Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I
PENDAHULUAN

Logopedi adalah bagian ilmu fonetik yang mempelajari dan mendalami


cara bicara, terutama memperbaiki cara bicara. Dalam ilmu logopedi terdapat
beberapa hal yang didalami seperti perkembangan bicara, mekanisme bicara,
pembentukan suara ucapan bicara, serta kelainan fungsi bicara (Guyton, 1997).
Bicara merupakan proses belajar, mendengar dan mengamati. Pada
penyempurnaan bicara diperlukan integrasi neurologik, baik struktur organ
maupun fungsi yang normal. Proses bicara meliputi dua proses yang
berkesinambungan, terdiri dari proses penerima dan proses ekspresi secara verbal.
Dalam proses penerima, diperlukan sistem pendengaran yang baik,
sehingga gangguan pada sistem pendengaran akan berpengaruh terhap
kemampuan berbicara. Saat ini jumlah penderita gangguan pendengaran dan
penglihatan belum ada angka yang pasti di Indonesia. Berdasarkan Kepmenkes RI
no 879/Menkes/SK/XI/2006 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan
Gangguan Pendengaran dan Ketulian untuk Mencapai Sound Hearing 2030
dijelaskan bahwa secara global prevalensi gangguan pendengaran di dunia
terdapat 0,1 0,13 % bayi yang menderita tuli sejak lahir atau dari 1000 kelahiran
terdapat 1-3 bayi yang menderita tuli. Jika di Indonesia angka kelahiran terdapat
2,6 % maka terdapat 5000-10.000 bayi lahir tuli di Indonesia setiap tahunnya. Hal
ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat pada usia ini merupakan masa
kritis perkembangan berbicara dan berbahasa.

Perkembangan normal bicara dan komunikasi bicara, hubungan pribadi


dan keluarga, serta pecapaian intelektual dan pendidikan sangat bergantung pada
pendengaran yang utuh (Adams, 1997). Oleh karena itu penting bagi kita untuk
memahami mengenai sistem pendengaran.

BAB II
ISI

2.1. Gambaran Anatomi


2.1.1. Telinga Luar dan Tengah
Telinga luar menyalurkan gelombang suara ke meatus auditorius
eksternus. Pada beberapa hewan, telinga dapat bergerak seperti antena radar yang
mencari suara. Dari meatus, kanalis auditorius eksternus berjalan ke dalam
menuju membran timpani (gendang telinga) (Ganong, 2003).
Telinga tengah adalah rongga berisi udara di dalam tulang temporalis yang
terbuka melalui tuba auditorius (eustakius) ke nasofaring dan melalui tuba
auditorius (eustakius) ke nasofaring dan melalui nasofaring ke luar. Tuba biasanya
tertutup, tetapi selama mengunyah, menelan, dan menguap saluran ini terbuka,
sehingga tekanan udara di kedua sisi gendang telinga seimbang. Tiga tulang
pendengaran (osikulus auditorius), yaitu maleus, inkus dan stapes, terletak di
telinga tengah. Manubrium (pegangan maleus) melekat ke dinding telinga tengah,
dan tonjolannya yang pendek melekat ke inkus, yang kemudian bersendi dengan
bagian kepala stapes. Stapes diberi nama demikian karena mirip dengan
sanggurdi. Lempeng kakinya (foot plate) terlekat dengan ligamentum anulare ke
dinding jendela oval. Dua otot rangka kecil, tensor timpani dan stapedius, juga
terletak di telinga tengah. Kontraksi otot yang pertama menarik manubrium
maleus ke arah tengah dan mengurangi getaran di membran timpani; kontraksi
otot yang terakhir menarik lempeng kaki stapes menjauhi jendela oval (Ganong,
2003).

Gambar 1. Bagian-bagian Telinga (Moore, 1999)

Gambar 2.Telinga Bagian Eksternal dari Anak Perempuan Usia 12 Tahun


(Moore, 1999)

Gambar 3. Tulang Pendengaran (Moore, 1999)


2.1.2. Telinga Dalam
Telinga dalam (labirin, rumah siput) terdiri dari 2 bagian, satu di dalam
lainnya. Labirin tulang adalah serangkaian saluran di dalam bagian petrosa tulang
temporalis. Di dalam saluran-saluran ini terdapat labirin membranosa yang
dikelilingi oleh cairan yang disebut perilimfe (Ganong 2003).

Gambar 4. Telinga Bagian Tengah dan Dalam (Moore, 1999)


Struktur membranosa ini kurang lebih mirip dengan bentuk saluran tulang.
Struktur ini terisi oleh cairan yang disebut endolimfe, dan tidak terdapat hubungan

antara ruang-ruang yang terisi oleh endolimfe dengan yang terisi oleh perlimfe
(Ganong, 2003).

2.1.2.1.

Koklea

Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35 mm dan membentuk 2 putaran. Di sepanjang struktur ini
terdapat membran basilaris dan membran Reissner yang membaginya menjadi 3
ruang (skala). Skala vestibuli di bagian atas dan skala timpani di bagian bawah
mengandung perilimfe dan berhubungan satu sama lain di apeks koklea melalui
sebuah lubang kecil yang disebut helikotrema. Di dasar koklea, skala vestibuli
berakhir di jendela oval, yang tertutup oleh lempeng kaki stapes. Skala timpani
berakhir di jendela bulat, sebuah foramen di dinding medial telinga tengah yang
tertutup oleh membran timpani sekunder yang lentur. Skala media, ruang koklea
tengah, bersambungan dengan labirin membranosa dan tidak berhubungan dengan
dua skala lainnya. Skala media mengandung endolimfe (Ganong, 2003).

Gambar 5. Koklea (Moore, 1999)

2.1.2.2.

Organ Corti

Organ Corti, struktur yang mengandung sel rambut yang merupakan


reseptor pendengaran, terletak di membran basilaris. Organ ini berjala dari apeks
ke dasar koklea dan dengan demikian bentuknya seperti spiral. Tonjolan-tonjolan
sel rambut menembus lamina retikularis yang kuat dan berbentuk seperti
membran. Lamina ini ditunjang oleh pilar corti. Sel rambut tersusun dalam 4
baris: 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan yang
terbentuk oleh pilar-pilar corti, dan satu baris sel rambut dalam yang terletak
sebelah medial terhadap terowongan. Di setiap koklea manusia terdapat 20.000 sel
rambut luar dan 3500 sel rambut dalam. Terdapat membran tektorium yang tipis,
liat, tertapi elastis yang menutupi barisan sel rambut. Ujung-ujung sel rambut luar

terbenam di dalamnya, tetapi ujung sel rambut dalam tidak. Badan-badan sel
neiron aferen yang menyebar di sekitar dasar sel rambut terletak di ganglion
spiralis di dalam modiolus, bagian tengah yang bertulang tempat koklea
melingkar. Sembilan puluh sampai 95% dari neuron aferen ini mempersyarafi sel
rambut dalam; hanya 5-10% yang mempersyarafi sel rambut luar yang jumlahnya
lebih banyak, dan setiap neuron mempersyarafi beberapa sel luar ini. Selain itu,
sebagian besar serat aferen di syaraf auditorius berakhir di sel rambut luar dan
bukan di sel rambut dalam. Akson neuron yang mempersarafi sel rambut
membentuk bagian auditorius (koklear) saraf akustik vestibulokoklear dan
berakhir di nukleus koklear ventralis dan dorsalis di medulla oblongata. Jumlah
total serat aferen dan eferen di masing-masing saraf auditorius sekitar 28.000
(Ganong, 2003).
Di koklea, terdapat taut-taut erat antara sel rambut dan sel falang di
dekatnya; taut-taut ini mencegah endolimfe mencapai dasar sel. Namun, membran
basilaris relatif permeabel terhadap perilimfe di skala timpani dan dengan
demikian terowongan organ corti dan dasar sel rambut dibahasi oleh perilimfe.
Karena adanya taut-taut erat serupa, maka susunan sel rambut di bagian lain
telinga dalam serupa; yaitu tonjolan-tonjolan sel rambut dibasahi oleh endolimfe,
sementara dasarnya dibasahi oleh perilimfe (Ganong, 2003).

2.1.2.3.

Jalur Pendengaran Sentral

Dari nukleus koklear, impuls pendengaran berjalan melalui berbagai jalur


ke kokikulus inferior, pusat untuk refleks-refleks pendengaran dan melalui korpus

genikulatum medial di talamus ke korteks pendengaran. Yang lain masuk ke


formasio artikularis. Informasi dari kedua telinga bertemu di masing-masing oliva
superior, dan tingkat yang lebih tinggi sebagian besar neuron berespons terhadap
input dari kedua telinga. Korteks, pendengaran primer, daerah Brodmann 41,
terletak di bagian superior lobus temporalis. Pada manusia, korteks ini terletak di
fisura Silvius dan secara normal tidak tampak di permukaan otak. Terdapat
beberapa daerah penerima pendengaran tambahan, seperti beberapa daerah
penerima sensasi kulit. Daerah asosiasi pendengaran yang terletak dekat dengan
penerima pendengaran primer tersebar, meluas ke insula. Berlas olivokoklearis
(olivocochleari bundle) adalah berkas serat eferen yang mencolok masing-asing
saraf auditorius yang berasal dari kompleks olivarius superior ipsilateral dan
kontralateral dan berakhir terutama di sekitar dasar sel rambut luar organ Corti
(Ganong, 2003).

2.1.2.4.

Kanalis Semisirkularis

Di kedua sisi kepala, terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak


lurus satu sama lain, sehingga berorientasi dalam 3 bidang dalam ruang. Di dalam
kanalis tulang, terdapat kanalis membranosa yang terbenam dalam perilimfe.
Terdapat sebuah strukturreseptor, krista ampularis di ujung masing-masing kanalis
membranosa yang melebar (ampula). Setiap krista terdiri dari sel rambut dan sel
sustentakularis yang dilapisi pemisah gelatinosa (kupula) yang menutup ampula.
Tonjolan sel rambut terbenam dalam kupula, dan dasar sel rambut berkontak erat

10

dengan serat-serat aferen saraf vestibulokoklearis bagian vestibularis (Ganong,


2003).

2.1.2.5.

Utrikulus dan Sakulus

Di dalam masing-masing labirin membranosa, di lantai utrikulus, terdapat


suatu organ otolitik (makula). Makula lain terletak di dinding sakulus dengan
posisi semivertikal. Makula mengandung sel sustentakularis dan sel rambut,
dipayungi oleh membran otolitik tempat terbenamnya kristal-kristal kalsium
karbonat, otolit. Pada manusia, otolit, yang juga dikenal sebagai otokonia arau
debu telinga, memiliki panjang 3 sampai 19 m dan lebih padat daripada
endolimfe. Tonjolan sel rambut terbenam dalam membran. Serat-serat saraf dari
sel rambut bergabung dengan serat-serat dari krista di saraf vestibulokoklearis
(Ganong, 2003).

2.1.2.6.

Jalur Saraf

Badan-badan sel 19000 neuron yang mempersarafi krista dan makula di


masing-masing sisi terletak di ganglion vestibularis. Masing-masing saraf
vestibularis berakhir di nukleus vestibularis berakhir di nukleus vestibularis 4
bagian ipsilateral dan di lobus flokulonodularis serebelum. Neuron ordo-kedua
menuruni medula spinalis dari nukleus vestibularis di traktus vestibulospinalis dan
naik melalui fasikulus longitudinalis medial ke nukleus motorik di saraf-saraf
kranium yang berperan dalam pengaturangerakan mata. Juga terdapat jalur-jalur

11

yang anatominya belum jelas yang menyalurkan impuls dari reseptor vestibularis
ke korteks serebrum melalui talamus (Ganong, 2003).

2.1.2.7.

Sel Rambut

Sel rambut di telinga dalam memiliki struktur serupa. Masing-masing


terbenam dalam epitel yang terdiri dari sel penunjang atau sustntakularis. Dari
ujung apeks muncul rambut atau tonjoloan-tonjolan (prosesus) berbentuk batang
sejumlah 30-150 buah. Kecuali di koklea, salah satu tonjolan ini, kinosilium
adalah silia sejati tetapi tidak motil dengan 9 pasang mikrotubulus
mengelilinginya dan sepasang mikrotubulus di tengah. Kinosilium adalah salah
satu prosesus yang paling besar dan memiliki ujung tumbul. Pada mamalia
dewasa, kinosilium tidak terdapat pada sel rambut koklea. Namun, prosesus lain,
yang disebut stereosilia, terdapat di semua sel rambut. Stereosilia memiliki inti
yang terdiri dari filamen-filamen aktin sejajar. Di dalam rumpun prosesusprosesus yang sirkular pada masing-masing sel terdapat susunan yang teratur. Di
sepanjang sumbu yang menuju kinosilium, stereosilia menjadi semakin tinggi, di
sepanjang sumbu tegak lurus, semua stereosilia tingginya sama (Ganong, 2003).
Potensial membran sel rambut adalah sekitar 60 mV. Apabila stereosilia
terdorong dengan arah berlawanan, maka sel mengalami hiperpolarisasi.
Pergerakan prosesus dengan arah tegak lurus terhadap sumbu ini tidak
menyebabkan perubahan potensial membran dan pergerakan prosesus dengan arah
di antara kedua arah tersebut menimbulkan depolarisasi atau hiperpolarisasi yang
setara dengan besar derajat arah menuju atau menjauhi kinosilium. Dengan

12

demikian, prosesus rambut membentuk mekanisme untuk menimbulkan


perubahan potensial membran yang setara dengan arah pergeseran (Ganong,
2003).
Seperti dinyatakan di atas, prosesus sel rambut menonjol ke dalam
endolimfe sementara dasarnya terendam dalam perilimfe. Susunan ini penting
untuk pembentukan potensial generator normal, walaupun tidak diketahui secara
pasti mengapa demikian. Perilimfe terutama terbentuk dari plasma. Masuknya
manitol dan sukrosa dari plasma ke dalam perilimfe di skala timpani lebih lambat
daripada masuknya ke dalam perilimfe di skala vestibuli, dan terdapat perbedaan
kecil dalam komposisi antara cairan-cairan dalam kedua skala ini, tetapi keduanya
mirip dengan cairan ekstrasel. Di pihak lain, endolimfe dibentuk oleh stria
vaskularis dan memiliki konsentrasi K+ yang tinggi dan konsentrasi Na+ yang
rendah. Sel di stria vaskularis memiliki konsentrasi Na +-K+-ATPase yang tinggi.
Selain itu, tampaknya terdapat pompa K+ elektrogenik yang unik di stria
vaskularis, yang merupakan penyebab mengapa skala media secara elektrik
bermuatan positif relatif terhadap skala vestibuli dan skala timpani (Ganong,
2003).
Bukti yang sekarang terdapat menunjukkan bahwa streosilia memiliki
saluran-saluran mekanosensitif di apeksnya, dengan sekitar satu saluran per
stereosilium. Pergeseran prosesus-prosesus ini menuju kinosilium meningkatkan
lama saluran terbuka, dan pergeseran menjauhi kinosilium menurunkan lama
saluran tersebut terbuka. Saluran-saluran yang memiliki garis tengah paling
sedikit 0,7 nm, adalah saluran kation yang relatif nonspesifik, tetapi karena

13

mereka terendam dalam endolimfe, yang memiliki konsentrasi K+ tinggi, maka K+


masuk ke dalam sel rambut apabila saluran terbuka, dan menimbulkan
depolarisasi. Ca2+ juga masuk ke dalam sel, dan terjadi pelepasan transmiter
sinaps yang menyebabkan depolarisasi neuron aferen atau neuron yang berkontak
dengan sel rambut. Identitas transmiter ini belum diketahui, tetapi terdapat buktibukti kuat mengenai keberadaannya. Sebaliknya, pergeseran stereosilia menjauhi
kinosilium menurunkan permeabilitas istirahat. Influks K+ menurun, sel
mengalami hiperpolarisasi, dan transmiter yang dilepaskan berkurang (Ganong,
2003).

2.2 Fungsi Sistem Pendengaran


Suara sebagai sumber gelombang merupakan bentuk energi yang bergerak
melalui udara, air, atau benda lainnya yang bisa menjadi media geraknya. Telinga
hanya bertugas mendeteksi suara, sedangkan fungsi pengenalan dan interpretasi
diolah oleh sistem saraf pusat dan di otak. Suara akan memberikan rangsangan ke
telinga, lalu disampaikan ke otak melalui saraf yang menghubungkan dari telinga
ke otak (nervus vestibulokoklearis). Selain mendeteksi suara, telinga juga
berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh kita. ( Mustrie 2011).
Berdasarkan Anatomi seperti yang telah dijelaskan di atas, kami ingin
menjelaskan fungsi dari sistem pendengaran;

14

2.2.1

Fungsi Telinga Luar


Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi dan organ pelindung untuk

gendang telinga, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke
telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rangsang
bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak dan diolah (Sherwood, 2001).
Mekanisme ini akan dibahas pada bagian setalah fungsi pendengaran ini.
2.2.1.1Fungsi Telinga Flap / Pinna
Telinga Flap/ Pinna yang meerupakan bagian dari telinga luar ini berfungsi
sebagai suatu pengumpul suara, sementara liang telinga/ saluran terlinga
(Meatus) dapat sangat memperbesar suara dalam rentang 2 sampai 4 kHZ;
perbesaran pada frekuensi ini adalah 10 hingga 15 dB. Suara dalam rentang
frekuensi ini adalah yang paling berbahaya jika ditinjau dari sudut trauma akustik
(Adam, 2012). Kelenjar keringat juga terdapat di dalam saluran ini, berfungsi
mensekresi kotoran telinga (Sherwood, 2001).
2.2.2Fungsi Telinga Tengah
Telinga tengah yang terletak di antara telinga luar dan telinga bagian
dalam befungsi menerima gelombang suara dari telinga luar dalam bentuk
gelombang

tekanan

(Sherwood,

2001).Telinga

menghilangkan hambatan antara udara

tengah

juga

berfungsi

(lingkungan kita) dan cairan (telinga

dalam). Ketika gelombang suara yang dihantarkan udara mencapai cairan (telinga
dalam), maka 99,9% energinya akan dipantulkan. Jadi hanya 0,1% energi yang
diteruskan

(kehilangan sekitar 30dB). Telinga tengah dapat mengkompensasi

kehilangan tersebut. (Adam, 2012). Bagian yang penting dari telinga tengah

15

terdiri dari: Gendang telinga (Membran Timpani) dan tulang-tulang pendengaran


yang terbagi menjadi : maleus, inkus dan stapes.

2.2.2.1 Fungsi Membran Timpani dan Tulang Pendengaran


Membran timpani (Gendang Telinga) merupakan selaput tipis yang
bertindak sebagai pembatas antara telinga luar dan tengah, berfungsi untuk
memberi respons terhadap perubahan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang
suara di permukaan luarnya, membran berfungsi sebagai resonator yang
menghasilkan ulang getaran dari sumber suara. Membran ini akan berhenti
bergetar hampir segera setelah gelombang suara berhenti; yang berarti membran
ini mengalami peredaman kritis (citically damped) yang hampir total. Gerakan
membran timpani akan disalurkan ke manubrium maleus (Ganong, 2003).
Apabila

otot-otot

telinga

tengah,

tensor

timpani

dan

stapedius

berkontraksi, maka manubrium maleus akan tertarik ke dalam dan lempeng kaki
stapes ke luar. Hal ini akan menurunkan penyaluran suara. Suara keras akan
mencetuskan kontraksi reflex otot- otot ini yang secara umum disebut refleks
timpani. Fungsinya bersifat protektif, mencegah rangsangan belebihan pada
reseptor-reseptor pendengaran yang dihasilkan oleh gelombang suara yang kuat.
Namun, waktu reaksi untuk refleks ini adalah 40-160 mdet, sehingga refleks ini
tidak dapat melindungi terhadap rengsangan kuat yang singkat seperti yang
dihasilkan suara tembakan (Ganong, 2003).
2.2.2.2 Fungsi Maleus

16

Maleus merupakan tulang kecil yang terletak di sebelah gendang telinga.


getaran dari gendang telinga menyebabkan maleus bergetar, karena terletak dekat
dengan gendang telinga,. Di sinilah gelombang suara mekanis diubah menjadi
energi elektrokimia agar dapat ditransmisikan melalui saraf kranialis ke 8.
Paling tidak sebagian analisis frekuensi telah terjadi pada tingkat organ corti.
Peristiwa listrik yang berlangsung dalam neuron juga dapat diukur dan disebut
sebagai potensial aksi (Ganong, 2003).
Maleus bergoyang pada suatu sumbu melalui taut prosesus panjang dan
pendeknya, sedemikian sehingga prosesus pendek menyalurkan getaran
manubrium ke inkus (Adam, 2012).

2.2.2.3FungsiInkus
Inkus(Anvil)adalahtulangkecilkaindisampingmaleusyangbergetar
dalammenanggapigetarandarimaleus.Inkusbergeraksedemikisnrupasehingga
getarandapatdisalurkankebagiankepalastapes.

2.2.2.4.FungsiStapes
Serupasenganmaleusdaninkus,Stirrupataustapesatausanggurdi
merupakantulangkecilditelingatengahyangbergetardanmelewatigelombang
kompresionalketelingabagiandalam.Pergerakankepalastapesmenyebabkan
lempengkakinyabergerakmajumundursepertipintuyangberengselditepi
posteriorjendelaoval
Dengan demikian tulang-tulang pendengaran berfungsi sebagai sistem

17

pengungkit yang mengubah getaran resonan membran timpani menjadi gerakan


stapes terhadap skala vestibulo koklea yang berisi perilimfe. Sistem ini
meningkatkan tekanan suara yang tiba di jendela oval, karena efek pengungkit
maleus dan inkus melipatkgandakan gaya 1,3 kali lebih kuat dan luas membran
timpani jauh lebih besar daripada luas lempeng kaki stapes. Akibat adanya
resistensi terjadi pengurangan energy suara, tetapi telah diperhitungkan, pada
frekuensi di bawah 300 HZ, 60% energy suara yang jatuh di membran timpani
akan disalurkan ke cairan dalam koklea (Ganong, 2003).

Gambar6.GambaranStrukturTelinga
(http://enjoywithscience.blogspot.com/2010_11_01_archive.html)

18

2.2.3 Fungsi Telinga Dalam


Telingan dalam (Labyrinth), seperti namanya, adalah bagian terdalam dari
telinga. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rangsang bunyi dan
mengirimkannya berupa impuls ke otak dan diolah (Sherwood, 2001). Bagian
bagiannya telah dijelaskan di atas.

2.2.3.1Fungsi Organ Corti


Organ Corti adalah reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai
respons terhadap getaran membran basilar. Perhatikan bahwa organ corti terletak
pada permukaan serat basilar dan membran basilar. Terdapat dua tipe sel rambut
yang merupakan reseptor sensorik yang sebenarnya dalam organ corti: baris
tunggal sel rambut interna (atau inner), berjumlah sekitar 3500 dan dengan
diameter berukuran sekitar 12 mikrometer dan tiga sampai empat baris sel rambut
eksterna (atau outer), berjumlah sekitar 12.000 dan mempunyai diameter hanya
sekitar 8 mikrometer. Basis dan samping sel rambut bersinaps dengan jaringan
akhir saraf koklearis. Sekitar 90 sampai 95 % ujung-ujung ini berakhir di sel
rambut bagian dalam, yang memperkuat peran khusus sel ini untuk mendeteksi
suara. Serat saraf dari ujung-ujung ini mengarah ke ganglion spiralis Corti, yang
terletak dalam modiolus (pusat) koklea. Ganglion spiralis pada gilirannya akan
mengirimkan akson, seluruhnya sekitar 30.000, ke dalam nervus koklearis dan
kemudian ke dalam system saraf pusat pada tingkat medulla spiralis dan dengan
nervus koklearis (Guyton 1997). Stria merupakan suatu sistem transport cairan
dan elektrolit yang dirancang secara unik karena dua dari tiga jenis sel pada stria
vaskularis kaya mitokondria dan memiliki luas permukaan yang sangat besar

19

dibandingkan dengan volume sel. Diduga memainkan peranan penting dalam


pemeliharaan komposisi elektrolit cairan endolimfe (tinggi kalsium, rendah
natrium) dan sebagai baterai kedua untuk organ corti. Stria vaskularis dapat
memperbaiki rasio sinyal-bising pada organ Corti yang disebabkan adanya aliran
darah (merupakan sumber nutrisi utama untuk sel tubuh) (Adam, 2012).

2.2.3.2 Fungsi Sel Rambut Dalam dan Luar


Sel Rambut dalam adalah sel sensorik utama yang menghasilkan potensi
aksi di saraf- saraf pendengaran dan diperkirakan sel sel ini dirangsang oleh
gerakan cairan perilimfe koklea (Ganong, 2003).
Sel rambut luar, di pihak lain, dipersyarafi oleh serat-serat eferen kolinergik
dari kompleks olivarius superior. Sel ini bersifat motil, memendek apabila
mengalami depolarisasi dan memanjang apabila mengalami hiperpolarisasi. Sel
ini meningkatkan pendengaran dengan mempengaruhi pola getaran membran
basilaris. Sel tersebut memendek dengan cara yang spesifik-nada, dan
memperkuat suara yang datang dengan mengurangi peredaman membran basilaris
(Ganong, 2003).

20

Gambar 7. Gambaran Fungsi deteksi suara Organ Corti dan Sel Rambut
(http://www.telingakusehat.com/v1/images/clip_image0024.jpg)

2.2.3.3 Fungsi Vestibular


Vestibular berperan dalam respons terhadap percepatan Rotasional.
Percepatan (akselerasi) rotasional dalam salah satu bidang kanalis semisirkularis
tertentu akan merangsang kristanya. Endolimfe, akibat kelembamannya, akan
bergeser dengan arah berlawanan terhadap arah rotasi. Cairan ini mendorong
kupula, menyebabkan perubahan bentuk. Hal ini akan menekukkan tonjolantonjolan sel rambut. Apabila telah tercapai kecepatan rotasi yang konstan, maka
cairan berputar dengan kecepatan yang sama dengan tubuh dan posisi kupula
kembali tegak. Bila rotasi dihentikan, maka perlambatan akan menyebabkan
pergeseran endolimfe searah dengan rotasi, dan kupula mengalami perubahan
bentuk dalam arah berlawanan dengan arah sewaktu percepatan. Kupula kembali
ke posisi di tengah dalam 25-30 detik. Pergerakan kupula dalam satu arah
biasanya menimbulkan lalu lintas impuls di serat-serat saraf dari kristanya,

21

sementara pergerakan dalam arah berlawanan umumnya menghambat aktivitas


saraf (Ganong, 2003).
Rotasi menyebabkan rangsangan maksimum pada kanalis semiseirkularis
yang paling dekat dengan bidang rotasi. Karena kanalis di satu sisi kepala
merupakan bayangan cermin dari kanalis di sisi lainnya, maka endolimfe bergeser
menuju ampula di satu sisi dan menjauhinya di sisi yang lain. Dengan demikian,
pola rangsangan yang mencapai otak beragam sesuai arah serta bidang rotasi.
Percepatan linear mungkin tidak dapat menyebabkan perubahan kupula sehingga
tidak menimbulkan rangsangan pada krista. Namun, terdapat banyak bukti bahwa
apabila dalah satu bagian labirin rusak, maka bagian lain akan mengambil alih
fungsinya. Dengan demikian, lokalisasi fungsi labirin secara eksperimental sulit
dialakukan (Ganong, 2003).
Jalur-jalur yang menurun dari nukleus vestibularis ke medulla spinalis
terutama berperan dalam penyesuaian postur; hubungan asendens ke nucleus saraf
kranialis sebagian besar berkaitan dengan pergerakan mata (Ganong, 2003).

2.2.3.4 Fungsi Korteks Serebri pada Pendengaran


Proyeksi dari jaras pendengaran terhadap korteks serebri menunjukan
bahwa korteks auditorius secara prinsip terletak pada bidang supratemporal girus
temporalis superior tetapi juga meluas sampai batas lateral lobus temporalis pada
korteks insularis, dan bahkan ke bagian lateral dari operculum parietalis (Guyton,
1997).

22

Terdapat dua daerah terpisah yaitu: korteks auditorius primer dan korteks
asosiasi auditorius (disebut juga korteks auditorius sekunder). Korteks auditorius
primer secara langsung dirangsang oleh penonjolan korpus genikulatum medial,
sedangkan daerah asosiasi pendengaran dirangsang secara sekunder oleh impuls
yang berasal dari korteks auditorius primer dan oleh penonjolan dari daerah
asosiasi thalamus yang berdekatan dengan korpus genikulatum medial (Guyton,
1997).

2.2.3.4.1 Persepsi Frekuensi Suara dalam Korteks Auditorius primer.


Sekurang kurangnya telah ditemukan enam peta tonotopik dalam korteks
auditorium primer dan daerah asosiasi pendengaran. Dalam setiap peta ini,
frekuensi suara yang tinggi merangsang neuron pada satu ujung peta, sedangkan
suara yang berfrekuensi rendah merangsang neuron pada ujung yang berlawanan.
Kebanyakan suara berfrekuensi rendah terletak di anterior dan suara berfrekuensi
tinggi terletak di posterior (Guyton, 1997).

Gambar 8. Korteks Pendengaran (Guyton, 1997).

23

Peran besar dari neuron dalam korteks auditorius, terutama dalam korteks
asosiasi auditorius, tidak berespons terhadap frekuensi suara tertentu dalam
telinga. Dianggap bahwa neuron ini mengasosiasikan frekuensi suara yang
berbeda satu sama lainnya atau mengasosiasikan informasi suara dengan
informasi dari daerah sensoris lain di korteks. Tentu saja, bagian parietalis dari
korteks asosiasi auditorius sebagian bertumpang tindih dengan daerah sensorik II,
yang dapat memberikan kesempatan mudah untuk pengumpulan informasi
pendengaran dengan informasi somato sensorik (Guyton, 1997).

2.2.3.4.2 Diskriminasi Pola Suara oleh Korteks Auditorius


Kerusakan kedua korteks auditorik primer pada manusia dikatakan akan
sangat menurunkan sensitivitas pendengaran seseorang. Namun, bila kerusakan
hanya pada satu sisi saja, akan menurunkan kemampuan pendengaran pada telinga
yang berlawanan, tetapi tidak menyebabkan ketulian pada telinga, karena terdapat
banyak hubungan silang dari satu sisi ke sisi lainnya pada jaras saraf auditorik.
Hal ini tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menentukan sumber
suara karena untuk melakukan fungsi lokalisasi ini dibutuhkan sinyal-sinyal
komparatif pada kedua kortikal (Guyton, 1997).
Pada manusia, lesi yang mengenai daerah asosiasi pendengaran tetapi
tidak mengenai korteks auditorius primer, tidak menurunkan kemampuan
seseorang untuk mendengar dan membedakan nada suara dan untuk
menginterpretasikan sekurang-kurnagnya pola sederhana dari suara. Tetapi, orang

24

tersebut akan sering tidak mampu menginterpretasikan arti dari suara yang
didengarnya (Guyton, 1997).

2.3

Mekanisme Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus-incus-stapes) yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong (oval). Energi getar
yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap
lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak (Soepardi dan Iskandar,
2001).
Getaran

diteruskan

melalui

membran

Reissner

yang

mendorong

endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris


dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan

proses

depolarisasi

sel

rambut,

sehingga

melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada


saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soepardi dan Iskandar, 2001).

25

Gambar 9. Mekanisme Pendengaran (http://www.medicinesia.com)

Gambar 10. Diagram Alur Pendengaran

2.3.1

Jalur Pendengaran Sentral


Dari nukleus koklear, impuls pendengaran berjalan melalui berbagai jalur

ke kolikulus inferior, pusat untuk refleks pendengaran, dan melalui korpus

26

genikulatum medial di thalamus ke korteks pendengaran, yang lain masuk ke


formasio retikularis (Gambar 9).

Gambar 11.Diagram Jalur-Jalur Pendengaran Utama yang Telah Disederhanakan


(Ganong, 2003)

Informasi dari kedua telinga bertemu di masing-masing oliva superior, dan


di tingkat yang lebih tinggi sebagian besar neuron berespons terhadap input dari
kedua telinga. Korteks pendengaran primer, daerah Brodmann 41, terletak di
bagian superior lobus temporalis.Pada manusia, korteks ini terletak di fisura
Silvius dan secara normal tidak tampak di permukaan otak.Terdapat beberapa

27

daerah penerima pendengaran tambahan, seperti beberapa daerah penerima untuk


sensasi kulit.Daerah asosiasi pendengaran yang terletak dekat dengan daerah
penerima pendengaran primer tersebar meluas ke insula.Berkas olivokoklearis
(olivocochleari bundle) adalah berkas serat eferen yang mencolok di masingmasing saraf auditorius yang berasal dari kompleks olivarius superior ipsilateral
dan kontralateral dan berakhir terutama di sekitar dasar sel rambut luar organ
Corti (Ganong, 2003).

Gambar 12.Jaras Pendengaran (Guyton 1997)

Gambar 4 menunjukkan serabut saraf dari ganglion spiralis Corti


memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian atas
medula.Pada titik ini, semua sinaps serabut dan neuron tingkat dua berjalan

28

terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nucleus
olivarius superior. Beberapa serat tingkat kedua lainnya juga berjalan secara
ipsilateral ke nukleus olivarius superior pada sisi yang sama. Dari nukleus
olivarius superior, jaras pendengaran kemudian berjalan ke atas melalui lemnikus
lateralis.Banyak yang meminta nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior,
tempat semua atau hampir semua serabut ini berakhir.Dari sini, jaras berjaran ke
nucleus genikulata medial, tempat semua serabut bersinaps.Dan akhirnya
berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorius (Guyton 1997).

2.3.2

Gelombang Suara
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di

lingkungan eksternal, yaitu fase pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi
berselang-seling, mengenai membran timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai
perubahan tekanan di membran timpani per satuan waktu adalah serangkaian
gelombang (Gambar 11), dan gerakan semacam itu dalam lingkungan secara
umum disebut gelombang suara. Gelombang berjalan melalui udara dengan
kecepatan sekitar 344 m/det (770 mil/jam) pada 20C setinggi permukaan
laut.Kecepatan suara meningkat seiring suhu dan ketinggian (Ganong, 2003).

29

Gambar 13.Karakteristik Gelombang Suara (Ganong, 2003)


A adalah grafik sebuah nada murni. B memiliki amplitudo yang lebih besar
dan lebih keras dari pada A. C memiliki amplitudo yang sama dengan A
namun frekuensinya lebih besar sehingga nadanya lebih tinggi. D adalah
bentuk gelombang kompleks yang mengalami pengulangan secara teratur.
Pola ini akan terdengar sebagai suara musik, sedangkan gelombang seperti
yang diperlihatkan pada E, yang tidak memiliki pola teratur, terdengar sebagai
bising.

Media lain tempat manusia kadang-kadang berada juga menghantarkan


gelombang suara, tetapi dengan kecepatan yang berbeda. Misalnya, kecepatan
suara adalah 1450 m/det pada 20C dalam air tawar dan bahkan lebih besar dalam
air laut. Dikatakan bahwa siulan ikan paus biru memiliki kekuatan 188 desibel
dan dapat terdengar dari jarak 500 mil (Ganong, 2003).
Secara umum, kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang
suara dan nada berkaitan dengan frekuensi (jumlah gelombang per satuan

30

waktu).Semakin besar amplitudo, semakin keras suara; dan semakin tinggi


frekuensi, semakin tinggi nada. Namun, nada juga ditentukan oleh faktor-faktor
lain yang belum sepenuhnya dipahami selain frekuensi, dan frekuensi
mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada
frekuensi tertentu dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara yang
memiliki pola berulang, walaupun masing-masing gelombang bersifat kompleks,
didengar sebagai suara musik, getaran aperiodik yang tidak berulang
menyebabkan sensasi bising.Sebagian besar suara musik terbentuk dari
gelombang dengan frekuensi primer yang menentukan nada suara ditambah
sejumlah getaran harmonik (overtone) yang menyebabkan suara memiliki timbre
(warna nada, kualitas) khas. Variasi timbre memungkinkan kita mengetahui suara
berbagai alat musik walaupun alat-alat tersebut memberikan nada yang sama
(Ganong, 2003).
Menurut Utamiati (2012) dalam Harnita (1995) Telinga manusia hanya
mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya 80 dB (batas aman) dan
dengan frekuensi suara sekitar bekisar antara 20-20.000Hz. Lebar responden
telinga manusia diantara 0 dB-140 dB yang dapat didengar, dan batas intensitas
suara tertinggi adalah 140 dB dimana untuk mendengarkan suara itu sudah timbul
perasaan sakit pada alat pendengaran (Utamiati, 2012).

2.3.3

Penyaluran Suara
Telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksterna menjadi

potensial aksi di saraf pendengaran.Gelombang diubah oleh gendang telinga dan

31

tulang-tulang pendengaran menjadi gerakan-gerakan lempeng kaki stapes.Gerakan


ini menimbulkan gelombang dalam cairan telinga dalam.Efek gelombang pada
organ Corti menimbulkan potensial aksi di serat-serat saraf (Ganong, 2003).

Gambar 14.Gambar Diagram Penyaluran Getaran dari Telinga Luar ke Telinga


Dalam (Ganong, 2003)

Luas daerah permukaan membran timpani adalah sekitar 55 milimeter


kuadrat sedangkan daerah permukaan stapes rata-rata 3,2 milimeter kuadrat.Rasio
perbedaan ini menyebabkan penekanan sekitar 22 kali pada cairan koklea, seperti
yang dilakukan gelombang suara terhadap membran timpani.Karena cairan
memliki inersia yang jauh lebih besar daripada udara, maka mudah dimengerti
bahwa peningkatan jumlah tekanan dibutuhkan untuk menimbulkan getaran pada
cairan (Guyton, 1997).

2.3.3.1 Hantaran Tulang dan Udara


Getaran suara dari luar akan dihantarkan ke telinga dalam bentuk 2 macam
hantaran yaitu:

32

1. Hantaran udara (dalam keadaan normal),


2. Hantaran tulang (dalam keadaan abnormal/telinga mengalami kerusakan).
Hantaran (konduksi) gelombang suara ke cairan di telinga dalam melalui
membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, jalur utama untuk pendengaran
normal, disebut hantaran osikular.Gelombang suara juga mencetuskan getaran
membran timpani sekunder yang menutup jendela bulat. Proses ini, yang tidak
penting untuk pendengaran normal, adalah hantaran udara. Hantaran tipe ketiga,
hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan
di telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi apabila kita
menempelkan garpu penala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak.
Jalur ini juga berperan dalam penyaluran suara yang sangat keras (Ganong, 2003).
Koklea, yang merupakan bagian telinga dalam, tertanam pada kavitas
bertulang dalam tulang temporal yang disebut labirin tulang, karenanya getaran
seluruh tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran cairan pada koklea. Oleh
karena itu, pada kondisi yang memungkinkan, garpu tala atau penggetar
elektronik yang diletakkan pada setiap protuberansia tulang tengkorak, tetapi
terutama pada prosesus mastoideus, akan menyebabkan orang tersebut
mendengarkan suara. Energi yang tersedia bahkan pada suara yang sangat keras
dalam udara, tidak cukup untuk menyebabkan pendengaran melalui tulang kecuali
bila alat transmisi suara elektromekanik khusus digunakan secara langsung pada
tulang (Guyton, 1997).

33

2.3.4

Perjalanan Gelombang

Gambar 15.Perjalanan Gelombang (Ganong, 2003)


Atas: Garis-garis tebal dan terputus-putus pendek mewakili gelombang di dua
saat. Garis terputus-putus yang panjang memperlihatkan amplop gelombang
yang terbentuk menghubungkan puncak-puncak gelombang pada saat yang
berurutan.
Bawah: Pergeseran membran basilaris oleh gelombang yang dihasilkan
getaran stapes dengan frekuensi yang diperlihatkan di bagian atas masingmasing kurva.

Pergerakan lempeng kaki stapes mencetuskan serangkaian gelombang


yang berjalan dalam perilimfe skala vestibuli. Diagram gelombang ini
diperlihatkan dalam Gambar 13. Sewaktu bergerak ke koklea, tinggi gelombang
meningkat mencapai maksimum lalu turun dengan cepat.Jarak dari stapes ke titik
tinggi maksimum ini bervariasi sesuai frekuensi getaran yang mencetuskan
gelombang.Suara bernada tinggi menimbulkan gelombang yang mencapai tinggi

34

maksimum di dekat dasar koklea, suara bernada rendah menghasilkan gelombang


puncaknya dekat dengan apeks.Dinding tulang skala vestibuli bersifat kaku, tetapi
membran Reissner bersifat lentur.Membran basilaris tidak berada dalam tegangan,
dan membran ini juga mudah tertekan ke dalam skala timpani oleh puncak-puncak
gelombang dalam skala vestibuli (Ganong, 2003).
Pergeseran cairan dalam skala timpani oleh puncak-puncak gelombang
dalam skala vestibuli.Pergeseran cairan dalam skala timpani terhambur ke udara
di jendela bulat.Dengan demikian, suara menimbulkan distorsi membran basilaris,
dan tempat distorsi ini mencapai maksimum ditentukan oleh frekuensi gelombang
suara.Bagian atas sel rambut dalam organ Corti dipegang kaku oleh lamina
retikularis, dan rambut pada sel rambut luar terbenam dalam membran tektorium
(Gambar 14). Apabila stapes bergerak, kedua membran bergerak ke arah yang
sama, tetapi keduanya berengsel pada sumbu yang berbeda, sehingga terjadi
gerakan menggunting yang menekuk rambut. Rambut dari sel rambut dalam,
mungkin tidak melekat ke membran tektorium, tetapi rambut ini tampaknya
dibengkokkan oleh gerakan cairan antara membran tektorium dan sel rambut di
bawahnya (Ganong, 2003).

35

Gambar 16. Struktur Organ Corti (Ganong, 2003)

Perjalanan gelombang suara dari luar sampai dapat didengar dan


dimengerti oleh seseorang, dibagi beberapa fase:
1. Fase mekanik, yang berarti gelombang suara hanya dihantarkan saja dari
telinga luar sampai ke telinga dalam.
2. Fase elektrik, yang terjadi di organ corti. Gelombang suara yang berupa
gelombang mekanik diubah menjadi gelombang elektrik yang akan
diteruskan melalui syaraf ke pusat pendengaran.
3. Fase analitik, yaitu gelombang elektrik yang diterima di susunan syaraf
pusat untuk dianalisis, kemudian dimengerti arti suara tersebut.
2.3.5

Penentuan Arah Asal Suara


Penentuan arah asal suara dalam bidang horizontal bergantung pada

deteksi perbedaan waktu antara kedatangan rangsangan di dua telinga dan


perbedaan fase gelombang suara di kedua sisi; penentuan ini juga bergantung pada
kenyataan bahwa suara akan terdengar lebih keras di sisi yang paling dekat
dengan sumber suara (Ganong, 2003). Seseorang menentukan arah dari mana

36

suara berasal melalui dua prinsip mekanisme: (1) melalui perbedaan waktu antara
masuknya suara ke dalam satu telinga dan kedalam telinga yang lain dan (2)
melalui perbedaan intensitas suara dalam kedua telinga. Mekanisme pertama
berfungsi paling baik untuk frekuansi di bawah 3000 siklus per detik, dan
mekanisme intensitas bekerja paling baik pada frekuensi yang lebih tinggi karena
kepala bertindak sebagai sawar (penghalang) suara pada frekuensi-frekuensi ini
(Guyton, 1997).
Perbedaan waktu yang dapat dideteksi, yang dapat sampai sesingkat
20det, dikatakan merupakan faktor terpenting pada frekuensi di bawah 3000 Hz
dan perbedaan kekerasan suara paling penting pada frekuensi di atas 3000 Hz
(Ganong, 2003).
Mekanisme perbedaan waktu membedakan arah jauh lebih tepat daripada
mekanisme intensitas karena mekanisme perbedaan waktu tidak bergantung pada
faktor-faktor luar, melainkan hanya bergantung pada interval waktu yang tepat
antara dua sinyal akustik. Jika seseorang melihat lurus ke arah suara, suara akan
mencapai kedua telinga dengan jarak waktu yang tepat sama, sedangkan jika
telinga kanan lebih dekat pada suara dibandingkan telinga kiri, sinyal suara dari
telinga kanan akan memasuki otak terlebih dahulu daripada sinyal dari telinga kiri
(Guyton, 1997).
Kedua mekanisme penentuan arah sumber suara di atas tidak dapat
mengatakan apakah bunyi berasal dari depan atau dari belakang, dari atas atau
dari

bawah

seseorang.

Pembedaan

ini

dicapai

melalui

pinnae

kedua

telinga.Bentuk pinnae mengubah kualitas bunyi yang memasuki telinga,

37

bergantung pada arah dari mana bunyi berasal (Guyton, 1997). Suara yang datang
langsung dari depan individu kualitasnya berbeda dengan yang datang dari arah
belakang, karena masing-masing pinnae (bagian telinga luar yang tampak)
mengarah sedikit ke depan. Selain itu, pantulan gelombang suara dari permukaan
pinnae berubah sewaktu suara bergerak ke atas dan ke bawah.Dengan demikian,
pinnae berperan penting dalam menentukan letak suara dalam bidang
vertikal.Pada hewan percobaan dan manusia, lokalisasi suara sangat terganggu
oleh lesi di korteks pendengaran (Ganong, 2003).

2.3.5.1 Mekanisme Saraf untuk Mendeteksi Arah Suara


Mekanisme untuk proses deteksi arah datangnya suara dimulai pada nuklei
olivarius superior dalam batang otak, meskipun hal ini membutuhkan jaras saraf
pada semua jalur dari nuklei ini ke korteks untuk menginterpretasikan sinyal.
Terjadinya mekanisme dianggap sebagai berikut: Pertama, nukleus
olivaruis superior dibagi menjadi dua bagian, (1) nukleus olivarius superior
medial dan (2) nukleus olivarius superior lateral. Nukleus lateral bertanggung
jawab untuk mendeteksi arah datangnya suara melalui perbedaan intensitas suara
yang mencapai kedua telinga dengan membandingkan secara tepat kedua
intensitas dan mengirimkan sinyal yang tepat ke korteks auditorius untuk menilai
arah (Guyton, 1997).
Sedangkan nukleus olivarius superior medial mempunyai mekanisme
spesifik untuk mendeteksi perbedaan waktu antara sinyal akustik yang memasuki
kedua telinga.Nukleus ini terdiri atas sejumlah besar neuron yang mempunyai dua

38

dendrit utama, satu menonjol ke kanan lainnya menonjol ke kiri.Sinyal akustik


dari telinga kanan mengenai dendrit kanan, dan sinyal dari telinga kiri mengenai
dendrit kiri.Neuron-neuron di dekat salah satu perbatasan nukleus berespons
secara maksimum terhadap perbedaan waktu yang singkat; sedangkan neuron di
dekat perbatasan yang berlawanan berespons terhadap perbedaan waktu yang
sangat panjang; di antara keduanya, terhadang perbedaan waktu yang sedang. Jadi
pola spasial stimulasi neuron berkembang dalam nukleus olivarius superior
medial; suara yang datang langsung dari depan kepala menstimulasi satu
perangkat neuron olivarius secara maksimal dan suara dari sudut sisi yang berbeda
menstimulasi perangkat neuron lainnya pada sisi yang langsung berlawanan di
depan neuron (Guyton, 1997).

2.4 Kelainan Pendengaran


Tuli biasanya dibagi menjadi dua tipe (Adams, 1997) :
1. Tuli yang disebabkan oleh kerusakan koklea, nervus auditorius, dan batang
otak sehingga terjadi kegagalan untuk memperkuat gelombang suara
sebagai impuls saraf secara efektif pada koklea yang biasanya disebut
"Tuli Saraf "
2.

Tuli yang disebabkan oleh kondisi patologis pada kanalis auditorius


eksternus, membran timpani (gangguan transmisi suara ke dalam koklea)
yang biasanya disebut "Tuli Konduksi"

3. Bila tuli saraf dan konduksi terjadi bersamaan maka disebut Tuli
Campuran

39

Jika koklea atau nervus auditorius rusak maka orang tersebut akan
mengalami tuli permanen. Tetapi, jika koklea dan nervus tetap utuh tetapi sistem
osikular-timpa-num telah hancur atau mengalami ankilosis (beku di tempat akibat
fibrosis atau kalsifikasi), gelombang suara masih dapat dikonduksikan ke dalam
koklea melalui konduksi tulang dari getaran suara yang dikenai pada tulang.Pola
lain tuli saraf sering terjadi sebagai berikut (Guyton, 1997) :
1. Tuli untuk suara berfrekuensi rendah yang disebabkan oleh paparan
berlebihan dan berkepanjangan terhadap suara yang sangat keras (ahli
mesin pesawat terbang) karena suara berfrekuensi rendah biasanya lebih
keras dan lebih merusak organ Corti.
2.

Tuli untuk semua frekuensi yang disebabkan oleh sensitivitas obat


terhadap organ Corti, khususnya sensitivitas terhadap beberapa antibiotikn
seperti streptomisin, kanamisin, dan kloramfenikol.

2.4.1

Audiometer

Audiometer merupakan alat untuk menentukan sifat kelainan pendengaran.


Alat ini berbentuk earphone yang dihubungkan dengan osilator elektronik yang
mampu memancarkan suara murni dari frekuensi rendah sanpai frekuensi tinggi,
instrumen dikalibrasi sehingga tingkat intensitas nol dari suara pada setiap
frekuensi adalah kekerasan yang hampir tidak dapat di dengar oleh orang normal,
hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya pada orang-orang normal.
Bagaimanapun juga, kontrol volume kalibrasi dapat meningkatkan atau
menurunkan setiap nada suara di atas atau di bawah tingkat nol. Jika kekerasan

40

nada suara harus ditingkatkan sampai 30 desibel di atas normal sebelum dapat
didengar maka orang tersebut dikatakan menderita tuli 30 desibel untuk nada
tertentu, semakin tinggi desibel dan frekuensi Hertz maka semakin parah kelainan
pendengaran / tuli seseorang (Gambar 1). Dalam melakukan tes pendengaran
dengan menggunakan audiometer, satu tes kira-kira mencakup 8 sampai 10
frekuensi spektrum pendengaran, dan tuli ditentukan dari masing-masing
frekuensi ini (Guyton, 1997).
Audiometer selain dilengkapi dengan alat earphone untuk menguji
konduksi suara oleh telinga, dapat ditambah dengan vibrator elektronik untuk
menguji konduksi tulang dari prosesus mastoideus ke dalam koklea (Guyton,
1997).
Audiometer pada Tuli Saraf. Pada tuli saraf istilah ini mencakup kerusakan
koklea, nervus auditorius atau sirkuit sistem saraf pusat dari telinga orang tersebut
mengalami penurunan atau kehilangan kemampuan total untuk mendengar suara
seperti pada pengujian konduksi udara dan konduksi tulang. Tuli seperti itu dapat
di sebabkan oleh kerusakan basis koklea.Tipe tuli ini terjadi pada hampir semua
orang tua (Guyton, 1997).
Audiogram pada tuli konduksi. Tipe tuli yang sering ditemukan adalah tuli
yang disebabkan oleh fibrosis telinga tengah setelah infeksi berulang pada telinga
tengah atau fibrosis yang terjadi pada penyakit herediter yang disebut
otosklerosis. Dalam kasus ini gelombang suara tidak dapat dijalarkan secara
mudah melalui osikel dari membran timpani ke fenestra ovalis.Pada kasus ini
konduksi tulang awalnya normal tetapi konduksi udara sangat tertekan pada

41

semua frekuensi terutama pada frekuensi rendah.Pada beberapa kasus tuli


konduksi permukaan wajah stapes menjadi terankilosis oleh pertumbuhan tulang
yamg berlebihan ke tepi fenestra ovalis. Dalam kasus ini orang tersebut menjadi
tuli total untuk konduksi udara tetapi dapat mendengar kembali secara hampir
normal dengan mengangkst stapes dan menggantikannya dengan prostesis baja
atau atau teflon halus yang menjalarkan suara dari inkus ke fenestra ovalis
(Guyton, 1997).

Gambar 17.Tingkat Desibel dan Frekuensi


Hertz(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/197710132005012)

2.4.2 Model Uji

42

Hantaran Udara (HU) menggunakan telinga luar dan tengah untuk


menghantarkan bunyi ke koklearis dan seterusnya.Hantaran ini dianggap jalan
yang lazim untuk transmisi bunyi. Pada Hantaran Tulang (HT), tulang tengkorak
dibuat bergetar dengan jalan menempelkan benda yang bergetar secara periodik,
misalnya garpu tala. Rangsang yang dihantarkan tulang diduga menggetarkan
cairan koklearis tanpa melewati telinga luar dan tengah (Adams, 1997).
Uji hantaran tulang telah dianggap sebagai suatu alat untuk mengukur
integritas koklearis dan struktur di atasnya.Pendengaran hantaran tulang yang
normal jelas mengisyaratkan fungsi koklearis, saraf dan batang otak yang normal
pula.Jika komponen sensorineural (HT) normal, sedangkan seluruh sistem (HU)
terganggu (HT>HU) maka gangguan diduga merupakan akibat kerusakan bagian
sistem lainnya, yaitu telinga tengah dan telinga luar yang tidak terukur dengan
temuan hantaran tulang yang normal. Sebaliknya bila hantaran tulang tidak lebih
peka dari hantaran udara (HT HU), maka gangguan total diduga sebagai
akibat kerusakan atau perubahan pada mekanisme kokleatis atau retrokoklearis
(Adams, 1997).

2.4.3

Uji Penala
Suatu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari

frekuensi rendah hingga tinggi akan memudahkan survey kepekaan pendengaran.


Perangkat yang lazim mengambil beberapa sampel nada C dari skala musik, yaitu
128,256, 512, 1024, 2048, 4096, dan 8192 Hz. Hz adalah singkatan dari hertz
yang merupakan istilah kontemporer dari siklus per detik, sebagi satuan

43

frekuensi. Semakin tinggi frekuensi semakin tinggi pula nadanya.Dengan


membatasi survei pada frekuensi bicara, maka frekuensi 512, 1024, dan 2048 Hz
biasanya memadai (Adams, 1997).

Gambar 18. Uji Penala (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/197710132005012)

2.4.3.1 Ambang
Penala dipegang pada tangkainya dan salah satu tangan garpu tala dipukul
pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan
jangan memukulkan penala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan
menghasilkan nada berlebihan yang adakalanya kedengan dari jarak yang cukup
jauh dari penala dan bahkan dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola
getar penala. Penala dipegang dekat telinga dan pasien diminta melaporkan saat
bunyi tidak lagi terdengar.Sesudah itu garpu dipindahkan dekat telinga pemeriksa
dan dilakukan penghitungan selang waktu antara saat bunyi tidak lagi didengan
pasien dengan saat bunyi tidak lagi didengan pemeriksa.Prosedur ini tidak saja
memberikan estimasi kasar tentang kepekaan pendengaran relative, tapi juga suatu

44

pola kepekaan nada tinggi jika penala tersedia dalam berbagai frekuensi (Adams,
1997).

2.4.4. Uji Respon Auditorik Batang Otak (Auditory Brain Stem Evoked
Response = ABR)
Merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap
rangsangan.Alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan
pendengaran (bayi dan anak-anak) dan pasien dengan kondisi tertentu (koma,
stroke) yang tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien(Adams, 1997).
Potensial listrik dari otak (kulit kepala) yang distimulasi oleh bunyi telah
menjadi subjek penelitian klinisi selama tigaperempat abad ini. Berbagai
komponen respons termasuk respons lambat, respons laten menengah,
elektrokokleografi dan respons cepat telah menarik perhatian. Uji respons
auditorik batang otak yang dibangkitkan (ABR) telah menjadi semakin penting
dalam 20 tahun terakhir dan penggunaannya semakin meluas (Adams, 1997).
Seperti diketahui, ABR belum pernah dilakukan sebelum 1968. Peralatan
uji berkembang cepat dan pada tahun 1971, Jewett memastikan deskripsi dari
ABR. Kemajuan dalam teknologi ini berupa penurunan harga dan ukuran
komponen komputer secara cepat yang sangat penting untuk operasi aparatus
pengukuran ABR (Adams, 1997).

2.4.5 Teknik

45

ABR merupakan respons listrik saraf kedelapan dan sebagian batang orak
yang timbul dalam 10 hingga 12 milidetik setelah suatu rangsang pendengaran
ditangkap oleh telinga dalam.Dengan menghadirkan sejumlah bunyi klik pada
telinga, dibangkitkan letupan sinkron dari serabut-serabut auditorik frekuensi
tinggi.Sangat disayangkan bahwa amat sukar untuk membaca suatu respons listrik
tunggal.Supaya pola ini dapat terlihat jelas, harus digunakan skema untuk
membuat rata-rata agar setiap gelombang atau lokasi perangsangan menjadi
nyata.Standar mutakhir menghadirkan rangsang klik pada tingkat 75 atau 80 dB di
atas ambang pendengaran. Bunyi klik ini diulangi denga kecepatan pengulangan
pasti, misalnya 11/detik atau 33/detik hingga respons klik 1500 atau 2000 telah
di rata-ratakan. Elektroda yang dipasang pada mastoid dibandingkan dengan
elektroda di tengah dahi, menciptakan suatu EEG.Dengan mengambil angka ratarata gelombang-gelombang EEG ini, terbentuklah suatu pola (Gambar 3). Bentukbentuk gelombang ini dikemukakan oleh Jewett pada tahun 1971 dan diberi label I
sampai VII. Kini sudah jelas bahwa gelombang I dan II berasal dari daerah saraf
kranial kedelapan dan gelombang selanjutnya berasal lebih tinggi di batang otak
(Adams, 1997).

46

Gambar 19. Gelombang EEG pada Auditory Brain Stem Evoked Response =
ABR(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/197710132005012)

2.4.6 Alat Bantu Dengar (Hearing Aid)


Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan
dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga
komunikasi bisa berjalan dengan lancer (www.id.shvoong.com/medicine-andhealth)
Alat bantu dengar terdiri dari:

Microphone, merubah suara menjadi signal elektronik, signal elektronik

ini kemudian diperkeras oleh amplifier.


Amplifier, berfungsi untuk memperkeras elektronik signal dari mikrofon

menjadi signal yang lebih besar.


Receiver atau loudspeaker, merubah elektronik signal yang sudah
diperkeras menjadi suara.

47

Berikut ada empat jenis alat bantu pendengaran (FDA, 2009) :


1. Behind The Ear (BTE)
Jenis alat bantu pendengaran ini diletakkan di belakang telinga dan
dikaitkan di bagian atas daun telinga. Alat ini ditahan oleh bentuk telinga sesuai
dengan kanal telinga sehingga suara dari alat bantu pendengaran ini diteruskan ke
gendang telinga. Jenis ini mudah untuk dimanipulasi dan segala tipe rangkaian
dapat sesuai dengan model ini. Seluruh hearing aid, tanpa memperhatikan
jenisnya, dibuat dengan bagian dasar yang sama. Pada Hearing Aid jenis
BTE,seperti yang ditunjukkan dibawah ini, anda dapat mengamati mikrofon, tone
hook, volume control, saklar on/off,dan baterai.

Gambar 20.Behind The Ear (BTE) (FDA, 2009).

2. In The Ear (ITE)


Jenis ini diletakkan di dalam daun telinga. Alat ini akan menutup saluran
telinga sepenuhnya. Seperti halnya BTE, jenis tipe ini mudah dioperasikan dapat
sesuai dengan kebanyakan rangkaian yang dikembangkan.

48

Gambar 21.In The Ear (ITE) (FDA, 2009).


3. In The Canal (ITC)
Jenis ini diletakkan di dalam saluran kanal telinga dan tidak terlalu tampak
kelihatan dibandingkan dengan jenis BTE ataupun ITE.Karena bentuknya yang
lebih kecil sehingga jenis ini pasti lebih sukar untuk dimodifikasi dan tidak semua
tipe rangkaian dapat pas untuk model ini.

Gambar 22.In The Canal (ITC) (FDA, 2009).

4. Completely-in-the-Canal (CIC)

49

Jenis alat bantu dengar yang satu ini dipasang jauh di dalam saluran kanal
telinga dan umumnya tidak dapat dilihat.

Gambar 23.Completely-In-The-Canal (CIC) (FDA, 2009).


2.4.7 Audiometri Pediatrik
Perkembangan normal bicara dankomunikasi bahasa, hubungan pribadi
dan keluarga serta pencapaian intelektual dan pendidikan sangat bergantung pada
pendengaran yang utuh.Dengan demikian sudah menjadi kewajiban dokter untuk
mengembangkan keahlian dalam menilai pendengaran pasien anak dan untuk
mengenali sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan ini (Adams,
1997).
Kini telah jelas bahwa tahun-tahun pertama kehidupan adalah sangat
penting untuk memperoleh kecakapan berbahasa.Identifikasi dini adalah penting
agar bayi dengan gangguan pendengaran dapat memperoleh bimbingan
rehabilitatif ataupun pendidikan yang diperlukan, dan juga keluarganya jika ingin
mendapat bantuan. Seorang anak yang masih belum belajar bicara pada usia 12
hingga 18 bulan biasanya mencemaskan orangtuanya karena kondisi ini

50

seharusnya juga mengingatkan dokter keluarga akan risiko tinggi gangguan


pendengaran dan perlunya evaluasi pendengaran (Adams, 1997).
Pendengaran semua bayi dan anak dapat dievaluasi dengan pengukuran
pendengaran anak dapat dibedakan dalam 4 kategori : (1) audiometri bermain, (2)
audiometri bicara, yang biasanya memerlukan teknologi khusus. Dokter
seharusnya mampu melakukan beberapa uji terpilih dari salah satu kategori di atas
(Adams, 1997).

2.4.7.1 Penyesuaian Instrumental atau Tingkah Laku (Audiometri Bermain)


Dua sampai empat tahun
Penyesuaian instrumental atau tingkah laku yang lebih dikenal dengan
nama audiometri bermain sangat berhasil pada kelompok anak usia dua hingga
empat tahun. Jika anak mau menggunakan headphone, umumnya mau bila
dibujuk, metode ini dapat menghasilkan audiogram untuk masing-masing telinga
dan juga suatu perbandingan udara-tulang (Adams, 1997).
Anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu (misal,
sebuah kelereng dalam kotak) bila ia mendengar bunyi. Biasanya anak perlu
didorong dengan rasa antusias dan pujian.Metode penentuan ambang pendengaran
serupa dengan yang dilakukan pada dewasa (Adams, 1997).

2.4.7.2 Audiometri Bicara


Pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan pembicaraan mempunyai
validitas yang mengesankan. Bila anak dapat mengulangi kata-kata, dapat
menunjuk objek dengan tepat ataupun melakukan perintah yang diberikan, maka

51

pemeriksa telah mendapat sampel dari sebagian sistem saraf, akan tetapi ada
beberapa masalah. Bahasa yang digunakan haruslah sesuai dengan usia dan
lingkungan budaya anak. Keterbatasan intrinsic dalam perkembangan bahasa yang
ditimbulkan gangguan pendengaran akan membatasi luasnya kosa kata, kerumitan
kalimat dan seterusnya. Namun demikian, pelaksanaan audiometri bicara
bermanfaat pada beberapa keadaan (Adams, 1997).
Anak usia 3 tahun dan sebagian anak usia 2 tahun dapat diajarkan untuk
mengulangi kata-kata yang lazim atau untuk menunjuk objek-objek yang tak asing
baginya. Ambang penerimaan bicara dapat diperoleh bila kata-kata ini diucapkan
atau diperdengarkan melalui audiometer bicara yang telah dikalibrasi (Adams,
1997).

2.4.8

Rehabilitasi Pendengaran

2.4.8.1 Rehabilitasi Pendengaran untuk Dewasa


Tujuan rehabilitasi pendengaran harus memperbaiki efektivitas pasien
dalam komunikasi sehari-hari.pembentukan suatu program rehabilitasi untuk
mencapai tujuan ini tergantung pada penilaian sosial dan pekerjaan. Partisipasi
pasien ditentukan oleh motivasinya, karena itu adalah penting bila pasien
memahami gangguan komunikasinya dan mendapat keterangan bagaimana terapi
dapat membantunya dalam mengatasi atau meringankan masalah tersebut. Karena
komunikasi merupakan proses dinamik antara dua orang atau lebih, maka
mengikutsertakan keluarga atau teman dekat pasien dalam bagian-baigan tertentu
dari terapi dapat terbukti bermanfaat (Adams, 1997).

52

Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen


tradisional

dari

rehabilitatif

pendengaran.Pasien

harus

dibantu

untuk

memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual sambil dapat melatih


diskriminisasi bicara dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam
lingkungan yang sunyi dan bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada
lokalisasi, pemakaian telefon, cara-cara untuk memperbaiki rasio sinyal: bising
dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar (Adams, 1997).
Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam kelompok,
sedangkan program kelompok memberi tugas khusus paling efektif bila dilakukan
secara perorangan, sedangkan program kelompok memberi kesempatan untuk
menyusun berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat dianggap sebagai situasi
harian normal untuk tujuan-tujuan peragaan ataupun dan penajaran (Adams,
1997).
Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyaratisyarat lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membentu
kekurangan informasi dengannya.Perlu diperagakan bagaimana struktur bahasa
menimbulkan hambatan-hambatan tertentu pada pembicara.Petunjuk lingkungan,
ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami cenderung melengkapi pesan yang
diucapkan.Bila informasi dengar yang diperlukan untuk memahami masih belum
mencukupi, maka petunjuk-petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan
ini.Seluruh aspek rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat
berinteraksi lebih efektif dengan lingkungannya (Adams, 1997).

53

BAB III
KESIMPULAN

Dalam mencapai proses bicara yang normal, dibutuhkan sistem


pendengaran yang baik karena tahapan berbicara dimulai dari proses mendengar.
Perhatian dan disiplin ilmu yang berbeda diperlukan dalam menanggulangi
permasalahan berbicara.
Rehabilitasi pendengaran pasien meliputi berbagai macam aspek, dapat
bersifat perorangan ataupun dalam kelompok.Pasien harus memiliki motivasi
yang kuat untuk memahami gangguan yang dialaminya dalam berkomunikasi dan
keterangan bagaimana terapinya.Pada lingkungan atau kelompok, harus dapat
memberi kesempatan pada pasien untuk menyusun berbagai tipe situasi
komunikasi harian.

54

DAFTAR PUSTAKA

Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke
enam.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Euis.

2005.
Pengukuran
Fungsi
Pendengaran.
http:/file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1977101320
05012-EUIS_HERYATI/PENGUKURAN_FUNGSI_PENDENGARAN_
%5BCompatibility_Mode%5D.pdf. (Diakses 20 September 2014).

FDA. 2009. A New Online Guide to Hearing Aids. www.fda.gov (diakses 22


September 2014).
Fisiologi pendengaran. Diunduh di: http://www.medicinesia.com/kedokterandasar/penginderaan-kedokteran-dasar/fisiologi-pendengaran/ (Diakses 12
September 2014).
Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22. Jakarta:
EGC. Hal. 165-178
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 1997. Buju Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Alih
Bahasa Irawati Setiawan. Jakarta: EGC. Hal. 828-839.
Hasan et al. 1989. Fisiologi Sistem Tubuh Manusia. Diunduh di: http://fisiologitubuh-manusia-.blogspot.com (7 November 2011) (Diakses 17 September
2014).

55

Ketulian
pada
Musisi.
Diunduh
http://www.telingakusehat.com/v1/images/clip_image0024.jpg
20 September 2014).

di:
(Diakses

Menguji
Cara
Kerja
Telinga.
Diunduh
di:
http://enjoywithscience.blogspot.com/2010_11_01_archive.html (Diakses
17 September 2014).
Mustrie. 2012. Bagian dan Fungsi Organ Telinga
Mustrieart.blogspot.com (diakses 17 September 2014)

Pada

Manusia.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. Hal.
176
Soepardi, E.A., Iskandar, N. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan-Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hal. 1215.
Utamiati, A. 2012. Pengaruh Bising Terhadap Gangguan Pendengaran Pada
Karyawan Kilang Padi di Desa Sidoarjo II Ramunia. Medan: Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai