TUNARUNGU
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan pada kami
untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Klasifikasi dan Jenis Anak Tunarungu tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Perspektif
Pendidikan dan Pembelajaran Anak Tunarungu di program RPL Pendidikan Luar Biasa
Universitas Negeri Padang. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang pemahaman Anak Tunarungu.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Zulmiyetri, M.Pd
selaku dosen pengampu sehingga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait bidang yang ditekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami terima demi kesempurnaan makalah ini.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
B. Tujuan ............................................................................................................................4
A. Kesimpulan....................................................................................................................19
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan berperan
sebagai manusia dengan berhubungan dan bekerja sama dengan manusia lain. Salah
satu cara terpenting untuk berhubungan dan bekerja sama dengan manusia adalah
komunikasi.
Komunikasi terjadi apabila ada komunikator (orang yang menyampaikan pesan
atau informasi) dan komunikan (orang yang menerima pesan atau informasi).
Komunikasi pada dasarnya adalah penyampaian atau pengiriman pesan yang berupa
pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) untuk memberitahu guna merubah
sikap, pendapat dan prilaku baik secara langsung atau tidak, dan yang terpenting
adalah dalam proses penyampaian pesan itu harus jelas, agar tidak terjadi salah faham.
Komunikasi merupakan suatu hal yang alamiah yang dapat dilakukan oleh siapa
saja. Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua orang dapat melakukan komunikasi
dengan baik, salah satunya adalah siswa tunarungu wicara yang memiliki gangguan
komunikasi. Anak dengan hambatan mendengar serta berbicara (tunarungu wicara)
biasanya terlihat normal. Perbedaannya adalah mereka tidak dapat mendengar yang
pada akhirnya mempengaruhi komunikasinya sehingga dalam hal berbicara
mengalami kesulitan. Ada beberapa karakteristik tunarungu wicara, yaitu mudah
tersinggung, kurang dapat beradaptasi dengan lingkungan, dan memiliki rasa curiga
terhadap orang di sekitarnya.Istilah gangguan dalam komunikasi meliputi berbagai
masalah dalam bahasa, ucapan dan pendengaran. Seperti yang dikemukakan oleh
National Dissemination Center for Children with Disabilities, bahwa: Gangguan
bicara dan bahasa termasuk masalah artikulasi, gangguan suara, masalah kelancaran
(seperti gagap), aphasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat
cedera otak), dan keterlambatan dalam berbicara dan atau bahasa. Keterlambatan
bicara dan bahasa mungkin disebabkan oleh banyak faktor, termasuk faktor- faktor
lingkungan atau gangguan pendengaran. Berbahasa dan berbicara merupakan salah
satu media untuk melakukan komunikasi. Hal ini menandakan pentingnya komunikasi
bagi manusia. Percakapan dalam proses pembelajaran di kelas merupakan sebuah
bentuk realitas komunikasi dari penggunaan bahasa, komunikasi di kelas memiliki
peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Melalui komunikasi, seseorang
yang memiliki kemampuan berbicara dan berbahasa akan mengutarakan apa yang
diinginkan melalui pesan yang disampaikan.
3
Lain halnya dengan tunarungu wicara yang memiliki hambatan dalam berbahasa
dan berbicara akibat dari keterbatasan dalam pendengaran. Untuk itu diperlukan
metode komunikasi yang tepat guna untuk mengembangkan kemampuan
berbahasanya, misalnya dengan gerak tubuh atau dengan visualnya.
2. RUMUSAN MASALAH
1 Apa itu Anatomi organ pendengaran
2 Klasifikasi dan jenis-jenis anak dengan hambatan pendengaran
3 Perkembangan anak dengan hambatan pendengaran
4 Istilah-istilah yang berkaitan dengan hambatan pendengaran
3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu Anatomi organ pendengaran
2. Dapat mendalami Klasifikasi dan jenis-jenis anak dengan hambatan pendengaran
3. Untuk mengetahui Perkembangan anak dengan hambatan pendengaran
4. Mengenal berbagai Istilah-istilah yang berkaitan dengan hambatan pendengaran
4
BAB II
PEMBAHASAN
Sumber: https://papaalkha.com/apa-itu/anatomi-telinga/
5
Liang telinga atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk seperti
huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka tulang rawan dan 2/3 distal
memiliki kerangka tulang sejati. Saluran telinga mengandung rambut-rambut halus
dan kelenjar lilin. Rambut-rambut alus berfungsi untuk melindungi lorong telinga
dari kotoran, debu dan serangga, sementara kelenjar sebasea berfungsi
menghasilkan serumen. Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar
seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Kelenjar sebasea terdapat
pada kulit liang telinga.
6
c. Tuba auditiva eustachius
Tuba auditiva eustachius atau saluran eustachius adalah saluran penghubung
antara ruang telinga tengah dengan rongga faring. Adanya saluran eustachius,
memungkinkan keseimbangan tekanan udara rongga telinga telinga tengah
dengan udara luar.
7
kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. Struktur organ Corti ditampilkan
pada gambar.
10
Efendi (2006, hlm. 59-60) menuturkan klasifikasi anak tunarungu ditinjau
dari kepentingan pendidikannya, dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu
sebagai berikut:
a. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30dB (slight losses).
b. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40dB (mild losses).
c. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60dB (moderate
losses).
d. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60- 5dB (servere losses).
e. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB keatas (profoundly
losses)
Menurut Krik (dalam Somad, 1995, hlm. 29) klasifikasi kemampuan
mendengar terbagi tujuh, yaitu:
a. 0 dB, ditujukan untuk anak dengan kemampuan pendengaran optimal
b. 0-26 dB, ditukukan untuk anak dengan kemampuan pendengaran yang normal
c. 27-40 dB, ditujukan untuk Anak dengan Hambatan Pendengaran yang
kesulitan mendengar bunyi jauh (hambatan pendengaran ringan)
d. 41-55 dB, kemampuan pendengaran berada pada hambatan pendengaran
sedang
e. 56 -70 dB, kalsifikasi ini termasuk pada hambatan pendengaran agak berat
f. 71- 90 dB, merupakan hambatan pendengaran berat)
g. 91dB keatas, anak dapat dikatakan tuli atau hambatan pendengaran sangat
berat.
11
residualhearing sufficient to enable successful processing of linguistic
informationthrough audition.”
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa hambatan pendengaran adalah
suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi
keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat,
digolongkan ke dalam bagian tuli dankurang dengar. Orang tuli adalah seseorang
yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi
bahasa melaluipendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu
mendengar. Ada pun seseorang yang kurang dengar adalah seseorang yang
biasanya dengan menggunakan alat bantu mendengar, sisa pendengarannya cukup
memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasamelalui pendengaran.
Boothrooyd dalam Bunawan (2007, hlm. 5) mengatakan bahwa istilah
hambatan pendengaran merujuk pada segala gangguan dalam daya dengar,
terlepas dari sifat, faktor penyebab, dan tingkat/ derajat ketunarunguan. Hambatan
pendengaran dibagi atas 2 kelompok besar yaitu:
1) Kelompok yang menderita kehilangan daya dengar untuk menunjuk pada
segala gangguan dalam deteksi bunyi. Gangguan ini dinyatakan dalam besaran
berapa desibel ambang pendengaran seseorang perlu duperkuat di atas
ambangpendengaran orang yang memiliki pendengaran normal. Berdasarkan
besaran/tingkat penguatan bunyi yang diperlukan agar seseorang dapat
mendeteksibunyi, mereka dapat dibagi dalam berbagai golongan dari ringan
sampai total.
2) Kelompok yang tergolong mengalami gangguan proses pendengaran yaitu
mereka yang mengalami gangguan dalam menafsirkan bunyi, karena adanya
gangguan dalam mekanisme syaraf pendengaran.
Kombinasi kedua gangguan yaitu daya dengar dan gangguan mekanisme
syaraf pendengaran, merupakan hal umum ditemukan pada seseorang. Boothroyd
juga memberikan batasan untuk 3 istilah berdasarkan seberapa jauh seseorang
dapatmemanfaatkan pendengarannya dengan atau tanpa bantuan amplifikasi/
pengerasan oleh ABM yaitu:
a. Kurang dengar (hard of hearing) adalah mereka yang mengalami gangguan
dengar, namun masih dapat menggunakan sebagai sarana/modalitas
utamauntuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan
kemampuanbicaranya.
12
b. Tuli (deaf) adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat
digunakansebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara,
namun masihdapat difungsikan sebagai suplemen pada penglihatan dan
perabaan.
c. Tuli total(totally deaf) adalah mereka yang sudah sama sekali tidak
memilikipendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk
menyimak/mempersepsikan dan mengembangkan bicara.
Marschark dan Hauser (2012, hlm. 64-65) dan Haenudin (2013, hlm. 63-65)
menuturkan bahwa penyakit, kecelakaan, atau genetika (keturunan) mengurangi
jumlah pendengaran yang dimiliki seorang anak, kerugian yang dihasilkan
biasanya dikategorikan sebagai konduktif atau sensorineural. Adam dan Rohring
(2004, hlm. 10) menyatakan hambatan pendengaran dapat terjadi jika terdapat
halangan di telinga luar sehingga menyebabkan gelombang suara tidak mencapai
daerah telinga tengah atau dalam. Hambatan pendengaran konduktif dapat terjadi
di daerah telinga bagian luar atau tengah yang melibatkan konduksi suara yang
buruk di sepanjang bagian yang mengarah ke telinga bagian dalam. Suara tidak
dilakukan secara efisien dan ditransmisikan dengan cara yang lebih lemah dan
tidak sempurna. Jenis-jenis kehilangan ini biasanya tidak separah jenis
sensorineural dan seringkali dapat ditolong dengan alat bantu dengar dan / atau
pembedahan. Dampak yang ditimbulkan dari hambatan pendengaran konduktif
mencakup penyumbatan saluran telinga dengan lilin atau cairan.
Hambatan pendengaran sesnorineural biasanya melibatkan koklea atau
hubungan dengan saraf pendengaran yang mengalir ke otak. Hambatan ini
mengurangi atau menghilangkan impuls saraf yang mewakili suara sehingga
orang dengan hambatan pendengaran pada kondisi ini tidak dapat mendengar
suaranya sendiri.
Adam dan Rohring (2004, hlm. 10) menyatakan hambatan pendengaran
sensorineural terjadi di telinga bagian dalam, yang melibatkan kerusakan sel-sel
rambut di koklea atau ujung saraf. Suara tidak terdengar, didengar dengan distorsi,
atau salah dengar. Pada beberapa tahun terakhir, dalam banyak kasus, audiolog
telah dapat mendiagnosis dissinkronisasi pendengaran, yaitu suatu kondisi di
mana gelombang suara memasuki koklea dan sel-sel rambut yang berfungsi
mengirim informasi saraf ke otak, tetapi komponen saraf menerima data dalam
mode yang tidak disinkronkan dan oleh karena itu pesannya kacau. Otoacoustic
Emission Testing adalah prosedur yang dapat digunakan untuk membantu
13
menentukan kondisi ini, menunjukkan dengan jelas gangguan proses pendengaran
dengan memisahkan komponen saraf dan sensorik (Starr, Pictin, Sininger, Hood,
& Berlin, 1996). Marschark dan Hauser (2012, hlm. 64-65) dan Haenudin (2013,
hlm. 63-65) Hambatan ini mengurangi atau menghilangkan impuls saraf yang
mewakili suara sehingga orang dengan hambatan pendengaran pada kondisi ini
tidak dapat mendengar suaranya sendiri.
2. Bagi Keluarga
a. Reaksi-reaksi yang timbul biasanya dapat dibedakan atas bermacam-macam
pola, yaitu: Timbulnya rasa bersalah atau berdosa
b. Orangtua menghadapi anaknya yang cacat dengan perasaan yang kecewa
karena tidak memenuhi harapannya
c. Orangtua malu menghadapi kenyataan bahwa anaknya berbeda dengan anak-
anak lainnya.
d. Orangtua menerima keadaan anaknya beserta keadaannya sebagaimana
mestinya.
Sikap orangtua sangat tergantung pada reaksinya terhadap kelainan
anaknya. Sebagai reaksi dari orangtua atas sikapnya tersebut, maka :
a. Orangtua ingin menebus dosa dengan jalan mencurahkan kasih sayangnya
secara berlebihan kepada anaknya
b. Orangtua biasanya menolak kehadiran anaknya
c. Orangtua cenderung menyembunyikan anaknya atau menahannya di rumah
d. Orangtua bersikap realistis terhadap anaknya
3. Bagi Masyarakat
Pada umumnya orang masih berpendapat bahwa anak tunarungu tidak dapat
berbuat apapun. Pandangan yang semacam ini sangat merugikan anak tunarungu.
Karena adanya pandangan ini biasanya dapat dilihat sulitnya anak tunarungu
memperoleh lapangan pekerjaan. Disamping pandangan karena
ketidakmampuannya, anak tunarungu juga sulit untuk bersaing dengan anak
normal.
4. Bagi Penyelenggara Pendidikan Perhatian akan kebutuhan pendidikan bagi anak
tunarungu tidaklah dapat dikatakan kurang, karena terbukti bahwa anak tunarungu
telah banyak mengikuti pendidikan, sepanjang lembaga pendidikan itu dapat
dijangkaunya. Persoalan baru yang perlu mendapat perhatian jika anak tunarungu
tetap saja harus sekolah pada sekolah khusus adalah jika anak-anak tunarungu itu
tempat tinggalnya jauh dari sekolah luar biasa (SLB), maka tentu saja mereka
tidak akan dapat bersekolah. Usaha lain muncul dengan didirikannya asrama di
16
samping sekolah khusus tersebut. Namun usaha itu tidak dapat diandalkan sebagai
satu-satunya cara untuk menyekolahkan mereka.
Usaha lainnya yang mungkin akan dapat mendorong anak tunarungu dapat
bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti pendidikan pada sekolah
normal/biasa dan disediakan program-program khusus bila mereka tidak mampu
mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.
17
Istilah Tunarungu Dari Beberapa Sumber Buku :
1. Menurut Winarsih (2007), tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan
kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan
kurang dengar.
2. Menurut Suharmini (2009), tunarungu adalah keadaan dari seorang individu yang
mengalami kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa
menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui pendengaran.
3. Menurut Sutjihati (2006), tunarungu adalah suatu keadaan kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama
melalui indera pendengarannya.
4. Menurut Somad dan Hernawati (1995), tunarungu adalah seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya
yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-
hari yang membawa dampak terhadap kehidupananya secara kompleks.
18
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. hambatan pendengaran merupakan sebutan yang merujuk pada segala klasifikasi taraf
hambatan pendengaran baik dari yang ringan hingga sangat berat. Isitlah ini sering
digunakan dalam dunia pendidikan untuk mempelajari hakikat yang berkaitan dengan
hambatan pendengaran beserta klasifikasinya. Sudut pandang pendidikan memandang
individu berkebutuhan khusus tidak berdasarkan hambatan yang dimiliki, setiap
penggunaan istialh hambatan selalu diawalai dengan kata “anak”, “individu”, atau pun
“orang”, sebagai contoh adalah anak dengan hambatan pengelihatan, dan individu atau
orang dengan hambatan fisik. Mereka yang mengalami hambatan pengelihatan,
pendengaran, fisik atau pun hambatan lainnya merupakan ciptaan tuhan yang hanya
mengalami kondisi berbeda dan harus tetap dipandang sebagai “seseorang” atau pun
“orang-orang” dan merupakan bagian dari masyarakat.
2. Hambatan pendengaran sesnorineural biasanya melibatkan koklea atau hubungan
dengan saraf pendengaran yang mengalir ke otak. Hambatan ini mengurangi atau
menghilangkan impuls saraf yang mewakili suara sehingga orang dengan hambatan
pendengaran pada kondisi ini tidak dapat mendengar suaranya sendiri.
3. Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami gangguan atau
ketidakmampuan dalam hal pendengaran, mulai dari tingkatan yang ringan sampai
yang berat sekali yang diklasifikasikan ke dalam tuli (deaf) dan kurang dengar (Hard
of hearing). Orang yang tuli adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran
(lebih dari 70 dB) yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi bahasa
melalui pendengarannya sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain
baik dengan memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar.
19
DAFTAR PUSTAKA
20