Anda di halaman 1dari 12

I.

Tujuan Percobaan
 Memisahkan kafein dari daun teh dengan menggunakan metode
Ekstraksi Cair – Cair (ECC).
 Menentukan nilai Rf kafein dengan menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
 Memastikan kebenaran kafein dengan melakukan pengujian
alkaloid.

II. Prinsip Percobaan


 Ekstraksi Cair – Cair adalah pemisahan komponen zat kimia dari
pelarut berdasarkan perbedaan kepolaran diantara 2 fasa pelarut yang
tidak saling bercampur dimana sebagian komponen zat kimia larut
pada fase pertama dan larut dalam fase kedua.
 Kromatografi Lapis Tipis adalah pemisahan komponen zat kimia
berdasarkan perbedaan kepolaran dimana pemisahan sangat
ditentukan oleh adsorpsi, partisi, dan kecepatan migrasi antara fase
diam dan fase gerak.
 Uji Alkaloid adalah pengujian kebenaran alkaloid yang didasarkan
pada identifikasi warna yang terdapat pada tumbuhan atau simplisia
dengan menggunakan pereaksi meyer dan pereaksi dragendorff.

III. Teori Dasar

Untuk memisahkan suatu cairan larut dalam cairan lainnya, dapat


dilakukan dengan menggunakan metode pemisahan campuran melalui
proses ekstraksi. Ekstraksi adalah pengambilan atau pemisahan suatu
campuran dengan memberi pelarut yang sesuai sehingga zat lain tidak ikut
larut. (S, Syukri.1999)

Alkaloid adalah senyawa organik mirip alkali yang mengandung


atom nitrogen yang bersifat basa dalam cincin heterosiklik. Karena bersifat
basa, tumbuhan yang mengandung alkaloid biasanya terasa pahit.
Keberadaan alkaloid pada tumbuhan sendiri tidaklah merupakan zat
metabolisme, namun lebih merupakan senyawa metabolit sekunder yang
memiliki lebih banyak fungsi eologis daripada fungsi merabolisme itu
sendiri. Beberapa ahli menyatakan bahwa alkaloid berfungsi sebagai
pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh,
atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion. Dari
segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino
yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan
tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang
menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis
senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu
amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis
alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur
poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
(Glasby, J.S. 1978)

Kafein 1,3,7 – trimetil - 1 H – purin -2,6 (3H,7H0 - dion, rumus


molekul C8H10N4O2, merupakan alkaloid ksantin (purin), terutama di
temukan dalam daun teh (Camelia sinensis) dan biji kopi (Coffee arabica).
Kafein memiliki sifat fisis seperti berbentuk Kristal dengan warna putih,
memiliki titik leleh 234ºC, larut dalam air (15 mg/mL) dan kloroform serta
memiliki rasa yang agak pahit (British Pharmacopeia, 1993).
Kafein merupakan senyawa alkaloid dari
keluarga methylxanthine (1,3,7 trimethylxantine) yang dapat ditemukan
dalam daun, biji ataupun buah dari hampir 63 spesies tanaman di dunia.
Sumber kafein yang paling sering ditemukan adalah kopi, biji kokoa,
kacang kola, dan daun teh (Wanyika et al, 2010).
Kafein merupakan stimulan sistem saraf pusat dan stimulan
metabolik yang poten, dan digunakan untuk bersenang-senang atau untuk
menghilangkan kecapekan fisik, serta untuk mengembalikan kewaspadaan
mental. Kafein pertama merangsang sistem saraf pusat pada level yang
tinggi menghasilkan kewaspadaan yang meningkat, alir pikiran yang lebih
jernih dan lebih cepat, konsentrasi yang meningkat, dan koordinasi tubuh
yang lebih baik. Kafein juga digunakan dengan ergotamine dalam
pengobatan migraine dan sakit kepala, dan juga untuk mengatasi rasa kantuk
yang disebabkan oleh antihistamin (Sarker dan L.Nahar, 2009).

                                               

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan


perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah
fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen
campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran.
Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan
komponen yang mudah larut di dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
(Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode
isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya
partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak
mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap
komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan
yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan
(Hostettmann et al, 1995).
 Kromatografi Lapis Tipis merupakan kromatografi adsorbsi dan
adsorben bertindak sebagai fase stasioner (fase diam). Fase diam yang
digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel
fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik
kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Silika gel salah satu contoh
fase diam yang  terbentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon
dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun,
pada permukaan silika gel, atom silikon berlekatan pada gugus -OH.Jadi,
pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Permukaan
silika gel sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan
hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana
halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol. (Gandjar dan Rohman,
2007)
Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisahkan jenis
alkaloid. Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk
bergabung dengan logam yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri,
bismuth, tungsen, atau jood. Pereaksi mayer mengandung kalium jodida dan
merkuri klorida dan pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat dan
merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat mirip dengan
pereaksi Wagner dan mengandung kalium jodida dan jood. Pereaksi asam
silikotungstat menandung kompleks silikon dioksida dan tungsten trioksida.
Berbagai pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar dalam
halsensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda. Ditilik dari
popularitasnya, formulasi mayer kurang sensitif dibandingkan pereaksi
wagner atau dragendorff.
Kromatografi dengan penyerap yang cocok merupakan metode yang
lazim untuk memisahkan alkaloid murni dan campuran yang kotor. Seperti
halnya pemisahan dengan kolom terhadap bahan alam selalu dipantau
dengan kromatografi lapis tipis. Untuk mendeteksi alkaloid secara
kromatografi digunakan sejumlah pereaksi. Pereaksi yang sangat umum
adalah pereaksi Dragendorff, yang akan memberikan noda berwarna jingga
untuk senyawa alkaloid. Shriner. (Raph. L. 2004)
Pereaksi Mayer Pereaksi Dragendorff

IV. Alat dan Bahan

Alat Bahan

o Gelas Kimia 250 mL o Daun Teh Kering


o Corong Pisah o Natrium Karbonat (Na2CO3)
o Kertas Saring o Air (H2O)
o Penangas Air o Diklorometan (CH2Cl2)
o Batu Didih o Kalsium Klorida anhidrat
o Labu Evaporator (CaCl2 . H2O)
o Pipet Tetes o n – Heksan (C6H14)

o Plat KLT o Kloroform (CHCl3)

o Chamber o Etil Asetat (C2H5COOCH3)


o Metanol (CH3OH)
o Pereaksi Dragendorff
o Spektofotometer UV
V. Prosedur Percobaan

Ekstraksi kafein dari teh

Dimasukan 25 gram daun teh kering dan 20 gram Natrium Karbonat


ke dalam labu erlenmeyer 250 mL, lalu ditambahkan 225 mL air mendidih.
Dibiarkan campuran selama 7 menit, kemudian didekantasi campuran
reaksi kedalam labu erlenmeyer lain. Kedalam daun teh ditambahkan lagi 50
mL air panas lalu segera didekantasi ekstrak teh dan digabungkan dengan
ekstrak teh sebelumnya. Diekstrak sisa kafein yang mungkin ada, dididihkan
air berisi daun teh selama 20 menit, lalu didekantasi ekstraknya.
Didinginkan ekstrak teh hingga suhu kamar, lalu dilakukan ekstraksi
didalam corong pisah dengan penambahan 30 mL diklorometana. Dikocok
corong pisah secara perlahan selama 5 menit agar tidak terbentuk emulsi,
sambil dibuka keran corong pisah untuk mengeluarkan gas dari dalam
corong pisah. Diulangi ekstraksi dengan penambahan 30 mL diklorometana
ke dalam corong pisah. Digabungkan ekstrak diklorometana dan semua
fraksi yang berwujud emulsi di dalam labu erlenmeyer 125 mL, lalu
ditambahkan kalsium klorida anhidrat kedalam gabungan ekstrak dan
emulsi, sambil diaduk selama 10 menit. Dilakukan secara hati hati agar
tidak terbentuk gumpalan kalsium klorida anhidrat. Dibilas erlenmeyer dan
kertas saring dengan 5 mL diklorometana. Digabungkan filtrat dan
dilakukan destilasi menggunakan penangas air untuk menguapkan
diklorometana (hati hati pemakaian api dan dimasukan batu didih).
Ditimbang produk yang terbentuk. Dilakukan rekristalisasi menggunakan 5
mL aseton panas, lalu dipindahkan dengan pipet larutan ini kedalam labu
erlenmeyer kecil, dan dalam keadaan panas. Ditambahkan n-heksan tetes
demi tetes hingga terbentuk kekeruhan. Didinginkan perlahan labu
erlenmeyer sampai suhu kamar. Kristal yang terbentuk disaring dengan
penyaring isap atau vakum. Dicuci kristal dengan beberapa tetes n-heksan
dingin. Dilakukan uji titik leleh terhadap kristal kafein.

Uji Kromatografi Lapis Tipis

Dilarutkan sedikit kristal kafein hasil ekstraksi dari daun teh dengan
sedikit diklorometana atau kloroform. Kemudian dilarutkan sampel ini
ditotolkan di atas plat KLT sampai noda cukup tebal. Dilakukan elusi
menggunakan eluen etil asetat : metanol = 3 : 1 dan lakukan elusi juga
dengan eluen kloroform : metanol = 9 : 1. Dilakukan elusi sampai batas atas
plat, dikeluarkan dan dikeringkan di udara. Disemprot plat yang telah
dikembangkan dengan pereaksi semprot dragendorff dan setelah itu
dipanaskan hingga kering. Adanya alkaloid ditunjukkan oleh noda pada plat
KLT yang berwarna jingga. Ditentukan Rf masing masing noda,
dibandingkan!

Uji alkaloid

Dilarutkan kristal kafein didalam air. Diteteskan 1-2 tetes pereaksi


Meyer dan pereaksi Dragendorff. Adanya alkaloid pada pereaksi Meyer
ditandai dengan endapan kuning muda dan peraksi Dragendorff ditandai
dengan endapan jingga.

VI. Data Pengamatan dan Perhitungan

Ekstraksi kafein dari teh

Ekstrak yang terbentuk berwarna coklat dan bau khas dari teh. Saat
ekstrak dimasukan ke dalam corong pisah berisi diklorometan terbentuk 2
lapisan. Lapisan atas adalah ekstrak teh yang berwarna coklat dan Lapisan
bawah adalah diklorometana dengan kafein yang tidak berwarna juga keruh.

Ektrak teh + air

Kafein + diklorometana

Uji Kromatografi Lapis Tipis

a = jarak spot sampel

b a b = jarak batas atas dan bawah

a 2,5 cm
Rf = = =0,5
b 5 cm
Uji alkaloid

Larutan kafein + Pereaksi


Dragendoff

Endapan jingga

VII. Pembahasan

Ekstraksi kafein dari teh

Ekstraksi padat cair yang dilakukan merupakan proses pemisahan


kafein padat dari larutan. Pada tahap awal, daun teh diseduh dengan air
mendidih sebanyak 225 mL. Hal ini dimaksudkan agar kelarutan kafein
dalam air meningkat. Dalam hal ini, penambahan suhu berarti penambahan
kalor yang meningkatkan energi kinetik campuran sehingga lebih mudah
terjadi pelarutan. Dengan ini, diharapkan, kafein yang diekstrak dapat
mencapai jumlah optimum.

Keberadaan tannin dalam daun teh menyebabkan penambahan


natrium karbonat mejadi penting. Natrium karbonat diubah menjadi garam
yang larut dalam air dan tidak larut dalam diklorometana. Tannin
merupakan senyawa fenolik yang memiliki gugus OH pada cincin
aromatiknya dan bersifat cukup asam. Tannin larut dapat dalam air dan juga
pada diklorometana. Karena kita menginginkan ekstrak kafein yang murni,
maka tannin harus dihilangkan dari fasa organik larutan ini. Dalam hal ini,
kita harus membuat tannin larut dalam air dan tidak larut dalam
diklorometan yang lebih melarutkan kafein dari air. Caranya adalah dengan
mengubah tannin yang bersifat asam menjadi garam (deprotonisasi –OH)
sehingga berubah menjadi anion fenolik yang tidak larut dalam
diklorometana, namun larut dalam air.

Namun, pembentukan garam tannin untuk tujuan ini menimbulkan


efek samping. Tannin berfungsi sebagai surfaktan anion yang menyebabkan
pembentukan emulsi dengan air. Pembentukan emulsi ini dapat dicegah
dengan cara pengocokan corong pisah yang tidak terlalu kuat (perlahan
saja). Perlu dicatat, karena reaksinya menghasilkan gas, agar corong tidak
meledak, maka selama pengocokan, keran corong pisah harus dibuka
sewaktuwaktu. Dengan ini, CO2 yang berasal dari Na2CO3 dapat keluar dan
terbentuk kesetimbangan tekanan didalam dan diluar corong.

Diklorometana digunakan untuk melarutkan kafein karena sebagai


pelarut senyawa organik, diklorometana melarutkan kafein lebih baik (140
mg/mL) dari pada dalam air (22 mg/mL). Selain itu, tannin dalam bentuk
garam juga tidak dapat larut dalam diklorometana sehingga kafein yang
dihasilkan jauh lebih murni. Setelah corong pisah diguncang dan didiamkan,
akan terbentuk dua fasa utama, yaitu fasa diklorometana dan fasa air.
Karena kafein larut lebih baik dalam diklorometana dan tannin tidak larut di
dalmnya, maka fasa yang diambil adalah fasa diklorometana. Keberadaan
emulsi, seperti yang telah disebutkan, merupakan efek samping
penggaraman tannin dan pengocokan yang terlalu kuat.

Hasil 2 lapisan dalam corong pisah pada Lapisan atas adalah air dan
ekstrak teh, sedangkan pada lapisan bawah adalah kafein dan
diklorometana. Hal ini dikarenakan Bobot Jenis diklorometana (1,3) lebih
besar terhadap air (1).

Setelah didapat ekstrak kafein, ditambahkan 1 gram CaCl2. Tujuan


penambahan CaCl2 anhidrat adalah untuk pengikatan fasa air yang terikut
sertakan pada pemisahan fasa diklorometan dan fasa air dengan
menggunakan corong pisah (pengeringan). Fasa air bisa ikut serta karena
dua hal, Pertama adalah karena ketidaksengajaan memasukkan fasa air atau
emulsi. Kedua, adalah karena air sedikit larut dalam pelarut senyawa
organik seperti diklorometan yang digunakan dalam praktikum ini. Kalsium
klorida lebih banyak digunakan karena harganya lebih terjangkau. Namun,
memiliki efek samping berikatan dengan senyawa oraganik yang
mengandung oksigen sehingga terbentuk kompleks. Setelah larutan ekstrak
benar benar bebas air, baru dilakukan evaporasi.

Praktikum kali ini tidak melakukan pengujian titik leleh kristal


kafein.

Uji Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak hasil evaporasi ditotolkan pada plat KLT hingga noda cukup
tebal untuk mempermudah pengamatan pada saat dibawah spektofotometer
UV. Setelah ditotolkan kemudian dimasukan dalam chamber yang sudah
jenuh oleh etil asetat – metanol. Setelah ekstrak terelusi, angkat dari
chamber dan keringkan di udara. Setelah itu semprotkan pereaksi
dragendorff untuk menghasilkan warna jingga dan untuk mempermudah
pengamatan.

Hasil nilai Rf kafein yang didapat adalah 0,5 dan tergolong nilai Rf
yang baik karena masuk dalam rentang 0,2 – 0,8.

Uji alkaloid

Pada praktikum metode ini, pengujian alkaloid hanya menggunakan


pereaksi dragendorff. Alkaloid atau kafein yang terkandung di dalam daun
teh yang diuji dipastikan kebenarannya, karena setelah ditambahkan
pereaksi dragendorff ektrak kafein terdapat endapan berwarna jingga.
VIII. Kesimpulan
 Isolasi kafein dari daun teh dapat dilakukan dengan metode
Ekstraksi Cair - Cair dan dihasilkannya kafein yang murni.
 Nilai Rf yang didapat dari hasil Kromatografi Lapis Tipis adalah 0,5.
Nilai Rf dinyatakan baik karena memenuhi syarat rentang Rf yang
baik, yaitu 0,2 – 0,8.
 Kebenaran kafein dari daun teh yang diuji dipastikan kebenarannya,
karena setelah ditetesi pereaksi dragendorff menghasilkan endapan
berwarna jingga.

DAFTAR PUSTAKA

S, Syukri.1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB


Glasby, J.S. 1978. Encyclopedia of the Alkaloids. New York: Plenum
Publishing Corporation.
Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta
Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit
ITB. Bandung
Hostettmann K, Hostettmann M, Marston A. 1995. Cara
Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB. Bandung.
Shriner, Raph. L. 2004. ”Systematic Identification of Organic Compounds”.
8 th Edition. New York: John Willey & Sons.

Anda mungkin juga menyukai