Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar belakang


Pemmerintah telah mencanangkan kampanye 1000 hari pertama kehidupan (HPK), Salah
satunya upaya untuk mengurangi stunting. Arti dari periode 1000 hari dihitung dari 270 hari selama
kehamilan dan 730 hari setelah melahirkan. Waktu ini adalah waktu yang sensitif karena efek pada bayi
waktu ini bersifat permanen dan tidak dapat ditoleransi atau diperbaiki . Terdapat dua intervemsi
dalam pembagian kegiatan 1000 HPK yakni intervensi spesifik dan intervemnsi sensitif.
Pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dimana difokuskan kepada ibu
hamil bayi kelompok umur 0-6 bulan dan 7-23 bulan atau sejak masih dalam kandungan sampai
berusia 2 tahun merupakan sasaran dari intervensi spesifik. Masa usia 12-24 bulan adalah masa
rawan dimana balita serng mengalami penyakit yang disebabkan oleh infeksi atau gangguan
status gizi, karena di usia tersebut proses peralihan dari bayi menjadi anak sedang dilalui oleh
balita.
Stunting merupakan kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan umur. Stunting terjadi mulai drai dalam kandungan dan baru
terlihat saat anak berusia 2 tahun. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan atau
minus dua standar diviasi median standar prtumbuhan dari WHO. Stunting disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih didalam kandungan dan baru
nampak saat anak dua. (Kemenkes RI, 2018).
Kementerian Kesehatan republik indonesia memaparkan bahwa terdapat 5 masalah gizi
pada balita yaitu kekurangan vitamin A, gangguan akibat kurang iodium dan anemia gizi namun
masih ada masalah gizi yang belum dapat dikendalikan yaitu gizi kurang dan stunting. Masalah
stunting merupakan salah satu permasalah gizi yang dihadapi dunia, khususnya di negara-negara
miskin dan berkembang. Kelompok resiko stunting yaitu pada usia 6-23 bulan karena pada usia
sangat tersebut tumbuh kembang balita sangat pesat dan merupakan golden periode.
Pertumbuhan tak maksimal diderita oleh sekitar 8juta anak indonesia, atau atu tiga anak
indonesia. Prevalensi stunting di indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di asia
tenggara, seperti myanmar (35%), vietnam (23%), dan thailaad (16%) (kemenkes RI,2018).
Badan penelitian dan pengembangan kesehatan memaparlkan hasil riskesdas (riset
kesehatan dasar) 2018 menunjukan adanya perbaikann pada status gizi balita di indonesia .
proporsi stunting atau balita pendek karena kurang gizi kronik turun menjadi 30,8%
dibandingkan dengan tahun 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2% terdiri
dari 18,0% sangat penek dan 19,2% pendek. Berdasarkan angka tersebut terdapat penurunan
angka stunting, namun angka tersebut masih melebihi target nasional batas nilai WHO yaitu
20%. Sementara itu dari presentase menurut provinsi lampung memiliki prevalensi stunting
sebanyak 27,3% (riskesdas,2018).
Menurut meilyasari & isnawati (2014) stunting sangat erat berkaitannya dengan pola
pemberian makanan (ASI dan MP-ASI) terutama pada 2 tahun pertama kehidupan . pola
pemberian makanan dapat mempengaruhi status gizi balita. Pemberian ASI yang kurang dari 6
bulan dan MP-ASI terlalu dini dapat meningkatkan resiko stunting karena pencernaan bayi
belum sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi seperti diare dan ispa. Penyakit
infksi dapat menurunkan kemampuan absorpsi zat gizi dalam tubuh sehingga meningkatkan
kejadian sakit atau frekuensi sakit pada balita yang dapat menurunkan nafsu makan. Pola
konsumsi makanan dan jumlah komsumsi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga
mempengaruhi status gizi balita.
Stunting merupakan permasalahan yang disebabkan karena multifaktor. Faktor individu
maupun faktor keluarga dapat menyebabkan terjadinya stunting. Dampak buruk yang akan
munccul dari kejadian stunting dalam jangka pendek adalah tergangguanya kecerdasan
intelektual, perkembangan otak, fisik maupun gangguan metabolisme tubuh pada anak. Anak
yang mengalami stunting sebelum usia 6 buulan akan mengalami pertumbuhan yang terganggu
sehingga terjadi kekerdilan lebih berat menjelang usia dua tahun. Sedangkan dampak jangka
panjang akibat stunting yaitu beaernya resiko terkena penyakit tidak menular, kesehatan yang
memburuk , intelrktual atau kecerdasan dan prestasi pendidikan di masa anal-anak menjadi
buruk. Kejadian stunting bisa saja terus meningkat apabila faktor-faktor yang telah dijelaskan
sebelumnya tidak diperhatikan . maka dari itu, peneliti ingin melihat faktor-faktor apa yang
mempengaruhi stunting pada balita.

I.II Batasan masalah

Batasan masalah pada penelitian ini literature review pada faktor-faktor yang
mempengaruhi stunting Pada balita usia 12-59 bulan.

I.III Tujuan
I.I.III Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi stunting
pada balita b erdasarkan penelusuran literature.

I.II.III Tujuan khusus


Untuk mencari persamaan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stunting
pada balita menggunakan literature review
Untuk mencari kelebihan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stunting
pada balita menggunakan literature review
Untuk mencari kekurangan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stunting
pada balita menggunakan literature review

I.IV Manfaat
I.I.IV Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman penulis tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi stunting pada balita dan menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah
didapatkan.

I.II.IV Bagi institusi pendidikan


Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi peneliti lain
dan menjadi referensi di perpustakaan akademi keperawatan bunda delima.

Anda mungkin juga menyukai