Pada tahun 2028 menghasilkan perawat yang unggul dalam penerapan keterampilan
keperawatan lansia berbasis IPTEK keperawatan
Disusun oleh:
Leyla Sukawati
NIM P3.73.20.1.19.017
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
I. Kasus (masalah utama)
Isolasi sosial
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba,
dkk. 2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2019).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima
sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau
mengancam (Wilkinson, 2017).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam
(Twondsend. 2016). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2017).
B. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh
pada bayi, bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat
penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai
objek. Menurut Purba, dkk. (2018) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
a. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi
hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman
dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena
akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di
kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami
kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
b. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini
dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga
dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang
interdependen. Orang tua harus dapat memberikan pengarahan
terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun
sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat
ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang
lain.
c. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang
menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan
terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
d. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang
tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain.
Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan
menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan
menerima (mutuality).
e. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat
digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan
dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
f. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman,
maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan
tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat,
namunkemandirian yang masih dimiliki harus dapat
dipertahankan.
4. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian
pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita
skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya
8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi. pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat. menyebabkan skizofrenia.
C. Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak. Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan
aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai
dengan pasien dan konflik antar
masyarakat. Selain itu Pada pasien yang mengalami isolasi sosial, dapat
ditemukan adanya pengalaman negatif pasien yang tidak menyenangkan
terhadap gambaran dirinya, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang
dimiliki serta mengalami krisis identitas. Pengalaman kegagalan yang
berulang dalam mencapai harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan
baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Faktor-faktor diatas, menyebabkan
gangguan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, yang pada akhirnya
menjadi masalah isolasi sosial.
D. Rentang Respon
Menurut Stuart Sundeen dalam Sutejo rentang respon klien ditinjau dari
interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang
terbentang antara respon adaptif dengan maladaptive sebagai berikut:
1. Respon Adaptif
Menurut Sutejo (2017) respon adaptif adalah respon yang masih dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayan secara umum yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal
ketika menyelesaikan masalah. Berikut adalah sikap yang termasuk
respon adaptif:
a. Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan
sosial.
c. Kebersamaan, kemampuan individu dalam hubungan
interpersonal yang saling membutuhkan satu sama lain.
d. Saling ketergantungan (Interdependen), suatu hubungan saling
ketergantungan antara individu dengan orang lain
2. Respon Maladaptif
Menurut Sutejo (2017) respon maladaptif adalah respon yang
menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut
ini adalah perilaku yang termasuk respon maladaptif:
a. Manipulasi, kondisi dimana individu cenderung berorientasi
pada diri sendiri.
b. Impulsif merupakan respon sosial yang ditandai dengan
individu sebagai subjek yang tidak dapat diduga, tidak dapat
dipercaya dan tidak mampu melakukan penilaian secara
objektif.
c. Narsisisme, kondisi dimana individu merasa harga diri rapuh,
dan mudah marah.
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme koping
yang sering digunakan adalah proyeksi, splitting (memisah) dan isolasi.
1. Proyeksi merupakan keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan
klien mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
2. Splitting merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan
dirinya dalam menilai baik buruk.
3. Isolasi merupakan keinginan klien untuk tidak berhubungan dengan
orang lain untuk mencari ketenangan sementara (Sutejo, 2017).