Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

Disusun Oleh :
NAMA : HAMRIANI
NIM : D3KP1800535

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN INI TELAH DISAHKAN PADA


TANGGAL ................................. 2020

PEMBIMBING KLINIK MAHASISWA

....................................................... ..................................................
NIP. .............................................. NIM. .....................

PEMBIMBING AKADEMI

.......................................................
NIP. ..............................................
A. KONSEP DASAR PENYAKIT PNEUMONIA

1. Definisi
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat sehingga pertukaran gas
tidak dapat berlangsung pada daerah ygang mengalami konsolidasi dan darah
dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi (Soemantri, 2007). Pneumonia
adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Pneumonia adalah sebuah proses inflamasi parenkim paru yang umumnya
disebabkab oleh agen infeksius meliputi mikroorganisme, bakteri, mikrobakteri,
jamur serta virus. Pneumonitis merupakan bentuk umum yang menjelaskan
mengenai proses inflamasi di dalam jaringan paru yang dicetuskan oleh tempat
atau faktor resiko pasien oleh invasi nonmikroorganisme seperti bahan kimia,
radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain (Smelzer&Bare, 2010)
2. Etiologi
Menurut Smelzer&Bare (2010) pneumonia dikelompokkan berdasarkan agen
penyebabnya dan dikategorikan sebagai pneumonia bakterialis serta pneumonia
atipikal. Pneumonia bakterialis merupakan pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri berupa gram positif seperti: Streptococus Pneumoniae, Staphylococus
Aureus, serta baketeri gram negatif seperti: Klebsiella Pneumoniae,
Pseudomonas Aeruginosa, Haemophilus Influenzae. Menurut Soemantri (2007)
pneumonia kebanyakan disebabkan oleh bakteri Pneumonia pneumococcus.
Menurut WHO (2014) penyebab pneumonia kedua setelah Pneumonia
pneumococcus adalah haemophilus influenzae tibe b (HIB), kemudian pada bayi
yang terinfeksi HIV penyebabnya adalah Pneumocystis jiroveci. Penyebab
pneumonia menurut Misnadiarly (2007) yaitu sebagai berikut.
1) Bakteri
a) Gram positif: Streptococcus Pneumoniae (Pneumococcal Pneumonia),
Staphylococcus Aureus.
b) Gram negatif: Haemophilus Influenzae, Pseudomonas Aeruginosa,
Klebsiella Pneumoniae (Friedlender’s Bacillus).
c) Anaerobik: Anaerobic Streptococcus, Fusobacteria, Bacteroides Species.
d) Atipikal: Legionella Pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae
2) Virus: Influenza, Parainfluenza, Adenovirus.
3) Jamur: Candidiasis, Blastomycosis, Cryptococcosis, Histoplasmosis,
Coccidioidomycosis.
4) Aspirasi: Makanan, cairan, muntah.
5) Inhalasi: Racun atau bahan kimia (Polivinilpirolidin, Gumma Arabikum,
Berillium, uap air raksa), rokok, debu dan gas.
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet.
Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia
kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan
menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita
(WHO, 2014).
Menurut Muttaqin (2008) dan Joane (2012) terjadinya pneumonia dapat
didukung dengan faktor predisposisi, seperti:
a. Kebiasaan merokok
b. Pasca infeksi virus
c. penyakit jantung kronik
d. DM
e. Status imunodefisiensi
f. Kelainan atau kelemahan struktur organ dada
g. Penurunan kesadaran.
h. Tindakan invasife: infuse, intubasi, trakeostomi, pemasangan ventilator.
i. Lingkungan tempat tinggal, misalnya dip anti jompo
j. Penggunaan antibiotic, dan obat suntik IV
k. Keadaan alkoholik meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram
negative.

3. Klasifikasi
1). Berdasarkan Etiologi (Soemantri,2007)
Jenis Etiologi Pneumonia Faktor Risiko Tanda dan Gejala

Sindrom  Streptococos  Siclecell diseases  Onset mendadak dengan


tipikal pneumoniae jenis  Hipogammaglobu menggigil dan femam
pneumonia tampa li-nemia (390C-400C)
penyulit  Multiple  Nyeri adda pleuritis
 Streptococus Myeloma  Batuk produktif, sputum
pneumoniae hijau, purule, dan
dengan penyulit mnungkin menganding
ebercak darah serta hidung
kemerahan
 Retraksi intercostal,
penggunaan otot asesorius,
dan bisa timbul sianosis
Sindrom  Haemophilis  Usia tua  Onset beratahap adalam 3-
atipikal influenzae  COPD 5hari
 Staphylococus  Flu  Malaise, neyeri kepala,
aureus nyeri tenggorokan dan
 Mycoplasma  Anak-anak batuk kering
pneumonia
 Dewasa Muda  Nyeri adda karena batuk
 Virus patogen
Aspirasi  Aspirasi basil gram  Kondisi lemah  Demam rendah dan batuk
negatif Klebsiella, karena konsumsi  Produksi sputum bau busuk
Pseudomonas,
Alkohol  Distress respirasi
enterobacter,
 Perawatan mendadak, sianosis, batuk,
Escherrichia
proteus, dan basil mislanya (infeksi hipoksemia dan diikuti
gram potitif nosokomial) tanda infeksi skunder
staphylococus  Ganggan
 Aaspirasi Kesadaran
asam lambung
Hematogen  Terjadi bila patogen
 Katetter IV yang  Batuk nonproduktif dan
manyebar ke paru-
Terinfeksi nyeri peluritik
pru mekakui aliran
 Endokarditis
darah
 Drug abuse
 Pyelonefritis
 Abses
intraabdomen

2) Berdasarkan klinis dan epidemologi (Smeltzer & Bare, 2010)


a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia), pneumonia
menular pada orang yang belum atau baru saja dirawat di rumah sakit dapat
disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur.
b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia atau nosokomial
pneumonia) adalah pneumonia diperoleh selama atau setelah rawat inap
untuk penyakit lain atau prosedur dengan onset setidaknya 72 jam setelah
masuk
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita immunocompromised terjadi pada penderita
yang mengalami sistem pertahanan imun yang elmah seperti HIV.
3) Berdasarkan predileksi infeksi (Smeltzer & Bare, 2010)
a) Pneumonia lobaris, seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama
terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organism
penyebab tersering.
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
c. Pneumonia interstisial, melibatkan daerah di antara alveoli dan dapat disebut
pneumonitis interstisial. Hal ini lebih cenderung disebabkan oleh virus atau
oleh bakteri atipikal

4. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang sering muncul pada klien dengan pneumonia
adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2010).
1) Demam
2) Menggigil
3) Nyeri dada seperti ditusuk-tusuk ketika bernapas dan batuk
4) Takipneu
5) Pernapasan mendengkur
6) Pernapasan cuping hidung
7) Penggunaan otot-otot aksesori pernapasan
8) Sakit kepala
9) Myalgia, ruam dan faringitis pada klien pneumonia atipikal
10) Warna mata menjadi lebih terang
11) Bibir bidang kuku sianotik
12) Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak ditempat tidur dengan
condong ke arah depan
13) Sputum berbusa pada pneumonia yang diakibatkan oleh pneumonia
pneumokokus, stafilokokus, klebsiella, dan streptokokus
14) Sputum kental pada pneumonia yang diakibatkan oleh
pneumonia klebsiella
15) Sputum berwarna hijau pada pneumonia yang dakiatkan oleh H. Influenza

5. Patofisiologi
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang
disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi. Pneumonia dapat terjadi akibat
menghirup bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke
paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya
di kulit. Jika melalui saluran napas, patogen yang masuk akan dilawan oleh
berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk atau
perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-
rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar pada saat
itu terjadi proses peradangan. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering
terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus
menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price,
2004).
a. Kongesti (4-12 jam pertama)
Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke
dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai
kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan
akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit
dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa. Paru-paru
tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai
konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai
penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu
coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari)
Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh
makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan
arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada
strukturnya semula.
Akibat dari masuknya mukus ke dalam alveoli terjadi peningkatan
konsentrasi protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik
meningkat dan tekanan osmosis meningkat dan terjadi penurunan difusi sehingga
terjadi akumulasi cairan pada alveoli yang akan menekan saraf dan menyebabkan
timbulnya nyeri pleuritik. Akumulasi cairan pada alveoli akan menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas. Eksudat yang masuk ke dalam alveoli akan
menyebabkan konsolidasi di alveoli yang kemudian menyebabkan terjadi
complience paru menurun sehingga supai oksigen menurun yang menimbulkan
terjadinya gangguan pada pola nafas sehingga mengakibatkan ketidaktoleran
dalam beraktivitas. Proses peradangan juga akan menyebabkan peningkatan suhu
sehingga muncul masalah hipertermi. Penumpukan sekret akan terakumulasi di
jalan nafas sehingga timbul masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Jika
sputum masuk ke lambung akan terjadi peningkatan asam basa yang dapat
menimbulkan mual dan muntah.
6. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi
menyertai pneumonia adalah sebagai berikut.
1) Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
2) Efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura
3) Empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah
4) Gagal nafas
5) Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
6) Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
7) Pneumonia interstitial menahun
8) Atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena
obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
(Soemantri, 2007; Smetlzer & Bare, 2010; Joane, 2012).
1) Foto Thorax (X-ray), mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial) dapat menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus),
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial) atau penyebaran/perluasan
infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikroplasma, sinar x
dada mungkin bersih.

2) Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan leukositosis umumnya menandai


adanya infeksi bakteri. Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah netrofil). Secara laboratorik ditemukan
leukositosis
3) Tes serologi, membantu membedakan diagnosis pada organisme secara
spesifik
4) Analisa gas darah, dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
oksigen
5) Pewarnaan Gram/Kultur Sputum dan Darah
Didapatkan dengan needle biopsy, aspirasi trantrakheal, fiberoptic
bronchoscopy, atau biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan organisme
penyebab. Lebih dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti
Diplococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, A. Hemolytic
streptococcus, dan Hemophilus influenzae.
6) Pemeriksaan fungsi paru dapat muncul volume mungkin menurun, tekanan
saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun,
hipoksemia

8. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis
a) Pemberian antibiotik
Menurt Smeltzer & Bare (2010) Pengobatan pneumonia meliputi
administrasi antibiotik yang sesuai sebagaimana ditentukan oleh hasil
pewarnaan Gram. Penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bias
diberikan antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah seperti
penicillin, cephalosporin. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan
sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus
dirawat dan antibiotic diberikan melalui infus antibiotik dapat berupa
respiratory fluoroquinolone (moxifloxacin, gemifloxacin, or levofloxacin)
atau beta-lactam agent (cefpodoxime or cefuroxime) dan macrolide.Pasien
yang tidak megalami multi drug resisten mendapat monoterapi berupa
ceftriaxone, ampicillin/sulbactam, levofloxacin, atau ertapenem. Pasien
dengan multidrug resistanceteraapi kembinasi threedrugs digunakan
meliputi: antipseudomonal cephalosporin atau ceftazidime atau
antipseudomonal carbapenem atau piperacillintazobactam+antipseudomonal
fluoroquinolone atau aminoglycoside+linezolid atau vancomycin. Mungkin
perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas
mekanik.
b) Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator
c) Pemberian O2
d) Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
2) Penatalaksanaan Keperawatan (Smeltzer & Bare, 2010)
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
a) Manajemen jalan nafas dengan mempertahankan kepatenan jalan nafas,
serta monitor peberian oksigenasi.
b) Humidifikasi dengan nebulizer agar sputum dapat keluar dan tidak
menyumbat jalan nafas
c) Fisioterapi dada (perkusi dan drainase postural) adalah penting dalam
melonggarkan dan memobilisasi sekresi. Indikasi untuk fisioterapi dada
termasuk sputum retensi tidak responsif terhadap batuk, bukti sekresi
tertahan (penurunan atau napas tidak normal terdengar, perubahan tanda-
tanda vital).
d) Manajemen istirahat dan tidur dimana pasien dibatasi melakukan aktiviats
berlebih yang dapat menambah buruk sesak napas. Pasien
dianjurkanuntuk lebih abnayk beristitrahat untuk konservasi energi dalam
rangka pemulihan. Pasien diposisiskan senyaman mungkin serta bila sesak
pasien diposisiskan semifowler serta diubah-ubah posisinya dengan
postural drainage sesuai lobar yang mengalami pnueumoni
e) Pengaturan cairan dan nutrisi
f) Pendidikan kesehatan terkait pneumonia
C. Pathways
A. Asuhan keperawatan
1) Pengkajian Umum
a) Identitas klien
Angka kejadian tertinggi pada usia balita sedangkan pada usia dewasa
dapat ditemukan akibat satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu
daya tahan tubuh. Pneumonia merupakan penyebab mortalitas pada
dewasa muda. Insidensi pneumonia pada laki-laki dan wanita sama.
b) Keluhan Utama
Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, lemas, dan kepala nyeri.
c) Riwayat penyakit sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai keluhan
batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum
obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk
yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk
produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan
seringkali berbau busuk.
d) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang dapat menjadi factor utama terjadinya pneumonia seperti
penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes mellitus,
imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol,
aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya
influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi (Misnadirly, 2008).
e) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal
yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami
penyakit degeneratif.
f) Pola pemeliharaan kesehatan
Merupakan pola kesehatan yang sering dilakukan misalnya kebiasaan
minum alkohol, kebiasaan merokok, menggunakan obat-obatan, aktifitas
atau olahraga, dan stress
g) Pengkajian fisik (B1-B6)
Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering,
dan berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi
dan iritasi alveoli yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh.

(1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang
sering didapatkan pada pasien pneumonia. Palpasi adanya
ketidaksimetrisan pernapasan pada klien. Perkusi seluruh dada dan
lapang paru untuk menentukan letak gangguan di paru sebelah mana.
Auskultasi bunyi napas tambahan yaitu stridor maupun ronkhi pada
pasien pneumonia untuk menentukan pneumonia terletak pada lobus paru
sebelah mana.
(2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah
menurun, dan peningkatan LED serta leukositosis berhubungan dengan
adanya agen asing yang masuk di dalam tubuh.
(3) B3 (Brain)
Pada klien dengan pneumonia pada fase akut dapat terjadi penurunan
GCS, refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau
bakteri di dalam paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem
saraf pusat.
(4) B4 (Bladder)
Pada pneumonia produksi dapat menurun atau normal. Observasi adanya
penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah atau
syok hipovolemik.
(5) B5 (Bowel)
Pneumonia kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses normal
atau dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan
anoreksia.
(6) B6 (Bone)
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2ke jaringan juga
menurun mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit
nampak pucat, sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta
kemerahan.

2) Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan penurunan difusi O2
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret pada bronkus
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan penurunan
saturasi O2
4. Nyeri akut berhubungan dengan cedera jaringan alveoli
5. Hipertermia berhubungan dengan invasi organisme penginfeksi
6. Intolerasi Aktivitas berhubungan dengan peningkatan metabolisme
3) Perencanaan keperawatan

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Gangguan Pertukaran Gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan a. Status 1. Posisikan pasien untuk 1. Memaksimalkan
penurunan difusi O2 pernafasan: pertukaran gas memaksimalkan ventilasi ventilasi
b. Elektrolit Dan 2. Pasang mayo bila perlu
keseimbangan asam basa 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 2. Membuka jalan nafas
c. Status 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau 3. Membantu
pernafasan: ventilasi suction mengeluarkan sekret
d. Status Tanda 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya 4. Membantu
vitas suara tambahan mengeluarkan sekret
Setelah dilakukan Tindakan 6. Berikan bronkodilator ;
keperawatan selama .... x 24 jam 7. Barikan pelembab udara 5. Mnengetahui
Gangguan pertukaran Pasien 8. Atur intake untuk cairan keadaan paru-paru
teratasi dengan kriteria hasi: mengoptimalkan keseimbangan.
- Mendemonstrasikan 9. Monitor respirasi dan status O2 6. Membuka jalan nafas melebarkan
peningkatan ventilasi Dan 10. Catat pergerakan dada,amati bronkus
oksigenasi yang adekuat kesimetrisan, penggunaan otot 7. Melembapkan saluran
- Memelihara kebersihan Paru tambahan, retraksi otot napas
paru dan bebas dari tanda tanda supraclavicular dan intercostal 8. mengoptimalkan
distress pernafasan 11. Monitor suara nafas, seperti dengkur keseimbangan
- Mendemonstrasikan Batuk 9. memantau respirasi dan status O2
efektif dan suara nafas yang 12. Monitor pola nafas : bradipena, 10. melihat respon non
bersih, tidak ada sianosis dan takipenia, kussmaul, hiperventilasi, verbal
dyspneu (mampu mengeluarkan cheyne stokes, biot
sputum, mampu bernafas 13. Auskultasi suara nafas, catat area
dengan mudah, tidak ada penurunan / tidak adanya ventilasi dan
pursed lips) suara tambahan 11. memantau adanya obstruksi jalan
- Tanda tanda vital dalam rentang 14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan nafas jatuhnya napas
normal ststus mental 12. mengetahui frekuensi
- AGD dalam batas normal nafas
- Status neurologis dalam batas 15. Observasi sianosis khususnya
normal membran mukosa
16. Jelaskan pada pasien dan keluarga 13. mengetahuisuara
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi) nafas
17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
14. mengetahui keadaan
fisiologis paru-paru tanda-tanda
adanya perubahan
15. tanda-tanda
kekurangan O2 jaringan
16. mengurangi
kecemasan pada keluarga

17. mengetahui keadaan


jantung
2. Ketidakefektifan Bersihan NOC: NIC:
Jalan nafas berhubungan - Status 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal 1. Membebaskan jalan
dengan penumpukan sekret pernafasan: ventilasi suctioning. napas
pada bronkus - Status 2. Berikan O2 ……l/mnt,
pernafasan: kepatenan jalan metode……… 2. Memperkuat
nafas 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan keadekuatan pernapasan
- Kontrol aspirasi napas dalam 3. Mengurangi
Setelah dilakukan tindakan 4. Posisikan pasien untuk kebutuhan energi dan penggunaan
keperawatan selama 1 x24 memaksimalkan ventilasi O2
jampasien menunjukkan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 4. Mempertahankan
keefektifan jalan nafas dibuktikan keadekuatan pernapasan
dengan kriteria hasil : 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau 5. Membantu
a. Mendemonstrasikan batuk suction mengeluarkan sekret yang
efektif dan suara nafas yang 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya menumpuk
bersih, tidak ada sianosis dan suara tambahan 6. Membantu
dyspneu (mampu mengeluarkan 8. Berikan bronkodilator : mengeluarkan sekret yang
sputum, bernafas dengan 9. Monitor status hemodinamik menumpuk
mudah, tidak ada pursed lips) 7. Mengetahui apakah
b. Menunjukkan jalan nafas yang 10. Berikan pelembab udara Kassa basah sekret sudah keluar
paten (klien tidak merasa NaCl Lembab 8. Melebarkan bronkus
tercekik, irama nafas, frekuensi 11. Berikan antibiotik 9. Mengontrol keadaan
pernafasan dalam rentang kardiopulmonal
normal, tidak ada suara nafas 12. Atur intake untuk cairan 10. Melembabkan udara
abnormal) mengoptimalkan keseimbangan. yang baik bagi penapasan
c. Mampu mengidentifikasikan 13. Monitor respirasi dan status O2 11. Membantu
dan mencegah faktor yang 14. Pertahankan hidrasi yang adekuat membunuh invasi antigen dari
penyebab. untuk mengencerkan sekret eksternal
d. Saturasi O2 dalam batas normal 15. Jelaskan pada pasien dan keluarga 12. mengoptimalkan
e. Foto thorak dalam batas normal tentang penggunaan peralatan : O2, keseimbangan
Suction, Inhalasi.
13. mengetahui status O2
14. mengencerkan sekret

15. mengurangi
kecemasan keluaga
3. Ketidakefektifan Perfusi NOC: NIC:
Status sirkulasi
Jaringan Perifer - Status sirkulasi 1. Kaji secara komprehensif sirkukasi 1. Mengetahui tanda-tanda gangguan
berhubungan dengan - Manajemen cairan perifer (nadi perifer, edema, kapillary perifer
penurunan saturasi O2 - Tanda vital refill, warna dan temperatur
Setelah dilakukan tindakan ekstremitas)
keperawatan selama 3 x 24 2. Evaluasi nadi perifer dan edema 2. Mengetahui tanda-tanda gangguan
jampasien menunjukkan perifer
keefektifan jalan nafas dibuktikan 3. Inpseksi kulit adanya luka 3. Agar luka ditangani darin infeksi
dengan kriteria hasil : karena beresiko mengalami delay
a. Tekanan darah sistolik dbn healing
b. Tekanan darah diastolik dbn 4. Kaji tingkat nyeri 4. Mengetahui tingkat nyeri klien
c. Kekuatan nadi dbn 5. Meningkatkan venous return
5. Elevasi anggota badan 20 derajat atau
d. Rata-rata tekanan darah dbn lebih tinggi dari jantung untuk
e. Nadi dbn meningkatkan venous return
f. Tekanan vena sentral dbn 6. Meminimalkan dekubitus
6. Ubah posisi klien minimal setiap 2
g. Tidak ada bunyi hipo jantung jam sekali
7. Mengontrol volume yang masuk
abnormal 7. Monitor status cairan masuk dan ke dalam jantung dan paru
h. Tidak ada angina keluar 8. Memudahkan mengatur posisi
i. AGD dbn 8. Gunakan therapeutic bed klien
j. Kesimbangan intake dan output 9. Meminimalkankelemahan
24 jam 9. Dorong latihan ROM selama bedrest ekstremitas pasca bedrest
k. Perfusi jaringan perifer 10. Meminimalkankelemahan
l. Kekuatan pulsasi perifer 10. Dorong pasien latihan sesuai ekstremitas pasca bedrest
m. Tidak ada pelebaran vena kemampuan
n. Tidak ada distensi vena
jugularis 11. Jaga keadekuatan hidrasi untuk 11. mencegah peningkatan viskositas
o. Tidak ada edema perifer mencegah peningkatan viskositas darah
p. Tidak ada asites darah
q. Pengisian kapiler 12. Kolaborasi pemberian antiplatelet 12. mencegah koagulasi darah
r. Warna kulit normal atau antikoagulan
s. Kekuatan fungsi otot 13. Monitor laboratorium Hb, Hematokrit 13. memantau keadaan darah
t. Kekuatan kulit
u. Suhu kulit hangat Manajemen cairan
v. Tidak ada nyeri ekstremitas 1. Catat intake dan output cairan 1. menghitung balance cairan
2. Monitor status hidrasi 2. mengetahui kebutuhan cairan
3. Monitor tanda-tanda vital 3. mengetahui status klien
4. Monitor status nutrisi 4. mengontol nutrisi

4. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC:


dengan cedera jaringan - Tingkat nyeri Manajemen nyeri
alveoli - Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui gambaran klinis nyeri
- Tingkat komprehensif termasuk lokasi, yang dirasakan
kenyamanan karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tinfakan kualitas dan faktor presipitasi
keperawatan selama 2 x 24 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Memvalidasi ketidaknyamanan
jamPasien tidak mengalami nyeri, ketidaknyamanan klien melalui subjektif dan
dengan kriteria hasil: objektif
a. Mampu 3. Bantu pasien dan keluarga untuk 3. Dukungan untuk kesembuhan
mengontrol nyeri (tahu mencari dan menemukan dukungan klien
penyebab nyeri, mampu 4. Kontrol lingkungan yang dapat 4. Memberikan kenyamanan klien
menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu agar tidak fokus pada nyeri
nonfarmakologi untuk ruangan, pencahayaan dan kebisingan
mengurangi nyeri, mencari 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 5. Menghindari timbulnya nyeri
bantuan) 6. Kaji tipe dan sumber nyeri 6. Untuk menentukan intervensi
b. Melaporkan 7. Ajarkan tentang teknik non 7. Memberikan kenyamanan klien
bahwa nyeri berkurang dengan farmakologi: napas dada, relaksasi, agar tidak fokus pada nyeri
menggunakan manajemen nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin
c. Mampu 8. Berikan analgetik untuk mengurangi 8. Bantuan farmakologis dasar
mengenali nyeri (skala, nyeri: ……...
intensitas, frekuensi dan tanda 9. Tingkatkan istirahat 9. Mengurangi timbulnya nyeri
nyeri) 10. Berikan informasi tentang nyeri 10. Meningkatkan koping diri klien
d. Menyatakan rasa seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyaman setelah nyeri berkurang nyeri akan berkurang dan antisipasi
e. Tanda vital ketidaknyamanan dari prosedur
dalam rentang normal
f. Tidak mengalami
gangguan tidur

5. Hipertermia NOC : NIC:


berhubungandengan Termoregulasi Pengaturan Suhu
invasi organisme Setelah dilakukan tinfakan 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam 1. Mengontrol status
keperawatan selama …. Pasien 2. Rencanakan monitoring suhu secara suhu
penginfeksi
tidak mengalami hipertermi,kriteria kontinyu 2. Mengontrol status
hasil : 3. Monitor TD, nadi, dan RR suhu
a. Suhu tubuh dalam rentang 4. Monitor warna dan suhu kulit 3. Mengetahui tanda
normal 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan infeksi
b. Nadi dan RR dalam rentang hipotermi 4. Menngetahui
normal 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi peningkatan suhu melalui warna
c. Tidak ada perubahan warna 7. Selimuti pasien untuk mencegah kulit
kulit, dan tidak ada pusing hilangnya kehangatan tubuh 5. Mengontrol
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah perubahan suhu tubuh yang
keletihan akibat panas ekstrim
9. Berikan anti piretik jika perlu 6. Membantu
meningkatkan kekebalan tubuh
7. Selimut tipis
mengurangi evaporasi yang
berlebihan
8. Mencegah
berkurangnya energi

9. Untuk menurunkan
suhu

6. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan - Perawatan diri: 1. Observasi adanya pembatasan klien 1. Mengurangi
peningkatan ADLs dalam melakukan aktivitas pengeluaran energi yang tidak
metabolisme - Konservasi 2. Kaji adanya faktor yang perlu
- eneergi menyebabkan kelelahan 2. Mengurangi
Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi penyebab kelelahan
keperawatan selama .... x 24 jam yang adekuat
bertoleransi terhadap aktivitas 4. Monitor pasien akan adanya 3. Meningkatkan energi
dengan kelelahan fisik dan emosi secara dengan cara meningkatkan nutrisi
Kriteria Hasil : berlebihan 4. Monitor respon
a. Berpartisipasi kardivaskuler terhadap aktivitas
dalam aktivitas fisik tanpa 5. Monitor respon kardivaskuler (takikardi, disritmia, sesak nafas,
disertai peningkatan tekanan terhadap aktivitas (takikardi, diaporesis, pucat, perubahan
darah, nadi dan RR disritmia, sesak nafas, diaporesis, hemodinamik)
b. Mampu pucat, perubahan hemodinamik) 5. Monitor pola tidur
melakukan aktivitas sehari hari 6. Monitor pola tidur dan lamanya dan lamanya tidur/istirahat pasien
(ADLs) secara mandiri tidur/istirahat pasien
c. Keseimbangan
aktivitas dan istirahat 6. Kolaborasikan
7. Kolaborasikan dengan Tenaga dengan Tenaga Rehabilitasi
Rehabilitasi Medik dalam Medik dalam merencanakan
merencanakan progran terapi yang progran terapi yang tepat.
tepat. 7. Bantu klien untuk
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi mengidentifikasi aktivitas yang
aktivitas yang mampu dilakukan mampu dilakukan

8. Bantu untuk memilih


9. Bantu untuk memilih aktivitas aktivitas konsisten yang sesuai
konsisten yang sesuai dengan dengan kemampuan fisik,
kemampuan fisik, psikologi dan psikologi dan sosial
sosial 9. Bantu untuk
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat 10. Bantu untuk
bantuan aktivitas seperti kursi roda, mendpatkan alat bantuan aktivitas
krek seperti kursi roda, kruk
12. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai 11. untuk
13. Bantu klien untuk membuat jadwal mengidentifikasi aktivitas yang
latihan diwaktu luang disukai
14. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam 12. Bantu klien untuk membuat
beraktivitas jadwal latihan diwaktu luang
15. Sediakan penguatan positif bagi 13. Bantu
yang aktif beraktivitas pasien/keluargauntuk
16. Bantu pasien untuk mengembangkan mengidentifikasi kekurangan
motivasi diri dan penguatan dalam beraktivitas
14. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
15. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
16. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Betz, C. L., & Sowden, L. A .2002. Buku saku keperawatan pediatri. Jakarta:
RGC.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United


Sates of America: Elsevier.

Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guyton, A.C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.

Mansjoer, A . 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Medica


Aesculpalus, FKUI.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluan Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Penumonia Atipik & Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Price, A & Wilson, L. 2004. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzan C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,


Jakarta.

Soemantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

WHO. 2014. Pneumonia. [serial online] http://www.who.int/mediacentre


/factsheets/fs331/en/ [29 November 2015].

Anda mungkin juga menyukai