Anda di halaman 1dari 153

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI

PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN


PANTI SOSIAL BINA LARAS
HARAPAN SENTOSA 4

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Stase


Praktik Profesi Keperawatan Jiwa (PPKJ) untuk
Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners
Di Susun Oleh :
DEA ANANDA
23030085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS YATSI MADANI
TANGERANG – BANTEN
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk
di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan
motorik yang tidak terkontrol (Widi, 2022).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Widi, 2022).
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa
anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat
dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan (Widi, 2022).
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut
akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan
adalah hal yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter
ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2020):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
3. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme
koping klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan
mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya.
Mekanisme koping yang umum di gunakan adalah mekanisme
pertahanan ego menurut Yosep (2020), seperti:
a. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang
begitu seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik.
c. Depresi
Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik
ingatan dari kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego
lainnya.
d. Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan
dengan apa yang benar-benar di lakukan orang lain.
4. Rentang Respons
Adaptif Maldaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Keterangan
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis atau
terhambat
Pasif : Respon Lanjutan dimana klien tidak mampu
mengungkapkan perasaannya
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol (Chiko, 2022).
5. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah
a. Irritable Agression
Tindak kekerasan akibat ekspresi perasaan marah. Agresi ini
dipicu oleh frustasi dan terjadi karena sirkuit pendek pada proses
penerimaan dan memahami informasi dan itensitas emosional yang
tinggi (Podlogar, 2021).
b. Instrumental Agression
Suatu tindak kekerasan yang dipakai sebagai alat untuk mencapai
tujuan tertentu. Misalnya untuk mencapai tujuan politik tertentu
dilakukan tindak kekerasan secara sengaja dan terencana
c. Man Agression
Suatu tindak agresi yang dilakukan oleh massa sebagai akibat
kehilangan individualitas dari masing-masing individu. Pada saat
orang berkumpul terdapat kecenderungan berkurangnya
individualitas, bila ada ada seseorang yang mempelopori tindak
kekerasan maka secara otomatis semua akan ikut melakukan
kekerasan yang dapat semakin meninggi karena saling
membangkitkan. Pihak yang menginisiasi tindak kekerasan tersebut
bisa saja melakukan agresi instrumental (sebagai provokator)
maupun agresi permusuhan karena kemarahan tidak terkendali.
III. Tanda dan Gejala
1) Fisik
 Muka merah dan tegang
 Mata melotot atau pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Postur tubuh kaku
 Jalan mondar-mandir
2) Verbal
 Bicara kasar
 Suara tinggi, membentak atau teriak
 Mengancam secara verbal atau fisik
 Mengumpat dengan kata-kata kotor
 Suara keras dan ketus
3) Perilaku
 Melempar atau memukul benda atau orang lain
 Menyerang orang lain
 Melukai diri sendiri atau orang lain
 Merusak lingkungan
 Amuk atau agresif
4) Emosi
 Tidak adekuat, tidak aman dan tidak nyaman
 Rasa terganggu, dendam dan jengkel
 Tidak berdaya
 Bermusuhan dan mengamuk, ingin berkelahi
 Menyalahkan dan menuntut
5) Intelektual
 Mendominasi, cerewet, dan kasar
 Berdebat, meremehkan, dan sarkasme
6) Spiritual
 Merasa diri berkuasa dan merasa diri benar
 Mengkritik pendapat orang lain
 Menyinggung perasaan orang lain
 Tidak perduli dan kasar
7) Sosial
 Menarik diri, pengasingan, dan penolakan
 Kekerasan, ejekan, sindiran
8) Perhatian
 Bolos dan mencuri
 Melarikan diri dan penyimpangan seksual (mochi, 2021).
IV. Pohon Masalah
Effect : Risiko Menciderai Diri Sendiri, Orang Lain dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan Perubahan persepsi sensori :


Halusinasi

Inefektif Proses Therapi Gangguan Konsep Diri : Isolasi Sosial


Harga Diri Rendah

Koping Keluarga Tidak Berduka Disfungsional


Efektif

V. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Halusinasi
3. Harga Diri Rendah
4. Isolasi Sosial
VI. Rencana Tindak Keperawatan
Menurut (khoerul ummah, 2022), yaitu:
a. Resiko Perilaku Kekerasan
1) Tujuan Umum
Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik
secara fisik, sosial, verbal, spiritual.
2) Tujuan Khusus
 Bina hubungan saling percaya
 Klien dapat mengidentifikasi
 Klien dapat dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan
 Klien dapat mengontorl perilaku kekerasan
3) Intervensi
 Bina hubungan saling percaya
 Bantu klien mengungkapkan perasaan
 Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan
 Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku
kekerasan
 Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan
 Ajarkan klien mempraktekkan klien.
b. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
1) Tujuan umum
Klien dapat mengontrol halusinasi
2) Tujuan Khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
 Klien dapat mengenal halusinasi
 Klien dapat mengontrol halusinasi
 Klien memilih cara mengatasi seperti yang telah didiskusikan
 Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
 Klien dapat memanfaatkan obat secara teratur
3) Intervensi
 Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik
 Sapa klien dengan sopan dan perkenalan diri dengan sopan
 Tanyakan nama klien dengan lengkap dan jelaskan tujuan
pertemuan
 Tunjukan sikap empati dan beri perhatian pada klien
 Observasi tingkah laku klien tertarik dengan halusinasi dan bantu
klien mengenal halusinasi
 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan halusinasi
 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
halusinasi muncul
 Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian pada
klien
 Diskusikan cara klien untuk memutus mengontrol halusinasi dan
bantu klien cara memutus halusinasi
 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih dan ajarkan
klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami halusinasi
 Diskusikan pada keluarga saat berkunjung tentang gejala
halusinasi
c. Harga Diri Rendah
1) Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan harga diri rendah
2) Tujuan Khusus
 Klien mampu membina hubungan saling percaya
 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
 Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
 Klien dapat merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
 Klien dapat melakukan kegiatan
3) Intervensi
 Bina hubungan terapeutik
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
klien dan beri kesempatan klien untuk mencoba
 Setiap bertemu klien hindarkan penilaian agresif dan utamakan
memberikan pujian realistic
 Diskusikan dengan klien kegiatan yang masih bias digunakan
 Rencanakan bersama dan beri reinforcement positif atas usaha
klien.
d. Isolasi Sosial
1) Tujuan Umum
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
2) Tujuan Khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
 Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian berhubungan
dengan orang lain
 Klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
 Klien dapat berkenalan
 Klien dapat menemukan topik pembicaraan.
3) Intervensi
 Beri salam dan panggil nama klien dan sebutkan nama perawat
dan berjabat tangan
 Jelaskan tujuan interaksi dan kontrak yang dibuat
 Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati dan beri kesempatan
klien mengungkapkan perasaannya
 Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan berinteraksi
dengan orang lain dan beri kesempatan klien menerapkan teknik
berkenalan
 Latih berhubungan sosial secara bertahap dan masukkan dalam
jadwal harian klien.
DAFTAR PUSTAKA

Chiko. (2022). LP_DAN_SP_JIWA_Perilaku Kekerasan.


khoerul ummah. (2022). Perilaku Kekerasan. ‫הארץ‬, 8.5.2017, 2003–2005.
mochi. (2021). LAPORAN_PENDAHULUAN_PERILAKU_KEKERASAN.
Podlogar, K. (2021). Perilaku Kekerasan. 2021, 8–22.
Widi, A. (2022). Asuhan Keperawatan Jiwa..., Widi Astuti Nur Afifah, Fakultas
Ilmu Kesehatan UMP, 2017. 47–63.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
PERILAKU KEKERASAN
A. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Perilaku Kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
(a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
(b)Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
(c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan
keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
Diagnosa II: gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Masalah Utama : Perilaku kekerasan/Amuk/Marah

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian :
a. Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif :
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
2. Diagnosa keperawatan : Perilaku kekerasan/ngamuk

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Tindakan keperawatan untuk pasien
1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah secara:
1) verbal
2) terhadap orang lain
3) terhadap diri sendiri
4) terhadap lingkungan
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
2) Obat
3) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
4) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
1) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
2) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
i. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:
1) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
2) Buat jadwal latihan sholat, berdoa
j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna
obat dan akibat berhenti minum obat
2) Susun jadwal minum obat secara teratur
k. Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan
SP 1 Pasien:
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya.........., panggil saya ......, saya perawat yang
dinas di ruangan 2 ini, Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di
ruang tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada
penyebab lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau
masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?”
(tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting
pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang?
Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-
barang pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah
bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan ........
(sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi”
SP 2 Pasien:
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalu sekarang saya datang lagi”

“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”

“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua”

“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan tempatnya disini di
ruang tamu,bagaimana bapak setuju?”

KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar,
mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.

“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
bapak melakukannya”.

“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”

“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidurnya

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”

“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”

“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau jam
berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00
sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak.
Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur
dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”

“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara
yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa&istirahat y pak”
SP 3 Pasien:
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya
mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang
sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
KERJA
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan
sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada
tiga caranya pak:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya
larena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan
baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini
untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus
pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu
itu’. Coba praktekkan. Bagus”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol
marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari
bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang,
dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai
nanti ya”
SP 4 Pasien:
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa

ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang
lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang mana
mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil
air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya (untuk yang muslim).”
TERMINASI
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali
bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa
marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja,
jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol
rasa marah bapak, setuju pak?”
SP 5 Pasien:
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah
dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal,
bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang
benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”
FASEKERJA (perawat membawa obat pasien)
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa
Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks, dan yang merah
jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang.
Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam
7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa minum air putih yang tersedia di ruangan”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan
beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam
berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini
minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter
ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum
obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?.
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai
jumpa”

Tindakan keperawatan untuk keluarga


a. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
b. Tindakan
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang
lain
4) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat
b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapt melakukan kegiatan tersebut secara tepat
c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
5) Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI
PANTI SOSIAL BINA LARAS
HARAPAN SENTOSA 4

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Stase


Praktik Profesi Keperawatan Jiwa (PPKJ) untuk
Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners
Di Susun Oleh :
DEA ANANDA
23030085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS YATSI MADANI
TANGERANG – BANTEN
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN

BUNUH DIRI

I. Kasus (Masalah Utama)


Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut (Cici, 2023), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:

1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional


2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi
Menurut (Biroli, 2023) Lima faktor predisposisi yang menunjang
pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan
adalah sebagai berikut:
Sifat Kepribadian
 Diagnosis Psikiatrik Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan
jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko
untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
 Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
 Lingkungan Psikososial Faktor predisposisi terjadinya perilaku
bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan
dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit
kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan
sosial sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab maslah, respon
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
 Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh
diri merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
 Faktor biokimia Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko
bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam
otak seperti serotinin dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat
dilihat melalui rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph
(EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan
yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian
hidup yang memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah
melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan
bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya
labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
3. Mekanisme Koping
Menurut (Cici, 2023) mengungkapkan bahwa mekanisme
pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak
langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi
4. Rentang Respons
Respon Mal-
Respon Adaptif
adaptif

Self Growth Indirect Self Self Suicide


Enchancement Promoting Destructive Injury
Risk Taking Behavior
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang
membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau
beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri
sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan
diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap
yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang
membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya tidak loyal, maka
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja
seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri
atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi
yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri
sampai dengan nyawanya hilang (Putri, 2021).
5. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah
Menurut (Putri, 2021) menyatakan bunuh diri dan upaya bunuh diri
dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Bunuh diri Egoistik
Pada kasus ini individu cenderung tidak memiliki kemampuan
berinteraksi dengan masyarakat. Kebudayaan yang dimiliki oleh
individu yang berbeda dari masyarakat sekitar sehingga membuat
individu tersebut terlihat tidak memiliki berkepribadian.
b. Bunuh diri altruistik
Individu cenderung berupaya melakukan bunuh diri karena individu
merasa dirinya dikenal sebagai yang terbaik dari suatu kelompok,
individu merasa tertekan karena ekspektasi yang besar
dikelompoknya.
c. Bunuh diri anomik
Adanya gangguan keseimbangan unifikasi diantara masyarakat dan
individu yang terlibat, individu tersebut dianggap mengabaikan atau
melakukan hal yang bertentangan dengan aturan yang berlaku di
masyarakat, seringkali bagi masyarakat individu tersebut dianggap
tidak memiliki kaidah sebagai pedoman ataupun tujuan, dan
sebaliknya masyarakat dianggap tidak memiliki kemampuan dalam
memberikan kepuasan kepada individu karena peraturan dan
pengawasan terhadap kebutuhan individu tersebut tidak ada.
III. Tanda dan Gejala
1. Mempunyai ide bunuh diri dan Mengungkapkan keinginan untuk mati
2. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputus’asaan
3. Impulsif
4. Menunjukkan perilaku mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
dan Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
5. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan)
6. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah,
dan mengasingkan diri)
7. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis, dan menyalahgunakan alkohol)
8. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal)
9. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier)
10. Umur 15 – 19 tahun atau di atas 45 tahun
11. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
12. Pekerjaan dan Konflik interpersonal
13. Latar belakang keluarga
14. Orientasi seksual
15. Sumber-sumber sosial
16. Menjadikan korban perilaku kekerasan saat kecil (Tatiane Machado,
2022).
IV. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan Akibat

Resiko Bunuh Diri Core Problem

Isolasi Sosial Penyebab

Harga Diri Rendah Penyebab

V. Diagnosa Keperawatan
 Resiko Perilaku bunuh diri
 Bunuh diri
 Isolasi Sosial
 Harga Diri Rendah Kronis
VI. Rencana Tindak Keperawatan
1. Data subjektif:
 Mengungkapkan keinginan bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga
 Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang
mematikan
 Mengungkapkan adanyanya konflik interpersonal
 Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
2. Data objektif:
 Impulsif
 Menunjukkan perilaku yang mencurigakan(biasaya menjadi sangat
patuh)
 Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan
alkohol)
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal)
 Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan
dalam karier) (Jatmiko, 2020).
A. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri (D.0135)

NO. SDKI SLKI SIKI


1 Definisi Dalam rencana keperawatan Pencegahan Bunuh diri (I.
Beresiko menyakiti yang akan diharapkan 14538)
diri sendiri untuk control diri meningkat Observasi:
mengakhiri hidup
dengan kriteria hasil: 1 Identifikasigejala risiko
bunuh diri (mis.gangguan
(L.09076)
mood, halusinasi,
delusi,panik, penyalahgunaa
1. Verbalisasi ancaman
zat,kesedihan, gangguan
kepada orang lain kepribadian)
berkurang
2 Identifikasi keinginan dan
2. Verbalisai umpatan pikiran rencana bunuh diri
berkurang 3 Monitor lingkungan bebas
3. Perilaku menyerang bahaya secara rutin
(mis.barang pribadi, pisau
berkurang
cukur, jendela)
4. Perilaku malukai diri 4 Monitor adanya perubahn
sendiri/orang lain mood atau perilaku

berkurang Terapeutik:
5. Perilaku merusak 5 Libatkan dalam perencanaan
lingkungan sekitar perawatan mandiri

berkurang 6 Libatkan keluarga dalam


perencanaan perawatan
6. Perilaku agresif/amuk
berkurang 7 Lakukan pendekatan
lamgsung dan tidak
7. Suara keras berkurang
menghakimi saat membahas
8. Bicara ketus berkurang bunuh diri

8 Berikan lingkungan dengan


pengamanan ketat dan
mudah dipantau (mis.tempat
tidur dekat dengan ruang
perawat)

9 Tingkatkan pengawasan
pada kondidi tertentu
(missal,rapat staf, pergantian
shift)

10 Lakukan intervensi
perlindungann
(mis.pembatasan area,
pengekangan fisik), jika
perlu

11 Hindari diskusi berulang


tentang bunuh diri
sebelumnya, diskusi
berorientasi pada masa
sekarang dan masa depan

12 Diskusikan rencana
menghadapi ide bunuh diri
dimasa depan (mis orang
yang dihubungi, kemana
mencari bantuan )
13 Pastikan pbat ditelan

Edukasi
14 Anjurkan mendiskusikan
perasaan yang dialami
kepada orang lain

15 Anjurkan menggunkaan
sumber pendukung
(mis.layanan spiritual,
penyedia layanan)

16 Jelaskan tindakan
pencegahan bunuh diri
kepada keluarga atau orang
terdekat

17 Informasikan sumber daya


masyarakat dan program
yang tersedia

18 Latih pencegahan risiko


bunuh diri (mis.latihan
asertif, relaksasi otot
progresif)

Kolaborasi
19 Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, atau
antipsikotik, sesuai indikasi

20 Kolaborasikan tindakan
keselamatan kepada PPA

21 Rujuk kepelayanan
kesehatan Mental, jika perlu.

Manajemen mood
Observasi:
22 Identifikasi mood (mis,
tanfa, gejala, riwayat
penyakit)
23 Identifikasi risiko
keselamatan diri atau orang
lain

24 Monitor fungsi
kognitif(mis.konsentrasi,
memori,kemampuan
membuat keputusan)

25 Monitor aktivitas dan tingkat


stimulasi lingkungan

Teraupetik:
26 Fasilitasi pengisian
kuesioner self-report
(mis.beck depression
inventory, skala status
fungsional), jika perlu

27 Berikan kesempatan untuk


menyampaikan perasaan
dengan cara yang tepat
(mis.sandsack, terapi seni,
aktivitas fisik)

Edukasi
28 Jelaskan tentang gangguan
mood dan penanganannya

29 Anjurkan berperan aktif


dalam pengobatan dan
rehabilitasi, jika perlu

30 Anjurkan rawat inap sesuai


indikasi (mis.risiko
keselamatan, deficit
perawatan diri, social)

31 Ajarkan mengenali pemicu


gangguan mood (mis. Situasi
stress, masalah fisik)

32 Ajarkan memonitor mood


secara mandiri (mis.skala
tingkat 1-10, membuat jurnal
)

33 Ajarkan keterampilan koping


dan penyelesaian masalah
baru

Kolaborasi
34 Kolaborasi pemberian obat,
jika perlu

34.1 Rujuk untuk psikoterapi


(mis.perilaku, hubungan
interpersonal, keluarga,
kelompok), jika perlu

B. Rencana Tindakan Keperawatan


Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
a. Tindakan keperawatan: Melindubgi pasien dengan cara:
 Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat dipindahkan ke
tempat yang aman
 Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet, gelas,
dan tali pinggang)
 Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya jika
pasien mendapatkan obatnya.
 Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
DAFTAR PUSTAKA
Biroli, A. (2023). Bunuh Diri Dalam Perspektif Sosiologi. Simulacra: Jurnal
Sosiologi, 1(2), 213–223. https://doi.org/10.21107/sml.v1i2.4996
Cici. (2023). LP-RESIKO-BUNUH-DIRI.
Jatmiko, I. (2020). Analisis Faktor Penyebab Ide Bunuh Diri Remaja. Jurnal
Diversita, 46–55. http://www.lib.unair.ac.id
Putri, K. M. (2021). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien
ResikoBunuh Diri Dengan Intervensi Inovasi Terapi RelaksasiGuided
Imagery Terhadap Penurunan Ide Bunuh Diri DiRuang Punai Rsjd Atma
Husada Mahakam Samarinda.
Tatiane Machado. (2022). Tanda Gejala Bunuh Diri. (Vol. 549).
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
RESIKO BUNUH DIRI

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa 1: Resiko bunuh diri
a) Tujuan umum: Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
b) Tujuan khusus:
i. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
(a) Perkenalkan diri dengan klien
(b)Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
(c) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
(d)Bersifat hangat dan bersahabat.
(e) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
ii. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan:
(a) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
(b)Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
(c) Awasi klien secara ketat setiap saat.
iii. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
(a) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
(b)Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
(c) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
(d)Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
(e) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
iv. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
(a) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
(b)Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
(c) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
v. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
(a) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat dll.)
(b)Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
(c) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
Diagnosa 2: Gangguan konsep diri: harga diri rendah
a. Tujuan umum: Klien tidak melakukan kekerasan
b. Tujuan khusus:
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
 Utamakan pemberian pujian yang realitas
c) Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
d) Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan:
 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
 Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
 Beri pujian atas keberhasilan klien
CDiskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

f) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Diagnosa 3: Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1) Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
3) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
Tindakan:
 Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
 Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
 Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
 Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
 Merencanakan yang dapat pasien lakukan
4) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
 Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
 Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara penyelesian
masalah
 Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Resiko bunuh diri


Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh Diri
SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
1. Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum B kenalkan saya adalah perawat A yang bertugas di ruang
Mawar ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan B hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini.
Dimana dan berapa lama kita bicara?”
2. Fase Kerja
“Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana
ini B merasa paling menderita di dunia ini? Apakah B kehilangan kepercayaan
diri? Apakah B merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang
lain? Apakah B merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah B
sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah B berniat menyakiti diri
sendiri, ingin bunuh diri atau B berharap bahwa B mati? Apakah B pernah
mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang B
rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera
dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya
dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera
karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh
isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan
B.”
“Nah B, Karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau
keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta
bantuan kepada perawat diruangan ini dan juga keluarga atau teman yang
sedang besuk. Jadi B jangan sendirian ya? Katakan pada perawat, keluarga atau
teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.
“Saya percaya B dapat mengatasi masalah, OK B?”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan
ingin bunuh diri?”
“Coba B sebutkan lagi cara tersebut?”
“Saya akan menemui B terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
(jangan meninggalkan pasien)
SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri
1. Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B
hari ini? O.. jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada
perasaan ingin bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas
tentang bagaimana cara mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama?
Dimana? Disini saja yah!”
2. Fase Kerja
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan
untuk mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk
memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada
perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan
pernah sendirian ya..?”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali
apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan
untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong
panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan
bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk membicarakan cara meningkatkan
harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”
SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.
1. Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum B! Bagaiman perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita
akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki.
Mau berapa lama? Dimana?”
2. Fase Kerja
“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih
dan rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam
kehidupan B. Keadaan yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus.
Ternyata kehidupan B masih ada yang baik yang patut B syukuri. Coba B
sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan selam ini?.” “Bagaimana
kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali
apa-apa saja yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal
yang baik dalam kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan
(afirmasi). Bagus B. Coba B ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki
dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah
dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada perasaan-perasaan
yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”
Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
SP 1 keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang
mencoba bunuh diri.

1. Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu, kenalkan saya A yang merawat putra bapak dan
ibu dirumah sakit ini”.
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar B tetap
selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita
berbincang-bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita awasi terus B.
2. Fase Kerja
“Bapak/Ibu, B sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan
pekerjaan dan ditinggal istrinya, sehingga sekarang B selalu ingin mengakhiri
hidupnya. Karena kondisi B yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-
waktu, kita semua perlu mengawasi B terus-menerus. Bapak/Ibu dapat ikut
mengawasi ya.. pokoknya kalau dalam kondisi serius seperti ini B tidak boleh
ditinggal sendirian sedikitpun”.
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat
digunakan B untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang.
Semua barang-barang tersebut tidak boleh ada disikitar B.” “Selain itu, jika
bicara dengan B fokus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan negative.’’
“Selain itu sebaiknya B punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya
bermain sepak bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan
ingin bunuh diri?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita
temani B, sampai keinginan bunuh dirinya hilang.
SP 2 Keluarga: percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara
merawat anggota keluarga beresiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)
1. Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara
melindungi dari bunuh diri.”
“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa
lama Bapak/Ibu punya waktu untuk diskusi?”
2. Fase Kerja
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala
bunu diri. Pada umunya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan
tanda melalui percakapan misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain
lebih baik tanpa saya.” Apakah B pernah mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya
Bapak/Ibu mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan
terhadap B ditingkatkan, jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan
dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut,
dan ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya
dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak
melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu sayang pada B.
Katakan juga kebaikan-kebaikan B.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji B dengan tulus.”
“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari
bantuan orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas
atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius.
Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat
untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi
kembali cara-cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan
bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan
yang akan datang tentang cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian
masalah.”
SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh
diri/isyarat bunuh diri
1. Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu
lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan
minggu lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”
2. Fase Kerja
“Sekarang anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan
ibu praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti
ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di
rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali
bapak dan ibu membesuk B”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan
kita akan mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar
melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga dengan
pasien risiko bunuh diri
1. Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita
membicarakan jadual B selama dirumah.”
“Berapa lama kita bisa diskusi?”
“Baik mari kita diskusikan.”
2. Fase Kerja
“Pak, bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah
dilakukan dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun
jadual minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh B selama di rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin
bunuh diri, tampak gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain, tolong bapak dan ibu segera hubungi Suster C dirumah sakit harapan
peduli,rumah sakit terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini nomor telepon rumah
sakitnya: (0771) 12345. Selanjutnya suster C yang akan membantu memantau
perkembangan B”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana pak/bu? Ada yang belum jelas?”
“Ini jadwal kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk
perawat C di rumah sakit harapan peduli. Jangan lupa kontrol kerumah sakit
sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan
administrasinya”.
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN WAHAM
PANTI SOSIAL BINA LARAS
HARAPAN SENTOSA 4

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Stase


Praktik Profesi Keperawatan Jiwa (PPKJ) untuk
Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners
Di Susun Oleh :
DEA ANANDA
23030085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS YATSI MADANI
TANGERANG – BANTEN
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

I. Kasus (Masalah Utama)


Waham adalah suatu kepercayaan yang salah yang menetap yang tidak
sesuai dengan fakta dan tidak bisa dikoreksi (Wicaksana & Rachman,
2022). Waham adalah keyakinan pasien yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang tetap dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang
lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran pasien yang sudah kehilangan
kontrol.
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien (Wicaksana & Rachman, 2022).
Gangguan proses pikir waham mengacu pada suatu kondisi seseorang
yang menampilkan satu atau lebih khayalan ganjil selama paling sedikit satu
bulan. Waham merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan
secara kuat atau terus menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Klien
meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya
(Hapsari, 2022).
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural, psikologis, genetik,
biokimia. Jika tugas perkembangan terhambat dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu mengalami stres dan
kecemasan. Berbagai faktor masyarakat dapat membuat seseorang
merasa terisolasi dan kesepian yang mengakibatkan kurangnya
rangsangan eksternal. Stres yang berlebihan dapat menganggu
metabolisme dalam tubuh sehingga membuat tidak mampu dalam
proses stimulus internal dan eksternal (Chaudhari, 2021).
2. Faktor Presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya
waham yaitu klien mengalami hubungan yang bermusuhan, terlalu lama
diajak bicara, objek yang ada dilingkungannya dan suasana sepi
(isolasi). Suasana ini dapat meningkatkan stres dan kecemasan.
3. Mekanisme Koping
Berdandan dengan baik dan berpakaian rapi, tetapi mugkin terlihat
eksentrik dan aneh. Tidak jarang bersikap curiga atau bermusuhan
terhadap orang lain. Pasien biasa cerdik ketika dilakukan pemeriksaan
sehingga dapat memanipulasi data selain itu perasaan hatinya konsisten
dengan isi waham (Chaudhari, 2021).
4. Rentang Respons

5. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah


Adapun jenis-jenis waham menurut (Mozza, 2022) waham terbagi atas
beberapa jenis, yaitu:
1) Waham agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara
berlebihan diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
2) Waham kebesaran : klien yakin secara berlebihan bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuatan khusus diucapkan beulang kali tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
3) Waham somatic : klien meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
teganggu dan terserang penyakit, diucapkan beulang kali tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
4) Waham curiga : kecurigaan yang berlebihan dan tidak rasional
dimana klien yakin bahwa ada seseorang atau kelompok orang yang
berusaha merugikan atau mencurigai dirinya, diucapkan beulang
kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
5) Waham nihilistic : klien yakin bahwa dirinya sudah ridak ada di
dunia atau sudah meninggal, diucapkan beulang kali tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
6) Waham bizar
a. Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain yang dsisipkan
di dalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak
sesuai dengan kenyataan.
b. Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang
dia pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang
tersebut, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
c. Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan
dari luar.
III. Tanda dan Gejala
Menurut (Waruwu et al., 2023) tanda dan gejala pada pasien dengan
perubahan isi pikir waham adalah sebagai berikut:
1. Menolak makan
2. Tidak ada perhatian dalam perawatan diri
3. Ekspresi wajah sedih atau gembira atau ketakutan
4. Gerakan tidak terkontrol
5. Mudah tersinggung
6. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
7. Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan
8. Menghindar dari orang lain
9. Mendominasi pembicaraan
10. Berbicara kasar
11. Menjalankan kegiatan keagamaan berlebihan.
IV. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan


lingkungan

Perubahan Proses Pikir: Waham

Harga Diri Rendah

V. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Proses Pikir: Waham
VI. Rencana Tindak Keperawatan
Diagnosa Keperawatan: Perubahan Proses Pikir: Waham
1. Tujuan umum:
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham
2. Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan
a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan
anda” disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di
tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan
tinggalkan klien sendirian.
d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
4) Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat
b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6) Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan
follow up obat
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga (Syahfitri et al.,
2022).
DAFTAR PUSTAKA
Chaudhari, A. (2021). Gangguan waham. Ucv, I(02), 390–392.
Hapsari, A. (2022). Laporan Khusus Asuhan Keperawatan Jiwa pada Ny. S dengan
Masalah Keperawatan Waham di Ruang Sembodro RSJ Grhasia Daerah
Istimewa Yogyakarta. 9–25.
Mozza. (2022). LAPORAN_PENDAHULUAN_WAHAM.
Syahfitri, Melani, Syahdi, D., Syafitri, F., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan
Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Proses Pikir: Waham Kebesaran
Pendekatan Strategi Pelaksanaan (SP). Studi Kasus, March, 1–4.
https://doi.org/10.31219/osf.io/ewj4u
Waruwu, A. M., Putri, N., Harta, M., & Putra, R. (2023). Asuhan Keperawatan
Jiwa Pada Tn . F Dengan Masalah Gangguan Proses Pikir : Waham
Kebesaran.
Wicaksana, A., & Rachman, T. (2022). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa, Waham
Besar. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 3(1), 10–
27. https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf
STRATEGI PELAKSANAAN
WAHAM

A. Rencana Keperawatan
Diagnosa I: Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1.1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
1.2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai
ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
1.3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien
sendirian.
1.4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
2.1 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2.2 Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu
dan saat ini yang realistis.
2.3 Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan
perawatan diri).
2.4 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
3.2 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3.3 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
3.4 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
3.5 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
4.1 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
4.2 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
4.3 Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
5.1 Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
5.2 Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
5.3 Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
5.4 Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

6. Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
6.1 Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow
up obat.
6.2 Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
Diagnosa II: gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan umum
Kien dapat mengendalikan waham.
Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
a. Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harag diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Waham


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan bahwa dia adalah nabi, tampak selalu memakai pakaian
putih, tampak bicara banyak, mendominasi pembicaraan.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Proses Pikir: Waham
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
Tujuan
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
d. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi kebutuhan
yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan;
mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
ORIENTASI:
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya .............., panggil saya ....... saya
mahasiswa UNIMUS, saya merawat mas selama 1 minggu. Nama mas siapa,
senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang mas B rasakan sekarang?”
“Berapa lama mas B mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang, mas?”
KERJA:
“Saya mengerti mas B merasa bahwa mas B adalah seorang nabi, tapi sulit bagi
saya untuk mempercayainya karena setahu saya semua nabi sudah tidak adalagi,
bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus mas?”
“Tampaknya mas B gelisah sekali, bisa mas ceritakan apa yang
mas B rasakan?”
“O... jadi mas B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya
hak untuk mengatur diri mas sendiri?”
“Siapa menurut mas B yang sering mengatur-atur diri mas?”
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur ya mas, juga kakak dan adik mas yang
lain?”
“Kalau mas sendiri inginnya seperti apa?”
“O... bagus mas sudah punya rencana dan jadual untuk diri sendiri”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadual tersebut mas”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya mas ingin ada kegiatan diruangan ini ya.
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang dengan saya?”
”Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus”
“Bagaimana kalau jadual ini mas coba lakukan, setuju mas?”
“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi?”
”Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah Mas miliki? Mau di mana
kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di sini lagi?”
SP 2 Pasien: Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktekkannya

ORIENTASI
“Selamat pagi mas B, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus!”

“Apakah mas B sudah mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran amas?”

“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi mas B tersebut?”

“Berapa lama mas B mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit tentang hal
tersebut?”

KERJA
“Apa saja hobby amas? Saya catat ya Mas, terus apa lagi?”

“Wah.., rupanya mas B pandai main catur ya, tidak semua orang bisa bermain catur seperti itu
lho B”(atau yang lain sesuai yang diucapkan pasien).

“Bisa mas B ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main catur, siapa yang dulu
mengajarkannya kepada mas B, dimana?”

“Bisa mas B peragakan kepada saya bagaimana bermain catur yang baik itu?”

“Wah..baik sekali permainannya”


“Coba kita buat jadual untuk kemampuan mas B ini ya, berapa kali sehari/seminggu mas B
mau bermain catur?”

“Apa yang mas B harapkan dari kemampuan bermain catur ini?”

“Ada tidak hobi atau kemampuan mas B yang lain selain bermain catur?”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan mas B setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan kemampuan
amas?”

“Setelah ini coba mas B lakukan latihan catur sesuai dengan jadual yang telah kita buat ya?”

“Besok kita ketemu lagi ya mas?”

“Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di ruang tamu saja, ya setuju?”

“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus mas B minum, setuju?”

“Bagaimana kalau sekarang mas B teruskan kemampuan bermain catur tersebut…….”


SP 3 Pasien :Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar

ORIENTASI
“Selamat pagi mas B.”
“Bagaimana mas sudah dicoba latihan caturnya? Bagus sekali”
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang obat
yang mas B minum?”
“Dimana kita mau berbicara? Di ruang tamu ini saja?”
“Berapa lama mas B mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?

KERJA
“Mas B berapa macam obat yang diminum/ Jam berapa saja obat diminum?”
“ Mas B perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang”
“Obatnya ada tiga macam mas, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih
ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran
jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut mas B terasa kering, untuk membantu mengatasinya amas bisa
banyak minum ”.
“Sebelum minum obat ini mas B dan ibu mengecek dulu label di kotak obat apakah benar nama mas
tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga
apakah nama obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam waktu yang
lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya mas B tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum
sebelum berkonsultasi dengan dokter”.
TERMINASI
“Bagaimana perasaan mas B setelah kita bercakap-cakap
tentang obat yang mas B minum?. Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”

“Mari kita masukkan pada jadual kegiatan amas. Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat
makan minta sendiri obatnya pada perawat”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya Mas!”
“mas, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan. Bagaimana
kalau seperti biasa, jam 10 dan di sini?”
“Sampai besok.”
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN HALUSINASI
PANTI SOSIAL BINA LARAS
HARAPAN SENTOSA 4

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Stase


Praktik Profesi Keperawatan Jiwa (PPKJ) untuk
Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners
Di Susun Oleh :
DEA ANANDA
23030085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS YATSI MADANI
TANGERANG – BANTEN
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

I. Kasus (Masalah Utama)


Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu
(Munikarie, 2022).
Gangguan persepsi sensori adalah perubahan persepsi terhadap
stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang
berkurang, berlebihan atau terdistorsi (SDKI, 2021) Halusinasi merupakan
suatu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan suatu stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori persepsi:
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan,
atau penciuman (Munikarie, 2022).
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan
terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak.
Misalnya tejadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa
cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang
pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien
4) Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial
dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah
dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien
sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan memburuk
(Wahyuningsih, 2021).
3. Mekanisme Koping
1) Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
2) Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggung jawab kepadavorang lain
3) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal (Campbell, 2021).
4. Rentang Respons

Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses 1. Gangguan


2. Persepsi akut pikir terganggu proses piker
3. Emosi konsisten 2. Ilusi (waham)
dengan 3. Emosi 2. Halusinasi
pengalaman 4. Perilaku tidak 3. RPK
4. Perilaku sesuai biasa 4. Perilaku tidak
5. Menarik diri terorganisir
5. Isolasi sosial

5. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah


Menurut (Campbell, 2021) halusinasi terdiri dari beberapa jenis dengan
karakteristik tertentu, diantaranya:
1) Halusinasi pendengaran (audotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama
suara orang. Biasanya mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu
2) Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran
cahaya,gambaran geometric, gambar kartun, panorama yang luas dan
bayangan yang menakutkan
3) Halusinasi penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau
busuk, amis, dan bau menjijikan, tapi kadang terhidu bau harum.
4) Halusinasi peraba (taktil)
Gangguan stimulusyang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain
5) Halusinasi pengecap (gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan sesuatu yang
busuk, amis, dan menjijikan
6) Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentuan urine.
III. Tanda dan Gejala
Menurut (Direja, 2020) tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Halusinasi pendengaran
a. Data objektif: berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga
b. Data subjektif: mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara
yang mengajaknya bercakap-cakap, mendegarkan suara yang
menyuruhnya melakukan sesuatu yang berbahaya
2. Halusinasi penglihatan
a. Data objektif: menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada
sesuatu yang tidak jelas
b. Data subjektif: melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk
kartoon, melihat hantu atau monster
3. Halusinasi penciuman
a. Data objektif: mencium seperti membaui bau-bau tertentu, menutup
hidung
b. Data subjektif: mencium bau-bau seperti bau darah, urine, fases dan
terkadang bau itu menyenangkan
4. Halusinasi pengecapan
a. Data objektif: sering meludah, muntah
b. Data subjektif: merasakan rasa seperti darah, urine atau fases
5. Halusinasi perabaan
a. Data objektif: menggaruk-garuk permukaan kulit
b. Data Subjektif: menyatakan ada serangga di permukaan kulit, atau
merasa tersengat listrik.
IV. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan persepsi
sensori : halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

V. Diagnosa Keperawatan
 Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
1. Masalah dan Data yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan jiwa yang mungkin muncul pada pasien dengan
halusinasi, diantaranya yaitu:
a. Risiko perilaku kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
c. Isolasi sosial: menarik diri
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan halusinasi, yaitu
diantaranya:
a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan mendengar sesuatu
2) Klien mengatakan melihat bayangan putih
3) Klien mengatak dirinya seperti disengat listrik
4) Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses.
5) Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
6) Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berebda
pada dirinya
b. Data Objektif
1) Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
2) Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3) Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk menfengarkan
sesuatu
4) Disorientasi
5) Kosentrasi rendah
6) Pikiran cepat berubah-ubah
7) Kekacauan alur pikiran (Farhanah, 2021).
VI. Rencana Tindak Keperawatan
a. Tujuan Keperawatan Jiwa pada Pasien:
1) Pasien mampu mengidentifikasi jenis halusinasi
2) Pasien mampu mengidentifikasi isi halusinasi
3) Pasien mampu mengidentifikasi waktu halusinasi
4) Pasien mampu mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5) Pasien mampu mengidentifikasi siruasi yang menimbulkan halusinasi
6) Pasien mampu mengidentifikasi respon terhadap halusinasi
7) Pasien mampu mengontrol halusinasi (menghardik, berbincang dengan
orang lain, melakukan kegiatan yang terjadwal, minum obat secara
teratur) dan memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian
b. Tujuan Keperawatan Jiwa pada Keluarga:
1) Keluarga mampu mengungkapkan masalah yang dirasakan dalam
merawat pasien
2) Keluarga mampu menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya halusinasi
3) Keluarga mampu menjelaskan dan mempraktekkan cara merawat
pasien halusinasi
4) Keluarga mampu membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
c. Tindakan Keperawatan Jiwa pada Pasien:
1) Identifikasi jenis halusinasi pasien
2) Identifikasi isi halusinasi pasien
3) Identifikasi waktu halusinasi pasien
4) Identifikasi frekuensi halusinasi pasien
5) Identifikasi siruasi yang menimbulkan halusinasi
6) Identifikasi respon pasien terhadap halusinasi
5) Latih pasien cara kontrol halusinasi dengan cara menghardik,
berbincang dengan orang lain, melakukan kegiatan yang terjadwal,
minum obat secara teratur, dan bimbing untuk memasukkannya
kedalam jadwal kegiatan harian.
d. Tindakan Keperawatan Jiwa pada Keluarga:
1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien beserta proses terjadinya perilaku kekerasan
3) Jelaskan dan praktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi
4) Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
5) Jelaskan follow up pasien sesudah pulang (Aldam & Wardani, 2019).
DAFTAR PUSTAKA
Aldam, S. F. S., & Wardani, I. Y. (2019). Efektifitas penerapan standar asuhan
keperawatan jiwa generalis pada pasien skizofrenia dalam menurunkan gejala
halusinasi. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(2), 165.
https://doi.org/10.26714/jkj.7.2.2019.167-174
Campbell, W. (2021). Book Review: The Broken Brain. The Biological Revolution
in Psychiatry. Canadian Journal of Occupational Therapy, 54(1), 38–39.
https://doi.org/10.1177/000841748705400119
Direja, A. H. S. 2011. (2020). Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika. Ellina, A. (2012). Pen. 1–35.
Farhanah. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Halusinasi. OSF
Preprints, 1–47. https://osf.io/fdqzn
Munikarie, E. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Tn. H Dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi Pendengaran Di Wisma Nakula Sadewa RSJ Grhasia
Daerah Istimewa Yogyakarta. Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta, 1–19.
Wahyuningsih. (2021). Laporan Pendahuluan Halusinasi. In Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952. (pp. 2013–2015).
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI
Rencana Keperawatan

Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi


Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan
dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara
dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu ,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore, malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
ber pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi
persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
Tindakan :
4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah,
diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai
diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi
dan manfaat minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri
Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang
topik, tempat dan waktu.
1.2 Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
1.3 Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan
terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang
lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Berireinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan :
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
 K–P
 K – P – P lain
 K – P – P lain – K lain
 K – Kel/Klp/Masy
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan :
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan
oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
 Salam, perkenalan diri
 Jelaskan tujuan
 Buat kontrak
 Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
 Perilaku menarik diri
 Penyebab perilaku menarik diri
 Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak
ditanggapi
 Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai
oleh keluarga
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Halusinasi pendengaran


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
a. Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
b. Klien sering tertawa dan tersenyum sendiri
c. Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan
isinya tidak jelas serta melihat setan-setan.
2. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama: menghardik halusinasi
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa Profesi UNIMUS yang akan merawat
bapak Nama Saya..........., senang dipanggil ......... Nama bapak siapa?Bapak
Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering
D dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat
minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah
begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau
kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan
cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama
kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”
SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:
bercakap-cakap dengan orang lain
Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan
suara-suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan
latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?
Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-
suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol
dengan bapak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo
ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya istri,anakbapak
katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang dengar suara-suara. Begitu bapak
Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi!
Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang
bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini
kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam
jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti
lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya
akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan
aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di
mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”
SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal

Orientasi: “Selamat pagi bapakBagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah


suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita
latih ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar
cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal.
Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara?
Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Kerja: “Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus
jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan
tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari
pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang
ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara
dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh
aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti,
kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”
SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat?
Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum.
Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya
bapak?”
Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang
bapak minum ? (Perawat menyiapkan obatpasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3
kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan
suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks
dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama
gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak
boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat,
bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat
habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak juga harus
teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak
harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan keliru
dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum
pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus
cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus!
(jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal
kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada
keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk
melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN HARGA DIRI RENDAH
PANTI SOSIAL BINA LARAS
HARAPAN SENTOSA 4

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Stase


Praktik Profesi Keperawatan Jiwa (PPKJ) untuk
Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners
Di Susun Oleh :
DEA ANANDA
23030085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS YATSI MADANI
TANGERANG – BANTEN
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

I. Kasus (Masalah Utama)


Harga Diri Rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkelanjutan akibat dari evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri, dan juga disertai dengan kurangnya perawatan
diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani bertatap
muka dengan lawan bicara, lebih banyak menundukkan kepala, berbicara
lambat dan nada suara lemah (Halifah, 2023).
Harga Diri Rendah adalah suatu kondisi dimana seseorang menilai
dirinya atau kemampuannya secara negatif, atau merasa mengganggap
dirinya tidak berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas hidupnya
(Halifah, 2023).
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi
1) Biologi
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat
penyakit kronis atau trauma kepala merupakan merupakan salah satu
faktor penyebab gangguan jiwa.
2) Psikologis
Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya Harga Diri
Rendah adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan,
penolakan dari lingkungan dan orang terdekat serta harapan yang
tidak realistis. Kegagalan berulang, kurang mempunyai
tanggungjawab personal dan memiliki ketergantungan yang tinggi
pada orang lain merupakan faktor lain yang menyebabkan gangguan
jiwa. Selain itu pasien dengan Harga Diri Rendah memiliki penilaian
yang negatif terhadap gambaran dirinya, mengalami krisis identitas,
peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis
3) Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan Harga Diri
Rendah adalah adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap
klien, sosial ekonomi rendah, pendidikan yang rendah serta adanya
riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak.
2. Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi
yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan situasi atas
stresor dapat mempengaruhi komponen. Stresor yang dapat
mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan
operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh,
proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan
stressor yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah
penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang
berarti. Faktor pencetus dapat berasal dari sumber internal ataupun
eksternal.
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kesehatan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga
jenis transisi peran :
1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai serta tekanan untuk
menyesuaikan diri
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian
3) Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari
keadaaan sehat keadaan sakit. transisi ini dapat dicetuskan oleh:
 Kehilangan bagian tubuh
 Perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh
 Perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang
normal.
3. Mekanisme Koping
Seseorang dengan Harga Diri Rendah memiliki mekanisme koping
jangka pendek dan jangka panjang. Jika mekanisme koping jangka
pendek tidak memberikan hasil yang telah diharapkan individu, maka
individu dapat mengembangkan mekanis koping jangka panjang
(Halifah, 2023). Mekanisme tersebut mencakup sebagai berikut:
1) Jangka Pendek
 Aktivitas yang dilakukan untuk pelarian sementara yaitu :
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton tv secara terus
menerus
 Aktivitas yang memberikan penggantian identitas bersifat
sementara, misalnya ikut kelompok sosial, agama, dan politik)
 Aktivitas yang memberikan dukungan bersifat sementara
misalnya perlombaan
2) Jangka Panjang
 Penutupan identitas : Terlalu terburu-buru mengadopsi identitas
yang disukai dari orang-orang yang berarti tanpa memperhatikan
keinginan atau potensi diri sendiri
 Identitas Negatif : asumsi identitas yang bertentangan dengan
nilai-nilai dan harapan masyarakat
3) Mekanisme pertahanan ego
 Fantasi dan Disosiasi
 Isolasi
 Proyeksi
 Displacement
 Marah atau amuk pada diri sendiri.
4. Rentang Respons
Rentang Respon Konsep Diri
Respon
Respon Adaptif
Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersonalisasi


positif rendah Identitas

a. Respon Adaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta
bersifat membangun (konstruktif) dalam usaha mengatasi stressor
yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri
b. Respon Maladaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif
serta bersifat merusak (destruktif) dalam usaha mengatasi stressor
yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri
c. Aktualisasi diri : pengungkapan perasaan/kepuasan dari konsep diri
positif
d. Konsep diri positif : dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan
yang diharapkannya dan sesuai dengan kenyataan
e. Harga Diri Rendah : perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan
f. Kerancuan identitas : ketidakmampuan individu mengintegrasikan
aspek psikologis pada masa dewasa, sifat kepribadian yang
bertentangan dan perasaan hampa
g. Depersonalisasi : merasa asing terhadap dirinya sendiri dan
kehilangan identitas (Wijayati et al., 2020).
5. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah
Dalam (Fazriyani & Mubin, 2021) Klasifikasi Harga Diri Rendah dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Harga Diri Rendah Situsional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan)
2) Harga Diri Rendah Kronik adalah keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau
kemampuan dalam waktu lama
III. Tanda dan Gejala
Manifestasi yang biasanya muncul pada pasien dengan masalah Harga Diri
Rendah kronis (Ramadhani & Dkk, 2021)
1. Mayor
a. Subjektif
 Menilai diri dengan negatif atau mengkritik diri
 Merasa tidak berarti atau tidak berharga
 Merasa malu atau minder
 Merasa tidak mampu melakukan apapun
 Meremehkan kemampuan yang dimiliki
 Merasa tidak memiliki kelebihan
b. Objektif
 Berjalan menunduk
 Postur tubuh menunduk
 Kontak mata kurang
 Lesu dan tidak bergairah
 Berbicara pelan dan lirih
 Ekspresi muka datar
 Pasif
2. Minor
a. Subjektif
 Merasa sulit konsentrasi
 Mengatakan sulit tidur
 Mengungkapkan keputusasaan
 Enggan mencoba hal baru
 Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
 Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
b. Objektif
 Bergantung pada pendapat orang lain
 Sulit membuat keputusan
 Sering kali mencari penegasan
 Menghindari orang lain
 Lebih senang menyendiri
IV. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan

Perubahan Persepsi Sensori: Effect


Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Core Problem

Koping Individu Tidak Efektif Cause


V. Diagnosa Keperawatan
 Resiko Perilaku Kekerasan
 Isolasi Sosial
 Harga Diri Rendah Kronis
VI. Rencana Tindak Keperawatan
Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, dan
rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian
permasalahan dari diagnosis tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika
serangkaian tujuan khusus telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada
penyelesaian etiologi dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus merupakan
rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimilki klien
a. Harga diri rendah kronis.
1) Tum : Klien dapat meningkatkan harga dirinya.
2) Tuk :
 Klien mampu membina hubungan saling percaya.
 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
 Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
 Klien dapat merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimilki.
 Klien dapat melakukan kegiatan.
3) Intervensi :
 Bina hubungan terapeutik.
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih dimilki
klien.
 Beri kesempatan klien untuk mencoba.
 Setiap bertemu klien hindarkan penilaian agresif.
 Utamakan memberikan pujian realistik.
 Diskusikan dengan klien kegiatan yang masih bisa digunakan.
 Rencanakan
bersama
b. Koping individu tidak efektif
1) Tuk : Klien dapat meningkatkan koping individu tidak
efektif.
2) Tik :
 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
 Klien dapat mengenali dan mengekspresikan emosinya
 Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif
 Klien dapat meyakini tentang manfaat mekanisme koping
 Klien dapat melakukan kegiatan yang menarik, dan aktivitas
yang terjadwal
3) Intervensi :
 Lakukan pendekatan yang hangat, menerima klien apa adanya
dan bersifat empati
 Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri
perawat sendiri (Misalnya : Rasa marah, frustasi, simpati)
 Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang
suportif
 Beri waktu untuk klien berespon pujian
 Tunjukkan respon emosional dan menerina klien apa adanya
 Gunakan tehnik komunikasi terapeutik
 Bantu klien mengekspresikan perasaanya
c. Isolasi sosial.
1) Tuk : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2) Tuk :
 Klien dapat membina hubungan saling percaya.
 Klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial.
 Klien dapat berkenalan.
 Klien dapat menentukan topik pembicaraan.
 Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
berkenalan dengan orang lain (perawat).
 Klien dapat berinteraksi dengan secara bertahap berkenalan
dengan orang kedua (pasien lain).
3) Intervensi :
 Beri salam dan panggil nama klien.
 Sebutkan nama perawat dan sambil berjabat tangan.
 Jelaskan tujuan interaksi.
 Jelaskan kontrak yang akan dibuat.
 Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati.
 Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
d. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
1) Tum : Klien dapat mengontrol halusinasi
2) Tuk :
 Klien dapat membina hubungan saling percaya.
 Klien dapat mengenal halusinasi.
 Klien dapat mengontrol halusinasi.
 Klien memilih cara mengatasi seperti yang
telah didiskusikan.
 Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinansi.
 Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
3) Kriteria Hasil :
 Ekspresi wajah bersahabat
 Menunjukan rasa senang
 Ada kontak mata
 Mau berjabat tangan
 Mau menyebutkan nama
 Mau menjawab salam
 Klien mau duduk berdampingan dengan perawat
 Mau mengutarakan masalah yang dihadapinya
4) Intervensi :
 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasi.
 Bantu klien mengenal halusinasi.
 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan
halusinansi.
 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi.
 Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian pada
klien.
 Bantu klien melatih cara memutus halusinansi.
 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih
e. Resiko perilaku kekerasan
1) Tum : Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku
kekerasaan baik secara fisik, sosial, verbal, dan spiritual.
2) Tuk :
 Bina hubungan saling percaya.
 Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan.
 Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan
 Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
3) Intervensi :
 Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan komunikasi
terapeutik.
 Bantu klien mengungkapkan perasaan.
 Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan
 Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku
kekerasan.
 Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan
 Anjurkan klien mempraktekan latihan.
DAFTAR PUSTAKA
Fazriyani, G. Y., & Mubin, M. F. (2021). Peningkatan harga diri pada pasien
gangguan konsep diri : harga diri rendah dengan menggunakan terapi latihan
kemampuan positif. Ners Muda, 2(3), 159.
https://doi.org/10.26714/nm.v2i3.6229
Halifah, E. N. (2023). Asuhan Keperawatan Pada Sdr. a Dengan Gangguan Konsep
Diri : Harga Diri Rendah Diruang Bima Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas. Repository Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 53(9), 287.
Ramadhani, A. S., & Dkk. (2021). Studi kasus harga diri rendah kronis pada pasien
skizofrenia. Jurnal Keperawatan Notokusumo, 9(2), 13–23.
https://jurnal.stikes-notokusumo.ac.id/index.php/jkn/article/download/117/91
Wijayati, F., Nasir, T., Hadi, I., & Akhmad, A. (2020). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Harga Diri Rendah Pasien Gangguan Jiwa.
Health Information : Jurnal Penelitian, 12(2), 224–235.
https://doi.org/10.36990/hijp.v12i2.234
STRATEGI PELAKSANAAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : harga diri rendah.
Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
a. Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien
dengan harag diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
Diagnosa II: gangguan citra tubuh.
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak
yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
c. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Harga Diri Rendah


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
a. Mengkritik diri sendiri.
b. Perasaan tidak mampu.
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penurunan produktifitas
e. Penolakan terhadap kemampuan diri
f. terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri
g. Berpakaian tidak rapih.
h. Selera makan kurang
i. tidak berani menatap lawan bicara.
j. Lebih banyak menunduk.
2. Diagnosa Perawatan: Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah
B. Tindakan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan Pada Pasien :
Tujuan :
a. Melakukan pengkajian terhadap hal-hal yang melatarbelakangi
terjadinya harga diri rendah pada klien (factor predisposisi, factor
presipitasi, penilaian terhadap stressor,sumber koping,dan mekanisme
koping klien)
b. Klien dapat meningkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara
harga diri dan pemecahan masalah yang efektif.
c. Klien dapat melakukan iddentifikasi terhadap kemampuan positif yang
dimilikinya.
Tindakan Keperawatan :
a. Menggali hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya harga diri rendah
pada klien (factor predisposisi, factor presipitasi, penilaian terhadap
stressor,sumber koping,dan mekanisme koping klien)
b. tingkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara harga diri dan
pemecahan masalah yang efektif dengan cara :
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan perasaan diri.
2) Bantu pasien dalam menggambarkan dengan jelas keadaan evaluasi
diri yang positif yang terdahulu.
3) Eksplorasi bersama pasien lingkungan organisasi pekerjaan
(kestabilan organisasi, konflik interpersonal, ancaman terhadap
pekerjaan saat ini)
4) Ikutsertakan pasien dalam pemecahan masalah (mengidentifikasi
tujuan yang meningkat dan mengembangkan rencana tindakan untuk
memenuhi tujuan).
c. Berikan dorongan pada keterampilan perawatan diri untuk harga diri
dengan cara :
1) Bersama pasien mengidentifikasi aspek positif yang masih dimiliki
oleh klien
2) Latih klien untuk bisa mengoptimalkan aspek positif yang masih
dimilikinya
3) Masukkan ke dalam jadwal, kegiatan yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan aspek positif yang dimilikinya
Strategi Tindakan Pelaksanaan
SP 1 Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih
dapat digunakan, membantu pasien memilih/menetapkan
kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang
sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan
yang telah dilatih dalam rencana harian.
ORIENTASI :
“Selamat pagi, Perkenalkan nama saya ........., dari UNIMUS. Bagaimana
keadaan bapak hari ini ? bapak terlihat segar“.
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang
pernah bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat bapak dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita
latih”
”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?
Bagaimana kalau 20 menit ?
KERJA :
” bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa bapak lakukan?
Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”.
“ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang bapak miliki “.
” bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada
3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
”Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur bapak”. Mari kita lihat
tempat tidur bapak Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal
dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik.
”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !.
Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan.
Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita
lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”
” bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
“ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau
bapak lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan,
dan bapak bapak (tidak) melakukan.
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapihkan tempat tidur ? Yach, t ternyata banyak memiliki kemampuan yang
dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang
sudah bapak praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat
dilakukan juga di rumah setelah pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ?
Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat
tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok
jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya”
SP 2 Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan
kemampuan pasien.
ORIENTASI :
“Selamat pagi, bagaimana perasaan Bapak pagi ini ? Wah, tampak cerah ”
”Bagaimana Bapak, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ tadi
pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan
latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu t?”
”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur”
”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”
KERJA :
“ Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring,
dan air untuk membilas., Bapak bisa menggunakan air yang mengalir dari kran
ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu
buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian
Bapak bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah
diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih
sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu Bapak bisa
mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur.
Nah selesai…
“Sekarang coba Bapak yang melakukan…”
“Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang
dilap tangannya
TERMINASI :
”Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan cuci piring ?”
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-
hari
Bapak Mau berapa kali t mencuci piring? Bagus sekali Bapak mencuci piring
tiga kali setelah makan.”
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat
tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan
mengepel”
”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL
PANTI SOSIAL BINA LARAS
HARAPAN SENTOSA 4

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Stase


Praktik Profesi Keperawatan Jiwa (PPKJ) untuk
Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners
Di Susun Oleh :
DEA ANANDA
23030085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS YATSI MADANI
TANGERANG – BANTEN
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

1. Definisi Isolasi Sosial


Isolasi sosial adalah keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif/mengancam (Townsend, 2022). Atau
suatu keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain sekitarnya, klien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2022)
Perilaku isolasi sosial menarik diri adalah suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptive dan menganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (Depkes RI, 2021)
2. Faktor Terjadinya Masalah
1. Faktor predisposisi
Menurut Stuart dan sundeen :
a. Faktor perkembangannya
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses. Karena apabila tugas perkembangannya ini
tidak dapat terpenuhi maka akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya.
b. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial/mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
c. Faktor biologis
Genetic merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarganya ada yang menderita skizofrenia.
1. Faktor presipitasi
Menurut stuart dan sundeen stressor terjadinya isolasi sosial dapat
ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal.
a. Stressor sosial budaya
Dapat memicu kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
b. Stressor biokimia
1. Teori dopamine
Kelebihan dopamine pada mesokartikal serta fragrus saraf dapat berupa
indikasi terjadinya skizofrenia
2. Faktor endokrin
Jumlah TSH yang rendah ditemukan pada klien skizofrenia,
demikian pula proklatin mengalami penurunan karena dihambat
3. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme
koping yang sering digunakan adalah proyeksi, splitting (memisah) dan isolasi.
Proyeksi merupakan keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri. Splitting
merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan dirinya dalam
menilai baik buruk. Sementara itu, isolasi adalah perilaku mengasingkan diri
dari orang lain maupun lingkungan (Sutejo, 2022).
4. Rentang Respons
a. Respon Adaptif

Menurut Sutejo (2022) respon adaptif adalah respon yang masih dapat

diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayan secara umum yang berlaku.

Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika

menyelesaikan masalah. Berikut adalah sikap yang termasuk respon adaptif:

1. Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa

yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.


2. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,

pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.

3. Kebersamaan, kemampuan individu dalam hubungan interpersonal yang

saling membutuhkan satu sama lain.

4. Saling ketergantungan (Interdependen), suatu hubungan saling

ketergantungan antara individu dengan orang lain

b. Respon Maladaptif

Menurut Sutejo (2018) respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari

norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang

termasuk respon maladaptif:

1. Manipulasi, kondisi dimana individu cenderung berorientasi pada diri

sendiri.

2. Impulsif merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai

subjek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya dan tidak mampu

melakukan penilaian secara objektif.

3. Narsisisme, kondisi dimana individu merasa harga diri rapuh, dan mudah

marah.
3. POHON MASALAH
1. Pohon Masalah
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri


Core problem

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


2. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji
a. Isolasi Sosial
b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
c. Resiko Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi Sosial
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Resiko Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
5. RENCANA PERAWATAN
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
TUM: Setelah 1x 1. Bina hubungan saling percaya
Klien dapat interaksi, Klien dengan mengemukakan prinsip
berinteraksi dengan menunjukan tanda-tanda komunikasi terapeutik :
orang lain. percaya kepada perawat:
a. Mengucapkan salam terapeutik.
TUK 1: a. Ekspresi wajah cerah,
Klien dapat Sapa Klien dengan ramah, baik
tersenyum
membina hubungan b.Mau berkenalan verbal ataupun non verbal.
b. Berjabat tangan dengan Klien.
saling percaya c. Ada kontak
c. Perkenalkan diri dengan sopan.
mata
d. Tanyakan nama lengkap Klien
d. Bersedia menceritakan
dan nama pangglian yang disukai
perasaan
Bersedia mengungkap kan Klien.
masalah e. Jelaskan tujuan pertemuan
f. Membuat kontak topik, waktu,
dan tempat setiap kali bertemu
Klien.
g. Tunjukan sikap empati dan
menerima Klien apa adanya.
h. Beri perhatian kepada Klien dan
perhatian kebutuhan dasar Klien.
TUK 2 : a. Klien dapat menyebutkan Tanyakan pada klien tentang :
minimal satu penyebab a. Orang yang tinggal serumah
Klien Mampu
isolasi sosial. atau sekamar dengan Klien.
Menyebutkan penyebab b. Orang yang paling dekat
b.Penyebab munculnya
isolasi sosial isolasi sosial: diri sendiri, dengan Klien dirumah atau
orang lain,dan ruang perawatan.
lingkungan c. Hal apa yang membuat Klien
dekat dengan orang tersebut.
d. Orang yang tidak dekat
dengan Klien, baik dirumah
atau di ruang perawatan.
e. Apa yang membuat Klien
tidak dekat dengan orang
tersebut.
f. Upaya yang sudah dilakukan
agar dekat dengan orang
lain.
g. Diskusikan dengan Klien
penyebab isolasi sosial atau
tidak mau bergaul dengan
orang lain
h. Beri pujian terhadap
kemampuan Klien dalam

TUK 3: Klien dapat menyebutkan 3.1 tanyakan kepada Klien tentang:


Klien mampu keuntungan dalam a. Manfaat hubungan sosial
menyebutkan berhubugan sosial seperti: b. Kerugian isolasi sosial
keuntungan a. Banyak teman
berhubungan sosial b. Tidak kesepian 3.2. Diskusikan bersama Klien
dan c. Bisa diskusi tentang manfaat berhubungan
kerugian dari isolasi d. Saling menolong sosial dan kerugian isolasi sosial
sosial.
2.Klien dapat 3.3 Beri Pujian terhadap kemampuan
menyebutkan kerugian Klien dalam mengungkapkan
menarik diri, seperti:
perasaannya.
a. sendiri
b. keseptian
c. tidak bisa
diskusi
TUK 4: Kriteria evaluasi : 4.1 Observasi perilaku Klien ketika
Klien dapat berhubungan sosial
melaksanaka n hubungan a. Klien dapat 4.2 Jelaskan kepada Klien cara
sosial secara bertahap. melaksanakan hubungan berinteraksi dengan orang lain
sosial secara bertahap 4.3 Berikan contoh cara berbicara
dengan orang lain
dengan: Perawaat, perawat
Beri kesempatan kepada Klien
lain, Klien lain, keluarga mempraktikan cara berinteraksi
dan kelompok dengan orang yang dilakukan di
hadapan perawat
4.5 Bantu Klien berinteraksi dengan
salah satu orang, teman atau
anggota keluarga
4.6 Bila Klien sudah menunjukan
kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga,
empat orang dan seterusnya
4.7 Beri pujian untuk setiap
kemajuaan interaksi yang telah
dilakukan
4.8 Latih Klien bercakap-cakap
dengan anggota keluarga saat
melakukan kegiatan harian dan
kegiatan rumah tangga
4.9 Latih Klien bercakap-cakap saaat
melakukan kegiatan sosial misalnya:
belanja ke warung
DAFTAR PUSTAKA
Budi A Keliat. (2019). Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Depkes RI. (2018). Standar Pedoman Perawatan Jiwa
Kaplan Sadoch. (2018). Sinopsis Psikiatri Edisi 7. Jakarta: EGC
Stuart G W. (2018). Buku Saku Keperawataan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
Townsend M C. (2018) Diagnosa Keperawatan Pada Perawatan Psikiatri:
Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan. Jakarta: EGC
STRATEGI PELAKSANAAN
ISOLASI SOSIAL

A. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1: Isolasi Sosial
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
1) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
2) diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
3) beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap:
1) K – P
2) K – P – P lain
3) K – P – P lain – K lain
4) K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien

b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :


1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
Diagnosa 2 : harga diri rendah
Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
c. Utamakan memberikan pujian yang realistik
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
1) Kegiatan mandiri
2) Kegiatan dengan bantuan sebagian
3) Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan:
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien.
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rum
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Isolasi Sosial

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a. Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar,
banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan
dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
b. Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat, ya atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan :Isolasi sosial
B. Strategi pelaksanaan tindakan:
1. Tujuan khusus :
a. Klien mampu mengungkapkan hal – hal yang melatarbelakangi
terjadinya isolasi sosial
b. Klien mampu mengungkapkan keuntungan berinteraksi
c. Klien mampu mengungkapkan kerugian jika tidak berinteraksi dengan
orang lain
d. Klien mampu mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
2. Tindakan keperawatan.
a. Mendiskusikan faktor – faktor yang melatarbelakangi terjadinya isolasi
sosial
b. Mendiskusikan keuntungan berinteraksi
c. Mendiskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
d. Mendiskusikan cara berkenalan dengan satu orang secara bertahap
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain, dan mengajarkan pasien berkenalan

ORIENTASI (PERKENALAN):
“Selamat pagi ”
“Saya ..............., Saya senang dipanggil ....., Saya mahasiswa UNIMUS yang akan
merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan ibu hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman-teman ibu ? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, bu? Bagaimana kalau 15 menit”
KERJA:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan ibu? Siapa
yang jarang bercakap-cakap dengan ibu? Apa yang membuat ibu jarang bercakap-
cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat disini? O.. ibu merasa sendirian? Siapa
saja yang ibu kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu kenal?”
“Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien
yang lain?”
”Menurut ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar,
ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya ibu ? Ya, apa
lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu inginkah ya ibu ? belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho ibu ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama
kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya T,
senang dipanggil T. Asal saya dari Flores, hobi memancing”
“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya
apa?”
“Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan dengan
saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca,
tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”
” ibu tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya
tidak ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau
praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada
jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap


(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-)
ORIENTASI :
“Selamat pagi bu! ”
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?
« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi
sambil bersalaman dengan perawat ! »
« Bagus sekali, ibu masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak ibu
mencoba berkenalan dengan teman saya perawat T. Tidak lama kok, sekitar 10
menit »
« Ayo kita temui perawat T disana »
KERJA :
( Bersama-sama klien saudara mendekati perawat N)
« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »
« Baiklah bu, ibu bisa berkenalan dengan perawat T seperti yang kita praktekkan
kemarin «
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat T : memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
« Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada perawat T . coba tanyakan tentang
keluarga perawat T »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu
ibu bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat T, misalnya jam 1 siang nanti »
« Baiklah perawat T, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan ibu akan
kembali ke ruangan ibu. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat T untuk melakukan
terminasi dengan klien di tempat lain)
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan perawat T”
” ibu tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk
menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan
keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari
kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali.
Baik nanti ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10?
Sampai besok.”
SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan
orang kedua-seorang pasien)

ORIENTASI:
“Selamat pagi bu! Bagaimana perasaan hari ini?
”Apakah ibu bercakap-cakap dengan perawat Tkemarin siang”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain
”Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat T kemarin
siang”
”Bagus sekali ibu menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu ibu ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien
O”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”
KERJA:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )
« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »
« Baiklah bu, ibu sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah ibu
lakukan sebelumnya. »
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama,
nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »
« Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada O»
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu
ibu bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »
(ibu membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
« Baiklah O, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan klien akan kembali ke
ruangan ibu. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan
terminasi dengan S di tempat lain)
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, T tampak lebih baik saat berkenalan dengan
O” ”pertahankan apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu
kembali dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan
orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari ibu dapat
berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang
dan jam 8 malam, ibu bisa bertemu dengan T, dan tambah dengan pasien yang
baru dikenal. Selanjutnya ibu bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana ibu, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman ibu. Pada jam
yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN
SENTOSA 4

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Stase


Praktik Profesi Keperawatan Jiwa (PPKJ) untuk
Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners
Di Susun Oleh :
DEA ANANDA
23030085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS YATSI MADANI
TANGERANG – BANTEN
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Masalah utama
Deficit perawatan diri
B. Proses terjadinya masalah
1. Defenisi
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan
dir, makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau
kecil sendiri (toileting) (Indriani et al., 2021).
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien
dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir
sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Kurang perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias
secara mandiri, toileting (BAK/BAB) (Indriani et al., 2021)
2. Penyebab
Menurut, (Sapitri et al., 2024) penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2020),
penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Factor predisposisi
1) Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu
2) Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri
3) Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,
cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Tanda dan gejala
3. Tanda dan Gejala Menurut Depkes (2020) Tanda dan gejala klien dengan
defisit perawatan diri adalah:
a) Fisik
 Badan bau, pakaian kotor.
 Rambut dan kulit kotor.
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 Penampilan tidak rapi
b) Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif.
 Menarik diri, isolasi diri.
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
 Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat
C. Pohon masalah

Kebersihan diri tidak adekuat BAB/BAK, Makan minum dan

Defisit perawatan diri

Penurunan kemamuan dan mot iva si merawat diri

Isolasi social

D. Mekanisme koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan belajar
dan mencapai tujuan (Herni, 2022). Kategori ini adalah klien bisa
memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
2. Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah tidak mau merawat diri (Sapitri et al., 2024)
E. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan
apa-apa. Klien mengatakan BAK/BAB di sembarang tempat. Kien
mengatakan tidak mengerti cara BAB dan BAK di kamar mandi.
Data oobyektif

Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis,


badan bau, kulit kotor

b. Isolasi Sosial

Data subyektif

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri.

Data obyektif

Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat
tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan

Defisit Perawatan Diri

Data subyektif

a.Pasien merasa lemah

b.Malas untuk beraktivitas

c.Merasa tidak berdaya.

Data obyektif

a.Rambut kotor, acak – acakan

bBadan dan pakaian kotor dan bau

c.Mulut dan gigi bau.

d.Kulit kusam dan kotor


e.Kuku panjang dan tidak terawat

F. Diagnose keperawatan
 Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
 Isolasi Sosial
 Deficit perawatan diri

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnose1
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Tujuan umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk


memperhatikan kebersihan diri

Tujuan khusus :

 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat


Tindakan :
 Berikan salam setiap berinteraksi.
 Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan
perawat berkenalan.
 Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
 Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali
berinteraksi.
 Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
 Buat kontrak interaksi yang jelas.
 klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri
tindakan :
 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan
cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda-
tanda bersih.
 Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan
diri.
 Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali
pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan
kebersihan diri.
 Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan
perawat.
 Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Tindakan :
 Motivasi klien untuk mandi.
 Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien
untuk mendemonstrasikan cara memelihara
kebersihan diri yang benar.
 Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
 Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan
merapikan rambut.
 Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Tindakan :
 Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara
teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok
gigi, ganti baju dan pakai sandal.
Diagnose II

Isolasi social

Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi

Tujuan khusus :

 Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan
Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

Tindakan:
Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya . Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau
bergaul

Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,


tanda-tanda serta penyebab yang muncul

 Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan


orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain.
Tindakan:
Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain
 Klien dapat melaksanakan hubungan social
Tindakan :
Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang
lain
Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang
lain
Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah
berhubungan dengan orang lain
Tindakan:
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat
berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan
oranglain
DAFTAR PUSTAKA

Herni, S. (2022). Defisit Perawatan Diri Pada Klien Skizofrenia: Aplikasi Teori
Keperawatan Orem. Jurnal Keperawatan Indonesia, 13(1989).

Indriani, B., Fitri, N., & Utami, I. T. (2021). Pengaruh Penerapan Aktivitas
Mandiri : Kebersihan Diri Terhadap Kemandirian Pasien Defisit Perawatan
Diri Di Ruang Kutilang Rsj Daerah Provinsi Lampung. Jurnal Cendikia Muda,
1(September), 382–389.

Sapitri, L., Yulianti, F., Tiara, T., Karli, P., Lestari, B. I., & Nurya, S. (2024).
Personal Hygiene Pada ODGJ Dengan Defisit Perawatan Diri Di Kelurahan
Pondok Belakang Kota Bengkulu. Jurnal Dehasen Untuk Negeri, 3(1), 135–
138. https://doi.org/10.37676/jdun.v3i1.5588
STRATEGI PELAKSANAAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali
pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan
sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika
panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar
mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti,
handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara
mandiri.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur,
ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan
pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan
diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien
menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan
klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang
telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam
menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga
kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan
lain-lain.
Diagnosa 2 : Isolasi sosial
Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Intervensi
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
TUK IV : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah
berhubungan dengan orang lain
Intervensi
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan,
makan, BAB/BAK
Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
a. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
b. Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias
c. Melatih pasien makan secara mandiri
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
2) Menjelaskan cara makan yang tertib
3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
4) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
d. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
A. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
B. Tujuan
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
C. Tindakan
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Melatih pasien berdandan/berhias
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
d. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
e. Berpakaian
f. Menyisir rambut
g. Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP1 Pasien:
Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri
dan melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri
Orientasi
“Selamat pagi, kenalkan saya .............”
”Namanya anda siapa, senang dipanggil siapa?”
”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini
saya yang akan merawat T?”
“Dari tadi suster lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”
” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ”
” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja
ya. ”
Kerja
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini?
Menurut T apa kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa
merawat diri? Menurut T apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan
diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik
seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau, apa lagi...? Kalau kita tidak
teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut T yang bisa muncul
?” Betul ada kudis, kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T
menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan
sisiran dan berdandan?”
(Contoh untuk pasien laki-laki)
“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir? Apa
gunanya cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya
cukuran 2x perminggu, dan ada alat cukurnya?”. Nanti bisa minta ke
perawat ya
“Berapa kali T makan sehari?
”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi
setelah makan.
“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”.
Iya... kita kencing dan berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan ini,
lalu jangan lupa membersihkan pakai air dan sabun”.
“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa
yang perlu kita persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti,
handuk, sikat gigi, shampo dan sabun serta sisir”.
”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing
T melakukannya. Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk rambut lalu
ambil shampoo gosokkan pada kepala T sampai berbusa lalu bilas sampai
bersih.. bagus sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh
secara merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi
pakai odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh
gigi T mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai
bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh T sampai bersih lalu keringkan
dengan handuk. T bagus sekali melakukannya. Selanjutnya T pakai baju dan
sisir rambutnya dengan baik.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba T
sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi
?”. ”Bagaimana perasaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang
pentingnya kebersihan diri tadi ? Sekarang coba Tina ulangi lagi tanda-
tanda bersih dan rapi”
”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan
sore, Mari...kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya
T..., dan beri tanda kalau sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan
tanpa disuruh, B ( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan dan T ( tidak )
tidak melakukani? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” Pagi-pagi
sehabis makan.
SP 2 Pasien : Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
ORIENTASI
“Selamat pagi Pak Tono?
“Bagaimana perasaan bpk hari ini? Bagaimana mandinya?”sudah dilakukan?
Sudah ditandai di jadual hariannya?
“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau
di ruang tamu ? lebih kurang setengah jam”.

KERJA
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?
“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian
yang bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.
“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita praktekkan,
lihat ke cermin, bagus…sekali!
“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali perminggu
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya,
Bagus !” (catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan”.
“Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”..
“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti
tadi ya! Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore
jam berap ?
“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien
yang lain.
SP 3 Pasien: Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
ORIENTASI
“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana mandinya?”Sudah
di tandai dijadual harian ?
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik. Mari T
kita dekat cermin dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )
KERJA
“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…sekarang
disisir rambutnya yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai bedak?” coba
dibedakin mukanyaT, yang rata dan tipis. Bagus sekali.” “ T, punya lipstik mari
dioles tipis. Nach…coba lihat dikaca!

TERMINASI
“Bagaimana perasaan T belajar berdandan”
“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya. Kegiatan
harian, sama jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang baik di
ruang makan bersama pasien yang lain”.
SP 4 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
ORIENTASI
“Selamat siang T,”
” Wow...masih rapi dech T”.
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan
langsung di ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“
KERJA
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana T
makan?”
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan!
“Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa
dulu. Silakan T yang pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan
pelan-pelan. Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita bereskan
piring,dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya
bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat, coba...T minta sendiri obatnya.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.
”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan, duduk yang
baik, ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu cuci
tangan.)”
” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam
jadual?.Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik, bagaiman
kalau jam 10.00 disini saja ya...!”
SP 5 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara
mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
ORIENTASI
“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah dijalankan
jadual kegiatannya..?”
“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?
“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!
KERJA
Untuk pasien pria:
“Dimana biasanya Tono berak dan kencing?” “Benar Tono, berak atau kencing
yang baik itu di WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada
saluran pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing di sembarang
tempat ya.....”
“Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono cebok?”
“Sudah bagus ya Tono, yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono
membersihkan anus atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada
tinja/air kencing yang masih tersisa di tubuh Tono”. “Setelah Tono selesai cebok,
jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC dibersihkan. Caranya siram
tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak
tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing seperti ini, berarti
Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/
air kencing”
“Setelah selesai membersihan tinja/air kencing, Tono perlu merapihkan kembali
pakaian sebelum keluar dari WC/kakus/kamar mandi. Pastikan resleting celana
telah tertutup rapi , lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun.”
Untuk pasien wanita:
“Cara cebok yang bersih setelah T berak yaitu dengan menyiramkan air dari arah
depan ke belakang. Jangan terbalik ya, …… Cara seperti ini berguna untuk
mencegah masuknya kotoran/tinja yang ada di anus ke bagian kemaluan kita”
“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC
dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya
sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan
tinja/air kencing seperti ini, berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang
berbahaya yang ada pada kotoran/ air kencing”
“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus, lalu cuci
tangan dengan menggunakan sabun.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing
yang baik?”
“Coba T jelaskan ulang tentang cara BAB?BAK yang baik.” Bagus...!
“Untuk selanjutnya T bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi ”.

“ Nach...besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauhmana T bisa melakukan
jadual kegiatannya.

Anda mungkin juga menyukai