Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian tumbuhan

1. Klafikasi tumbuhan

Daun Galing-galing Cayratia trifolia L. secara taksonomi dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: (Integrated Taxonomic Information

System, 2018)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

Infrakingdom : Streptophyta

Superdivision : Embryophyta

Division : Tracheophyta

Subdivisi : Spermatophytina

Class : Magnoliopsida

Order : Vitales

Family : Vitaceae

Genus : Cayratia Juss.

Species : Cayratia trifolia L. Domin

2. Nama lain

Fox grape (Inggris), Kalit-kalit (Fillipina), Kattuppirantai (Tamil),

Heggoli (Kanada), Amlabel, Ramchana (Hindi) (Kumar et al, 2012),

Lambai-lambai, Galik-galik, Galing-galing (Indonesia).

Universitas Muslim Indonesia


3. Morfologi tumbuhan

Tumbuhan Cayratia trifolia L. Domin merupakan tumbuhan yang

berasal dari family vitaceae umumnya dikenal sebagai fox grape.

Tumbuhan ini biasanya ditemukan di dataran rendah baik di daerah

tropis maupun subtropis di kawasan Asia, India, dan Australia (Kumar

et al, 2012). Merupakan semak belukar jenis tumbuhan herba lemah,

memiliki daun trifoliated dengan panjang 2-3 cm, tangkai daun panjang

dan bulat telur sampai lonjong. Bunga-bunga kecil putih kehijauan dan

coklat dalam warna. Buah berdaging, ungu gelap atau hitam, hampir

bulat dengan diameter sekitar 1 cm (Vardana, 2008).

4. Kandungan kimia

Mengandung lilin kuning, steroid, terpenoid, flavonoid dan tanin

oleh skrining fitokimia. Daunnya mengandung stilbenes, piceid,

resveratrol, viniferin dan ampelopsin. Batang, daun dan akar

dilaporkan memiliki asam hidrosianat dan delphinidin. Beberapa

flavonoid seperti cyanidin dilaporkan dalam daun. Tamanan ini juga

mengandung kaempferol, myricetin, quercetin, triterpenes, dan

epifriedelanol (Kumar et al, 2012).

5. Kegunaan tanaman

Seluruh tanaman dapat digunakan sebagai pengobatan dalam

diuretik, tumor, neuralgia, splenopati, dan pengobatan gigitan ular

(Swarnkar, 2008). Tanaman galing (Cayratia trifolia L.) berkhasiat

sebagai antibakteri, antivirus, antiprotozoa, hipoglikemik, dan diuretik

(Kumar et al, 2012).

Universitas Muslim Indonesia


B. Antibakteri

Antibakteri merupakan zat yang berfungsi membunuh atau menekan

pertumbuhan dan reproduksi bakterinya. Berdasarkan aktivitas zat

antibakteri dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteriostatik

(menghambat pertumbuhan bakteri) atau menghambat germinasi spora

bakteri (Kumala, 2010).

Antibakteri merupakan zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan

bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan

kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-

zat ini dibuat secara semi-sintetis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula

semua senyawa sintetis dengan khasiat antibakteri (Tjay, 2013).

Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh

senyawa antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara

menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai

terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga

menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan

molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan

penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. Di bidang farmasi,

bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu substansi

kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat pertumbuhan

mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik,

bakteriosidal, dan bakteriolitik (Pelczar & Chan, 2007).

Aktivitas antibakteri dapat diketahui dengan melakukan proses

ekstraksi dan menguji zona hambat yang dihasilkan. Selain itu harus

Universitas Muslim Indonesia


diperhatikan pula titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar dan sifat

korosif terhadap peralatan ekstraksi. Proses perpindahan komponen

bioaktif dari dalam bahan ke pelarut dapat dijelaskan dengan teori difusi.

Proses difusi merupakan perubahan secara spontan dan tidak dapat

kembali lagi dari fase yang memiliki konsentrasi lebih tinggi menuju

konsentrasi lebih rendah (Purnama dkk, 2010).

C. Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah suatu molekul atau produk yang

dihasilkan oleh proses metabolisme sekunder mikroorganisme dimana

produk metabolit tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok

mikroorganisme untuk hidup dan tumbuh. Meskipun tidak dibutuhkan

untuk pertumbuhan, namun metabolit sekunder dapat juga berfungsi

sebagai nutrisi darurat untuk bertahan hidup (Pratiwi, 2008).

Metabolit sekunder tidak diproduksi pada saat pertumbuhan sel

secara cepat (fase logaritmik), tetapi biasanya disintesis pada akhir siklus

pertumbuhan sel, yaitu pada fase stasioner saat populasi sel tetap karena

jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini

sel mikroorganisme lebih tahan terhadap keadaan ekstrim, misalnya suhu

yang lebih panas atau dingin, radiasi, bahan-bahan kimia, dan metabolit

yang dihasilkannya sendiri (Pratiwi, 2008).

D. Fungi Endofit

Keanekaragaman hayati secara tidak langsung berarti

keanekaragaman senyawa kimia. Kemampuan bertahan hidup dengan

tingkat kompetisi yang tinggi menyebabkan tanaman beradaptasi terhadap

Universitas Muslim Indonesia


perubahan-perubahan yang terjadi. Hal ini menyebabkan tanaman

menghasilkan senyawa-senyawa yang unik secara biologi dan

strukturnya. Keanekaragaman menyebabkan endofit juga menghasilkan

produk alami aktif yang lebih banyak (Bills, 2006).

Fungi endofit merupakan fungi yang hidup di dalam jaringan

tumbuhan tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tumbuhan inangnya.

Fungi endofit mampu menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif misalnya

senyawa antibakteri, antifungi, antivirus, antikanker, antimalaria dan

sebagainya (Strobel, 2004).

Fungi adalah organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa

organik untuk nutrisinya (sumber karbon dan energi). Bila sumber nutrisi

tersebut diperoleh dari bahan organik mati, maka fungi tersebut bersifat

saprofit. Fungi saprofit mendekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan

yang kompleks dan menguraikannya menjadi zat yang lebih sederhana.

Dalam hal ini, fungi bersifat menguntungkan sebagai elemen daur ulang

yang vital (Pertiwi, 2010).

E. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat

aktif dan bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk

biota laut. Zat-zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel

tumbuhan dan hewan memiliki perbedaan begitu pula ketebalannya

sehingga diperlukan metode ekstraksi dan pelarut tertentu untuk

mengekstraksinya (Tobo F et al, 2001).

Universitas Muslim Indonesia


Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut

tertentu sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan

pelarut berdasarkan kaidah ‘like dissolved like’ artinya suatu senyawa

polar akan larut dalam pelarut polar. Ekstraksi dapat dilakukan dengan

bermacam-macam metode, tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut

yang digunakan dan senyawa yang diinginkan. Metode ekstraksi yang

paling sederhana adalah maserasi (Pratiwi, 2009).

Maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan

(simplisia) dalam suatu pelarut. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak

dalam jumlah banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa-

senyawa tertentu karena pemanasan (Pratiwi, 2009).

F. KLT Bioautografi

Bioautografi adalah suatu metode pendeteksian untuk menemukan

suatu senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi dengan cara

melokalisir aktivitas antimikroba tersebut pada suatu kromatogram.

Metode ini memanfaatkan pengerjaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

(Akhyar, 2010).

Uji bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak

pada kromatogram hasil KLTyang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi,

dan antivirus sehingga dapat mendekatkan metode separasi dengan uji

biologis (Pratiwi, 2008).

Pada bioautogafi ini didasarkan atas efek biologi berupa antibakteri,

antiprotozoa, antitumor dan lain-lain dari substansi yang diteliti. Ciri khas

dari prosedur bioautografi adalah didasarkan atas teknik difusi agar,

Universitas Muslim Indonesia


dimana senyawa antimikrobanya dipindahkan dari lapisan KLT ke

medium agar yang telah diinokulasikan dengan merata bakteri uji yang

peka. Dari hasil inkubasi pada suhu dan waktu tertentu akan terlihat zona

hambatan di sekeliling spot dari KLT yang telah ditempelkan pada media

agar. Zona hambatan ditampakkan oleh aktivitas senyawa aktif yang

terdapat di dalam bahan yang diperiksa terhadap pertumbuhan

mikroorganisme uji (Akhyar, 2010).

Bioautografi dapat dipertimbangkan karena paling efisien untuk

mendetekski komponen antimikroba, sebab dapat melokalisir aktivitas

meskipun dalam senyawa aktif tersebut terdapat dalam bentuk senyawa

kompleks dan dapat pula diisolasi langsung dari komponen yang aktif

(Djide, 2008).

Bioautografi dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu: (Djide, 2008)

1. Bioautografi langsung

Bioautografi langsung, yaitu dimana mikroorganismenya tumbuh

secara langsung di atas lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

2. Bioautografi kontak

Bioautografi kontak, dimana senyawa antimikroba dipindahkan dari

lempeng KLT ke medium agar yang telah diinokulasikan bakteri uji yang

peka secara merata dan melakukan kontak langsung.

3. Bioautografi pencelupan

Bioautografi pencelupan, dimana medium agar telah diinokulasikan

dengan suspensi bakteri dituang di atas lempeng Kromatografi Lapis

Tipis (KLT).

Universitas Muslim Indonesia


Metode bioautografi dalam mendeteksi komponen yang aktif sebagai

antibakteri memiliki beberapa keuntungan dan kerugian: (Rudi, 2010)

Keuntungan:

1. Dapat mendeteksi bercak pada kromatogram hasil Kromatografi Lapis

Tipis (KLT) yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antifungi,

antibiotik, dan antiviral.

2. Dapat digunakan untuk mendeteksi antibiotik yang belum diketahui

mekanismenya.

3. Merupakan metode yang sederhana dan mudah digunakan.

4. Cepat dalam pengerjaannya.

Kerugian:

Tidak bisa digunakan untuk senyawa yang tidak mempunyai aktivitas

membunuh ataupun menghambat mikroorganisme.

G. Uraian Bakteri Uji

1. Bacillus subtilis (Garrity, 2004)

a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus subtilis

Universitas Muslim Indonesia


b. Sifat dan morfologi

Bacillus subtilis memiliki sel berbentuk batang 0,3-2,2 µm x 1,27-

7,0 µm, sebagian besar motil, flagellum khas lateral. Membentuk

endospora; tidak lebih satu sel sporangium. Termasuk bakteri Gram

positif, bersifat kemoorganotrof. Metabolisme dengan respirasi sejati,

fermentasi sejati, atau kedua-duanya, yaitu respirasi dan fermentasi.

Aerobik sejati atau anerobik fakultatif (Jawetz et al, 2007).

c. Patogenitas

Secara klinis, bakteri lainnya yang menyebabkan penyakit infeksi

adalah Bacillus subtilis, jumlahnya yang banyak di dalam usus mampu

menyebabkan diare yang ditularkan melalui kontaminasi makanan

(Martosupono, 2015).

2. Escherichia coli (Garrity, 2004)

a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

b. Sifat dan morfologi.

Escherichia coli merupakan mikroorganisme indikator yang

dipakai di dalam analisis air untuk menguji adanya pencemaran oleh

Universitas Muslim Indonesia


tinja, tetapi pemindahan sebarannya tidak selalu melalui air,

melainkan diteruskan melalui mulut, akan tetapi Escherichia coli pun

dapat ditemukan tersebar di alam sekitar kita. Penyebaran secara

pasif dapat terjadi melalui makanan atau minuman. Bentuk bulat

cenderung ke batang panjang, bentuk batang biasanya berukuran 0,5

x 1 – 3 µ, terdapat sendiri sendiri, berpasang-pasangan dan rangkaian

pendek (Melliawati, 2009).

c. Patogenitas

Secara klinis bakteri E. Coli dapat menyebabkan penyakit seperti

diare, infeksi saluran kemih, serta meningitis pada bayi yang baru lahir

(Kaper, 2006).

3. Staphylococcus aureus (Garrity, 2004)

a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

b. Sifat dan morfologi.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk

bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompokyang tidak

teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk

Universitas Muslim Indonesia


spora, dan tidak bergerak. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan

S. Aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis

yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al, 2007).

c. Patogenitas

Secara klinis beberapa tipe infeksi dari S. aureus, infeksi tersebut

bervariasi mulai dari keracunan, infeksi kulit ringan seperti jerawat dan

bisul, sampai infeksi berat seperti meningitis, osteomielitis, pneumonia

dan mastitis (Martosupono, 2015).

4. Pseudomonas aeruginosa (Garrity, 2004)

a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Ordo : Pseudomonadales

Familia : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa

b. Sifat dan morfologi

Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar

0,6 x 2 µm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan,

dan terkadang membentuk rantai yang pendek. Pseudomonas

aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini bersifat aerob,

katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memefermentasi tetapi

dapat mengoksidasi glukosa/ karbohidrat lain, tidak berspora, tidak

Universitas Muslim Indonesia


mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika (flagel

tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh

di air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan

C. Suhu optimum untuk pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa adalah

420C P. Pseudomonas aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai

media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana

(Dzen, 2007).

c. Patogenitas

Secara klinis bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih,

infeksi saluran pernafasan, dermatitis, infeksi saluran lunak, bakterimia,

infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan, dan bermacam –

macam infeksi sistemik, terutama pada penderita luka bakar berat,

kanker dan penderita AIDS yang mengalami penurunan sistem imun

(Driscoll, 2007).

5. Streptococcus mutans (Garrity, 2004)

a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Familia : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus mutans

Universitas Muslim Indonesia


b. Sifat dan morfologi.

Streptococcus mutans bentuk sferis, bila bersatu dalam susunan

yang tidak teratur mungkin sisanya agak rata karena tertekan.

Diameternya 0,5 – 1 µ. Bakteri gram positif, tidak bergerak (nurmolie)

dan tidak berspora. Bersifat patogen antara semua bakteri yang paling

kuat daya tahannya. Juga membentuk tiga metabolit yaitu nontoksin,

eksotoksin dan enterotoksin (Garrity, 2004).

c. Patogenitas

Bakteri ini merupakan bakteri patogen pada mulut yang merupakan

agen penyebab utamanya plak, ginggivitis, dan karies (Martosupono,

2015).

6. Salmonella typhi (Garrity, 2004)

a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella typhi

b. Sifat dan morfologi

Salmonella typhi ialah bakteri Gram negatif berbentuk batang lurus

dengan ukuran 0,7-1,5 µm, biasanya tunggal dan kadang-kadang

membentuk rantai pendek, jenis yang bergerak berflagella peritrik,

Universitas Muslim Indonesia


hidup secara aerobik atau anaerobik fakultatif, meragikan glukosa

dengan menghasilkan asam kadang-kadang gas. Tumbuh optimal pada

suhu 37 ºC dan berkembang baik pada suhu kamar, bakteri ini dapat

ditemukan di saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri ini

merupakan penyebab demam tifoid karena adanya infeksi akut pada

usus halus manusia dan hewan (Cita, 2011).

c. Patogenitas

Salmonella typhi (S. typhi) Merupakan kuman patogen penyebab

demam tifoid, yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan gambaran

demam yang berlangsung lama, adanya bakteremia disertai inflamasi

yang dapat merusak usus dan organ-organ hati (Cita, 2011).

7. Shigella dysenteriae (Garrity, 2004)

a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterbacteriaceae

Genus : Shigella

Spesies : Shigella dysenteriae

b. Sifat dan morfologi

Shigella dysenteriae bersifat fakultatif anaerob tetapi tumbuh

paling baik secara aerob. Koloni berbentuk konveks, bulat, transparan

dengan tepi yang utuh dan mencapai diameter sekita 2 mm dalam 24

Universitas Muslim Indonesia


jam. Shigella dysenteriae dapat tumbuh subur pada suhu optimum

370C (Jawetz et al, 2007).

c. Patogenitas

Secara klinis, bakteri Shigella dysenteriae merupakan kuman

patogen yang dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan yaitu

disentri. Disentri artinya salah satu dari berbagai gangguan yang

ditandai dengan peradangan usus , terutama kolon dan disertai nyeri

perut, dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lender

(Sawasvirojwong et al, 2013).

8. Vibrio cholerae (Garrity, 2004)

a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Ordo : Vibrionales

Familia : Vibrionaceae

Genus : Vibrio

Spesies : Vibrio cholera

b. Sifat dan morfologi

Vibrio cholerae adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang

pendek, tidak membentuk spora, sumbunya melengkung atau lurus

0,5 µm, terdapat tunggal atau kadang-kadang bersatu dalam

bentuk S atau spiral. Motil dengan satu flagelum polar atau pada

beberapa spesies dengan dua atau lebih flagellum dalam satu

Universitas Muslim Indonesia


berkas polar. Mempunyai sferoplas, biasanya dibentuk dalam

keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan, tidak tahan

asam, dan tidak membentuk kapsul.Tumbuh baik dan cepat pada

medium nutrien baku. Metabolisme dengan respirasi dan

fermentatif. Suhu optimum berkisar dari 180 - 37º C (Jawetz et al,

2007).

c. Patogenitas

Kolera adalah penyakit diare yang menyebabkan morbiditas dan

mortalitas yang signifikan di seluruh dunia. Penyakit tersebut

merupakan penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh bakteri Vibrio

cholera (Sawasvirojwong et al, 2013).

9. Staphylococcus epidermidis (Garrity, 2004)

a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus epidermidis

b. Sifat dan morfologi.

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif, aerob

atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak

teratur, diameter 0,8 - 1,0 μm tidak membentuk spora dan tidak

Universitas Muslim Indonesia


bergerak, koloni berwarna putih bakteri ini tumbuh cepat pada suhu

37oC. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus,

menonjol, berkilau, tidak menghasilkan pigmen, berwarna putih

porselen sehingga Staphylococcus epidermidis disebut

Staphylococcus albus, koagulasi negatif dan tidak meragi manitol

(Jawetz et al, 2007).

c. Patogenitas

Secara klinis, Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri

flora normal yang dominan terdapat pada kulit, yang bisa

menyebabkan jerawat dan bau badan (Risqiyana, 2010).

Universitas Muslim Indonesia

Anda mungkin juga menyukai