TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
· Gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
· Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia
merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa
frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan
sekitarnya misalnya dengan kekerasan. Hilangnya harga diri ; pada
dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai.
Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin
akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas
marah, dan sebagainya.
· Akibatnya klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko
tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
E. FAKTOR PRESPITASI
F. MANIFESTASI KLINIS
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
b. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,
tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada
gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal,
tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
c. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
d. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai
suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
e. Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain.
Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku
yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut
dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain,
menolak mengikuti aturan.
f. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki
dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral
dan rasa tidak berdosa.
2. Pohon Masalah
3. Diagnosa Keperawatan
KEKERASAN
1. Tim Krisis Perilaku Kekerasan
Tim krisis perilaku kekerasan terdiri dari ketua tim krisis yang berperan sebagai
pemimpin (“leader”) dan anggota tim minimal 2 (dua)orang. Ketua tim adalah
perawat yang berperan sebagai kepala ruangan, penanggung jawab “shif” perawat
primer, ketua tim atau staf perawat, yang penting ditetapkan sebelum melakukan
tindakan. Anggota tim krisis dapat staf perawat, dokter atau konselor yang telah
terlatih menangani krisis. Aktifitas yang dilakukan oleh tim krisis adalah sebagai
berikut (Stuart & Laraia,1998):
· Aktivitas ketua tim krisis
· Susun anggota tim krisis
· Beritahu petugas keamanan jika perlu
· Pindahkan klien lain dari area penanganan
· Ambil alat pengikat (jika pengekangan akan dilakukan)
· Uraikan perencanaan penanganan pada tim
· Tunjukkan anggota tim untuk mengamankan anggota gerak klien
· Jelaskan tindakan pada klien dan berusaha membuat klien kooperatif
· Ikat klien dengan petunjuk ketua tim
· Berikan obat sesuai program terapi dokter
· Pertahankan sikap yang tenang dan konsisten terhadap klien
· Evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama anggota tim
· Jelaskan kejadian pada klien dan staf jika diperlukan
· Integrasikan klien kembali pada lingkungan secara bertahap
2. Pembatasan Gerak
Pembatasan gerak adalah memisahkan klien di tempat yang aman dengan
tujuan melindungi klien, klien lain dan staf dari kemungkinan bahaya. Istilah yang
biasa digunakan dirumah sakit jiwa untuk tempat pembatasan gerak adalah kamar
isolasi. Klien dibatasi pergerakannya karena dapat mencederai orang lain atau
dicederai orang lain, membutuhkan interaksi dengan orang lain dan memerlukan
pengurangan stimulus dari lingkungan (Stuart dan Laraia, 1998). Langkah-langkah
pelaksanaan pembatasan gerak adalah sebagai berikut:
· Tunjuk ketua tim krisis
· Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada klien dan staf lain.
· Jelaskan kepada klien dan staf lain tentang perilaku yang diperlukan untuk
mengakhiri tindakan.
· Buat perjanjian dengan klien untuk mempertahankan mengontrol perilakunya
· Bantu klien menggunakan metoda kontrol diri yang diperlukan.
· Bantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, kebersihan diri, dan
kebersihan kamar.
· Lakukan supervisi secara periodik untuk membantu dan memberikan tindakan
keperawatan yang diperlukan.
· Libatkan klien dalam memutuskan pemindahan klien secara bertahap
· Dokumentasikan alasan pembatasan gerak, tindakan yang dilakukan, respon klien
dan alasan penghentian pembatasan gerak.