Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT

OLEH :

KELOMPOK 13 : MUHAMMAD MAR’I RANGKUTI 151000041


AMILIA ASTUTI S 151000043
ANNISA SIRAIT 151000049
WARDAH SABRINA SIRAIT 151000077
AIDA WARNI LUBIS 151000092
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan pembangunan di semua sektor kegiatan industri dan jasa semakin
meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut ternyata tidak hanya
memberikan dampak positif, tetapi juga memberikan dampak negartif yaitu memberikan
pengaruh dan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto, 2001).
Kompetisi dan tuntutan akan standar internasional menyebabkan masalah kesehatan dan
keselamatan kerja menjadi isu global dan sangat penting. Banyak negara semakin meningkatkan
kepeduliannya terhadap masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dikaitkan dengan
isu perlindungan tenaga kerja dan hak asasi manusia serta kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Penerapan manajemen K3 sebagai bagian dari kegiatan operasi di perusahaan/instansi,
merupakan syarat yang tidak dapat diabaikan untuk dapat mencapai efisiensi dan produktifitas
yang dibutuhkan, guna meningkatkan daya saing (Alowie,2006).
Penyelenggaraan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah merupakan
salah satu bentuk perlindungan kepada tenaga kerja yang bertujuan untuk mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal serta melindungi tenaga kerja dari risiko yang membahayakan
kesehatan dan keselamatannya. Sebagaimana Undang-Undang No.23/1992 tentang Kesehatan,
bahwa tempat kerja wajib menyelenggarakan upaya kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut
memiliki risiko bahaya kesehatan dan atau mempunyai pekerja paling sedikit 10 orang. Dalam
penyelenggaraan program K3 di industri atau jasa tidak terlepas dari peranan manajemen melalui
pendekatan yang berbentuk kebijakan pihak pengelola dalam penerapan K3 (Metrison,2000).
Fasilitas kesehatan, termasuk di dalamnya rumah sakit, puskesmas, balai kesehatan masyarakat,
klinik, laboratorium klinik, dan laboratorium kesehatan, merupakan tempat kerja yang sangat
sarat dengan potensi bahaya kesehatan dan keselamatan pekerjanya. Risiko terjadinya gangguan
kesehatan dan kecelakaan menjadi semakin besar mengingat fasilitas kesehatan merupakan
tempat kerja yang padat tenaga kerja. Dan dari berbagai penelitian menunjukan bahwa prevalensi
gangguan kesehatan yang terjadi di fasilitas kesehatan lebih tinggi dibandingkan tempat kerja
lainnya (Mansyur, 2007).
Rumah sakit sebagai industri jasa merupakan sebuah industri yang mempunyai beragam
persoalan tenaga kerja yang rumit dengan berbagai risiko terkena penyakit akibat kerja bahkan
kecelakan akibat kerja sesuai jenis pekerjaannya, sehingga berkewajiban menerapkan upaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS). Upaya pembinaan K3RS dirasakan
semakin mendesak mengingat adanya beberapa perkembangan. Perkembangan tersebut antara
lain dengan makin meningkatnya pendayagunaan obat atau alat dengan risiko bahaya kesehatan
tertentu untuk tindakan diagnosis, terapi maupun rehabilitasi di sarana kesehatan. Terpaparnya
tenaga kerja (tenaga medis, paramedis, dan nonmedis) di sarana kesehatan pada lingkungan
tercemar bibit penyakit yang berasal dari penderita yang berobat atau dirawat, adanya transisi
epidemiologi penyakit dan gangguan kesehatan Oleh karena itu sepatutnya upaya kesehatan dan
keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS) (Occupational Health and Safety Program).

B. PERMASALAHAN
Bidang keselamatan kerja tidak boleh sampai terlupakan. Semua pegawai yang bekerja di
rumah sakit harus tau dan mengerti serta melasanakan sitem keselamatan kerja.

Rumah sakit harus di lengkapai dengan alat pemadam kebakaran sesuai dengan
kegunaannya berupa hidran, pasir, galah pengait, racun api baik yang untuk alat-alat non
elektronik maupun yang untuk alat-alat elektronik.

Para tenaga kerja di beri kursus tentang kewaspadaan, bagaimana bersikap dan bertindak apabila
terjadi musibah kebakaran, bagaimana mengepakuwasi pasien.

Occupational hazard di rumah sakit bisa berupa :

1. Bahan kimia
2. Radiasi
3. Penyakit menular
4. Fisik

Manajemen rumah sakit harus selalu ingat bahwa para tenaga kerjanya selalu di incar
oleh bahaya penularan penyakit dari pasien yang di rawat serta bahaya infeksi nosokomial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan
bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat
kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Maka Rumah Sakit (RS) juga
termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga
terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Segala hal yang menyangkut penyelenggaraan K3 di rumah
sakit diatur di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 tentang Pedoman Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit termasuk pengertian dan ruang lingkup kesehatan dan
keselamatan kerja di Rumah Sakit.
a. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1) Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik,
mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan,
pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara
ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaan atau jabatannya.
2) Kesehatan dan keselamatan kerja
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
3) Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah upaya terpadu
seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk
menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman
baik bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.
b. Ruang Lingkup
1) Prinsip, Kebijakan Pelaksanaan dan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah
Sakit (K3RS)
a) Prinsip K3RS
Agar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dapat dipahami secara
utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang saling berinteraksi, yaitu :
(1) Kapasitas kerja adalah status kesehtan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik.
(2) Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung oleh pekerja
dalam melaksankan tugasnya.
(3) Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja
b) Program K3RS
Program K3 di rumah sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan serta meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien,
pengunjung, dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap
petugas petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Program K3RS
yang harus diterapkan adalah :
(1) Pengembangan kebijakan K3RS
(2) Pembudayaan perilaku K3RS
(3) Pengembangan Sumber Daya Manusia K3RS
(4) Pengembangan Pedoman dan Standard Operational Procedure (SOP) K3RS
(5) Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
(6) Pelayanan kesehatan kerja
(7) Pelayanan keselamatan kerja
(8) Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair, gas
(9) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
(10) Pengembangan manajemen tanggap darurat
(11) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3
(12) Review program tahunan
c) Kebijakan pelaksanaan K3
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan
teknologi, namun keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif terhadap
timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit tersebut tidak
melaksanakan prosedur K3. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan sebagai
berikut :
(1) Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit
(2) Menyediakan Organisasi K3 di Rumah Sakit sesuai dengan Kepmenkes Nomor
432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit
(3) Melakukan sosialisasi K3 di rumah sakit pada seluruh jajaran rumah sakit
(4) Membudayakan perilaku k3 di rumah sakit
(5) Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di masing-masing unit
kerja di rumah sakit
(6) Meningkatkan Sistem Informasi K3 di rumah sakit
2) Standar Pelayanan K3 di Rumah Sakit
Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai komponen
yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3 di rumah sakit sampai saat ini dirasakan belum
maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak rumah sakit yang belum menerapkan
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja (SMK3).
a) Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan kerja seperti
tercantum pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009 dan peraturan Menteri
tenaga kerja dan Transmigrasi RI No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan
kerja. Adapun bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai
berikut :
(1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebekum kerja bagi pekerja
(2) Melakukan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan
memberikan bantuan kepada pekerja di rumah sakit dalam penyesuaian diri baik
fisik maupun mental terhadap pekerjanya.
(3) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan
di rumah sakit
(4) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik
pekerja
(5) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang
menderita sakit
(6) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja rumah sakit yang akan
pension atau pindah kerja
(7) Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien
(8) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
(9) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan
kesehatan kerja (Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi,
psikososial, dan ergonomi)
(10) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang
disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah
kerja Rumah Sakit
b) Standar pelayanan Keselamatan kerja di Rumah Sakit
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana,
prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan :
(1) Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana, dan
peralatan kesehatan
(2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap pekerja
(3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
(4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
(5) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
(6) Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja
(7) Member rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, pembuatan tempat kerja
dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan/keamanan
(8) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
(9) Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan Kebakaran
(MSPK)
(10) Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di
wilayah kerja kerja Rumah Sakit
3) Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit
Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh
mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan
umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang,
kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah
seluruh jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan
yang diharapkan, antara lain : instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis,
komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lain-lain.
4) Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya
Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
a) Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar, Oksidator,
Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic, Arus listrik.
b) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3
(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri
dan karakteristiknya.
(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan
sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus
memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi
(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang
dilakukan meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi
administrasi, inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja yang
aman, pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.
(4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya
c) Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya
Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang
diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut
company profile. Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari
material atau produk, kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan
lingkungan serta informasi lain yang dibutuhkan oleh rumah sakit.
Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan, mengelola B3
harus menginformasikan kepada instalasi logistic sebagai unit pengadaan barang
setiap kali mengajukan permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3.
Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang memuat
kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing-
masing criteria yang ditentukan.
5) Standar SDM K3 di Rumah Sakit
Kriteria tenaga K3
a) Rumah Sakit Kelas A
(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi
minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan
sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 2 orang
(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan
khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 2 orang
b) Rumah Sakit Kelas B
(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS
(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan
sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 1 orang
(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan
khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 1 orang
c) Rumah Sakit kelas C
(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan
sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 1 orang
(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 1 orang
6) Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan
a) Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang. Pembinaan dan
pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat
dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan
temu konsultasi.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah
sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh
pimpinan langsung rumah sakit yang bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang
dilakukan oleh Menteri kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan
fungsi dan tugasnya masing-masing.
b) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara tertulis
dari masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan
yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan
/diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis
terkait di wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan
k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3,
mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3; mencatat dan melaporkan
setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3.
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan)
dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan sesaat/insidentil,
yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus
yang berkaitan dengan K3. Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3
adalah mencatat dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di
dalam :
(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan lingkungan
rumah sakit.
(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan tindak
lanjutnya.
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
a. Pengertian Manajemen K3 RS
Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS, pasien, serta
pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat,
aman dan nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya.
b. Sistem Manajemen K3 RS
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur organisasi,
perencanaan, pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan tanggungjawab organisasi. Tujuan dari
SMK3 RS adalah menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat supaya tenaga kerja
produktif disamping dalam rangka akreditasi rumah sakit itu sendiri. Prinsip yang digunakan
dalam SMK3 adalah AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari metode
kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.
c. Langkah manajemen:
1) Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah
dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan
menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk
terlaksananya program K3 di RS.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur
organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi
antara lain :
a) Advokasi sosialisasi program K3 RS.
b) Menetapkan tujuan yang jelas.
c) Organisasi dan penugasan yang jelas.
d) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di
lingkungan RS.
e) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
f) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
g) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan.
h) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
2) Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan
sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:
a) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan
tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses
untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya
potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan
lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko sama sekali,
administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP).
b) Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional
Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus
dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.
c) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
d) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.
e) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta
dilaporkan.
3) Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan
petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan
K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian
tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan
disiplin.
a) Tugas pokok unit pelaksana K3 RS
1) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-
masalah yang berkaitan dengan K3.
2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.
3) Membuat program K3 RS
b) Fungsi unit pelaksana K3 RS
1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang
berhubungan dengan K3.
2) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan
dan penelitian K3 di RS.
3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
6) Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya,
mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya.
8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung
dan proses.
BAB III
PEMBAHASAN

Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan
bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat
kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Maka Rumah Sakit (RS) juga
termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga
terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Segala hal yang menyangkut penyelenggaraan K3 di rumah
sakit diatur di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 tentang Pedoman Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit termasuk pengertian dan ruang lingkup kesehatan dan
keselamatan kerja di Rumah Sakit.
c. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
4) Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik,
mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan,
pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara
ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaan atau jabatannya.
5) Kesehatan dan keselamatan kerja
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
6) Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah upaya terpadu
seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk
menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman
baik bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.
d. Ruang Lingkup
7) Prinsip, Kebijakan Pelaksanaan dan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah
Sakit (K3RS)
d) Prinsip K3RS
Agar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dapat dipahami secara
utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang saling berinteraksi, yaitu :
(4) Kapasitas kerja adalah status kesehtan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik.
(5) Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung oleh pekerja
dalam melaksankan tugasnya.
(6) Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja
e) Program K3RS
Program K3 di rumah sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan serta meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien,
pengunjung, dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap
petugas petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Program K3RS
yang harus diterapkan adalah :
(13) Pengembangan kebijakan K3RS
(14) Pembudayaan perilaku K3RS
(15) Pengembangan Sumber Daya Manusia K3RS
(16) Pengembangan Pedoman dan Standard Operational Procedure (SOP)
K3RS
(17) Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
(18) Pelayanan kesehatan kerja
(19) Pelayanan keselamatan kerja
(20) Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair, gas
(21) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
(22) Pengembangan manajemen tanggap darurat
(23) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3
(24) Review program tahunan
f) Kebijakan pelaksanaan K3
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan
teknologi, namun keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif terhadap
timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit tersebut tidak
melaksanakan prosedur K3. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan sebagai
berikut :
(7) Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit
(8) Menyediakan Organisasi K3 di Rumah Sakit sesuai dengan Kepmenkes Nomor
432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit
(9) Melakukan sosialisasi K3 di rumah sakit pada seluruh jajaran rumah sakit
(10) Membudayakan perilaku k3 di rumah sakit
(11) Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di masing-
masing unit kerja di rumah sakit
(12) Meningkatkan Sistem Informasi K3 di rumah sakit
8) Standar Pelayanan K3 di Rumah Sakit
Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai komponen
yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3 di rumah sakit sampai saat ini dirasakan belum
maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak rumah sakit yang belum menerapkan
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja (SMK3).
c) Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan kerja seperti
tercantum pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009 dan peraturan Menteri
tenaga kerja dan Transmigrasi RI No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan
kerja. Adapun bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai
berikut :
(11) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebekum kerja bagi pekerja
(12) Melakukan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja
dan memberikan bantuan kepada pekerja di rumah sakit dalam penyesuaian diri
baik fisik maupun mental terhadap pekerjanya.
(13) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan
pajanan di rumah sakit
(14) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan
fisik pekerja
(15) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja
yang menderita sakit
(16) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja rumah sakit yang
akan pension atau pindah kerja
(17) Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien
(18) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
(19) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan
dengan kesehatan kerja (Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia,
biologi, psikososial, dan ergonomi)
(20) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang
disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah
kerja Rumah Sakit
d) Standar pelayanan Keselamatan kerja di Rumah Sakit
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana,
prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan :
(11) Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana, dan
peralatan kesehatan
(12) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap
pekerja
(13) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
(14) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
(15) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
(16) Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja
(17) Member rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, pembuatan tempat
kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan/keamanan
(18) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
(19) Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan
Kebakaran (MSPK)
(20) Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di
wilayah kerja kerja Rumah Sakit
9) Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit
Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh
mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan
umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang,
kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah
seluruh jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan
yang diharapkan, antara lain : instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis,
komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lain-lain.
10) Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya
Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
d) Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar, Oksidator,
Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic, Arus listrik.
e) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3
(5) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri
dan karakteristiknya.
(6) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan
sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus
memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi
(7) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang
dilakukan meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi
administrasi, inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja yang
aman, pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.
(8) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya
f) Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya
Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang
diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut
company profile. Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari
material atau produk, kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan
lingkungan serta informasi lain yang dibutuhkan oleh rumah sakit.
Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan, mengelola B3
harus menginformasikan kepada instalasi logistic sebagai unit pengadaan barang
setiap kali mengajukan permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3.
Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang memuat
kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing-
masing criteria yang ditentukan.
11) Standar SDM K3 di Rumah Sakit
Kriteria tenaga K3
d) Rumah Sakit Kelas A
(10) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(11) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(12) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi
minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(13) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang
mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(14) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS
(15) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang
mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(16) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 2 orang
(17) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat
pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(18) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 2 orang

e) Rumah Sakit Kelas B


(8) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS
(9) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(10) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS
(11) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang
mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(12) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 1 orang
(13) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat
pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(14) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 1 orang
f) Rumah Sakit kelas C
(5) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(6) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan
sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 1 orang
(8) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 1 orang
12) Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan
c) Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang. Pembinaan dan
pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat
dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan
temu konsultasi.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah
sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh
pimpinan langsung rumah sakit yang bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang
dilakukan oleh Menteri kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan
fungsi dan tugasnya masing-masing.
d) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara tertulis
dari masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan
yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan
/diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis
terkait di wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan
k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3,
mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3; mencatat dan melaporkan
setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3.
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan)
dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan sesaat/insidentil,
yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus
yang berkaitan dengan K3. Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3
adalah mencatat dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di
dalam :
(3) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan lingkungan
rumah sakit.
(4) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan tindak
lanjutnya.
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
d. Pengertian Manajemen K3 RS
Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS, pasien, serta
pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat,
aman dan nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya.
e. Sistem Manajemen K3 RS
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur organisasi,
perencanaan, pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan tanggungjawab organisasi. Tujuan dari
SMK3 RS adalah menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat supaya tenaga kerja
produktif disamping dalam rangka akreditasi rumah sakit itu sendiri. Prinsip yang digunakan
dalam SMK3 adalah AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari metode
kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.
f. Langkah manajemen:
4) Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah
dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan
menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk
terlaksananya program K3 di RS.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur
organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi
antara lain :
i) Advokasi sosialisasi program K3 RS.
j) Menetapkan tujuan yang jelas.
k) Organisasi dan penugasan yang jelas.
l) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di
lingkungan RS.
m) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
n) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
o) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan.
p) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
5) Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan
sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:
f) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan
tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses
untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya
potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan
lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko sama sekali,
administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP).
g) Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional
Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus
dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.
h) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
i) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.
j) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta
dilaporkan.
6) Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan
petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan
K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian
tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan
disiplin.
c) Tugas pokok unit pelaksana K3 RS
4) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-
masalah yang berkaitan dengan K3.
5) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.
6) Membuat program K3 RS
d) Fungsi unit pelaksana K3 RS
9) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang
berhubungan dengan K3.
10) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan
dan penelitian K3 di RS.
11) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
12) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
13) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
14) Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya,
mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
15) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya.
16) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung
dan proses.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Menurut Kepmenkes NOMOR 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, upaya K3 menyangkut tenaga kerja,
cara atau metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi
peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non
kesehatan merupakan resultan dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja.
Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik,
kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya. Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Dampak
kesehatan dari bahaya potensial di rumah sakit salah satunya adalah penyakit akibat kerja (PAK).
Penerapan program K3 di Rumah Sakit kenyataannya masih perlu banyak perbaikan hal
ini dapat dilihat dari contoh pada kasus bab III. Implementasi tugas, dan fungsi pokok K3RS
masih kurang efektif, hal ini dikarenakan tidak dapat mencapai standart-standart yang harusnya
terpenuhi ketika ada personel K3 dalam rumah sakit. Salah satunya adalah melakukan
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian akan bahaya dari kecelakaan kerja dalam bentuk
apapun. Oleh karena itu, sosialisasi dan pengawasan mengenai K3 di Rumah Sakit harus lebih
ditingkatkan lagi. Harusnya SMK3 juga menerapkan prinsip AREC (Anticipation, Recognition,
Evaluation dan Control) dari metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja, agar tupoksi K3RS
sendiri dapat tercapai.
Saran
1. Pihak manajemen rumah sakit lebih meningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 di rumah
sakit kepada siapa saja yang berada di rumah sakit termasuk dokter, perawat, pasien serta
tenaga medis maupun non medis lainnya. Hal ini diperlukan agar dapat meminimalkan
tindakan beresiko bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
2. Pihak rumah sakit mengoptimalkan fungsi K3RS yang ada yaitu dengan cara melakukan
pelatihan terkait Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sehingga pekerja yang kerjanya
terkait dengan SMK3 akan lebih berkompeten dalam pekerjaannya.
3. Semua pihak yang terkait dengan RS secara tanggung jawab melaksanakan standar
operasional prosedur (SOP) K3 RS sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan
mengenai K3 lainnya yang berlaku.
4. Rumah Sakit secara rutin mengevaluasi penyelenggaraan K3 RS untuk menilai apakah
kinerjanya sudah maksimal ataukah masih memerlukan perbaikan sistem K3RS yang
selanjutnya. Selain itu, rumah sakit harus selalu mengidentifikasi sumber bahaya, penilaian
dan pengendalian faktor risiko yang selalu ada di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, Darmanto. 1997. Kiat Mengelola Rumah Sakit. Jakarta: Hipokrates. Hlm 129-130

Sabarguna, B.S. dan Rubaya, A.K. 2011. Sanitasi Air dan Limbah Pendukung Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Salemba Medika. Hlm 72-74

https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1120025038-3-HALAMAN%203.pdf

https://ikma10fkmua.files.wordpress.com

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
Rumah Sakit. Viewed 24 october 2011
<http://www.depkes.go.id/downloads/Kepmenkes/KMK%20432-IV%20K3%20RS.pdf>

Anda mungkin juga menyukai