Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

MEKANISME IMUNITAS ALAMIAH PARU

Oleh :
Aulia Rahmadani, S.Ked
K1B1 21 025

Pembimbing :
dr. Yusuf Musafir Kolewora, Sp.P

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Aulia Rahmadani, S.Ked

NIM : K1B1 21 025

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Referat : Mekanisme Imunitas Alamiah Paru

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, 30 Juli 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Yusuf Musafir Kolewora, Sp.P


BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit pada saluran pernapasan selalu menjadi ancaman bagi kesehatan

di seluruh dunia. Saluran pernapasan adalah organ yang terus-menerus terpapar

patogen di udara dan antigen asing sepanjang hidup. Oleh karena itu, berbagai

jenis sel di saluran pernapasan, termasuk sel struktural dan sel imun, berinteraksi

untuk membentuk sistem pertahanan yang tepat terhadap patogen dan antigen

asing yang melibatkan imunitas bawaan dan imunitas adaptif.1 Berbeda dengan

imunitas adaptif, imunitas bawaan tidak memerlukan sensitisasi, paparan

sebelumnya atau priming untuk menyerang partikel asing. Respon imun ini selalu

ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk ke tubuh serta

dengan cepat menyingkirkan mirkoba tersebut. Di paru-paru, respon imun bawaan

dimulai dengan sel epitel dan produksi lendir, serta diperkuat oleh sel fagosit dan

sel T. Sel-sel ini sangat penting untuk produksi sitokin, kemokin dan peptida anti-

mikroba yang penting untuk pembersihan agen infeksi.2

Imunitas bawaan membentuk garis pertahanan pelindung pada tahap awal

infeksi paru. Imunitas seluler utama dari sistem imun bawaan terhadap infeksi

pernapasan adalah makrofag alveolar (AM), sel dendritik (DC), neutrofil, sel

pembunuh alami (NK), dan sel limfoid bawaan (ILC). Mereka mengenali struktur

mikroorganisme yang dipresentasikan oleh reseptor yang berikatan dengan

membran dan intraseluler untuk memulai respon yang sesuai.3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Imun

Imunitas didefinisikan sebagai pertahanan terhadap penyakit, terutama

penyakit infeksi. Kumpulan sel-sel, jaringan dan molekul-molekul yang

berperan dalam pertahanan infeksi disebut sistem imun, sedangkan reaksi

koordinasi sel-sel dan molekul tersebut dalam pertahanan terhadap infeksi

disebut respon imun.4

Secara umum sistem imun dibagi menjadi dua lini, yaitu:4

1. Imunitas alami(innate)

Imunitas alami (juga disebut natural immunity dan native immunity)

adalah pertahanan lini pertama, berupa mekanisme non-spesifik (antigen-

independent) untuk menghambat masuknya mikroba dan mengeliminasi

mikroba yang berhasil masuk ke jaringan inang (host) secara cepat.

Disamping itu, imunitas alami merupakan kunci penting dalam

pembersihan jaringan mati dan perbaikan kerusakan jaringan.

2. Imunitas adaptif

Imunitas adaptif bersifat spesifik terhadap antigen (antigen-dependent),

memerlukan ekspansi dan diferensiasi limfosit sebagai respon terhadap

mikroba sebelum memberikan pertahanan yang efektif. Imunitas adaptif

terdiri atas dua jenis, yaitu imunitas humoral yang diproduksi oleh limfosit

B dan imunitas seluler yang diproduksi oleh limfosit T.


B. Sistem Imun Alamiah/Innate Paru

Imunitas seluler merupakan pusat respon imun bawaan di paru-paru

dimana sel-sel imun memantau dan mempertahankan homeostasis serta sel-sel

yang bermigrasi ke jaringan ketika diaktifkan oleh infeksi atau kerusakan

jaringan. Komponen utama imunitas alamiah adalah sel epitel, makrofag, sel

dendritik, neutrofil, sel pembunuh alami (NK) dan sel limfoid bawaan (ILC).2,3

1. Sel Epitel

Epitel adalah garis pertahanan awal terhadap infeksi. Fungsi dari

epitel paru adalah bertindak sebagai penghalang fisik antara lumen dan

pembuluh darah. Integritas lapisan epitel di paru-paru dan ruang alveolar

sangat penting untuk mencegah agen infeksi berkolonisasi dan menyebar

dari paru-paru, serta mencegah penumpukan cairan (edema) di Paru-paru.

Bentuk tight junctions yang terdapat di epitel dapat berubah oleh karena

infeksi virus.

Hilangnya integritas epitel dapat memungkinkan penyebaran agen

infeksi kedalam aliran darah, dan pada saat yang sama, terjadi

penumpukan cairan di paru-paru dan mengurangi pertukaran gas. Oleh

karena itu, sel epitel Paru berperan penting dalam memantau permukaan

apikal untuk tanda-tanda infeksi. Hal ini dilakukan melalui Pattern

Recognition Receptors (PRRs), yang merupakan bagian integral dari

respons imun innate. Sel epitel Paru-paru manusia dan sel imun innate

mengekspresikan Toll Like Receptors (TLRs) yang berfungsi untuk


menginduksi peradangan yang dapat menyebabkan pembersihan agen

infeksi, diantaranya TLR1, TLR2, TLR3, TLR4, TLR5, TLR6, TLR7,

TLR8, TLR8, TLR9 dan TLR10, dimana masing-masing TLR mengenali

antigen yang berbeda.2

Tabel 1. TLRs dan ligannya.5

Dalam studi ekspresi gen, ditemukan bahwa dsRNA (seperti pada

infeksi influenza), yang dikenali oleh TLR3, adalah stimulus paling efektif

dari sel epitel saluran napas, menginduksi respon sitokin dan kemokin

yang kuat. Disamping itu, respons TLR2 dan TLR5 dari makrofag alveolar

memunculkan respon yang lebih efektif terhadap agen bakteri dan alergen,

mendorong peningkatan respon dari epitel saluran napas. TLR4 mengenali

bakteri Gram-negatif dan dapat menginduksi meningkatkan regulasi TLR3

dalam makrofag alveolar.2


Gambar 1. Contoh respon bawaan selama infeksi oleh tiga patogen.2

Disamping itu, sel epitel juga menghasilkan musin/mukus sebagai

mekanisme pertahanan yang diproduksi oleh sel goblet dan sel klub, yang

berbentuk sel epitel kolumnar berlapis semu (pseudostratifikasi) bersilia

yang terdapat diseluruh epitel saluran napas. Musin dikodekan oleh 17 gen

MUC: 10 kode untuk musin yang ditambatkan sel (MUC1, MUC3A,

MUC3B, MUC4, MUC12, MUC13, MUC16, MC16, MUC17, dan

MUC20), 7 kode untuk musin yang disekresikan (MUC2, MUC5A/C,

MUC5B, MUC6, dan MUC19), dan 2 kode untuk glikoprotein non-

polimer (MUC7 dan MUC8).6 Mukus yang paling umum di paru-paru

adalah MUC5AC dan MUC5B yang berperan penting dalam mengikat dan

mengganggu agregasi patogen mikroba, mencegah patogen memasuki

lapisan perisiliar dan menghalangi akses patogen ke permukaan sel epitel

dibawahnya.7
Selain itu, Airways Epithelial Cells (AECs) juga memproduksi

peptide antimikroba, salah satu yang terdapat di Paru-paru adalah

Cathelicidins. Cathelicidins memiliki peran dalam angiogenesis,

penyembuhan luka epitel, pertumbuhan kanker paru-paru dan regulasi sel

imun.6

2. Makrofag

Makrofag adalah respon seluler bawaan pusat terhadap infeksi.

Makrofag membunuh secara langsung dengan memfagosit agen infeksi,

merekrut sel imun lain melalui pelepasan beberapa sitokin dan kemokin.

Setelah terjadi gangguan oleh agen infeksi, monosit yang bersirkulasi dan

berdiferensiasi menjadi makrofag atau sel dendritik (DC) untuk

mengerahkan respon imun bawaan mereka di jaringan paru-paru.

Makrofag paru biasanya dibagi dalam dua kelompok: makrofag

alveolar (AM) dan makrofag interstisial (IM). AM terletak di lumen

saluran napas sedangkan IM terdapat di parenkim paru. 8 Secara umum,

AM adalah pusat dalam pembersihan patogen, sedangkan IM berperan

dalam imunomodulasi respon adaptif karena ekspresi MHCII yang lebih

tinggi. Makrofag alveolar berpatroli di permukaan alveolar dan umumnya

merupakan sel imun yang dominan di paru-paru yang sehat. AM memiliki

peran yang berbeda-beda dalam menanggapi infeksi virus, tergantung pada

agennya. Selama infeksi RSV dan influenza, AM mempromosikan

pembersihan virus. Sementara pembersihan influenza membutuhkan


produksi interferon tipe I dan tipe III dalam jumlah tinggi, AM menekan

replikasi RSV secara independen dari produksi interferon.2

Peran utama AM adalah untuk mempertahankan saluran udara

dengan menghilangkan partikel asing. AM yang terpapar benda asing

memfagositosis partikel-partikel ini secara in vivo dan in vitro bahkan

tanpa adanya opsonisasi.8 Sedangkan IM memiliki fungsi homeostatis dan

bertahan melawan patogen. Berbeda dengan AM, proliferasi IM tinggi

ketika distimulasi dengan LPS atau IFN-γ, tetapi berumur lebih pendek,

menunjukkan bahwa IM memiliki peran penting dalam imunitas bawaan di

paru-paru.2

Menurut status aktivasi, klasifikasi makrofag dibagi atas M1 dan

M2, analog dengan sel T helper (Th1/Th2). Makrofag M1 (juga disebut

makrofag yang diaktifkan secara klasik) merespons IFN-γ,

lipopolisakarida dan atau TNF α, menghasilkan sitokin proinflamasi,

menghancurkan patogen intraseluler secara langsung dan mempromosikan

Th1 lokal. Sedangkan makrofag M2 (juga dikenal sebagai makrofag yang

diaktifkan secara alternatif), mewakili fenotipe yang lebih beragam dan

berperan dalam respons imun tipe 2. Makrofag M2 dapat dibagi menjadi

M2a, M2b dan M2c. Bagian-bagian ini memfasilitasi enkapsulasi dan

penghancuran parasit (M2a), imunoregulasi (M2b) dan remodeling

jaringan dan deposisi matriks (M2c). Makrofag M2 juga berkaitan dengan

perkembangan tumor.8
Gambar 2. Peran makrofag paru dalam penyakit paru-paru.8

3. Natural Killer T Cells (NKT Cells)

NKT Cells adalah anggota pertama dari keluarga sel T CD1d-restricted.

Secara khusus, sel T CD1d-restricted dibagi menjadi tiga kelompok yang

disebut NKT tipe I (atau "invarian"), NKT tipe II (atau "varian"), dan sel T

CD1d-restricted "lainnya" mengenai spesifisitas Ags dan penggunaan T

Cell Receptor (TCR).9

a. Sel NKT tipe I

NKT TCR tipe I mengenali berbagai lipid turunan mikroba, yang

menimbulkan respon terhadap penyakit menular. Sel NKT tipe I juga

dapat diaktifkan sebagai respons terhadap beragam sitokin termasuk

IL-12, IL-1, IL-18, IL-23, dan IFN- β.

Setelah aktivasi, sel NKT tipe I dapat dengan cepat menghasilkan

sejumlah besar kemokin multipel (termasuk CCL2, CCL3, CCL4,


CCL5, CCL11, dan CXCL8) dan sitokin seperti TNF -α, IFN- γ, IL-4,

IL-5, IL-10, IL-13, IL-17, IL-21, IL-22, dan GM-CSF. Kemampuan sel

NKT tipe I untuk menghasilkan berbagai kemokin dan sitokin,

bergantung pada sifat rangsangan (misalnya Ags dan/ aktivasi sitokin).

Melalui sifat tersebut, sel NKT tipe I berinteraksi dengan

mempengaruhi banyak sel imun termasuk neutrofil, sel dendritik (DC),

makrofag, sel NK, γδsel T, sel B dan sel T konvensional. Selain itu, sel

NKT tipe I dapat secara langsung membunuh sel yang mengalami

perubahan dan terinfeksi virus.

b. Sel NKT tipe II

Sel NKT tipe II mengekspresikan repertoar TCR yang lebih beragam.

Sel NKT tipe II mengenali Ags dari berbagai sifat dan asal (mamalia

dan mikroba) termasuk glikolipid (liso)fosfolipid dan molekul kecil

non-lipid. Sel NKT tipe II memiliki kesamaan fenotipe dan fungsional

dengan sel NKT tipe I termasuk fenotipe memori efektor,

sitotoksisitas, dan sekresi sitokin/kemokin. Oleh karena itu, sel NKT

tipe I dan II berperan dalam respon antimikroba, autoimun, dan kanker.

4. Neutrofil

Neutrofil berperan penting dalam imunitas bawaan, yaitu dalam

membunuh patogen dan menghilangkan sel yang rusak. Migrasi dan

aktivasi neutrofil dapat menyebabkan inflamasi dan sensitasi secara

langsung atau tidak langsung.10


a. Infeksi bakteri

Sejumlah besar neutrofil disimpan di sumsum tulang.

Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) merangsang

proliferasi dan diferensiasi granulositik di sumsum tulang menjadi

neutrofil matang. Kemudian neutrofil dimobilisasi ke aliran darah

selama infeksi bakteri dan sebagai pertahanan lini pertama sistem

kekebalan bawaan melawan mikroba.

Untuk mencapai tempat inflamasi di berbagai organ, termasuk

paru-paru, neutrofil dalam aliran darah menempel pada endotel

vaskular dan bermigrasi melintasi endotel. Proses ini melibatkan

banyak adhesi molekul dari famili berbeda yang diekspresikan pada

permukaan sel endotel sebagai respon terhadap berbagai

sitokin/kemokin. Saat sel-sel ini bermigrasi ke tempat inflamasi, lalu

teraktivasi, menghasilkan radikal bebas, melepaskan isi granula, dan

memfagositosis serta mendegradasi mikroba. Neutrofil adalah sel

fagositik pertama yang direkrut ke tempat infeksi bakteri, tetapi

memiliki masa hidup yang sangat singkat (6 jam) setelah dilepaskan

dari sumsum tulang.11

Mikroba tunggal umumnya memiliki berbagai molekul yang

disebut pola molekul terkait patogen (Patogen-Associated Molecular

Pattern/PAMPs) yang dapat mengaktifkan satu atau beberapa PRR.

Kaskade pensinyalan intraseluler yang diprakarsai oleh reseptor ini

dapat menyebabkan aktivasi faktor transkripsi, seperti faktor nuklir


(NF)-kB, protein pengaktif (AP)-1, protein transduksi dan transkripsi

sinyal (STAT), dan famili faktor pengatur interferon (IRF) (8), dengan

demikian mengatur ekspresi mediator proinflamasi, seperti sitokin/

kemokin, dan molekul adhesi. Pada gilirannya, mediator proinflamasi

ini dapat menginduksi infiltrasi neutrofil melalui peningkatan

kemotaksis dan mengaktifkan neutrofil untuk melepaskan lebih banyak

sitokin/kemokin. neutrofil memerangi patogen dengan cara nonspesifik

seperti sel imun bawaan, sel penyaji antigen, seperti sel dendritik dan

makrofag, menyajikan antigen ke limfosit T untuk menginduksi

respons imun adaptif spesifik antigen.11

b. Infeksi virus

Paru-paru memiliki respon inflamasi umum terhadap infeksi dan

respon ini termasuk infiltrasi neutrofil dan makrofag sebagai respon

terhadap sinyal kemotaktik yang berasal dari paru-paru. Sel-sel fagosit

ini meninggalkan sirkulasi dan masuk ke tempat-tempat dalam saluran

udara yang terinfeksi di mana mereka dapat menyebarkan fungsi

efektor yang kuat untuk mengendalikan penyakit (Gambar 1) dalam

menanggapi pola molekuler terkait patogen (PAMPs) dan sitokin

inflamasi dan kemokin. Dalam kasus infeksi virus, interferon tipe I

(IFN) dan gen yang distimulasi IFN (ISGs) memberi sinyal respons

imun yang sesuai.

Neutrofil meningkat di paru-paru dan darah setelah infeksi

patogen IAV. Sinyal dari paru yang terinfeksi disebarkan secara


sistemik oleh sel endotel, yang merekrut dan mengikat neutrofil.

Kemotaksis neutrofil pada manusia diperkirakan dimediasi oleh

banyak faktor, seperti kemokin CXCL8, sitokin IL-1 dan TNFα, dan

komplemen C5a.12

Begitu berada di dalam jaringan, lingkungan mikro jaringan

inflamasi yang mengandung senyawa turunan host seperti TNF-α, IL-

1β, IFN-γ, dan GM-CSF dapat mendorong aktivasi neutrofil serta

memperkuat perekrutan neutrofil ke tempat infeksi. Selain itu, neutrofil

mengekspresikan repertoar luas PRR, termasuk TLRs (TLR1/2,

TLR2/6, TLR4, TLR5, TLR7-TLR9), RIG-I like receptors(RIG-I,

MDA-5), reseptor lektin tipe C, dan NOD-Like receptors (NLR), yang

semuanya dapat langsung mengikat PAMPs. Kemoatraktan neutrofil

seperti LTB4, C5a, dan fMLP juga dapat mengaktifkan neutrofil.13

Gambar 3. Fungsi Efektor Neutrofil Dalam Respon Antiviral.13


Neutrofil menunjukkan sejumlah besar fungsi efektor. Aktivasi

neutrofil dapat memicu degranulasi dimana neutrofil mengeluarkan

mediator dan enzim proteolitik seperti MMPs, MPO, dan NE, yang

disimpan dalam butiran sitoplasma. Neutrofil juga dapat memediasi

pembersihan patogen dengan memproduksi ROS, yang dapat terjadi

secara intraseluler dalam fagolisosom untuk membunuh mikroba yang

terinternalisasi atau secara ekstraseluler, untuk memerangi patogen

yang lebih besar. Fagositosis patogen dapat membatasi penyebaran

mikroba, sedangkan fagositosis puing-puing seluler dan bahan

apoptosis dapat berkontribusi pada fase perbaikan inflamasi. Neutrofil

juga dapat membatasi penyebaran mikroba dengan mensekresikan

kromatinnya sebagai jaring, menjebak patogen. Pada akhirnya,

neutrofil dapat memiliki interaksi langsung dan tidak langsung dengan

sel lain seperti makrofag alveolar (AM), sel dendritik (DC), dan sel T,

yang dapat berkontribusi pada imunitas bawaan dan adaptif.13

5. Sel Dendritik (Dendritic Cells/DC)

Sel dendritik memiliki peran penting dalam menghubungkan

respon imun bawaan dan adaptif. Plasmasitoid DC berperan utama dalam

infeksi virus seperti RSV atau H1N1, memunculkan respon protektif

interferon tipe I, mengaktifkan sistem imun adaptif .2


6. Sel Limfoid Bawaan (Innate Lymphoid Cells/ILC)

ILC adalah kelompok terbaru dari sel imun bawaan heterogen

yang merupakan turunan limfoid tetapi tidak memiliki reseptor spesifik

antigen. Secara mekanis, ILC terlibat dalam respons antimikroba protektif,

terutama pada organ penghalang mukosa, tetapi mereka juga memainkan

peran patogen dalam peradangan, autoimunitas, alergi, dan fibrosis di

dalam jaringan.14

ILC diklasifikasikan menjadi lima himpunan bagian yang berbeda

berdasarkan perkembangannya, ekspresi faktor transkripsi dan fungsi

efektor. Sel NK konvensional, yang merupakan efektor sitotoksik khusus

yang membunuh sel yang terinfeksi virus dan sel tumor serta memerlukan

faktor transkripsi T-bet untuk menjalankan fungsinya, sekarang dianggap

sebagai subset ILC yang berbeda. Subset kedua, sel limfoid jaringan-

inducer (LTi), bertanggung jawab untuk organogenesis limfoid sekunder,

sedangkan tiga subset ILC (ILC1, ILC2, ILC3) yang tersisa memainkan

peran yang mirip dengan sel T penolong. Sel ILC3 dan CD4+ LTi

mengekspresikan reseptor asam retinoat (ROR)γt.15

Pemeliharaan fungsi barrier epitel dimukosa saluran pernapasan

sangat penting untuk membatasi paparan rangsangan fisiologis dan

imunologi. ILC berperan penting untuk menjaga integritas barrier jalan

napas dan homeostasis jaringan setelah infeksi virus influenza. Sebagai

respons terhadap infeksi atau paparan alergen, IL-25, IL-33 dan TSLP

yang diturunkan dari sel epitel dan sel myeloid menghasilkan respons
ILC2s di paru-paru. Respons ILC2 dapat ditingkatkan dengan IL-4 yang

diturunkan dari basofil atau PGD2 yang diturunkan dari sel mast. Aktivasi

ILC2 selanjutnya dapat mempromosikan perekrutan eosinofil yang

dimediasi IL-5, diferensiasi AMac yang dimediasi IL-13, atau peningkatan

respon sel Th2 yang dimediasi oleh MHCII, yang menyebabkan alergi dan

fibrosis. Namun, IL-27 dan IFN-γ yang diturunkan dari ILC1 dapat

berlawanan fungsi ILC2 dan respon imun bawaan tipe 2. Selanjutnya,

proliferasi ILC2 sebagai respons terhadap IL-2 yang diturunkan dari

limfoid dan menghasilkan sejumlah besar sitokin Th2, termasuk IL-5, IL-6

dan IL-13. IL-5 dan IL-6 mengatur produksi antibodi sel B dan pembaruan

diri sel B1.

Gambar 4. Skema dari lima bagian ILC yang berbeda dan peran mereka

dalam imunitas seluler.15


Setelah infeksi di Paru-paru, sel-sel epitel saluran napas menjadi

rusak dan menghasilkan IL-33. ILC2 merespons IL-33 dan menghasilkan

amphiregulin, yang mendorong perbaikan epitel saluran napas. Bersamaan

dengan produksi IL-9 autokrin, IL-33 yang diproduksi oleh makrofag, DC,

sel mast, NKT, dan sel limfoid meningkatkan fungsi perbaikan ILC. Pada

respon inflamasi bawaan di paru, sel alveolar tipe II menghasilkan IL-33

dan TSLP, yang secara sinergis menginduksi ILC2s untuk menghasilkan

IL-5 dan IL-13. IL-5 dan IL-13 diketahui meningkatkan produksi lendir.16

Gambar 5. Peran ILC dalam homeostasis Paru-paru, interaksi sel-sel dan


perbaikan jaringan16

7. Komplemen
Sistem komplemen adalah protein plasma yang berfungsi sebagai

efektor kunci dalam respon imun terhadap patogen dengan meningkatkan

fagositosis, produksi mediator aktif inflamasi seperti C5a dan C3a dan

dengan menyerang membran sel patogen. Sebagian besar protein

komplemen dibuat oleh hepatosit, tetapi juga dapat diproduksi oleh

monosit yang bersirkulasi, makrofag jaringan, dan sel epitel di paru-paru.

Komplemen bersirkulasi sebagai protein tidak aktif, tetapi dapat diaktifkan

oleh tiga jalur yang berbeda, klasik, alternatif dan leptin.2

DAFTAR PUSTAKA
1. Orimo, K., Saito, H., Matsumoto, K., Morita, H. 2020. Innate Lymphoid Cells

in the Airways: Their Functions and Regulator. Allergy Asthma Immunology

Research.. 12(3):381-398.

2. Pena, M.G., McLaughlin, N., Pociask, D. 2019. The Role of the Innate

Immune System on Pulmonary Infections. Biological Chemistry. 400(4):443-

456

3. Zhang, H., He, F., Li, P., Hardwidhe, P.R., Li, N., Peng, Y. 2021. The Role of

Innate Immunity in Pulmonary Infections. BioMed Research International.

4. Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S. 2016. Imunologi Dasar Abbas: Fungsi

dan Kelainan Sistem Imun. Edisi Kelima. Indonesia: ELSEVIER

5. Chaudhuri, N. dan Sabroe, I. 2008. Basic science of the innate immune system

and the lung. Paediatric Respiratory Reviews. 9:236–242

6. Hiemstra, P.S., McCray, P.B., Bals, R. 2015. The innate immune function of

airway epithelial cells in inflammatory lung disease. Europa Respiratory

Journal. 45(4):1150-1162.

7. Whitsett, J.A. dan Alenghat, T. 2015. Respiratory epithelial cells orchestrate

pulmonary innate immunity. Nature Immunology. 16(1):27-35.

8. Byrne, A.J., Mathie, S.A., Gregory, L.G., Lloyd, C.M. 2015. Pulmonary

macrophages: key players in the innate defence of the airways. Thorax. 0:1-8

9. Trottein, F. dan Paget, C. 2018. Natural Killer T Celss and Mucosal-

Associated Invariant T Cells in Lung Infections. Frontiers in Immunology.

9(1750):1-17.
10. Liu, J., Pang, Z., Wang, G., Guan, X., Fang, K., Wang, Z., Wang, F. 2017.

Advanced Role of Neutrophils in Common Respiratory Diseases. Journal of

Immunology Research

11. Balamayooran, G., Batra, S., Fessler, M.B., Happel, K.I., Jeyaseelan, S. 2010.

Mechanisms of Neutrophil Accumulation in the Lungs Against Bacteria.

American Journal Of Respiratory Cell And Molecular Biology. 43:5-16.

12. Camp, J.V. dan Jonsson, C.B. 2017. A Role for Neutrophils in Viral

Respiratory Disease. Frontiers in Immunology. 8(550):1-17.

13. Johansson, C. dan Kirsebom, F.C.M. 2021. Neutrophils in respiratory viral

infections. Springer Nature.

14. Hartl, D., Tirouvanziam, R., Laval, J., Greene, C.M., Habiel, D., Sharma, L.,

dll. 2018. Innate Immunity of The Lung: From Basic Mechanisms to

Translational Medicine. Journal of Innate Immunity.

15. Borger, J.G., Lau, M., Hibbs, M.L. 2019. The Influence of Innate Lymphoid

Cells and Unconventional T Cells in Chronic Inflammatory Lung Disease.

Frontiers in Immunology. 10(1597):1-16.

16. Lai, D.M., Shu, Q., Fan, J. 2016. The origin and role of innate lymphoid cells

in the lung. Military Medical Research. 3(25):1-10.

Anda mungkin juga menyukai