PERTEMUAN KE 2
MATA KULIAH
PERSPEKTIF PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN
ANAKTUNARUNGU
DI SUSUN OLEH:
KARTIKA SARI
23003251
DOSEN PEMBIMBING :
Zulmiyetri, M. Pd
DI SUSUN OLEH :
KARTIKA SARI
23003251
Liang telinga atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk seperti huruf
S. Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka tulang rawan dan 2/3 distal memiliki
kerangka tulang sejati. Saluran telinga mengandung rambut-rambut halus dan
kelenjar lilin. Rambut-rambut alus berfungsi untuk melindungi lorong telinga dari
kotoran, debu dan serangga, sementara kelenjar sebasea berfungsi menghasilkan
serumen. Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa,
epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Kelenjar sebasea terdapat pada kulit
liang telinga.
2. Telinga Bagian Tengah
Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi
menghantarkan bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian depan
ruang telinga dibatasi oleh membran timpani, sedangkan bagian dalam dibatasi
oleh foramen ovale dan foramen rotundum. Pada ruang tengah telinga terdapat
bagian-bagian sebagai berikut:
a. Membran timpani
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang bunyi. Setiap ada
gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga akan mengenai membran
timpani, selanjutnya membran timpani akan menggelembung ke arah dalam
menuju ke telinga tengah dan akan menyentuh tulang-tulang pendengaran yaitu
maleus, inkus dan stapes. Tulang-tulang pendengaran akan meneruskan
gelombang bunyi tersebut ke telinga bagian dalam.
b. Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang martil), incus
(tulang landasan) dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiga tulang tersebut
membentuk rangkaian tulang yang melintang pada telinga tengah dan menyatu
dengan membran timpani. Susunan tulang telinga ditampilkan pada gambar.
kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. Struktur organ Corti ditampilkan
pada gambar.
Van Uden (dalam Bintoro dan Santosa, 2000, hlm. 6-7) menerangkan
klasifikasi hambatan pendengaran berdasarkan saat terjadinya hambatan
pendengaran yang dikaitkan dengan taraf penguasaan bahasa seseorang, yaitu:
a. Hambatan pendengara pra-bahasa, merupakan kondisi seorang individu yang
mengalami hambatan pendengaran sebelum dikuasainya suatu bahasa (dibawah
satu setengah tahun), artinya anak baru menggunakan tanda atau sinyal tertentu
seperti mengamati, menunjuk, meraih, memegang benda atau orang dan mulai
memahamai lambang yang digunakan orang lain sebagai tanda (misalnya
apabila mendengar kata “susu”, anak akan mengerti bahwa ia akan
mendapatkan makanan) namun, belum membentuk suatu sistme lambang.
b. Hambatan pendengaran purna bahasa, yaitu individu yang mengalami
hambatan pendengaran setelah menguasai suatu bahasa. Boothroyd (dalam
Bintoro dan Santoso, 2000, hlm. 7) membagi hambatan pendengaran dan
batasan terminologi sebagai berikut, yaitu:
2. Bagi Keluarga
a. Reaksi-reaksi yang timbul biasanya dapat dibedakan atas bermacam-macam
pola, yaitu: Timbulnya rasa bersalah atau berdosa
b. Orangtua menghadapi anaknya yang cacat dengan perasaan yang kecewa
karena tidak memenuhi harapannya
c. Orangtua malu menghadapi kenyataan bahwa anaknya berbeda dengan anak-
anak lainnya.
d. Orangtua menerima keadaan anaknya beserta keadaannya sebagaimana
mestinya.
Sikap orangtua sangat tergantung pada reaksinya terhadap kelainan
anaknya. Sebagai reaksi dari orangtua atas sikapnya tersebut, maka :
a. Orangtua ingin menebus dosa dengan jalan mencurahkan kasih sayangnya
secara berlebihan kepada anaknya
b. Orangtua biasanya menolak kehadiran anaknya
c. Orangtua cenderung menyembunyikan anaknya atau menahannya di rumah
d. Orangtua bersikap realistis terhadap anaknya
3. Bagi Masyarakat
Pada umumnya orang masih berpendapat bahwa anak tunarungu tidak dapat
berbuat apapun. Pandangan yang semacam ini sangat merugikan anak tunarungu.
Karena adanya pandangan ini biasanya dapat dilihat sulitnya anak tunarungu
memperoleh lapangan pekerjaan. Disamping pandangan karena
ketidakmampuannya, anak tunarungu juga sulit untuk bersaing dengan anak
normal.
4. Bagi Penyelenggara Pendidikan Perhatian akan kebutuhan pendidikan bagi anak
tunarungu tidaklah dapat dikatakan kurang, karena terbukti bahwa anak tunarungu
telah banyak mengikuti pendidikan, sepanjang lembaga pendidikan itu dapat
dijangkaunya. Persoalan baru yang perlu mendapat perhatian jika anak tunarungu
tetap saja harus sekolah pada sekolah khusus adalah jika anak-anak tunarungu itu
tempat tinggalnya jauh dari sekolah luar biasa (SLB), maka tentu saja mereka
tidak akan dapat bersekolah. Usaha lain muncul dengan didirikannya asrama di
samping sekolah khusus tersebut. Namun usaha itu tidak dapat diandalkan sebagai
satu-satunya cara untuk menyekolahkan mereka.
Usaha lainnya yang mungkin akan dapat mendorong anak tunarungu dapat
bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti pendidikan pada sekolah
normal/biasa dan disediakan program-program khusus bila mereka tidak mampu
mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.