atsirinya lebih banyak dari pada bahan
yang muda serta mengandung kadar air yang rendah. Bahan kemudian
dirajang/dipotong kecil-kecil, proses pengecilan ukuran ini bertujuan agar
kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin sehingga pada proses
ekstraksi laju penguapan minyak atsiri dari bahan menjadi cukup cepat
(Guenther, 1987a).
Ektraksi daun jeruk nipis menggunakan pelarut n-heksan sebagai pelarut
dikarenakan n-heksan bersifat stabil dan mudah menguap, selektif dalam
melarutkan zat, mengekstrak sejumlah kecil lilin serta dapat mengekstrak zat
pewangi dalam jumlah besar. Proses pemurnian minyak bertujuan untuk
memisahkan minyak atsiri dengan pelarut sehingga dihasilkan minyak atsiri
yang absolute (Guenther, 1987b).

3.1Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen Minyak Atsiri


Pengaruh waktu ekstraksi terhadap rendemen minyak yang
diperoleh dari masing-masing berat sampel dengan pelarut n-heksan pada
waktu ekstraksi 60 menit, 100 menit, 140 menit, dan 180 menit dapat dilihat
pada Gambar 1.
Lamanya waktu ekstraksi akan mempermudah penetrasi pelarut dalam
sampel. Kelarutan minyak atsiri berjalan dengan perlahan sebanding dengan
lamanya waktu ektraksi. Akan tetapi, setelah mencapai waktu optimum
maka jumlah minyak mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena jumlah
minyak pada sampel terbatas, sehingga walaupun waktu ekstraksi
diperpanjang lagi, minyak yang ada dalam sampel sudah habis.

Gambar 1 Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen Minyak Atsiri

Gambar 1 menunjukkan rendemen dipengaruhi oleh waktu ekstraksi.


Semakin lama waktu ekstraksi maka rendemen minyak yang di dapatkan
juga semakin besar. Hal ini bisa disebabkan pengontakan pelarut dengan
sampel yang diekstrak semakin lama, maka sirkulasi yang terjadi juga
banyak sehingga minyak yang terikut dalam pelarut juga semakin banyak.
Rendemen minyak yang tertinggi diperoleh pada berat sampel 200 gram
dengan waktu ekstraksi 180 menit, rendemen yang diperoleh adalah 3,115%.
3.2Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Indek Bias Minyak
Pengaruh waktu ekstraksi terhadap indek bias yang diperoleh dari
pengujian terhadap masing-masing berat sampel dengan menggunakan
pelarut n- heksan serta dengan waktu ekstraksi yang bervariasi dapat dilihat
pada Gambar 2. Pengujian indek bias bertujuan untuk mengetahui
kemurnian minyak yang dihasilkan. Indek bias dipengaruhi oleh kandungan
air dalam minyak. Semakin banyak kandungan air dalam minyak maka
semakin kecil nilai indek biasnya. Hal ini disebabkan sifat air yang mudah
untuk membiaskan cahaya yang datang (Corner, 2007). Minyak atsiri
dengan indek biasnya besar lebih bagus dibandingkan minyak atsiri dengan
indek biasnya kecil (Guenther, 1987c). Tingginya nilai indek bias
dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, dimana semakin lama waktu ekstraksi
semakin tinggi nilai indek biasnya. Hal ini dikarenakan pengikatan antara
pelarut dengan zat terlarut lebih lama dan sempurna sehingga semakin
banyak komponen yang ikut tersuling dan menghasilkan minyak yang lebih
murni (Anonim, 1995a).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa densitas minyak atsiri dari daun jeruk
nipis yang didapat adalah 0,7948 gr/ml, masih sesuai dengan penelitian
Nugraheni (2012) yang mengatakan berat jenis minyak atsiri pada suhu 25 ᵒC
berkisar antara 0,696-1,188 g/ml. Pada umumnya berat jenis minyak atsiri
lebih kecil dari berat jenis air (1 gr/ml).

4. Penutup

4.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa rendemen


minyak dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, di mana semakin lama waktu
ekstraksi maka minyak yang didapatkan juga semakin meningkat.
Rendemen minyak tertinggi diperoleh pada berat sampel 200 gram dengan
waktu ekstraksi 180 menit yaitu 3,115%. Indek bias minyak yang
didapatkan semakin tinggi jika waktu ekstraksi semakin lama, hal ini
dikarenakan oleh pengikatan antara pelarut dengan zat terlarut lebih lama
dan sempurna sehingga semakin banyak komponen yang
tersuling. Indek bias tertinggi diperoleh pada berat sampel 200 gram dan
dengan waktu ekstraksi 180 menit yaitu 1,472. Densitas rata-rata minyak
atsiri dari daun jeruk nipis adalah 0.7948 gr/ml.

4.2Saran

Hendaknya dilakukan penelitian lanjutan dengan memvariasikan pelarut


untuk mengetahui jenis pelarut yang baik dalam proses ekstraksi minyak
daun jeruk nipis dan dilakukan pengeringan bahan serta pengecilan ukuran
bahan dengan cara dihancurkan dengan blender dan diayak menggunakan
ukuran mesh yang kecil untuk mengetahui jenis bahan mana yang banyak
memperoleh rendemen, indek bias dan densitas minyak yang tinggi.

Daftar Pustaka

Astarini, F. P.N; Burhan, P. Y. R; Zetra, Y., Minyak Atsiri Dari Kulit Buah
Citrus Grandis, Citrus Aurantium x (L), dan Citrus Aurantifolia
(RUTACEAE) Sebagai Senyawa Anti Bakteri dan Insetisida, Prosiding
Skripsi, Dipublikasikan, Surabaya: FMIPA ITS, 2009.
Nugraheni, K.S., Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dan Metode Destilasi
Terhadap Karakteristik Mutu Minyak Atsiri Daun Kayu Manis, Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta, 2012.
Reineccius, G., Flavor Chemistri, Di dalam: Hidayat, F. K., Ekstraksi
Minyak Atsiri Dari Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC) pada Skala Pilot-
Plant, Sripsi, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor (1994).
Tjitrosoepomo, Gembong., Morfologi Tumbuhan, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai