FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
Disusun Oleh :
Norman Delvano
Weky, S.Ked
(1108012032)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2016
penyebab lesi orbital pada orang dewasa (10%, 58/574), setelah hemangioma
dan non-Hodgkin lymphoma.
Berdasarkan penelitian kasus orbital pseudotumor di Cina, rentang usia
pasien berkisar 4 tahun 80 tahun. Puncak kejadian kasus ini adalah pada
dekade keempat dan kelima. Salah satu gejala objektif (sign) dari orbital
pseudotumor adalah adanya peningkatan tekanan intraokular. Infiltrasi sel
inflamasi, yaitu limfosit, sel plasma, makrofag, dan sel mast dari jaringan
intersisial, lemak orbital, dan kelenjar lakrimal dapat menyebabkan volume
orbital meningkat dan secara tidak langsung meningkatkan tekanan
intraorbital. Nilai tekanan intraokular ini seharusnya selalu dilakukan karena
hal ini berkaitan langsung terhadap keadaan suatu pseudotumor. Hilangnya
penglihatan pada kasus ini dikarenakan adanya penekanan saraf optik oleh
pembengkakan jaringan di sekitar mata. Pembengkakan jaringan orbital
(rongga mata) dapat menyebabkan mata menonjol keluar dan membatasi
kemampuan mata untuk menutup kelopak mata, dengan demikian akan
mengekspos permukaan depan mata sehingga dapat mengakibatkan iritasi dan
kerusakan kornea. Hampir seluruh gambaran histopatologi kasus ini tidak
menunjukan suatu keganasan dan menunjukan adanya reaksi radang non
spesifik.
Banyak kasus biopsi mungkin tidak memiliki patonomonik dan harus
dikorelasikan dengan gejala klinis pasien yaitu nyeri dan penurunan tajam
penglihatan. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab seperti
tumor. Tumor yang membesar akan menyebabkan anomali pada pembuluh
darah bahkan akan terjadi kompresi pada nervus optikus yang mengakibatkan
defek lapangan pandang sampai tidak ada persepsi cahaya.. Gejala klinis yang
sering ditemui pada kasus adalah proptosis (penonjolan bola mata), nyeri,
penglihatan ganda, dan penurunan ketajaman penglihatan. Inflamasi yang
mengakibatkan pembengkakan jaringan orbital (rongga mata) dapat
menyebabkan mata menonjol keluar (proptosis). Pasien dapat juga menderita
penglihatan
ganda
dan
penglihatan
kabur
yang
diakibatkan
oleh
Definisi
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat
reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi
biasa dan reaksi lambat sesudah beberapa hari kontak seperti reaksi
terhadap obat. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen.
Biasanya dengan riwayat atopi. Reaksi hipersensitivitas yang paling sering
B.
penyakit atopik.
Klasifikasi Konjungtivitis Alergi
Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi:
Hay Fever Konjungtivitis
Sebuah peradangan konjungtiva ringan, nonspesifik umumnya terkait
dengan rhinitis alergi. Biasanya ada riwayat alergi terhadap serbuk sari,
rumput, dll. Pasien mengeluh gatal-gatal, dan kemerahan pada mata dan
sering menyatakan bahwa mata tampaknya akan "tenggelam ke dalam
jaringan di sekitarnya." Ada injeksi ringan dari palpebra dan konjungtiva
b.
ada riwayat keluarga alergi (hay fever, eksim, dll), dan kadang-kadang ada
riwayat alergi pada masa muda. Konjungtiva memiliki penampilan susu,
dan ada banyak papila di konjungtiva tarsal bawah. Konjungtiva atas
c.
venerum,
leismaniasis,
infeksi
jamur,
Chlamidia
trachomatis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain dalam tubuh. Pada
pasien akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu
tonjolan bulat dengan warna kuning kelabu seperti suatu mikroabses yang
biasanya terletak di dekat limbus. Biasanya abses ini menjalar ke arah
d.
D.
Patofisiologi
Konjungtivitis terjadi akibat kerusakan jaringan akibat masuknya benda
asing ke dalam konjungtiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang
disebut respon radang atau inflamasi. Pada konjungtivitis alergi dapat terjadi
reaksi hipersensitivitas tipe I.(1) Keadaan ini merupakan hipersentivitas
seketika dengan reaksi yang dimulai dalam tempo beberapa menit sesudah
terjadi kontak dengan antigen. Kalau mediator kimia terus dilepaskan, reaksi
lambat dapat berlanjut sampai 24 jam. Reaksi ini diantari oleh antigen IgE
dan bukan oleh antibodi IgG atau IgM. Hipersensitifitas tipe I memerlukan
kontak sebelumnya dengan antigen yang spesifik sehingga terjadi produksi
antibodi IgE oleh sel-sel plasma. Proses ini berlangsung dalam kelenjar
limfe tempat sel-sel T helper membantu menggalakkan reaksi ini. Antibodi
IgE akan terikat dengan reseptor membran pada sel-sel mast yang di jumpai
dalam jaringan ikat basofil. Pada saat terjadi kontak ulang, antigen akan
terikat dengan antibodi IgE didekat dan pengikatan ini mengaktifkan reaksi
seluler yang memicu proses degranulasi serta pelepasan mediator kimia
(histamin, leukotrien dan ECF-A (eosinophil chemotaric factor of
anaphylaxis). Histamin akan berikatan dengan reseptor H1 pada ujung saraf
dan menyebabkan gejala pada mata berupa gatal selain itu histamin juga
E.
F.
tidak
adekuat
maka
perlu
dipertimbangkan
pemberian
10
I.
infeksi sekunder.
Prognosis
Prognosis konjungtivitis alergi pada umumnya baik karena penyakit ini
3.
13
bagi operator untuk melakukan laser, sehingga pada keadaan ini perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan vitrektomi
14