Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KELOMPOK

KOMUNIKASI EFEKTIF

GANGGUAN PENDENGARAN

DOSEN FASILITATOR : Ns. Dewi Kurnia Putri, M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. Renaldi Samuel 20031050 7. Elsa Sanusi 20031067

2. Nadia Arneliscia 20031053 8. Mahgfirah Fitrika 20031075

3. Natasha Alkarima 20031057 9. Sofia Reztika Putri 20031064

4. Tri Novita Idris 20031060 10. Yudha Pratama 20031090

5. Dewita Sania 20031061 11. Dena Aurelia 20031091

6. Nadila Ramadhani Helmaneza 20031080

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HANG TUAH PEKANBARU

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah,
dan Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah
Komunikasi Keperawatan dengan judul “Gangguan Pendengaran “.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Dewi Kurnia Putri, M.Kep yang
telah memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, dan motivasi sampai selesainya makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan terimakasih dan kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bangkinang, 29 Mei 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………... i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………… 1

1.1 Latar belakang ………………………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………. 2

1.3 Tujuan …………………………………………………………………………… 2

BAB II LANDASAN TEORI ………………………………………………………….. 3

BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………………………… 4

2.1 Pengertian Komunikasi Efektif …………………………………………………. 4

2.2 Pengertian Gangguan Pendengaran ( Tunarungu ) …………………………….. 6

2.3 Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran …………………………………………….. 7

2.4 Karakteristik Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran …………………. 8

2.5 Penyebab Gangguan Pendengaran ……………………………………………… 9

2.6 Gangguan Pendengaran Akibat Bising …………………………………………. 10

BAB IV PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………… 15

3.2 Saran …………………………………………………………………………….. 15

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius dan
banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguan pendengaran adalah hilangnya
kemampuan untuk mendengar bunyi dalam cakupan frekuensi yang normal untuk didengar
(Beatrice, 2013). Gangguan pendengaran dapat mengenai salah satu atau kedua telinga
sehingga penderitanya mengalami kesulitan dalam mendengar percakapan (WHO, 2015).
Sebanyak 1,3 miliar orang di dunia diperkirakan menderita gangguan pendengaran (Basner
et.al, 2014). Menurut Masner et.al, sekitar 4,1% orang di dunia diperkirakan mengalami
gangguan pendengaran dengan tingkat sedang hingga berat pada tahun 2002 (Rahadian,
2011). Penderita gangguan pendengaran di Rusia juga meningkat dan mencapai angka 13 juta
penduduk (Ignatova et.al, 2015). Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS)
menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan prevalensi gangguan pendengaran
tertinggi keempat di Asia Tenggara, yaitu 4,6% di bawah Sri Lanka (8,8%), Myanmar
(8,4%), dan India (6,3%) (Tjan et.al, 2013).

Ancaman gangguan pendengaran ini tidak hanya dialami oleh orang tua dan anak-
anak saja, tetapi remaja pun memiliki peluang untuk terkena gangguan pendengaran. Sekitar
1,1 miliar dewasa muda di seluruh dunia diperkirakan memiliki risiko penurunan
pendengaran akibat kebiasaan yang tidak sehat bagi pendengarannya (WHO, 2015). Analisis
lain yang dilakukan oleh Canada Community Health Survey and the Participation and
Activity Limitations Surveys menunjukkan prevalensi gangguan pendengaran pada usia 12-
15 tahun sebesar 5% (Feder et.al, 2015). Sebuah analisis data yang dilakukan oleh The
National Health

and Nutrition Examination Survey di Amerika Serikat menunjukkan prevalensi gangguan


pendengaran pada remaja usia 12-19 tahun meningkat dari 3,5% menjadi 5,3% (WHO, 2015).

Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh gangguan transmisi suara di telinga


luar maupun telinga tengah atau yang dikenal dengan tuli konduksi/hantaran dan kerusakan

1
pada sel rambut maupun jalur sarafnya atau yang disebut juga dengan tuli saraf (Ganong,
2012). Penyebab terjadinya gangguan transmisi suara baik pada telinga luar, telinga tengah
maupun telinga dalam bervariasi. Tuli hantaran dapat disebabkan karena adanya sumbatan
pada kanalis auditorius eksterna oleh benda asing atau serumen, kerusakan tulang
pendengaran, adanya penebalan membran timpani akibat terjadinya infeksi telinga tengah
yang berulang, dan kekakuan abnormal karena adanya perlekatan tulang stapes ke fenestra
ovalis (Ganong, 2012). Kerusakan sel rambut luar dapat diakibatkan oleh penggunaan obat
yang bersifat toksik bagi telinga seperti antibiotika golongan aminoglikosida dan pajanan
suara bising yang terus menerus sehingga menyebabkan gangguan pendengaran (Ganong,
2012). Gangguan pendengaran akan mengakibatkan menurunnya kualitas hidup seseorang
sehingga mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (Tjan et.al, 2013).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari Komunikasi Efektif ?

2. Apakah pengertian dari Gangguan Pendengaran ( Tunarungu ) ?

3. Apa saja Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran ?

4. Apa saja Karakteristik Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran ?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui apa pengertian dari Komunikasi Efektif

2. Mengetahui apa definisi dari Gangguan Pendengaran ( Tunarungu )

3. Mengetahui apa saja Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran

4. Mengerti apa saja Karakteristik Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran

2
BAB II

LANDASAN TEORI

Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius dan
banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguan pendengaran adalah hilangnya
kemampuan untuk mendengar bunyi dalam cakupan frekuensi yang normal untuk didengar
(Beatrice, 2013). Gangguan pendengaran dapat mengenai salah satu atau kedua telinga
sehingga penderitanya mengalami kesulitan dalam mendengar percakapan (WHO, 2015).
Sebanyak 1,3 miliar orang di dunia diperkirakan menderita gangguan pendengaran (Basner
et.al, 2014).

Menurut Masner et.al, sekitar 4,1% orang di dunia diperkirakan mengalami gangguan
pendengaran dengan tingkat sedang hingga berat pada tahun 2002 (Rahadian, 2011).
Penderita gangguan pendengaran di Rusia juga meningkat dan mencapai angka 13 juta
penduduk (Ignatova et.al, 2015). Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS)
menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan prevalensi gangguan pendengaran
tertinggi keempat di Asia Tenggara, yaitu 4,6% di bawah Sri Lanka (8,8%), Myanmar
(8,4%), dan India (6,3%) (Tjan et.al, 2013).

Menurut Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Komunikasi menyebutkan, komunikasi


yang efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan,
mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya
menimbulkan suatu tidakan.

Leech menambahkan, bahwa untuk membangun komunikasi yang efektif, setidaknya


kita harus menguasai empat keterampilan dasar dalam komunikasi, yaitumembaca-menulis
(bahasa tulisan) dan mendengar-berbicara (bahasa lisan).

3
BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Efektif

Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap


(attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi. Komunikasi
adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada
pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti
oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan,
menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu.
Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.

A. Faktor yang mempengaruhi komunikasi

Faktor yang mempengaruhi komunikasi diantaranya :

1. Latar belakang budaya

2. Ikatan kelompok atau group

3. Harapan

4. Pendidikan

5. Situasi

B. Unsur-unsur Komunikasi

Untuk dapat berkomunikasi secara efektif kita perlu memahami unsur-unsur


komunikasi, antara lain:

1. Komunikator.

Pengirim (sender) yang mengirim pesan kepada komunikan dengan


menggunakan media tertentu. Unsur yang sangat berpengaruh dalam komunikasi,
karena merupakan awal (sumber) terjadinya suatu komunikasi.

4
2. Komunikan

Penerima (receiver) yang menerima pesan dari komunikator, kemudian


memahami, menerjemahkan dan akhirnya memberi respon.

3. Media

Saluran (channel) yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebagai sarana


berkomunikasi. Berupa bahasa verbal maupun non verbal, wujudnya berupa ucapan,
tulisan, gambar, bahasa tubuh, bahasa mesin, sandi dan lain sebagainya

4. Pesan.

Isi komunikasi berupa pesan (message) yang disampaikan oleh Komunikator


kepada Komunikan. Kejelasan pengiriman dan penerimaan pesan sangat
berpengaruh terhadap kesinambungan komunikasi

5. Tanggapan.

Merupakan dampak (effect) komunikasi sebagai respon atas penerimaan


pesan. Diimplentasikan dalam bentuk umpan balik (feed back) atau tindakan sesuai
dengan pesan yang diterima.

C. Tujuan Komunikasi Efektif

 Tujuan dari Komunikasi Efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan


dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi dan
penerima informasi sehingga bahasa yang digunakan oleh pemberi informsi
lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh
penerima informasi, atau komunikan.
 Agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seimbang
sehingga tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih
penggunaan bahasa nonverbal secara baik.

D. Fungsi Komunikasi Efektif

Dengan berkomunikasi, kita dapat menjalin hubungan, saling pengertian dengan


orang lain karena komunikasi memiliki beberapa fungsi yang sangat penting, di
antaranya adalah:

1. Fungsi informasi.

Untuk memberitahukan sesuatu (pesan) kepada pihak tertentu, dengan maksud agar
komunikan dapat memahaminya.

2. Fungsi ekspresi.

Sebagai wujud ungkapan perasaan / pikiran komunikator atas apa yang dia
pahami terhadap sesuatu hal atau permasalahan.

5
3. Fungsi kontrol.

Menghindari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, dengan memberi pesan


berupa perintah, peringatan, penilaian dan lain sebagainya.

4. Fungsi sosial.

Untuk keperluan rekreatif dan keakraban hubungan di antara komunikator dan


komunikan.

5. Fungsi ekonomi.

Untuk keperluan transaksi usaha (bisnis) yang berkaitan dengan finansial,


barang dan jasa.

D. Hambatan-hambatan Komunikasi Efektif

Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya
proses komunikasi . Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan
dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.

Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan
komunikasi tidak efektif yaitu adalah:

1. Status effect 5. Physical Distractions

2. Semantic Problems 6. Poor choice of communication channels

3. Perceptual distorsion 7. No Feed back

4. Cultural Differences

2.2 Pengertian Gangguan Pendengaran ( Tunarungu )

Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang


mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui
pendengarannya. Batasan pengertian anak tunarungu telah banyak dikemukakan oleh para
ahli yang semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. Di bawah ini
dikemukakan beberapa definisi anak tunarungu.

Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau


kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi
dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka yang
indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengaran tidak
berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya
mengalami kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun
tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).

6
Selain itu, Mufti Salim (1984: 8) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak
yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan
dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.

Memperlihatkan batasan-batasan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa


tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing)
maupun seluruhnya (deal) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai
fungsional di dalam kehidupan sehari-hari. Tunarungu adalah seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baiksebagian atau seluruhnya yag
diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia
tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa
dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.

2.3 Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran

Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan


menurut lokasi ganguannya:

1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian
luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke
bagian dalam telinga.

2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada
bagian dalam telinga atau syaraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya
pengiriman pesan bunyi ke otak. (Ketunarunguan Andi tampaknya termasuk ke dalam
kategori ini.

3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses
auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang
didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri.
Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan auditer ini mungkin memiliki
pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering
mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya.

Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu dapat diklasifikasikan dari 0dB-91 dB


ke atas. Setiap tingkatan kehilangan pendengaran mempunyai pada kemampuan
mendengar suara atau bunyi yang berbeda-beda, sehingga mempengaruhi kemampauan
komunikasi anak tunarungu. Terutama, pada kemampuan anak berbicara dengan artikulasi
yang tepat dan jelas. Semakin tinggi kehilangan pendengarannya, maka semakin lemah
kemampuan artikulasinya.

Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, Ashman dan


Elkins (1994) mengklasifikasikan ketunarunguan ke dalam empat kategori, yaitu:

7
1. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih
dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka sering tidak
menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.

2. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang


masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami
kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar
dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar
(hearing aid).

3. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya
dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami
percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi
percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan
alat bantu dengar.

4. Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang
hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Mendengar
percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia sangat tergantung pada
komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar
tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi (superpower).

Sedangkan menurut Bambang Putranto (2015 : 227), tunarungu dapat dibedakan


berdasarkan beberapa tingkat kerusakan dan tempat terjadinya kerusakan. Apabila dilihat
dari tingkat kerusakan maka tunarungu dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu
sangat ringan (27-40 desibel), ringan (41-55 desibel), sedang (56-70 desibel), berat (71-90
desibel), serta ekstrem/tuli (91 desibel atau lebih tinggi).

Adapun jika ditinjau berdasarkan tempat terjadinya maka tunarungu dapat dibedakan
menjadi dua. Pertama, kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah sehingga
menghambat bunyi/suara yang hendak masuk ke telinga. Ganggun tersebut disebut juga
tuli konduktif. Kedua, kerusakan pada telingan bagian dalam sehingga mengganggu
hubungan ke saraf otak. Hal itu disebut juga tuli sensoris.

2.4 Karakteristik Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran

Heri Purwanto (1998 : 58-59) menyatakan karakteristik anak tunarungu wicara pada
umumnya memiliki kelambatan dalam perkembangan bahasa wicara bila dibandingkan
dengan perkembangan bicara anak-anak normal, bahkan anak tunarungu total (tuli)
cenderung tidak dapat berbicara (bisu).

Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak tunarungu mempunyai
hambatan dalam perkembangan bahasa (mendapatkan bahasa). Bahasa sebagai alat
komunikasi dengan orang lain.

8
Sedangkan, Anak tunarungu mempunyai permasalahan dalam wicaranya untuk
berkomunikasi dengan orang lain, karena wicara sebagai alat yang sangat penting dalam
komunikasi. Dalam berbicara pun harus menggunakan artikulasi yang jelas agar pesan mudah
diterima oleh orang lain, maka dari itu anak harus dilatih secara berulang-ulang sehingga
anak terampil mengucapkan kata-kata dengan arti kulasi yang tepat dan jelas.

Menurut Sardjono, ciri-ciri anak yang mengalami gangguan tunarungu dapat


dikenali melalui beberapa tanda berikut ini.

1. Kemampuan verbal (verbal IQ), anak tunarungu lebih rendah dibanding pada anak dengan
pendengaran normal.

2. Performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.

3. Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah dibanding anak mendengar,
terutama pada informasi yang bersifat berurutan.

4. Pada informasi serempak, anak tunarungu dan anak dengan pendengaran normal tidak
terdapat perbedaan yang berarti.

5.Hampir tidak terdapat perbedaan dalam hal daya ingat jangka panjang, sekalipun prestasi
akhir anak tunarungu biasanya lebih rendah.

2.5 Penyebab Gangguan Pendengaran

Ada beberapa faktor penyebab tunarungu pada anak. Berikut beberapa diantaranya :

1. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (prenatal), meliputi keturunan, cacar air,


campak (rubella, gueman measles), toxaemia (keracunan darah), penggunaan pil kina
atau obat-obatan dalam jumlah yang sangat besar, kekurangan oksigen (anoxia), serta
kelainan organ pendengaran sejak lahir.

2. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal), yaitu rheus (Rh) ibu da anak yang sejenis,
kelahiran secara premature, kelahiran menggunakan forcep (alat bantu tang), serta
proses bersalinyang terlalu lama.

3. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (postnatal), diantaranya infeksi, meningitis


(radang selaput otak), tunarungu perspektif yang bersifat keturunan, serta otitis media
yang kronis. Namun ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upaya
pencegahan tercadinya tunarungu. Upaya tersebut dapat dilakukan pada saat sebelum
nikah (pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal), dan setelah kelahiran (post natal),
yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Upaya yang dapat dilakukan pada saat sebelum nikah (pranikah)

a. Menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat,


terutama pada keluarga yang mempunyai sejarah tunarungu.

9
b. Melakukan pemeriksaan darah.

c. Melakukan konseling genetika.

2. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil (prenatal)

a. Menjaga kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teratur kepada dokter


kadungan atau bidan.

b. Mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang serta menghindari makanan


yang mengandung bahan berbahaya.

c. Tidak meminum obat sembarangan karena dapat menyebabkan keracunan pada


janin.

d. Melakukan imunisasi anti tetanus.

3. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu melahirkan (natal)

a. Pada saat melahirkan diupayakaan tidak menggunakan alat penyedot.

b. Apabila ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah vaginanya,
maka kelahiran harus melalui operasi Caesar.

2.6 Gangguan Pendengaran Akibat Bising

Gangguan pendengaran akibat bising sering dijumpai pada pekerja industri di


seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Ambang batas
maksimum aman dari bising bagi manusia adalah 80 dB. Bising dengan intensitas tinggi yang
berlang-sung dalam waktu lama akan menyebabkan perubahan metabolisme dan vaskuler.
Sebagai akibat terjadi robekan sel-sel rambut organ Corti dan kerusakan degeneratif
sel-sel tersebut, yang kemudian berlanjut dengan destruksi total dari organ tersebut dan
kehilangan pen-dengaran yang permanen. Efek bising terhadap pendengaran dapat berupa
trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara,
dan perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen. Gangguan
pendengaran yang terjadi akibat bising adalah berupa tuli senso-neural yang biasanya
bilateral.

Bising merupakan bunyi yang tidak dike-hendaki atau tidak disenangi yang merupa-
kan aktivitas alam dan buatan manusia.1 Kemajuan peradaban telah menggeser per-
kembangan industri ke arah penggunaan mesin-mesin kendaraan bermotor, mesin-mesin
pabrik, alat-alat transportasi berat, dan lain sebagainya. Bising dapat menyebabkan berbagai
gangguan terhadap kesehatan seperti pe-ningkatan tekanan darah, gangguan psiko-logis,
gangguan komunikasi, gangguan ke-seimbangan dan gangguan pendengaran. Gangguan
pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ke-tulian.

10
A. Sumber bising

Sumber bising bisa tunggal atau ganda. Umumnya kebisingan ditimbulkan oleh be-
berapa sumber (ganda) seperti lalu lintas, kawasan industri dan pemukiman. Beberapa
sumber bising ialah:

1. Lalu lintas. Terjadi di kota-kota besar dan didominasi oleh kendaraan seperti truk,
dump truck sampah, bis, sepeda motor, generator dan vibrasi kendaraan.

2. Industri. Awalnya pengaruh kebisingan lebih banyak menyangkut lingkungan di


dalam industri, tetapi akhirnya dira-sakan juga oleh penduduk disekitarnya.

3. Pemukiman. Penyebab utama kegiatan rumah tangga, fan, hair dryer, mixer, gergaji
mesin, mesin pemotong rum-put, vacuum cleaner dan peralatan do-mestik lainnya.

B. Pembagian kebisingan

Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi, bi-
sing dibagi atas tiga kategori:

1. Audible noise (bising pendengaran). Bising ini disebabkan frekuensi bunyi antara
31,5-8000 Hz

2. Occupational noise (bising yang berhu-bungan dengan pekerjaan). Disebabkan bunyi


mesin di tempat kerja, mesin ke-tik

3. Impulse noise (bising impuls). Bising yang terjadi akibat adanya bunyi me-nyentak
misalnya pukulan palu, leda-kan meriam, tembakan bedil, dll.

C. Batas kebisingan yang dapat didengar manusia

Manusia memiliki kemampuan men-dengar frekuensi suara mulai 20 Hz hingga


20.000 Hz. Manusia juga dapat mendengar suara desibel (intensitas kebisingan) dari 0
(pelan sekali) hingga 140 dB (suara tinggi dan menyakitkan). Bila intensitas kebising-an
lebih dari 140 dB bisa terjadi kerusakan pada gendang telinga dan organ-organ da-lam
gendang telinga. Ambang batas maksi-mum aman bagi manusia adalah 80 dB, na-mun
pendengaran manusia dapat mentolerir lebih dari 80 dB, asalkan waktu paparannya
diperhatikan.

D. Pengaruh bising terhadap pendengaran

Efek bising terhadap pendengaran da-pat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni
trauma akustik, perubahan ambang pende-ngaran akibat bising yang berlangsung se-
mentara, dan perubahan ambang pendengar-an akibat bising yang berlangsung perma-nen.
Pajanan bising intensitas tinggi secara berulang dapat menimbulkan kerusakan sel-sel
rambut organ Corti di telinga dalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di
cochlea, yaitu :

11
1. Trauma akustik

2. Noise-induced temporary threshold shift

3. Noise-induced permanent threshold shift

E. Pencegahan ketulian dari proses bising

Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff (pe-
nutup telinga) dapat menurunkan kebisingan antara 25-40 dB atau penggunaan ear plugs
(sumbat telinga) dapat menurunkan kebi-singan 18-25 dB bila bahannya terbuat dari karet.
Selain penutup dan penyumbat te-linga, dapat digunakan penutup kepala. Me-ngendalikan
suara bising dari sumbernya dapat dilakukan dengan memasang peredam suara dan
memempatkan suara bising (me-sin) dalam ruangan yang terpisah dari pe-kerja.

Perlu dilakukan tes pendengaran seca-ra periodik pada pekerja serta dilakukan
analisa bising dengan menilai intensitas bising, frekuensi bising, lama dan distribusi
pemaparan serta waktu total pemaparan bi-sing. Alat utama dalam pengukuran bising
adalah sound level meter.

12
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian pesan dalam bentuk
simbol atau lambang yang melibatkan dwperson atau lebih yang terdiri atas pengirim
(komunikator) dan penerima (komunikan) dengan maksud untuk mencapai tujuan bersama
mengenai masalah atau persoalan masing-masing pihak. Berdasarkan definisi-definisi di atas
dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai makna hakiki komunikasi yaitu suatu proses
interaksi yang didalamnya terdapat maksud saling melengkapi, memperbaiki, dan memahami
persoalan-persoalan yang dialami oleh personil teriibat dalam komunikasi tersebut. Dengan
demikian dapatlah dipahami bahwa komunikasi tidak sekedar media penyampaian pesan
belaka (yang mungkin menguntungkan salah satu pihak saja) melainkan lebih kepada jalinan
antar personal (pribadi) antar pihak- pihak yang terlibat di dalamnya. Oleh sebab itu, agar
komunikasi berjalan dengan baik dan lancar serta memberi manfaat baik bagi pihak
penyampai pesan maupun bagi pihak penerima pesan, maka diperlukan adanya keterampilan
komunikasi.
Tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of
hearing) maupun seluruhnya (deal) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai
fungsional di dalam kehidupan sehari-hari. Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa
terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut lokasi ganguannya yakni Conductive loss,
Sensorineural loss dan Central auditory processing disorder. Kehilangan pendengaran pada
anak tunarungu dapat diklasifikasikan dari 0dB-91 dB ke atas.

3.2 Saran
Dalam berkomunikasi sebaiknya dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
menggunakan bahasa yang baik dan sopan. Apabila menggunakan bahasa tubuh, gunakanlah
bahsa tubuh yang sopan dan tidak membuat teman yang berkomunikasi dengan kita tidak
tersinggung dengan perkataan dan gerak tubuh kita.
Semoga melalui makalah ini dapat membantu para pembaca atau perawat serta tenaga
medis dalam menyampaikan komunikasi yang baik dan benar bagi pasien penderitaan
gangguan pendengaran.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://silabus.org/komunikasi-efektif/

http://scholar.unand.ac.id/23921/2/BAB%201.pdf

https://www.academia.edu/38068746/Makalah_TUNARUNGU_Gangguan_Pendengaran_Pe
ndidikan_Anak_Berkebutuhan_Khusus

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://pdfcoffee.com/makalah-
komunikasi-pada-gangguan-pendengaran-pdf-
free.html&ved=2ahUKEwiF6fSWgO7wAhUpieYKHU8jDcM4ChAWMAl6BAgFEAI&usg
=AOvVaw0PnjJQLLzLhD2xztupbYpy

14

Anda mungkin juga menyukai