BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
antara ruang-ruang yang terisi oleh endolimfe dengan yang terisi oleh perlimfe
(Ganong, 2003).
2.1.2.1.
Koklea
Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35 mm dan membentuk 2 putaran. Di sepanjang struktur ini
terdapat membran basilaris dan membran Reissner yang membaginya menjadi 3
ruang (skala). Skala vestibuli di bagian atas dan skala timpani di bagian bawah
mengandung perilimfe dan berhubungan satu sama lain di apeks koklea melalui
sebuah lubang kecil yang disebut helikotrema. Di dasar koklea, skala vestibuli
berakhir di jendela oval, yang tertutup oleh lempeng kaki stapes. Skala timpani
berakhir di jendela bulat, sebuah foramen di dinding medial telinga tengah yang
tertutup oleh membran timpani sekunder yang lentur. Skala media, ruang koklea
tengah, bersambungan dengan labirin membranosa dan tidak berhubungan dengan
dua skala lainnya. Skala media mengandung endolimfe (Ganong, 2003).
2.1.2.2.
Organ Corti
terbenam di dalamnya, tetapi ujung sel rambut dalam tidak. Badan-badan sel
neiron aferen yang menyebar di sekitar dasar sel rambut terletak di ganglion
spiralis di dalam modiolus, bagian tengah yang bertulang tempat koklea
melingkar. Sembilan puluh sampai 95% dari neuron aferen ini mempersyarafi sel
rambut dalam; hanya 5-10% yang mempersyarafi sel rambut luar yang jumlahnya
lebih banyak, dan setiap neuron mempersyarafi beberapa sel luar ini. Selain itu,
sebagian besar serat aferen di syaraf auditorius berakhir di sel rambut luar dan
bukan di sel rambut dalam. Akson neuron yang mempersarafi sel rambut
membentuk bagian auditorius (koklear) saraf akustik vestibulokoklear dan
berakhir di nukleus koklear ventralis dan dorsalis di medulla oblongata. Jumlah
total serat aferen dan eferen di masing-masing saraf auditorius sekitar 28.000
(Ganong, 2003).
Di koklea, terdapat taut-taut erat antara sel rambut dan sel falang di
dekatnya; taut-taut ini mencegah endolimfe mencapai dasar sel. Namun, membran
basilaris relatif permeabel terhadap perilimfe di skala timpani dan dengan
demikian terowongan organ corti dan dasar sel rambut dibahasi oleh perilimfe.
Karena adanya taut-taut erat serupa, maka susunan sel rambut di bagian lain
telinga dalam serupa; yaitu tonjolan-tonjolan sel rambut dibasahi oleh endolimfe,
sementara dasarnya dibasahi oleh perilimfe (Ganong, 2003).
2.1.2.3.
2.1.2.4.
Kanalis Semisirkularis
10
2.1.2.5.
2.1.2.6.
Jalur Saraf
11
yang anatominya belum jelas yang menyalurkan impuls dari reseptor vestibularis
ke korteks serebrum melalui talamus (Ganong, 2003).
2.1.2.7.
Sel Rambut
12
13
14
2.2.1
gendang telinga, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke
telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rangsang
bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak dan diolah (Sherwood, 2001).
Mekanisme ini akan dibahas pada bagian setalah fungsi pendengaran ini.
2.2.1.1Fungsi Telinga Flap / Pinna
Telinga Flap/ Pinna yang meerupakan bagian dari telinga luar ini berfungsi
sebagai suatu pengumpul suara, sementara liang telinga/ saluran terlinga
(Meatus) dapat sangat memperbesar suara dalam rentang 2 sampai 4 kHZ;
perbesaran pada frekuensi ini adalah 10 hingga 15 dB. Suara dalam rentang
frekuensi ini adalah yang paling berbahaya jika ditinjau dari sudut trauma akustik
(Adam, 2012). Kelenjar keringat juga terdapat di dalam saluran ini, berfungsi
mensekresi kotoran telinga (Sherwood, 2001).
2.2.2Fungsi Telinga Tengah
Telinga tengah yang terletak di antara telinga luar dan telinga bagian
dalam befungsi menerima gelombang suara dari telinga luar dalam bentuk
gelombang
tekanan
(Sherwood,
2001).Telinga
tengah
juga
berfungsi
dalam). Ketika gelombang suara yang dihantarkan udara mencapai cairan (telinga
dalam), maka 99,9% energinya akan dipantulkan. Jadi hanya 0,1% energi yang
diteruskan
kehilangan tersebut. (Adam, 2012). Bagian yang penting dari telinga tengah
15
otot-otot
telinga
tengah,
tensor
timpani
dan
stapedius
berkontraksi, maka manubrium maleus akan tertarik ke dalam dan lempeng kaki
stapes ke luar. Hal ini akan menurunkan penyaluran suara. Suara keras akan
mencetuskan kontraksi reflex otot- otot ini yang secara umum disebut refleks
timpani. Fungsinya bersifat protektif, mencegah rangsangan belebihan pada
reseptor-reseptor pendengaran yang dihasilkan oleh gelombang suara yang kuat.
Namun, waktu reaksi untuk refleks ini adalah 40-160 mdet, sehingga refleks ini
tidak dapat melindungi terhadap rengsangan kuat yang singkat seperti yang
dihasilkan suara tembakan (Ganong, 2003).
2.2.2.2 Fungsi Maleus
16
2.2.2.3FungsiInkus
Inkus(Anvil)adalahtulangkecilkaindisampingmaleusyangbergetar
dalammenanggapigetarandarimaleus.Inkusbergeraksedemikisnrupasehingga
getarandapatdisalurkankebagiankepalastapes.
2.2.2.4.FungsiStapes
Serupasenganmaleusdaninkus,Stirrupataustapesatausanggurdi
merupakantulangkecilditelingatengahyangbergetardanmelewatigelombang
kompresionalketelingabagiandalam.Pergerakankepalastapesmenyebabkan
lempengkakinyabergerakmajumundursepertipintuyangberengselditepi
posteriorjendelaoval
Dengan demikian tulang-tulang pendengaran berfungsi sebagai sistem
17
Gambar6.GambaranStrukturTelinga
(http://enjoywithscience.blogspot.com/2010_11_01_archive.html)
18
19
20
Gambar 7. Gambaran Fungsi deteksi suara Organ Corti dan Sel Rambut
(http://www.telingakusehat.com/v1/images/clip_image0024.jpg)
21
22
Terdapat dua daerah terpisah yaitu: korteks auditorius primer dan korteks
asosiasi auditorius (disebut juga korteks auditorius sekunder). Korteks auditorius
primer secara langsung dirangsang oleh penonjolan korpus genikulatum medial,
sedangkan daerah asosiasi pendengaran dirangsang secara sekunder oleh impuls
yang berasal dari korteks auditorius primer dan oleh penonjolan dari daerah
asosiasi thalamus yang berdekatan dengan korpus genikulatum medial (Guyton,
1997).
23
Peran besar dari neuron dalam korteks auditorius, terutama dalam korteks
asosiasi auditorius, tidak berespons terhadap frekuensi suara tertentu dalam
telinga. Dianggap bahwa neuron ini mengasosiasikan frekuensi suara yang
berbeda satu sama lainnya atau mengasosiasikan informasi suara dengan
informasi dari daerah sensoris lain di korteks. Tentu saja, bagian parietalis dari
korteks asosiasi auditorius sebagian bertumpang tindih dengan daerah sensorik II,
yang dapat memberikan kesempatan mudah untuk pengumpulan informasi
pendengaran dengan informasi somato sensorik (Guyton, 1997).
24
tersebut akan sering tidak mampu menginterpretasikan arti dari suara yang
didengarnya (Guyton, 1997).
2.3
Mekanisme Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus-incus-stapes) yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong (oval). Energi getar
yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap
lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak (Soepardi dan Iskandar,
2001).
Getaran
diteruskan
melalui
membran
Reissner
yang
mendorong
proses
depolarisasi
sel
rambut,
sehingga
melepaskan
25
2.3.1
26
27
28
terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nucleus
olivarius superior. Beberapa serat tingkat kedua lainnya juga berjalan secara
ipsilateral ke nukleus olivarius superior pada sisi yang sama. Dari nukleus
olivarius superior, jaras pendengaran kemudian berjalan ke atas melalui lemnikus
lateralis.Banyak yang meminta nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior,
tempat semua atau hampir semua serabut ini berakhir.Dari sini, jaras berjaran ke
nucleus genikulata medial, tempat semua serabut bersinaps.Dan akhirnya
berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorius (Guyton 1997).
2.3.2
Gelombang Suara
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di
lingkungan eksternal, yaitu fase pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi
berselang-seling, mengenai membran timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai
perubahan tekanan di membran timpani per satuan waktu adalah serangkaian
gelombang (Gambar 11), dan gerakan semacam itu dalam lingkungan secara
umum disebut gelombang suara. Gelombang berjalan melalui udara dengan
kecepatan sekitar 344 m/det (770 mil/jam) pada 20C setinggi permukaan
laut.Kecepatan suara meningkat seiring suhu dan ketinggian (Ganong, 2003).
29
30
2.3.3
Penyaluran Suara
Telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksterna menjadi
31
32
33
2.3.4
Perjalanan Gelombang
34
35
36
suara berasal melalui dua prinsip mekanisme: (1) melalui perbedaan waktu antara
masuknya suara ke dalam satu telinga dan kedalam telinga yang lain dan (2)
melalui perbedaan intensitas suara dalam kedua telinga. Mekanisme pertama
berfungsi paling baik untuk frekuansi di bawah 3000 siklus per detik, dan
mekanisme intensitas bekerja paling baik pada frekuensi yang lebih tinggi karena
kepala bertindak sebagai sawar (penghalang) suara pada frekuensi-frekuensi ini
(Guyton, 1997).
Perbedaan waktu yang dapat dideteksi, yang dapat sampai sesingkat
20det, dikatakan merupakan faktor terpenting pada frekuensi di bawah 3000 Hz
dan perbedaan kekerasan suara paling penting pada frekuensi di atas 3000 Hz
(Ganong, 2003).
Mekanisme perbedaan waktu membedakan arah jauh lebih tepat daripada
mekanisme intensitas karena mekanisme perbedaan waktu tidak bergantung pada
faktor-faktor luar, melainkan hanya bergantung pada interval waktu yang tepat
antara dua sinyal akustik. Jika seseorang melihat lurus ke arah suara, suara akan
mencapai kedua telinga dengan jarak waktu yang tepat sama, sedangkan jika
telinga kanan lebih dekat pada suara dibandingkan telinga kiri, sinyal suara dari
telinga kanan akan memasuki otak terlebih dahulu daripada sinyal dari telinga kiri
(Guyton, 1997).
Kedua mekanisme penentuan arah sumber suara di atas tidak dapat
mengatakan apakah bunyi berasal dari depan atau dari belakang, dari atas atau
dari
bawah
seseorang.
Pembedaan
ini
dicapai
melalui
pinnae
kedua
37
bergantung pada arah dari mana bunyi berasal (Guyton, 1997). Suara yang datang
langsung dari depan individu kualitasnya berbeda dengan yang datang dari arah
belakang, karena masing-masing pinnae (bagian telinga luar yang tampak)
mengarah sedikit ke depan. Selain itu, pantulan gelombang suara dari permukaan
pinnae berubah sewaktu suara bergerak ke atas dan ke bawah.Dengan demikian,
pinnae berperan penting dalam menentukan letak suara dalam bidang
vertikal.Pada hewan percobaan dan manusia, lokalisasi suara sangat terganggu
oleh lesi di korteks pendengaran (Ganong, 2003).
38
3. Bila tuli saraf dan konduksi terjadi bersamaan maka disebut Tuli
Campuran
39
Jika koklea atau nervus auditorius rusak maka orang tersebut akan
mengalami tuli permanen. Tetapi, jika koklea dan nervus tetap utuh tetapi sistem
osikular-timpa-num telah hancur atau mengalami ankilosis (beku di tempat akibat
fibrosis atau kalsifikasi), gelombang suara masih dapat dikonduksikan ke dalam
koklea melalui konduksi tulang dari getaran suara yang dikenai pada tulang.Pola
lain tuli saraf sering terjadi sebagai berikut (Guyton, 1997) :
1. Tuli untuk suara berfrekuensi rendah yang disebabkan oleh paparan
berlebihan dan berkepanjangan terhadap suara yang sangat keras (ahli
mesin pesawat terbang) karena suara berfrekuensi rendah biasanya lebih
keras dan lebih merusak organ Corti.
2.
2.4.1
Audiometer
40
nada suara harus ditingkatkan sampai 30 desibel di atas normal sebelum dapat
didengar maka orang tersebut dikatakan menderita tuli 30 desibel untuk nada
tertentu, semakin tinggi desibel dan frekuensi Hertz maka semakin parah kelainan
pendengaran / tuli seseorang (Gambar 1). Dalam melakukan tes pendengaran
dengan menggunakan audiometer, satu tes kira-kira mencakup 8 sampai 10
frekuensi spektrum pendengaran, dan tuli ditentukan dari masing-masing
frekuensi ini (Guyton, 1997).
Audiometer selain dilengkapi dengan alat earphone untuk menguji
konduksi suara oleh telinga, dapat ditambah dengan vibrator elektronik untuk
menguji konduksi tulang dari prosesus mastoideus ke dalam koklea (Guyton,
1997).
Audiometer pada Tuli Saraf. Pada tuli saraf istilah ini mencakup kerusakan
koklea, nervus auditorius atau sirkuit sistem saraf pusat dari telinga orang tersebut
mengalami penurunan atau kehilangan kemampuan total untuk mendengar suara
seperti pada pengujian konduksi udara dan konduksi tulang. Tuli seperti itu dapat
di sebabkan oleh kerusakan basis koklea.Tipe tuli ini terjadi pada hampir semua
orang tua (Guyton, 1997).
Audiogram pada tuli konduksi. Tipe tuli yang sering ditemukan adalah tuli
yang disebabkan oleh fibrosis telinga tengah setelah infeksi berulang pada telinga
tengah atau fibrosis yang terjadi pada penyakit herediter yang disebut
otosklerosis. Dalam kasus ini gelombang suara tidak dapat dijalarkan secara
mudah melalui osikel dari membran timpani ke fenestra ovalis.Pada kasus ini
konduksi tulang awalnya normal tetapi konduksi udara sangat tertekan pada
41
42
2.4.3
Uji Penala
Suatu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari
43
2.4.3.1 Ambang
Penala dipegang pada tangkainya dan salah satu tangan garpu tala dipukul
pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan
jangan memukulkan penala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan
menghasilkan nada berlebihan yang adakalanya kedengan dari jarak yang cukup
jauh dari penala dan bahkan dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola
getar penala. Penala dipegang dekat telinga dan pasien diminta melaporkan saat
bunyi tidak lagi terdengar.Sesudah itu garpu dipindahkan dekat telinga pemeriksa
dan dilakukan penghitungan selang waktu antara saat bunyi tidak lagi didengan
pasien dengan saat bunyi tidak lagi didengan pemeriksa.Prosedur ini tidak saja
memberikan estimasi kasar tentang kepekaan pendengaran relative, tapi juga suatu
44
pola kepekaan nada tinggi jika penala tersedia dalam berbagai frekuensi (Adams,
1997).
2.4.4. Uji Respon Auditorik Batang Otak (Auditory Brain Stem Evoked
Response = ABR)
Merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap
rangsangan.Alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan
pendengaran (bayi dan anak-anak) dan pasien dengan kondisi tertentu (koma,
stroke) yang tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien(Adams, 1997).
Potensial listrik dari otak (kulit kepala) yang distimulasi oleh bunyi telah
menjadi subjek penelitian klinisi selama tigaperempat abad ini. Berbagai
komponen respons termasuk respons lambat, respons laten menengah,
elektrokokleografi dan respons cepat telah menarik perhatian. Uji respons
auditorik batang otak yang dibangkitkan (ABR) telah menjadi semakin penting
dalam 20 tahun terakhir dan penggunaannya semakin meluas (Adams, 1997).
Seperti diketahui, ABR belum pernah dilakukan sebelum 1968. Peralatan
uji berkembang cepat dan pada tahun 1971, Jewett memastikan deskripsi dari
ABR. Kemajuan dalam teknologi ini berupa penurunan harga dan ukuran
komponen komputer secara cepat yang sangat penting untuk operasi aparatus
pengukuran ABR (Adams, 1997).
2.4.5 Teknik
45
ABR merupakan respons listrik saraf kedelapan dan sebagian batang orak
yang timbul dalam 10 hingga 12 milidetik setelah suatu rangsang pendengaran
ditangkap oleh telinga dalam.Dengan menghadirkan sejumlah bunyi klik pada
telinga, dibangkitkan letupan sinkron dari serabut-serabut auditorik frekuensi
tinggi.Sangat disayangkan bahwa amat sukar untuk membaca suatu respons listrik
tunggal.Supaya pola ini dapat terlihat jelas, harus digunakan skema untuk
membuat rata-rata agar setiap gelombang atau lokasi perangsangan menjadi
nyata.Standar mutakhir menghadirkan rangsang klik pada tingkat 75 atau 80 dB di
atas ambang pendengaran. Bunyi klik ini diulangi denga kecepatan pengulangan
pasti, misalnya 11/detik atau 33/detik hingga respons klik 1500 atau 2000 telah
di rata-ratakan. Elektroda yang dipasang pada mastoid dibandingkan dengan
elektroda di tengah dahi, menciptakan suatu EEG.Dengan mengambil angka ratarata gelombang-gelombang EEG ini, terbentuklah suatu pola (Gambar 3). Bentukbentuk gelombang ini dikemukakan oleh Jewett pada tahun 1971 dan diberi label I
sampai VII. Kini sudah jelas bahwa gelombang I dan II berasal dari daerah saraf
kranial kedelapan dan gelombang selanjutnya berasal lebih tinggi di batang otak
(Adams, 1997).
46
Gambar 19. Gelombang EEG pada Auditory Brain Stem Evoked Response =
ABR(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/197710132005012)
47
48
4. Completely-in-the-Canal (CIC)
49
Jenis alat bantu dengar yang satu ini dipasang jauh di dalam saluran kanal
telinga dan umumnya tidak dapat dilihat.
50
51
pemeriksa telah mendapat sampel dari sebagian sistem saraf, akan tetapi ada
beberapa masalah. Bahasa yang digunakan haruslah sesuai dengan usia dan
lingkungan budaya anak. Keterbatasan intrinsic dalam perkembangan bahasa yang
ditimbulkan gangguan pendengaran akan membatasi luasnya kosa kata, kerumitan
kalimat dan seterusnya. Namun demikian, pelaksanaan audiometri bicara
bermanfaat pada beberapa keadaan (Adams, 1997).
Anak usia 3 tahun dan sebagian anak usia 2 tahun dapat diajarkan untuk
mengulangi kata-kata yang lazim atau untuk menunjuk objek-objek yang tak asing
baginya. Ambang penerimaan bicara dapat diperoleh bila kata-kata ini diucapkan
atau diperdengarkan melalui audiometer bicara yang telah dikalibrasi (Adams,
1997).
2.4.8
Rehabilitasi Pendengaran
52
dari
rehabilitatif
pendengaran.Pasien
harus
dibantu
untuk
53
BAB III
KESIMPULAN
54
DAFTAR PUSTAKA
Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke
enam.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Euis.
2005.
Pengukuran
Fungsi
Pendengaran.
http:/file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1977101320
05012-EUIS_HERYATI/PENGUKURAN_FUNGSI_PENDENGARAN_
%5BCompatibility_Mode%5D.pdf. (Diakses 20 September 2014).
55
Ketulian
pada
Musisi.
Diunduh
http://www.telingakusehat.com/v1/images/clip_image0024.jpg
20 September 2014).
di:
(Diakses
Menguji
Cara
Kerja
Telinga.
Diunduh
di:
http://enjoywithscience.blogspot.com/2010_11_01_archive.html (Diakses
17 September 2014).
Mustrie. 2012. Bagian dan Fungsi Organ Telinga
Mustrieart.blogspot.com (diakses 17 September 2014)
Pada
Manusia.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. Hal.
176
Soepardi, E.A., Iskandar, N. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan-Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hal. 1215.
Utamiati, A. 2012. Pengaruh Bising Terhadap Gangguan Pendengaran Pada
Karyawan Kilang Padi di Desa Sidoarjo II Ramunia. Medan: Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.