DISUSUN OLEH:
ELSA RAHMADHANTI
NIM : 1504030
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ekstrak adalah
sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, hingga
memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI 1995). Ekstraksi adalah proses
pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat tertentu, terutama kelarutannya
terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Pada umumnya ekstraksi
dilakukan dengan menggunakan pelarut yang didasarkan pada kelarutan komponen
terhadap komponen lain dalam campuran, biasanya air dan yang lainnya pelarut
organik. Bahan yang akan diekstrak biasanya berupa bahan kering yang telah
dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk atau simplisia (Sembiring, 2007). Tujuan
ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada
bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti senyawa antimikroba dan antioksidan yang
terdapat pada tumbuhan pada umumnya diekstrak dengan pelarut. Pada proses
ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan jenis senyawa yang masuk kedalam cairan
pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan dan meliputi dua fase
yaitu fase pembilasandan fase ekstraksi. Pada fase pembilasan, pelarut membilas
komponen-komponen isi sel yang telah pecah pada proses penghancuran sebelumnya.
Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi pembengkakan dinding sel dan pelonggaran
kerangka selulosa dinding sel sehingga pori-pori dinding sel menjadi melebar yang
menyebabkan pelarut dapat dengan mudah masuk kedalam sel. Bahan isi sel
kemudian terlarut ke dalam pelarut sesuai dengan tingkat kelarutannya lalu berdifusi
keluar akibat adanya gaya yang ditimbulkan karena perbedaan konsentrasi bahan
terlarut yang terdapat di dalam dan di luar sel (Voigt, 1995). Ekstraksi secara umum
dapat digolongkan me njadi dua yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair.
Pada ekstraksi cair-cair, senyawa yang dipisahkan terdapat dalam campuran yang
berupa cairan, sedangkan ekstraksi padat-cair adalah suatu metode pemisahan
senyawa dari campuran yang berupa padatan (Anonim, 2012)
Metoda ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2000):
1. Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan
pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Maserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat
pertama dan seterusnya. Keuntungan dari maserasi adalah pengerjaannya
mudah dan peralatannya murah dan sederhana sedangkan kekurangannya
antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi bahan cukup lama,
penyarian kurang sempurna, pelarut yang digunakan jumlahnya banyak.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses ekstraksi dengan cara melewatkan pelarut secara
lambat pada simplisia dalam suatu alat perkolator pada suhu kamar. Proses ini
terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak) terus-menerus sampai
diperoleh ekstrak atau perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2. Cara Panas
1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna.
2) Sokletasi
Sokletasi adalah esktraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
3) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada suhu
yang lebih tinggi dari suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada suhu
40-500C. Cara ini dilakukan untuk simplisia yang pada suhu kamar tidak
terekstrak dengan baik.
4) Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan ekstraksi simplisia nabati
dengan air pada suhu 900C selama waktu tertentu (15-20 menit).
5) Dekokta
Dekokta adalah suatu proses ekstraksi yang hampir sama dengan infusa,
tetapi dekokta dipanaskan selama 30 menit sampai dengan 900C. Cara ini
dapat dilakukan untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri atau
simplisia yang mengandung bahan yang tahan terhadap pemanasan.
6) Destilasi (Penyulingan)
Prinsipnya penyulingan distilasi merupakan suatu proses pemisahan
komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih
berdasarkan perbedaan tekanan uap atau berdasarkan perbedaan titik didih
komponen-komponen senyawa tersebut. Penyulingan merupakan metode yang paling
banyak digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri. Penyulingan dilakukan dengan
mendidihkan bahan baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap yang diperlukan
untuk memisahkan minyak atsiri dengan cara mengalirkan uap jenuh dari ketel
pendidih air (boiler) ke dalam ketel penyulingan. Pada dasarnya terdapat dua jenis
penyulingan yaitu : Hidrodestilasi adalah penyulingan suatu campuran yang berwujud
cairan yang tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fasa atau dua lapisan.
Proses ini dilakukan dengan bantuan air maupun uap air.
3. Fraksinasi
Prinsip dari fraksinasi adalah senyawa-senyawa yang bersifat non-polar akan larut
dalam pelarut yang bersifat non-polar sedangkan senyawa-senyawa yangpolar akan
larut dalam pelarut yang bersifat polar juga. Berdasarkan hal tersebut dapat dilakukan
pemisahan komponen senyawa dengan cara fraksinasi. Fraksinasipada prinsipnya
adalah proses penarikan senyawa pada suatu ekstrak dengan menggunakan dua
macam pelarut yang saling tidak bercampur. Pelarut yang umum dipakai untuk
fraksinasi adalah n-heksan, etil asetat dan n-butanol. Untuk menarik lemak dan
senyawa non-polar digunakan n-heksan, etil asetat untuk menarik senyawa semipolar
sedangkan n-butanol untuk menarik senyawasenyawa polar (Houghton, 1998).
Tiap-tiap fraksi diuapkan secara in vacuo sampai kental dengan rotary
evaporator. Penguapan dengan menggunakan rotary evaporator dipercepatdengan
adanya gerakan berputar dari labu rotari sehingga akan memperluasbidang
permukaan sampel. Dalam keadaan vakum (in vacuo), tekanan uap pelarutakan turun
dan pelarut akan mendidih pada temperatur yang lebih rendah dari titik didih
normalnya.
4.2 Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah metode yang paling mudah untuk memurnikan senyawa
organik padat pada suhu kamar. Bahan kristal (zat terlarut) larut dalam pelarut panas
dan kemudian menjadi padat kembali dengan membentuk kristal dalam pelarut yang
didinginkan disebut proses rekristalisasi. Keberhasilannnya tergantung pada
peningkatan kelarutan kristal-kristal dalam pelarut panas dan penurunan
kelarutannya ketika larutan mendingin, sehinggamenyebabkan senyawa tersebut
terrekristalisasi. Kotoran dalam bahan kristal asli biasanya konsentrasinya lebih
rendah daripada senyawa yang dimurnikan. Jadi, ketika campuran mendingin
pengotor cenderung tetap dalam larutan sementara produk yang sangat terkonsentrai
mengkristal (Mohrig et al, 2010).
Digunakan metode rekristalisasi jika target senyawa hasil isolasi lebih dari 50 mg.
Jika terlalu rendah beresiko senyawa target akan hilang. Secara umum, pelarut
dengan struktur yang mirip dengan zat terlarut akan melarutkan lebih banyak zat
terlarut daripada pelarut dengan struktur yang berbeda. Meskipun pemilihan pelarut
rekristalisasi yang tepat adalah proses trial and error, ada hubungan antara struktur
pelarut dan kelarutan zat terlarut. Hubungan ini digambarkan dengan like dissolves
llike. Dalam rekristalisasi, polaritas pelarut dan senyawa yang direkristalisasi harus
serupa. Kombinasi kloroform-metanol, heksana-kloroform, heksana-etilasetat,
aseton-kloroform seringkali dipilih untuk melakukan rekristalisai. Rekristalisasi
dilakukan beberapa kali dengan cara menambahakan solven tepat larut kemudian
didinginkan pada suhu 4oC. Rekrtistalisasi jarang digunakkan karena rendemen
senyawa target ditemukan dalam jumlah yang kecil (Mohrig et al, 2010; Saifudin,
2014).
5. Uji Kemurnian
Kemurnian merupakan hal yang penting dimiliki suatu senyawa hasil isolasi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan uji kemurnian terhadap senyawa hasil isolasi
tersebut. Metode yang dapat digunakan untuk uji kemurnian senyawa hasil isolasi
antara lain dengan penentuan titik lebur dan penggunaan kromatografi lapis tipis dua
dimensi.
a. Jarak lebur
6. Identifikasi Senyawa
Pengujian kandungan kimia secara kualitatif terhadap ekstrak atau senyawa murni
dapat dilakukan secara sederhana untuk menentukan golongan senyawa yang
diperoleh. Secara rinci beberapa pengujian sederhana yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut :
a. Uji sterol dan triterpenoids: ekstrak methanol dilarutkan dalam kloroform,
disaring dan filtrate diuji untuk sterol dan triterpenoids
b. Uji Salkowski : Beberapa tetes asam sulfat pekat ditambahkan kelarutan
kloroform dan diamati untuk warna merah di lapisan bawah untuk sterol dan
warna kuning keemasan menunjukkan adanya Triterpenoid.
c. Libermann Buchard test: Beberapa tetes anhidrida asetat ditambahkan kedalam
larutan kloroform, kocok dan teteskan 1 ml asam sulfat pekat dengan hati-hati
ditambahkan dari sisi tabung reaksi. Jika berwarna coklat kemerahan
menunjukkan adanya sterol dan cincin merah menunjukkan adanya triterpenoid.
d. Uji alkaloid: 0,5 g ekstrak diencerkan secara terpisah untuk 10 ml dengan
alkohol asam, direbus dan disaring, 5 ml filtrate ditambahkan 2 ml encer amonia.
5 ml kloroform ditambahkan dan kocok dengan lembut untuk mengekstrak
alkaloid. Lapisan kloroform diekstraksi dengan 10 ml asam asetat, dan
dibagidalam 3 bagian, dan diuji sebagaiberikut:
1. Uji Dragendroff : (kaliumnitrat- bismut): Beberapa tetes larutan Dragendroff
ditambahkan kedalam larutan kloroform, endapan coklat kemerahan
menunjukkan adanya alkaloid.
2. Uji Mayer : (Kaliumiodida- merkuri) : Beberapatetes reagent Mayer
ditambahkan kedalam larutan kloroform , jika terbentuk endapan putih
menunjukkan adanya alkaloid.
3. Uji Wagner : (Yodium- kaliumiodidadalam) : Beberapa tetes larutan Wagner
ditambahkan kedalam larutan kloroform, jika terbentuk endapan coklat
menunjukkan adanya alkaloid.
e. Uji Saponin: Foam Test : Untuk 0.5 g ekstrak ditambahkan 5 ml air suling dalam
tabung reaksi. Larutan dikocok dengan kuat dan diamati terbentuk nyabuih yang
stabil. Buih itu dicampur dengan 3 tetes minyak zaitun dan dikocok dengan kuat
setelah itu diamati untuk pembentukan emulsi.
f. Uji flavonoids: sampel dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, sebanyak 2 ml
dimasukkan kedalam tabung reaksi dan tambahkan beberapa tetes larutan FeCl3,
apabila terbentuk warna ungu menunjukkan positif terhadap flavonoid.
7. Elusidasi Struktur
Setelah diperoleh hasil dari isolasi dan pemurnian senyawa, selanjutnya dilakukan
Elusidasi struktur molekul organik dapat dilakukan dengan menggunakan metode
spektroskopi dengan instrumen yang digunakan yaitu: spektrofotometer
ultraviolet (UV), infrared (IR), massa (MS), Nuclear Magnethic Resonance ( 13C-
NMR, 1HNMR),Distortionless Enhancement by Polarization Transfer (DEPT), 1H-
13C Heteronuclear Multiple Quantum Coherence (HMQC), 1H-1H
Homonuclear Correlated Spectroscopy (COSY) dan 1H-13C Heteronuclear Multiple
Bond 20 Connectivity (HMBC).
a. Spektroskopi ultraviolet
Untuk keperluan penentuan struktur, spektroskopi ultra violet
memiliki kemampuan untuk mengukur jumlah ikatan rangkap atau konyugasi
aromatik dalam suatu molekul. Daerah panjang gelombang dari spektrum ultra
violet berkisar 200 - 400 nm. Penyerapan sinar ultra violet oleh suatu molekul
akan menghasilkan transisi diantara tingkat energi elektronik molekul tersebut.
Transisi tersebut terjadi pada orbital ikatan atau pasangan elektron bebas dengan
orbital anti ikatan. Sistem (gugus atom) yang menyebabkan terjadinya absorbsi
cahaya disebut kromofor. Transisi elektronik yang mungkin terjadi secara teoritis
diberikan pada gambar (Pavia et al, 2009).
b. Spektroskopi inframerah
Spektrofotometri inframerah lebih banyak digunakan untuk identifikasi suatu
senyawa melalui gugus fungsinya. Untuk keperluan elusidasi struktur, daerah dengan
bilangan gelombang 1400 – 4000 cm-1 yang berada dibagian kiri spektrum IR,
merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugusgugus
fungsional, yang merupakan absorbsi dari vibrasi ulur. Selanjutnya daerah yang
berada disebelah kanan bilangan gelombang 1400 cm-1 sering kali sangat rumit
karena pada daerah ini terjadi absorbsi dari vibrasi ulur dan vibrasi tekuk, namun
setiap senyawa organik memiliki absorbsi yang kharakteristik pada daerah ini. Oleh
karena itu bagian spektrum ini disebut daerah sidikjari (fingerprint region). Saat ini
ada dua macam instrumen yaitu spektroskopi IR dan FTIR (Furier Transformation
Infra Red). FTIR lebih sensitif dan akurat misalkan dapat membedakan bentuk cis
dan trans, ikatan rangkap terkonyugasi dan terisolasi dan lain-lain yang dalam
spektrofotometer IR tidak dapat dibedakan (Sitorus, 2009).
c. Spektroskopi 1H-NMR
Spektroskopi 1H-NMR cukup banyak digunakan oleh kimiawan organik.
Spektroskopi ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap kelompok proton
(H) dalam molekul organik akan beresonansi pada frekuensi yang tidak identik
atau beresonansi pada frekuensi spesifik. Hal ini disebabkan kelompok proton
suatu molekul organik dikelilingi elektron yang berbeda (lingkungan
elektroniknya berbeda). Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti maka
makin besar pula medan magnet yang digunakan. Karena setiap atom H (proton)
suatu molekul organik mempunyai lingkungan elektronik (kimia) yang berbeda
maka akan menyebabkan frekuensi resonansi yang berbeda (Sitorus,
2009). Pergeseran kimia, dilambangkan dengan δ, menyatakan seberapa jauh (satuan
ppm) proton tersebut digeser dari proton standar Tetrametilsilana (TMS) (δ = 0 ppm),
terhadap frekuensi spektrometer yang digunakan. Pada skala δ maka untuk TMS
didefinisikan sebagai (0,0 ppm) dengan skala (0-10) ppm. Beberapa spektroskopi
menggunakan skala Ł (tou) yang besarnya adalah (10- δ) ppm. Pada spektroskopi 1H-
NMR, maka skala δ dan Ł dicatat dari kiri ke kanan pada kertas spektrum (Sitorus,
2009).
Atun S. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan
Alam. Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Jurnal Konservasi Cagar Budaya Boobudur. 8 (2): 56-31.
Pavia, D.L., Lampman, G.M., Kriz, G.S., dan Vyvyan, J.R. 2009. Introduction
to Spectroscopy. Sauders College. Philadelphia.
Rusdi. 1998. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Padang: Pusat Penelitian
Universitas Andalas.