Anda di halaman 1dari 14

2.

1 Ekstrak
2.1.1 Daun Jambu Biji
Klasifikasi tanaman (Tjitrosoepomo, 2002) :
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Psidium
Jenis : Psidium guajava l.

2.1.2 Kandungan Senyawa


Kadar flavonoid total : tidak kurang dari 1,40% dihitung sebagai kuersetin.
Lakukan penetapan kadar sesuai dengan penetapan kadar flavonoid total.
Gunakan kuersetin sebagai pembanding dan ukur serapan pada panjang
gelombang 425 nm. (Depkes RI, 2008)

2.2 Ekstraksi
2.2.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstraksi dalam
bidang farmasi, meliputi pemisahan senyawa aktif dari tanaman atau hewan dari
komponen yang tidak aktif dengan menggunakan solven tertentu dengan standar
prosedur ekstraksi (Handa,2008).

2.2.2 Proses Umum Pembuatan Ekstrak


Untuk mengekstraksi senyawa aktif dari tanaman, terdiri dari proses-proses
berikut:
1. Pengecilan ukuran
2. Kontak antara pelarut pengekstraksi dengan bagian tanaman
3. Filtrasi
4. Pemekatan
5. Pengeringan

2.2.2.1 Pengecilan Ukuran Partikel


Sebelum melalui tahap ini, biasanya bagian tanaman yang akan dikecilkan
ukuran partikelnya telah mengalami proses pengeringan. Pengecilan
ukuran partikel dapat dilakukan dengan menggunakan hammer mill atau
disc pulverizer yang telah dilengkapi dengan pengayak. Ukuran partikel
dapat dikontrol dengan merubah kecepatan baling-baling dan kecepatan
keluarnya bahan dari alat. Biasanya bahan dikecilkan hingga ukurannya
30-40 mesh. Tujuan dari tahap ini adalah untuk merusak organ, jaringan,
dan struktur sel, sehingga akan lebih banyak senyawa aktif dari bagian
tanaman tersebut yang terekspos oleh pelarut pengekstraksi. Selain itu,
dengan mengecilkan ukuran partikel maka tentu saja akan
memaksimalkan luas permukaannya, yang selanjutnya akan meningkatkan
jumlah senyawa aktif dari tanaman yang larut/ tertarik bersama pelarut
pengekstraksi. Ukuran 30-40 mesh adalah ukuran optimal, ukuran partikel
yang terlalu kecil dapat menjadi seperti lumpur selama proses ekstraksi
dan menyulitkan dalam proses filtrasi (Handa, 2008).

2.2.2.2 Kontak antara Pelarut Pengekstraksi dengan Bagian Tanaman


Kontak dan melarutnya kandungan senyawa kimia oleh pelarut keluar dari
sel tanaman melalui proses difusi dengan 3 tahapan :
1. Masuknya pelarut kedalam sel melalui dinding sel tanaman sehingga
terjadi pengembangan (swelling) sel tanaman. Kemudian senyawa yang
terdapat pada dinding sel akan terlarut.
2. Proses disolusi yaitu melarutnya kandungan senyawa didalam pelarut.
3. Difusi dari senyawa tanaman, keluar dari sel tanaman (List, 1989).

2.2.2.3 FILTRASI
Ekstrak yang diperoleh dipisahkan dari serbuk residu (ampas) dengan cara
mengalirkannya ke dalam tangki penampung melalui bagian bawah
ekstraktor, yang telah ditutupi dengan penyaring. Dari tangki penampung,
ekstrak kemudian dipompa ke sparkler filter untuk menghilangkan fine atau
partikel koloid dari ekstrak (Handa, 2008).
2.2.2.4 PEMEKATAN
Ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi menggunakan perkolator atau
ekstraktor lainnya, kemudian dimasukkan ke dalam evaporator untuk
dipekatkan dengan vakum untuk memproduksi ekstrak kental yang pekat.
Ekstrak kental yang pekat tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam vakum
pengering untuk didapatkan massa ekstrak padat bebas pelarut. Massa padat
yang diperoleh kemudian diserbuk dan dapat digunakan secara langsung
untuk formulasi sediaan farmasi yang diinginkan atau selanjutnya diproses
untuk mengisolasi kandungan senyawa fitokimianya (Handa, 2008).

2.2.2.5 PENGERINGAN
Ekstrak yang telah difiltrasi dan dipekatkan menjadi ekstrak kental
kemudian dikeringkan menggunakan spray drying dengan tekanan tinggi
dan dilakukan kontrol terhadap suhu serta kecepatan masuknya bahan.
Jika menginginkan partikel dengan ukuran tertentu dapat diperoleh
dengan mengatur suhu bagian dalam dari chamber dan besarnya tekanan
dari pompa. Serbuk yang telah dikeringkan dapat langsung dicampur
dengan bahan tambahan tertentu menggunakan double cone mixer untuk
memperoleh serbuk homogen yang dapat langsung digunakan, misalnya,
untuk mengisi kapsul atau membuat tablet (Handa, 2008).

2.2.3 Metode Ekstraksi


2.2.3.1 MASERASI
Pada metode ini, simplisia dimasukkan dalam wadah tertutup beserta
pelarut dan didiamkan pada temperature ruangan selama paling sedikit tiga
hari sambil beberapa kali dilakukan agitasi. Proses ini bertujuan untuk
melunakkan dan memecah dinding sel tanaman sehingga senyawa
fitokimia tanaman larut. Kemudian campuran disaring, ampas diperas dan
larutan campuran dimurnikan dengan cara filtrasi atau dekantasi (Handa,
2008).

Pada maserasi kinetik dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-


menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes
RI, 2000).

2.2.3.2 PERKOLASI DINGIN


Perkolasi adalah suatu metode ekstraksi dengan pelarut pengekstraksi yang
selalu baru (exhaustive extraction) yang dilakukan pada temperatur kamar.
Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam perkolator bersama dengan pelarut
yang sesuai (boleh direndam dalam percolator tertutup selama 24 jam,
biarkan bahan kontak dengan pelarut sampai keseimbangan (equilibrium)
dari bahan aktif tercapai). Kemudian teteskan/ tampung ekstrak melalui
bagian bawah
perkolator secara perlahan.
Pelarut ditambahkan
sesuai
dengan kebutuhan,
sampai jumlah perkolat
berkisar 3-4 kali dari
kebutuhan volume pada
produk akhir, ampas
atau residu diperas, dan hasil
perasan ditambahkan pada perkolat yang telah diperoleh sebelumnya.
Selanjutnya perkolat dimurnikan dengan filtrasi atau decanting (Handa,
2008).

Metode ini mudah dan sederhana untuk diaplikasikan. Namun, dalam


prosesnya memerlukan waktu yang lama sehingga kurang efisien, sisa
pelarut organik juga menjadi pemasalahan karena besarnya volume
pelarut yang digunakan besar sehingga dibutuhkan pengelolaan limbah
yang tepat (Azwanida, 2015).

2.2.3.3 PERKOLASI PANAS


Prinsip kerja dari metode ini sama seperti pada perkolasi dingin, hanya
saja pada metode ini disertai dengan pemanasan. Peningkatan temperatur dari
pelarut dapat mempercepat kelarutan dari senyawa aktif. Dengan adanya
pemanasan, permeabilitas dinding sel tumbuhan akan meningkat dan juga terjadi
peningkatan perbedaan gradien konstentrasi sehingga transfer massa senyawa
aktif dari bahan ke pelarut meningkat. Metode ini digunakan untuk bahan yang
stabil terhadap panas (Handa, 2008).

2.2.3.4 REFLUKS
Refluks adalah suatu metode ekstraksi menggunakan pelarut pada
temperature titik didihnya, dilakukan selama waktu tertentu dengan jumlah
pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik.
Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 5
kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).

2.2.3.5 SOXHLET
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik
(Depkes RI, 2000).
2.2.3.6 DIGESTI
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggu dari temperatur ruangan (kamar), yaitu
secara umum dilakukan pada temperature 40 50oC (Depkes RI, 2000).

2.2.3.7 INFUS
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperature terukur 96-98oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).

2.2.3.8 DEKOKSI
Metode ini digunakan dalam ekstraktor tipe terbuka. Satu bagian serbuk
tanaman dan 16 bagian air demineralisata dimasukan ke dalam ekstraktor.
Pemanasan dilakukan dengan memasukkan uap air ke dalam alat. Bahan
dipanaskan sampai volume air tinggal volume awal (Depkes RI, 2000).
Metode ini sesuai dengan bahan yang stabil terhadap panas (Handa, 2008).

2.2.3.9 DESTILASI UAP


Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atsiri) dari bahan (simplisia) dengan menggunakan uap air berdasarkan
peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap
air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan
kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang
memisah sempurna atau memisah sebagian (Depkes RI, 2000).

2.2.4 PENGEMBANGAN METODE EKSTRAKSI


2.2.4.1 EKSTRAKSI BERKESINAMBUNGAN
Merupakan proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut
yang berbeda atau disebut dengan resirkulasi cairan pelarut. Prosesnya
tersusun secara berurutan beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk
meningkatkan efisiensi jumlah ekstrak yang diperoleh dan dirancang
untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana
ekstraksi (Depkes RI, 2000).
2.2.4.2 SUPERCRITICAL FLUID EXTRACTION
Supercritical fluid extraction merupakan metode alternatif untuk preparasi
sampel dengan penggunaan pelarut organik dalam jumlah yang lebih
sedikit dan sampel yang lebih banyak serta menggunakan suhu rendah
sehingga dapat membatasi degradasi senyawa akibat suhu (Handa, 2008).
Supercritical fluid (SF) adalah zat yang memiliki sifat fisik berupa gas dan
cair pada titik kritis. Contoh dari SF adalah CO2. Walaupun SF-CO2
memiliki kelarutan kecil untuk senyawa polar, modifikasi seperti
penambahan sedikit etanol dan metanol memungkinkan untuk ekstraksi
senyawa polar (Azwanida,2015).
Dengan pengaturan variabel tekanan dan temperatur akan diperoleh
spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan
golongan senyawa kandungan tertentu. (Depkes RI, 2000)
Penggunaan CO2 sebagai pelarut pengekstraksi tidak mahal, aman, dan
tersedia banyak di alam, selain itu penghilangan cairan pelarut dapat
dengan mudah dilakukan karena karbondioksida bersifat mudah menguap
sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak. (Handa, 2008)

2.2.4.3 ULTRASOUND-ASSISTED EXTRACTION (UAE) OR SONICATION


EXTRACTION
Pada metode UAE melibatkan penggunaan getaran ultrasonik mulai dari
20 kHz sampai dengan 2000 kHz. Efek mekanik dari kavitasi akustik dari
getaran ultrasonic akan meningkatkan kontak permukaan antara pelarut
dan sampel dan meningkatkan permeabilitas dinding sel (Azwanida,
2015). Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat
dan lama proses ultrasonikasi (Depkes RI, 2000). UAE merupakan metode
yang sederhana dan biaya yang dibutuhkan relatif rendah, serta dapat
digunakan baik skala kecil dan besar untuk ekstraksi fitokimia. UAE
terbukti menjadi metode yang paling efektif dalam ekstraksi, hal ini
didasarkan atas hasil ekstraksi tinggi, waktu ekstraksi yang singkat (10-30
menit) dan selektivitas yang tinggi. UAE dapat digunakan untuk ekstraksi
senyawa yang bersifat termolabil, seperti antosianin dari bagian bunga
(Azwanida, 2015).

2.2.4.4 COUNTER-CURRENT EXTRACTION


Pada metode counter-current extraction (CCE), simplisia dihancurkan
menggunakan disintegrator disc bergigi untuk menghasilkan fine (serbuk
halus). Dalam proses ini, material yang akan diekstraksi bergerak dalam
satu arah (umumnya dalam bentuk fine berlumpur) dalam ekstraktor
silinder, yang kemudian akan terjadi kontak dengan pelarut. Semakin
cepat aliran dari bahan, maka akan terbentuk ekstrak yang lebih pekat.
Ekstraksi sempurna mungkin tercapai ketika kuantitas pelarut dan
simplisia serta kecepatan aliran berada pada kondisi optimal. Proses ini
sangat efisien, membutuhkan sedikit waktu dan tidak ada resiko dari suhu
tinggi (Handa, 2008).

2.2.4.5 MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION (MAE)


Proses ekstraksi dengan metode MAE, memanfaatkan microwave energy
(energi gelombang mikro) untuk memfasilitasi pemisahan analit dari
matrik sampel ke dalam pelarut. Radiasi gelombang mikro berinteraksi
dengan dipol polar dan bahan terpolarisasi (misal pelarut dan sampel)
yang menghasilkan panas. Panas ditransfer melalui sistem penghantaran
panas secara konduksi. Perputaran dipole dari molekul yang disebabkan
oleh energi gelombang mikro akan memecah ikatan hidrogen,
meningkatkan migrasi ion terlarut dan meningkatkan penetrasi pelarut ke
dalam matriks bahan (Azwanida, 2015).

Kelebihan dan kekurangan dari metode ini ialah mengurangi waktu


ekstraksi dan volume pelarut dibandingkan dengan metode konvensional
(maserasi, ekstraksi dan soxhlet). Namun harus hati-hati dalam
menentukan kondisi yang tepat untuk menghindari degradasi termal.
Metode ini terbatas pada senyawa phenolic-molekul kecil seperti phenolic
acid (asam galat dan asam ellagat), quacertin, isoflavin dan trans-
resveratrol karena molekul ini stabil di bawah kondisi pemanasan
microwave hingga 100 C selama 20 menit. Tanin dan anthocyanin
mungkin tidak sesuai dengan menggunakan MAE karena berpotensi
mengalami degradasi pada suhu tinggi (Mandal, 2007).

2.2.5 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN METODE


EKSTRAKSI
2.2.5.1 Sifat bahan obat yang akan diekstraksi
Pemilihan untuk menggunakan maserasi atau perkolasi terutama
tergantung pada sifat dan karakteristik simplisia yang akan diambil . Oleh
karena itu , pengetahuan tentang jenis organ dan jaringan tanaman yang
akan diekstraksi penting untuk mencapai hasil terbaik (Handa,2008).

2.2.5.2 Stabilitas Kandungan Bahan Aktif


Penggunaan metode ekstraksi dengan suhu tinggi secara terus menerus
harus dihindari khususnya untuk bahan baku obat yang termolabil. Jika
senyawa aktif bersifat tidak stabil pada panas, metode ekstraksi seperti
maserasi, perkolasi dan CCE lebih disarankan. Sebaliknya untuk senyawa
aktif yang termostabil, ekstraksi dengan metode Soxhlet (jika pelarut
mengandung air digunakan) dan dekoksi (jika air adalah pelarut) dapat
diterapkan (Handa, 2008).

2.2.5.3 Biaya Bahan Aktif Yang Akan Diektraksi


Ketika bahan yang akan di ekstraksi mahal (misalnya jahe ) , dan
diinginkan untuk mendapatkan hasil ekstraksi lengkap. Maka dari sudut
pandang ekonomi, metode perkolasi yang harus digunakan . Untuk bahan
obat murah, maserasi dapat dipilih, meskipun efisiensinya lebih rendah
(Handa,2008).

2.2.5.4 Pemilihan Pelarut


Pemilihan pelarut merupakan faktor yang menentukan dalam ekstraksi.
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat menarik komponen
aktif dari campuran. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam
memilih pelarut adalah selektivitas, sifat pelarut, kemampuan untuk
mengekstraksi, tidak bersifat racun, mudah diuapkan, dan harganya relatif
murah (Gamse, 2012).
Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan pengekstaksi
sebagai berikut:
a. Selektivitas, yaitu pelarut hanya melarutkan komponen target yang
diinginkan bukan komponen lain (Depkes RI, 2000).
b. Kelarutan senyawa aktif, yaitu kemampuan pelarut untuk melarutkan
ekstrak yang lebih besar dengan sedikit pelarut (Depkes RI, 2000).
c. Recovery Pelarut Pengekstraksi, recovery dari pelarut harus mudah
didapatkan/ terpisah dari ekstrak untuk mendapatkan pelarut yang bebas
dari senyawa yang diekstraksi. Dengan recovery yang baik, maka pelarut
yang didapatkan dapat dipakai kembali (Gamse, 2012).
Sampai saat ini berlaku bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air dan
alkohol (etanol) serta campurannya. Pada prinsipnya cairan pelarut harus
memenuhi syarat kefarmasian atau pharmaceutical grade (Depkes RI,
2000).

2.2.5.5 Konsentrasi Produk


Untuk produk encer seperti tincture dapat dilakukan dengan maserasi atau
perkolasi . Untuk semi-pekat, digunakan metode perkolasi. Untuk bahan
yang pekat seperti cairan atau ekstrak kering, digunakan metode perkolasi
(Handa,2008).

2.2.5.6 Pemulihan Pelarut


Pelarut yang lebih cepat pulih lebih dipilih untuk menjaga bahan yang
bersifat termolabil (Handa,2008).

2.3 Etanol
Etanol /C2H6O (BM = 46,07)
Etanol mengandung tidak kurang dari 92,3% b/b dan tidak lebih dari 93,8% b/b, setara
dengan tidak kurang dari 94,9% v/v dan tidak lebih dari 96,0% v/v, C2H6O, pada suhu
15,56o. (KemenKes RI, 2014)
Pemerian Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna; bau khas dan menyebabkan
rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih
pada suhu 78, mudah terbakar. (KemenKes RI, 2014)
Kelarutan Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut
organik. (KemenKes RI, 2014)

2.4 Cab O Sil


Cab-O-sil/Coloidal Silicon Dioxide/SiO2 (BM = 60,08)
Kategori fungsional Adsorben, anticacking agent, glidan, suspending agent,
disintegran, thickening agent. (Rowe et al, 2009). Pemerian Serbuk ringan, berwarna
putih kebiruan, tidak berbau, tidak berasa, serbuk amorf. (Rowe et al, 2009). Sifat
fisikokimia Titik lebur = 1600oC,
Kelarutan = Praktis tidak larut pelarut organic, air dan asam kecuali asam
hidrofluorat, larut dalam larutan panas alkali hidroksida. Membentuk disperse
koloidal dengan air. (Rowe et al, 2009)Penyimpanan Simpan dalam tempat tertutup
rapat. (Rowe et al, 2009)
Daftar Pustaka

Azwanida, N.N. 2015. A Review on the Extraction Methods Use in Medicinal Plants,
Principle, Strength and Limitation. Medicinal & Aromatic Plants, 4 (3).
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan 1. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehanatn Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi
I. Jakarta
Gamse, Thomas. 2012. Liquid-Liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction. Graz
University of Technology.
Handa, S.S., Suman P.S., Gennaro L., Dev D.R. 2008. Extraction Technologies for Medicinal
and Aromatic Plants. Italy: International Centre for Science and High Technology
(ICS-UNIDO).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta
List, P.H., Schmidt, P.C. 1989. Phytoparmaceutical Thechnology. Germany : CRC Press

Anda mungkin juga menyukai