seperti torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh.
Bahan dasar harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh sebagai contoh
bahan dasar digunakan lemak coklat, polietilenglikol berbobot molekul tinggi, lemak atau bahan
lain yang cocok. Kecuali dinyatakan lain digunakan lemak coklat.
Bobot kecuali dinyatakan lain, bobot suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat untuk
dewasa 3 g dan anak-anak 2g.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk.
(Depkes RI, 1979)
Penggunaan obat dalam suppositoria ada keuntungan dibandingkan penggunaan per oral
yaitu :
- Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
- Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
- Langsung dapat masuk saluran darah berakibat akan memberikan efek lebih cepat
daripada penggunaan per oral
- Cocok bagi pasien mudah muntah atau tidak sadar
Untuk menghindari masssa yang hilang maka selalu dibuat berlebih dan untuk menghindari
massa yang melekat pada cetakan maka cetakan sebelumnya dibasahi dengan parafin, minyak
lemak, spiritus saponatus (Soft Soap Liniment). Yang terakhir jangan gunakan untuk
suppositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai
pengganti dapat digunakan larutan oleum ricini dalam etanol.
Untuk suppositoria dengan bahan dasar PEG dan tween tidak perlu bahan pelicin karena
pada pendinginan mudah lepas dari cetakan karena mengkerut.
(Anief, 2000)
Jika tentang suppositoria yang akan dibuat tidak dikatakan lain, maka digunakan bahan
dasar olen cacao. Dimana sebagian kecil oleum cacao boleh diganti dengan malam kuning atau
unguentum simplek. Selanjutnya farmakope menyatakan bahwa bahwa menurut sifatnya “obat
harus dilarutkan dalam air” sebelum dicampur dengan oleum cacao.
Pada pembuatannya kita selalu mengambil massa untuk satu suppositoria lebih banyak
daripada yang harus dibuat. Jika pada pembuatan suppositoria harus dituang suatu massa yang
cair maka lansung bisa dituang ke dalam cetakan.
Dalam petunjuk dalam farmakope, bahwa dikehendaki supaya obat yang berkhasiat dalam
jumlah yang kecil digrus dengan air karena itu dipakai sebagai peraturan: garam-garam alkaloida
selalu digerus dengan beberapa tetes air.
(Van Duin, 1958)
Teknik Pembuatan Sediaan Suppositoria
Teknik Pembuatan Sediaan Suppositoria
2.1 Definisi Supositoria
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai
bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina atau uretra.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, Supositoria adalah sediaan padat yang
digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torepedo dapat melarut, melunak atau meleleh
pada subu tubuh.
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya suppositoria
rektum panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam.
Bentuk suppositoria rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung
kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 gram
untuk yang menggunakan basis oleum cacao (Ansel,2005 ).
Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti
kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 gram apabila basisnya oleum cacao.
Suppositoria untuk untuk saluran urin juga disebut bougie, bentuknya rampiung seperti pensil,
gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria
bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu
dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya ± 4 gram. suppositoria untuk
saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan
beratnya 2 gram, inipun bila oleum cacao sebagai basisnya.
Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga, keduanya berbentuk
sama dengan suppositoria saluran urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm.
suppositoria telinga umunya diolah dengan suatu basis gelatin yang mengandung gliserin. Seperti
dinyatakan sebelumnya, suppositoria untuk obat hidung dan telinga sekarang jarang digunakan.
2. PEG (Polietilenglikol)
PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul antara 300-6000. Dipasaran
terdapat PEG 400 (carbowax 400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG 1500 (carbowax 1500),
PEG 4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax 6000). PEG di bawah 1000 berbentuk
cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak seperti malam. Formula PEG yang dipakai
sebagai berikut:
1. Bahan dasar tidak berair : PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96% (75%)
2. Bahan dasar berair : PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan aqua+obat 20%
Titik lebur PEG antara 35°-63°C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan sekresi
tubuh.
Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara lain:
1. Tidak mengiritasi atau merangsang
2. Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan oleum cacao
3. Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh
Dalam praktik, nilai tukar beberapa obat adalah 0.7 kecuali untuk garam bismuth dan zink
oksida. Untuk larutan nilai tukarnya dianggap satu. Jika supositoria mengandung obat atau zat
padat yang banyak, pengisisan pada cetakan berkurang dan jika dipenuhi dengan campuran
massa, akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu, untuk membuat
supositoria yang sesuai dapat dilakukan dengan cara menggunakan perhitungan nilai tukar
(Syamsuni hal 161).
2. Bentuk
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti
sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan
tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan memberikan
keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria. Selain itu, suppositoria
merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo.
3. Uji waktu hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat
hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set sama
dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu
hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat diatas
maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Mengapa
menggunakan media air ? dikarenakan sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan.
4. Keseragaman bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah sama
atau belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap
kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya dengan
ditimbang saksama 10 suppositoria, satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari
hasil penetapan kadar, yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif
dari masing-masing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika
terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi
syarat dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui
kandungan yang terdapat dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat
memberikan efek terapi yang sama pula.
5. Uji titik lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan
supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan
suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk
basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000
adalah 15 menit.
6. Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya
sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong
horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan
jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N
(lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam
tabung.
7. Volume Distribusi
Volume distribusi (Vd) merupakan parameter untuk untuk menunjukkan volume
penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Volume distribusi ini hanyalah
perhitungan volume sementara yang menggambarkan luasnya distribusi obat dalam tubuh.
Tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terduru dari plasma atau serum, dan Vd adalah
jumlah obat dalam tubuh dibagi dengan kadarnya dalam plasma atau serum.
Keterangan :
X = jumlah obat dalam tubuh
C = kadar obat dalam plasma atau serum
DIV = dosis obat dalam pemberian IV
Doral = dosis obat dalam pemberian oral
F = fraksi dosis oral yang mencapai peredaran darah sistemik dalam bentuk aktif.
= bioavailabilitas absolute obat oral
Co= kadar plasma atau serum pada waktu T = 0 (ekstrapolasi garis eliminasi ke t = 0 )
Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, kemampuan molekul obat
memasuki berbagai kompartemen tubuh, dan derajat ikatan obat dengan protein plasma dan
dengan berbagai jaringan. Obat yang tertimbun dalam jaringan mempunyai kadar dalam
plasma yang rendah sekali sedangkan Vd nya besar (misalnya, digoksin). Untuk obat yang
terikat dengan kuat pada protein plasma mempunyai kadar plasma yang cukup tinggi dan
mempunyai Vd yang kecil (misalnya, warfarin, tolbutamid dan salisilat).