Anda di halaman 1dari 11

Visi

Pada tahun 2028 menghasilkan perawat yang unggul dalam penerapan keterampilan keperawatan lansia
berbasis IPTEK keperawatan

LAPORAN PPENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


TUGAS MATA KULIAH: KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh:

Leyla Sukawati

NIM P3.73.20.1.19.017

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

2021

LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Resiko Perilaku Kekerasan

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian Resiko Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon marah yang diekspresikan dengan
melakukan ancaman, mencederai orang lain atau merusak lingkungan. Respon
tersebut biasanya muncul akibat adanya stressor. Hal ini dapat menimbulkan kerugian
baik bagi diri sendiri dan orang lain.
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung kekerasaan atau riwayat perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri
sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan. Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan
khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang
biasanya disebut dengan perasaan marah (Depkes RI, 2006, Berkowitz, 1993 dalam
Dermawan dan Rusdi, 2013)

B. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi


Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi meliputi :
a) Psikologis menjadi salah satu faktor penyebab karena kegagalan yang
dialami dapat menimbulkan seseorang 9 menjadi frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan.
b) Perilaku juga mempengaruhi salah satunya adalah perilaku kekerasan,
kekerasan yang didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
perilaku tersebut diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut
akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar.
c) Sosial budaya dapat mempengaruhi karena budaya yang pasif-agresif
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolaholah kekerasan adalah hal yang wajar.
d) Bioneurologis beberapa pendapat bahwa kerusakan pada sistem
limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan.
2. Selain faktor perdisposisi adapula faktor presipitasi yang meliputi :
a) Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social
ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
e) ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
f) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
g) Kematiaan anggota keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

C. Jenis Perilaku Kekerasan


a) Irritable aggression
Merupakan tindak kekerasan akibat ekspresi perasaan marah. Agresi ini dipicu
oleh oleh frustasi dan terjadi karena sirkuit pendek pada proses penerimaan
dan memahami informasi dengan intensitas emosional yang tinggi (directed
against an available target)
b) Instrumental aggression
Suatu tindak kekerasan yang dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu.  Misalnya untuk mencapai tujuan politik tertentu dilakukan tindak
kekerasan secara sengaja dan terencana
c) Mass aggression
Suatu tindak agresi yang dilakukan oleh massa sebagai akibat kehilangan
individualitas dari masing-masing individu. Pada saat orang berkumpul
terdapat kecenderungan berkurangnya individualitas, bila ada ada seseorang
yang mempelopori tindak kekerasan maka secara otomatis semua akan ikut
melakukan kekerasan yang dapat semakin meninggi karena saling
membangkitkan. Pihak yang menginisiasi tindak kekerasan tersebut bisa saja
melakukan agresi instrumental (sebagai provokator) maupun agresi
permusuhan karena kemarahan tidak terkendali (Keliat, 1996 dalam Muhith,
2015).

D. Fase – fase
Lima fase siklus agresif menurut (Videbeck, 2008)

Fase Definisi Tanda, gejala dan


perilaku
Pemicu Peristiwa terjadi atau Gelisah, ansietas,
keadaan di lingkungan iritabilitas, berjalan
memunculkan respons mondar-mandir, otot
klien, yang sering kali tegang, pernapasan cepat,
dalam bentuk kemarahan berkeringat, suara keras,
atau permusuhan. marah.
Eskalasi Respon klien Wajah pucat atau
memperlihatkan kemerahan, berteriak,
peningkatan perilaku yang bersumpah, agitasi,
mengindikasikan mengancam, menuntut,
pergerakaan menuju mengepalkan tangan,
kehilangan kembali. gestuali.r mengancam,
menunjukkan sikap
bermusuhan, kehilangan
kemampuan untuk
menyelesaikan masalah
atau berpikir jernih
Krisis Periode krisis emosional Kehilangan kendali fisik
dan fisik ketika klien dan emosional,
kehilangan kendali melemparkan benda-
benda, menggigit,
mencakar, menjerit,
memekik, tidak mampu
berkomunikasi dengan
jelas
Pemulihan Klien memperoleh Merendahkan suara,
kembali kendali fisik dan ketegangan otot
emosiona berkurang, komunikasi
lebih jelas dan lebih
rasional, relaksasi fisik
Pascakrisis Klien berusaha Menyesal, meminta maaf,
memperbaiki hubungan menangis, perilaku
dengan orang lain dan menarik diri
kembali ke tingkat fungsi
sebelum insiden agresi dan
kembali seperti semula

E. Tanda dan Gejala


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan: (Yosep, 2011), adapun tanda dan gejalanya yaitu :
1) Fisik: muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan
mengepal, postur tubuh kaku, jalan mondar mandir.
2) Verbal: bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam
secara fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor.
3) Perilaku: melempar atau memukul benda pada orang lain, menyerang orang
lain atau melukai diri sendiri, merusak lingkungan, amuk atau agresif.
4) Emosi: tidak ade kuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,
mengamuk, menyalahkan dan menuntut.
5) Intelaktual: cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
6) Spiritual: merasa berkuasa, merasa benar sendiri, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7) Sosial: menarik diri, penolakan, ejekan, sindiran.

F. Rentang Respon Marah


Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan maladaptive
Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif, asertif, dan agresif/
perilaku kekerasan (Dermawan dan Rusdi 2013).
1) Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan
atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan
pada individu.
2) Perilaku frustasi: Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis/
terhambat
3) Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapakn perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan
tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
4) Agresif/perilaku kekerasan merupakan hasil dari kemarahan yang sangat
tinggi atau ketakutan (panik).
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat
menimbulkan kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan.
Respon rasa marah bisa diekspresikan secara eksternal (perilaku
kekerasan) maupun internal (depresi dan penyakit fisik).
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif,
menggunakan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa
menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan
ketegangan sehingga perasan marah dapat teratasi. Apabila perasaan
marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan biasanya dilakukan
individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak menyelesaikan
masalah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan
perilaku destruktif.
Perilaku yang tidak asertif seperti menekan rasa marah dilakukan
individu seperti pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan
marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian
akan menimbulakn rasa bermusuhan yang lama dan suatu saat akan
menimbulkan perasaaan destruktif yang ditunjukan kepada diri sendiri.
(Dermawan dan Rusdi 2013).

G. Mekanisme Koping
Menurut Prastya, & Arum (2017). Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme
koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan koping yang
konstruktif dalam mengekpresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,
proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi.
1. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu seperti
pada mulanya yang membangkitkan emosi.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik
3. Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa
yang benar-benar dilakukan orang lain.

III. Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan


A. Pohon Masalah
(Sumber : Damaiyanti 2012)

B. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Risiko Perilaku Kekerasan
a. Data subjektif :
 Pasien mengatakan ingin memukul seseorang
 Pasien mengatakan marah kepada sesorang
b. Data objektif :
 Pasien tampak marah
 Pasien tampak sedang menahan amarah
2. Perilaku Kekerasan
a. Data subjektif :
 Pasien mengatakan kesal
b. Data objektif :
 Pasien sedang mengamuk-amuk
 Mata pasien melotot
3. Harga diri rendah kronik
a. Data Objektif :
 Pasien mengatakan tidak bisa apa-apa
 Pasien mengatakan dirinya tidak berguna
b. Data Subjektif :
 Pasien menundukan kepalanya
 Pasien tampak menyendiri

C. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko Perilaku Kekerasan, (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
b. Perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah kronik

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana keperawatan pada risiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk susunan
perencanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi dengan risiko perilaku
kekerasan. Tindakan keperawatan diantaranya adalah strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan, Tindakan tindakan ini dapat ditujukan pada tindakan keperawatan untuk
individu dan keluarga (Sutejo, 2017). Adapun rencana tindakan strategi pelaksanaan
individu dan keluarga risiko perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a) Tujuan umum: pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
1. Strategi pelaksana tindakan keperawatan untuk individu pada risiko
perilaku kekerasan:
Tujuan khusus: Pasien mampu mengenal perilaku kekerasan yang dialami dan
mengontrol dengan cara fisik.
1. Bina hubungan saling percaya
2. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang
dilakukan, dan akibat perilaku kekerasan.
3. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas
dalam dan pukul bantal.
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
b) Tujuan khusus: pasien mampu menggunakan obat sesuai program yang telah
ditetapkan untuk mengontrol perilaku kekerasan
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan obat (jelaskan 6 benar :
jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat).
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat.
c) Tujuan khusus : pasien mampu mengontrol dengan cara verbal/sosial.
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik dan minum obat. Beri pujian. \
2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal (3 cara, yaitu :
mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan benar).
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, dan
verbal.
d) Tujuan khusus : pasien mampu mengontrol dengan cara spiritual .
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik, minum obat, dan verbal. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal,
dan spiritual.

IV. Daftar Pustaka

Direja, A. H. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Keliat, B. A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni, H. (2012). Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.
Muhith, Abdul . 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi, edisi 1. CV
Andi Offset : Yogyakarta.
Yusuf, Ah, Fitryasari, Rizki, P.K, & Nihayati, Hanik Endang 2015, Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Salemba Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai