Anda di halaman 1dari 24

JOURNAL READING PEDODONSIA

STRATEGI PENANGANAN KARIES PADA GIGI MOLAR


SULUNG: HASIL PERCOBAAN 1 TAHUN KONTROL ACAK

R.M. Santamaria, N.P.T. Innes, V. Machiulskiene, D.J.P. Evans, and C.H. Splieth

Department of Preventive and Paediatric Dentistry, Ernst-Moritz-Arndt


University of Greifswald, Greifswald, Germany;
The Division of Oral Health Science, School of Dentistry, University of Dundee,
Dundee, Scotland, UK; and
Clinic of Dental and Oral Pathology, Faculty of Odontology, Lithuanian
University of Health Sciences, Kaunas, Lithuania; *corresponding author,
ruth.santamaria@uni-greifswald.de

SEMINARIS
Gina Drismayasari (160112150517)

PEMBIMBING
Ratna Indriyanti, drg.Sp.KGA.
Anggiani Dewi Rahmawati, drg

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
STRATEGI PENANGANAN KARIES PADA GIGI MOLAR
SULUNG: HASIL PERCOBAAN 1 TAHUN KONTROL ACAK
R.M. Santamaria, N.P.T. Innes, V. Machiulskiene, D.J.P. Evans, and C.H. Splieth

ABSTRAK
Pendekatan minimal invasif dalam perawatan karies, seperti teknik pembuangan
karies sebagian, menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan pembuangan
karies secara konvensional, dan terdapat peningkatan minat dalam teknik minimal
invasif. Penelitian ini menampilkan pengamatan keefektifan selama 1 tahun
mengenai 3 macam pilihan perawatan karies untuk lesi kavitas oklusoproksimal
pada gigi geraham sulung: restorasi konvensional (Conventional Restoration/CR,
yaitu pembuangan karies komplit dan restorasi kompomer), Teknik Hall (Hall
Technique/HT, yaitu tidak ada pembuangan karies, penutupan dengan mahkota
stainless steel), dan perawatan karies non-restoratif (Non-Restorative Caries
Treatment/NRCT, yaitu tidak ada pembuangan karies, kavitas terbuka, edukasi
menyikat gigi dan aplikasi fluoride). Singkatnya, 169 anak-anak (3-8 tahun; rata-
rata 5.56 1.45 tahun) dilibatkan pada penelitian sekunder berbasis perawatan
dalam 3 kelompok pararel yang diacak secara klinis. Perawatan dilakukan oleh
dokter gigi spesialis anak atau dokter mahasiswa pediatrik pascasarjana. Satu lesi
pada tiap anak menerima CR, HT, atau NRCT. Hasil pengukuran berupa tingkat
kegagalan klinis dikelompokkan sebagai kegagalan minor (kehilangan
restorasi/diperlukan penggantian restorasi, pulpitis reversibel, perkembangan
karies, dll), dan kegagalan mayor (pulpitis ireversibel, abses, dll). Terdapat 148
anak (87.6%) dengan follow up minimal 11 bulan (rata-rata 12.23 0.98 bulan).
Dua puluh gigi tercatat memiliki setidaknya 1 kegagalan minor: NRCT, n = 8
(5%); CR, n = 11 (7%); HT, n = 1 (1%) (p = 0.002, 95% CI = 0.001-0.003).
Perbandingan antara NRCT dan CR menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan (p = 0.79, 95% CI = 0.78-0.80). Sembilan kasus (6%) mengalami
setidaknya 1 kegagalan mayor: NRCT, n = 4 (2%); CR, n = 5 (3%); HT, n = 0
(0%) (p = 0.002, 95% CI = 0.001-0.003). Perbandingan secara individu antara
NRCT dan CR tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik pada
kegagalan mayor (p = 0.75, 95% CI = 0.73-0.76). Tingkat keberhasilan dan
kegagalan secara signifikan tidak dipengaruhi oleh level pengalaman dokter gigi
spesialis anak (p = 0.13, 95% CI = 0.12 0.14). HT secara signifikan lebih
sukses secara klinis daripada NRCT dan CR setelah 1 tahun, sedangkan analisis
berpasangan menunjukkan hasil yang sebanding untuk keberhasilan perawatan
antara NRCT dan CR (ClinicalTrials.gov NCT01797458).
Kata Kunci: perawatan karies, penelitian/percobaan klinis, hasil klinis,
kedokteran gigi anak, gigi sulung, Teknik Hall

PENDAHULUAN

2
Paradigma dalam manajemen karies yang efektif pada gigi sulung telah

bergeser. Restoratif konvensional atau pendekatan bedah terhadap karies (yaitu

berupa karies dentin dibuang seluruhnya, lalu diberi restorasi) (Ricketts dan Pitts,

2009; Kandiah dkk., 2010) banyak dibandingkan dengan pendekatan yang lebih

biologis (yaitu kurang invasif dan penekanannya adalah pada perubahan biofilm

untuk menahan lesi karies (Ricketts dkk., 2013; Schwendicke dkk., 2013).

Pendekatan biologis baru ini membentuk spektrum teknik yang dimulai

dari pembuangan karies bertahap sampai perawatan karies nonrestoratif (NRCT),

yaitu tidak ada karies yang dibuang tetapi kavitas dibuka untuk memungkinkan

lesi disikat oleh orang tua dan anak; biofilm diubah melalui pembersihan yang

terus menerus (Gruythuysen dkk., 2011; Kidd, 2012). Teknik sealing mencakup

teknik yang tidak dilakukan pembuangan karies, seperti Teknik Hall (HT; Innes

dkk., 2006, 2011), pembuangan karies bertahap sebagian (Lula dkk., 2009;

Ricketts dkk., 2013), dan lesi fissure sealing (Griffin dkkl., 2008). Bukti dasar

yang mendukung pendekatan perawatan biologis terus berkembang, tetapi bukti

perbandingan dari satu pendekatan terhadap pendekatan lainnya masih terbatas,

sehingga memberikan ketidakpastian mengenai keefektifannya terhadap para

klinisi, serta memberikan kesulitan ketika merencanakan perawatan untuk anak-

anak.

Pada gigi sulung, permukaan proksimal merupakan daerah yang paling

sering terkena karies (Martignon dkk., 2010), sekitar 80% adalah restorasi

oklusoproksimal (Qvist dkk., 2004a). Pendekatan yang paling efektif untuk

perawatan karies pada gigi sulung, terutama untuk lesi yang melibatkan banyak

permukaan, masih menjadi perdebatan (Ricketts dkk., 2013; Kidd, 2012).

3
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi klinis dari 3 macam

pilihan perawatan karies untuk lesi kavitas oklusoproksimal pada gigi geraham

sulung, dalam pengaturan uji klinis longitudinal acak. Perawatannya adalah

sebagai berikut:

1. Kelompok kontrol, dengan pembuangan karies secara keseluruhan, dan

restorasi konvensional (CR),


2. Sealing karies dengan mahkota stainless-steel menggunakan HT, dan
3. NRCT, dengan kavitas yang terbuka dan aplikasi fluoride.

Hipotesis pada penelitian ini adalah tidak ada perbedaan dalam 1 tahun

diantara 3 macam teknik untuk hasil primer dari keberhasilan atau kegagalan

minor, dan untuk hasil sekunder dari kegagalan mayor, serta skor plak dan

gingiva. Faktor pada pasien yang dapat mempengaruhi hasil pada saat perawatan,

berupa perilaku anak dan persepsi nyeri, penerimaan teknik bagi orang tua dan

dokter gigi, telah dilaporkan (Santamaria dkk., 2014). Laporan ini merupakan

bagian dari uji klinis longitudinal yang bertujuan untuk mengevaluasi hasil jangka

panjang dari HT, NRCT, dan CR.

BAHAN DAN METODE

Etik

Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Universitas

Greifwald, Jerman (BB 39/11; nomer registrasi percobaan NCT01797458). Orang

tua juga memberikan persetujuan tertulis untuk keikutsertaan anak-anaknya.

Rancangan Penelitian

4
Uji kontrol acak terhadap pasien yang berbasis perawatan sekunder dengan

3 kelompok paralel ini dilakukan di Departemen Kedokteran Gigi Anak

Universitas Greifswald pada tahun 2011 dan 2012. Dua belas dokter gigi dilatih

untuk memberikan setiap perawatan: 7 dokter gigi spesialis anak dan 5 mahasiswa

pediatrik pascasarjana (usia rata-rata 35.1 10.3 tahun). Dokter gigi yang telah

dilatih tersebut merekrut 169 anak (usia 3-8 tahun; usia rata-rata = 5.56 1.45

tahun) dengan gigi molar sulung mengalami karies oklusoproksimal sampai

dentin (Kode International Caries Detection and Assessment System [ICDAS] 3-

5). Pada pemeriksaan, 2 dokter gigi yang telah dikalibrasi (kappa> 0.81)

melakukan penilaian terhadap semua lesi yang memenuhi syarat. Anak-anak

diacak secara computergenerated untuk dimasukan dalam kelompok: NRCT, HT,

atau CR. Anak-anak dikeluarkan dari kelompok uji jika memiliki tanda-tanda atau

gejala patologi pulpa atau periradikuler (termasuk nyeri) atau kondisi sistemik

yang membutuhkan pertimbangan dental khusus. Hanya 1 gigi setiap anak yang

digunakan dalam penelitian ini, namun jika lebih dari 1 gigi anak yang memenuhi

kriteria inklusi, perawatan untuk gigi tersebut ditentukan oleh operator. Pemilihan

pasien dan follow up ditampilkan dalam diagram CONSORT (Schulz dkk., 2010;

Gambar 1). Rincian metodologi penelitian lebih lanjut telah dilaporkan

(Santamaria dkk., 2014). Rincian hasil kriteria ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Hasil untuk Prosedur: Penilaian Klinis pada 3 Kelompok


Perawatan
Perawatan Karies Non Restoratif Teknik Hall (HT) Restorasi Konvensional (CR)
(NRCT)

5
Hasil Primer: Sukses
-Karies Tertahan (keras/lunak; lesi - Mahkota tampak memuaskan, - Restorasi tampak memuaskan
terasa keras pada probing - Tidak ada tanda atau gejala klinis (permukaan gigi dekat restorasi
dentin), dari patologi pulpa, tampah utuh, pewarnaan margin
-Tidak ada tanda atau gejala klinis - Gigi terksfoliasi tanpa kegagalan konsisten tanpa lesi karies),
dari patologi pulpa, minor atau mayor. - Tidak ada tanda atau gejala klinis
-Gigi tereksfoliasi tanpa kegagalan dari patologi pulpa,
minor atau mayor. - Gigi terkesfoliasi tanpa kegagalan
minor atau mayor.
Hasil Primer: Kegagalan Minor
-Perkembangan karies (keras/lunak, - Karies baru (sekitar margin), - Karies sekunder (dentin terpapar
lesi terasa lunak atau kasar pada - Perforasi mahkota, pada ruang interfasial dengan
probing dentin), - Restorasi hilang namun masih tanda karies yang membutuhkan
-Tanda atau gejala dari pulpitis dapat direstorasi, intervensi),
reversible yang dapat dirawat - Tanda atau gejala dari pulpitis - Fraktur atau keausan restorasi yang
tanpa membutuhkan pulpotomi reversible (tanpa rasa sakit membutuhkan intervensi,
atau ekstraksi. spontan) yang dapat dirawat - Restorasi hilang,
tanpa membutuhkan pulpotomi - Tanda atau gejala dari pulpitis
atau ekstraksi. reversible yang dapat dirawat
tanpa membutuhkan pulpotomi
atau ekstraksi.
Hasil Sekunder: Kegagalan Mayor
-Pulpitis ireversible (riwayat sakit - Pulpitis ireversible (riwayat sakit - Tanda dan gejala puplpitis
spontan atau sakit yang spontan atau sakit yang reversible (tidak ada sakit
ditimbulkan stimulus termal dan ditimbulkan stimulus termal dan spontan) yang memerlukan
lainnya) atau abses dental yang lainnya) atau abses dental yang pulpotomi,
memerkulan pulpotomi atau memerkulan pulpotomi atau - Tanda dan gejala pulpitis
ekstraksi. ekstraksi), ireversible (riwayat sakit
- Mahkota hilang dan gigi tidak spontan atau sakit yang
dapat direstorasi. ditimbulkan stimulus termal dan
lainnya) atau abses dental,
- Restorasi hilang dan gigi tidak
dapat direstorasi.
Hasil Sekunder: Indeks Plaka
0 = tidak ada plak
1 = terlihat plak tipis, sulit diidentifikasi
2 = terlihat plak tebal, mudah dideteksi
Hasil Sekunder: Indeks Gingivab
0 = tidak ada pembengkakan
1 = pembengkakan ringan, tidak ada perdarahan setelah probing
2 = pembengkakan sedang sampai parah, perdarahan setelah pengeringan udara
a
Modified Plaque Index (Loe dkk., 1972)
b
Loe (1967)

Sampel

Menurut Innez, perhitungan ukuran sampel berdasarkan pada tingkat

kegagalan minor untuk HT (5%) dibandingkan CR (46%) (Innes dkk., 2007a).

6
Dokter gigi (n=12) melakukan interve
Jumlah pasien yang dirawat masing-masing dokter gigi (media

Tingkat kegagalan dari HT sebesar 5% dan CR sebesar 25% diasumsikan pada


Dokter gigi (n=12) melakukan intervensi
Jumlah pasien yang dirawat masing-masing dokter gigi (median=3; min=0, max=14)
penelitian ini. Pada NRCT, tidak ada data tingkat kegagalan yang terpercaya, dari

sudut pandang klinis, dianggap sebagai hasil yang positif jika hasilnya mirip

dengan HT, yang membuktikan kesetaraan klinis. Program G*power 3 digunakan

Dokter
untuk gigi (n=12)
perhitungan melakukan
ukuran intervensi
sampel (Faul dkk., 2007): 2-tail test, = 0.05 dibagi
Jumlah pasien yang dirawat masing-masing dokter gigi (median=3; min=0, max=16)

"tiga" untuk beberapa pengujian, menghasilkan 0.016; = 0.20. Hal ini

memberikan target sampel sebanyak 116 anak dengan 30% penambahan untuk

estimasi kemungkinan hilangnya follow up. Dialokasikan untuk intervensi (n=65


Kontrol diterima
Intervensi restorasi konvensional/CR (n=5

Gambar 1. Diagram Studi CONSORT

Dialokasikan untuk intervensi (n=52)


Intervensi tes diterima
Perawatan karies tanpa restorasi/NRCT (n=52)

Status Kesehatan Oral Dasar dan Lesi Karies

Pemeriksaan oral secara lengkap, dental chart (DMFT/dmft, ICDAS).

perhitungan indeks plak dan gingiva dilakukan (Tabel 1). Pengukuran indeks plak

dan Dialokasikan
gingiva dihitunguntuk
dengan indeks 7 gigi.
intervensi (n=52)
Intervensi tes diterima
Teknik Hall/HT (n=52)

Prosedur Perawatan

1. Restorasi Konvensional

7
Anestesi lokal dipakai bila diperlukan. Pembuangan karies secara

keseluruhan dilakukan dengan bur kecepatan tinggi, kemudian bur kecepatan

rendah dan/atau ekskavator dipakai untuk membersihkan karies dentin dari

dinding pulpa. Sebuah matrix band dan porta-matrix (HenrySchein Inc, Melville,

NY, USA) atau T-Band (Pulpdent, Watertown, MA, USA) dan wedge (interdental

Wedge, Kerr, Biogglo, Swiss) digunakan. Seluruh kavitas direstorasi dengan

Kompomer (Dyract, Dentsply, Konstanz, Jerman) dengan isolasi menggunakan

cotton roll dan aspirasi yang terus menerus.

2. Teknik Hall

Pada teknik ini tidak dilakukan pembuangan karies atau preparasi gigi, dan

anestesi lokal. Ukuran mahkota yang sesuai dipilih kemudian disemen dengan

glass ionomer luting semen (GCFuji TRIAGE, GC Corporation, Tokyo, Jepang).

Isolasi dengan cotton roll dan aspirasi dilakukan apabila diperlukan. Rincian lebih

lanjut dapat ditemukan di : http://dentistry.dundee.ac.uk/cariology.

3. Perawatan Karies Non-Restoratif

Alokasi
Lesi dibuka dengan bur berkecepatan tinggiPerawatan
untuk menghilangkan enamel
Alokasi penyembunyian ke satu dari 3 kelompok
yang terinfeksi, sehingga kavitas dapat diakses untuk penghilangan plak. Karies

dentin tidak dibuang dari dinding pulpa dan tidak dilakukan anestesi lokal. Varnis

fluoride (Duraphat, GABA, Lrrach, Jerman) diaplikasikan pada kavitas.

Orangtua/anak diajarkan cara menyikat gigi menggunakan teknik bukolingual

untuk gigi yang dirawat.

Randomisasi (n=169)
Perawatan diacak secara berurutan untuk salah satu dari tiga pilihan pengobatan.
Setiap anak memiliki maksimum satu pengobatan.
Semua peserta diberi saran diet dan instruksi yang rinci mengenai cara

menyikat gigi berdasarkan usia mengikuti pedoman Jerman

(Http://www.dgzmk.de). Anak-anak dari usia 6 tahun menyikat gigi dua kali

sehari dengan pasta gigi yang mengandung fluoride sebanyak 1.000 sampai 1.500

ppm. Anak-anak usia lebih muda menyikat gigi dengan pasta gigi yang

mengandung fluoride sebanyak 500 ppm.


Ekslusi (n=12)
Tidak masuk kriteria inklusi:
Dikeluarkan (n=9) karena: -melaporkan adanya kelainan sistemik; -kavitas lesi karies melib
Menolak berpartisipasi (n=3)
Follow-Up Pasien

Pasien dengan HT dan CR mempertahankan interval waktu kontrol yang

normal dengan dokter giginya (dua kali per tahun), dan pasien dengan NRCT

melakukan kontrol sebanyak 3 bulan sekali kemudian dilakukan penghitungan

plak serta instruksi menyikat gigi kepada orang tua/anak untuk seluruh mulut dan

lokasi khusus untuk gigi yang dirawat dilakukan lalu informasi tersebut dicatat.

Gigi yang diteliti tersebut dibersihkan dan varnis berfluoride (Duraphat)

diaplikasikan untuk lesi yang aktif.

Setelah 1 tahun, 2 pemeriksa lain (R.M.S., C.H.S.), yaitu dokter gigi anak

yang berpengalaman dan telah dilatih dalam penggunaan ICDAS, melakukan

penilaian kembali pada gigi tersebut. Penilaian terhadap peserta tidak dilakukan

oleh operator dan pemeriksaan oral kembali dilakukan. Orang tua/anak ditanya
eriksaan awal dari daftar pasien sehari-hari, 181 anak dipilih untuk uji kelayakan dari : Departemen Kedokte
mengenai pengalaman rasa sakit, kesulitan makan, dan perawatan darurat yang

diperlukan selama satu tahun sebelumnya. Informasi lebih lanjut pada desain

studi dapat dilihat pada Lampiran.

Analisis Data

9
Semua analisa dilakukan dengan SPSS 17.0 untuk Windows. Analisis
Hilangnya follow up (n=9)
varians Kruskal-Wallis nonparametrikHilangnya
dan uji follow
Bonferroni-corrected
up (n=4) Mann-
Alasan:
Penyedia Layanan Hilangnya follow up (n=8) Alasan: Gagal kembali: 5
Whitney U digunakanAlasan: Gagal
untuk perbandingan hasil kembali:
klinis 3
(sukses, kegagalan minor,
Pindah: 4
Gagal kembali: 6 Pindah: 1 Intervensi terputus: 0
Alokasi:

Pindah: 2 Intervensi terputus: 0


kegagalan mayor), Indeks Gingiva,
Intervensi terputus: 0
Indeks Plak, dan distribusi kategori ICDAS

antara kelompok pengobatan. Uji McNemar digunakan Dianalisis (n=56)


untuk membandingkan
up:

Dianalisis (n=48)
Pasien

Dianalisis (n=44) Dikeluarkan dari analisis (n=0)Dikeluarkan dari analisis (n=0)


Follow

skor Indeks Plak (awaldari


Dikeluarkan dananalisis
1 tahun) untuk setiap kelompok. Perbandingan usia
(n=0)

dan d3mft dilakukan menggunakan analisis varian. Pengurangan risiko pasti

(Absolute Risk Reduction/ARR) dan jumlah yang memerlukan perawatan

(Numbers Needed to Treat/NNT) juga dihitung. Tingkat signifikansi adalah

sebesar 5%.
Pendaftaran
Pasien

HASIL

Karakteristik Awal (Pasien dan Gigi Geligi)


Alokasi :
Pasien

Dari 169 lesi karies awal, sebanyak 138 lesi (82%) dengan ICDAS 5

(karies yang jelas dengan dentin yang terpapar), 25 lesi (15%) dengan ICDAS 4

(tampak bayangan dentin), dan 6 lesi (3%) dengan ICDAS 3 (kerusakan email

lokal), dengan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan dalam distribusi antara

kelompok perlakuan (p=0.35, 95% CI=0.35-0.70). Keseluruhan nilai dasar d3mft

adalah 5.59 3.08 dengan tidak ada perbedaan antara kelompok untuk d3mft
Analisis:
Pasien

(p=0.25, 95% CI=0.25-0.27), median skor plak (p=0.29, 95% CI=0.27-0.30), atau

status gingiva (p=0.13, 95% CI=0.13-0.14). Sebanyak 69% (n=116) adalah gigi

molar pertama sulung. Data dasar tambahan dilaporkan dalam Santamaria dkk.

(2014).

10
Karakteristik Perawatan

Distribusi perawatan berdasarkan jenis gigi dan lengkung rahang dapat

dilihat pada Tabel 2. Pada kelompok CR, anestesi lokal diberikan kepada 34

peserta (52%). Pada kelompok HT, separator ortodontik digunakan oleh seluruh

dokter gigi pada 28 kasus (54%), terdistribusi merata di, tanpa perbedaan dalam

penggunaan antara dokter gigi spesialis anak dan mahasiswa pediatrik

paskasarjana (p=0.41, 95% CI=0.40-0.42). Ukuran mahkota berkisar dari ukuran 3

sampai 7 (modus ukuran=5; n = 34 (67%)).

Tabel 2. Distribusi Gigi pada Penelitian dan Kategori ICDAS Berdasarkan Tipe
Perawatan, n (%)
Teknik Hall Perawatan Restorasi Total
(HT) Karies Tanpa Konvensional
Restorasi (CR)
(NRCT)
Gigi Molar pada
Perawatan
Maksila pertama 17 (33) 22 (42) 23 (35) 62 (37)
Maksila kedua 7 (13.5) 8 (15) 14 (22) 29 (17)
Mandibula pertama 21 (40) 16 (31) 17 (26) 54 (32)
Mandibula kedua 7 (13.5) 6 (12) 11 (17) 24 (14)
Total 52 52 65 169 (100)
ICDAS
3 3 (6) 1 (2) 2 (3) 6 (3)
4 11 (21) 7 (13) 7 (11) 25 (15)
5 38 (73) 44 (85) 56 (86) 138 (82)
Total 52 52 65 169 (100)
ICDAS, International Caries Detection and Assessment System: 3, kerusakan enamel terlokalisasi; 4, tampak
bayangan dentin; 5, karies yang jelas dengan dentin yang terpapar

Follow-Up: Pasien dan Gigi Geligi

Setelah minimal 11 bulan, 148 dari 169 (87.6%) peserta kembali untuk

follow up (CR: n=56 dari 65 (86%); HT: n=44 dari 52 (85%); NRCT: n=48 dari 52

(92%)) dengan tidak ada perbedaan secara statistik antara ke-3 kelompok

(p=0.47). Follow up berkisar dari 11 sampai 15 bulan (rata-rata=12.230.98). Dua

puluh satu peserta tidak kembali untuk tindak lanjut. Dari 148 peserta yang

11
kembali, sebanyak 86 (58%) adalah laki-laki dan tidak ada perbedaan yang

signifikan antara kelompok-kelompok usia anak laki-laki (rata-rata=6.671.49

tahun) atau usia anak perempuan (rata-rata=6.501.48 tahun; p>0.05). d 3mft

sebesar 6.042.97, tanpa perbedaan signifikan antara ke-3 kelompok (p=0.34).

Karakteristik peserta yang tidak kembali dan kembali adalah serupa.

Kegagalan Minor

Terdapat 20 kegagalan minor dari 148 peserta: CR = 7%; NRCT = 5%; HT

= 1% (p = 0,002, 95% CI = 0,001-0,003; Tabel 3). Pada perbandingan secara

independen antara kelompok perlakuan, tidak ada perbedaan yang signifikan

antara NRCT dan CR (p=0.79, 95% CI=0.78-0.80), namun, terdapat perbedaan

antara NRCT dan HT (p=0.030, 95% CI=0.026-0.033) dengan ARR 0.16 (95%

CI=0.04-0.28) dan NNT 7. Perbandingan antara CR dan HT (p=0.011, 95%

CI=0.009-0.013) dengan ARR 0.19 (95% CI=0.07-0.31) dan NNT 6

memperlihatkan HT lebih unggul.

Pada kelompok NRCT, waktu kegagalan berkisar antara 3 sampai 12 bulan

(rata-rata=9.82.9). Alasan kegagalan yaitu perkembangan karies (n=6) dan

pulpitis reversibel (tanpa memerlukan pulpotomi; n=2). Pada kelompok CR,

waktu kegagalan berkisar 11 sampai 13 bulan (rata-rata=11.80.7). Alasan

kegagalan yaitu karies sekunder (n=8), fraktur restorasi (n=1), dan kehilangan

restorasi (n=2). Dalam kelompok HT, karies baru di sekitar margin mahkota

terdeteksi (12 bulan) dalam 1 kasus. Mayoritas kegagalan minor dengan ICDAS 5

(n=18 dari 20 (90%)) dan pada molar pertama sulung (n=14 dari 20 (70%)).

12
Kegagalan Mayor

Dari 148 gigi pada setiap peserta yang diamati, 9 kasus (6%) menunjukan

kegagalan mayor (NRCT=4, CR=5), dengan tidak ada kegagalan mayor dalam

kelompok HT (p=0.002, 95% CI=0.001-0.003; Tabel 3). Tidak ada perbedaan

signifikan ketika NRCT dan CR dibandingkan (p=0.75, 95% CI=0.73-0.76),

namun, perbedaan dapat diamati antara NRCT dan HT (p=0.002, 95% CI=0.001-

0,003) dengan ARR 0.1 (95% CI=0.007-0.19) dan NNT 10 serta antara CR dan

HT (p=0.001, 95% CI=0.000-0.002) dengan ARR 0.11 (95% CI=0.01-0.02) dan

NNT 9.

Pada 4 kegagalan dalam kelompok NRCT, waktu kegagalan adalah 8 dan

10 bulan, serta dalam 2 kasus lebih dari 11 bulan. Alasan untuk kegagalan yaitu

abses (n=3) dan pulpitis ireversibel (n=1). Pada kelompok CR, kegagalan tercatat

pada 5, 6, 11, 11, dan 12 bulan. Alasan kegagalan yaitu abses gigi (n=3) dan

pulpitis reversibel (yang membutuhkan pulpotomi; n=2). Secara total, 6 gigi

diekstraksi: NRCT = 3 (2%) dan CR = 3 (2%). Sisa gigi lainnya (n=3 (2%)) yang

menunjukan kegagalan mayor dirawat secara endodontik dan direstorasi. Semua

kegagalan mayor terdapat pada molar pertama sulung (n=9), mayoritas dengan

ICDAS 5 (n=7 dari 9 (78%)).

Keberhasilan/kegagalan perawatan secara signifikan tidak dipengaruhi

oleh tingkat pengalaman dokter gigi (p=0.13, 95% CI=0.12-0.14).

Tabel 3. Tingkat Kesuksesan Perawatan setelah 1 tahun Follow-up dari Kelompok


Perawatan teralokasi
Jenis Perawatan
Tingkat Kesuksesan Teknik Hall (HT) Perawatan Karies Restorasi Total
Tanpa Restorasi Konvensional (CR)
(NRCT)
Sukses 43 (98) 36 (75) 40 (71) 119 (80)
Kegagalan Minor 1 (2) 8 (17) 11 (20) 20 (14)

13
Kegagalan Mayor 0 (0) 4 (8) 5 (9) 9 (6)
Total 44 48 56 148
Uji Kruskal Wallis untuk perbandingan antara 3 kelompok perlakuan (p=0.002; CI=0.001-0.003). Uji
Bonferroni-corrected Mann-Whitney U untuk perbandingan independen antara NRCT dan CR (p=0.74;
CI=0.73-0.75).

Indeks Plak dan Gingiva

Secara keseluruhan, jumlah anak-anak yang bebas plak meningkat setelah

1 tahun (Tabel 4). Terdapat perbedaan yang signifikan pada perbandingan status

Indeks Plak setiap kelompok (awal dan 1 tahun): HT (p=0.027), NRCT (p=0.003),

CR (p<0,000). Indeks Gingiva tidak menunjukkan variasi yang signifikan pada

setiap kelompok selama periode penelitian. Sebagian besar pasien (n=24 dari 29

(83%)) yang menunjukan kegagalan memiliki Indeks Plak > 0 pada saat

pemeriksaan dibandingkan dengan kasus yang berhasil (n=28 dari 119 (24%);

p<0,000).

Tabel 4. Skor Indeks Plak dan Gingiva Awal dan Setelah 1 tahun per Kelompok
Perawatan, n (%)
0 1 2
Teknik Perawatan Plak Gingiva Plak Gingiv Plak Gingiva
a
Restorasi Konvesional (CR)
Awal 18 (28) 57(88) 43 (66) 8 (12) 4 (6) 0 (0)
1 Tahun 33 (59) 52 (93) 20 (36) 4 (7) 3 (4) 0 (0)
Teknik Hall (HT)
Awal 21 (40) 47 (90) 27 (52) 4 (8) 4 (8) 1 (2)
1 Tahun 28 (64) 37 (84) 15 (34) 7 (16) 1 (2) 0 (0)
Perawatan Karies Non-
Restorasi (NRCT)
Awal 22 (42) 40 (77) 27 (52) 12 (23) 3 (6) 0 (0)
1 Tahun 35 (73) 41 (85) 11 (23) 6 (13) 2 (4) 1 (2)
Awal, n=169 anak; 1 Tahun, n=148 anak. Indeks Plak: 0 = tidak ada plak, 1 = plak tipis terlihat, 2 = plak tebal
terlihat. Gingival Indeks: 0 = tidak ada pembengkakan, 1 = pembengkakan ringan, 2 = pembengkakan
sedang sampai parah

DISKUSI

14
Perbandingan keefektifan klinis pada 1 tahun follow up dari kelompok CR,

HT, dan NRCT, hasilnya HT mengungguli NRCT dan CR. Hipotesis dari

penelitian ini ditolak, namun, tingkat kesuksesan perawatan NRCT dan CR adalah

sebanding.

Kelompok HT hanya menunjukan 1 kegagalan minor (3%) dan tidak ada

kegagalan mayor, dibandingkan dengan NRCT (minor=17%, mayor=8%) dan CR

(minor=20%, mayor=9%). Hasil ini sebanding dengan penelitian Innes mengenai

2 tahun uji pertama dari CR (minor=46%, mayor=15%) dibandingkan HT

(minor=5%, mayor=2%; Innes dkk., 2007a). Pada kegagalan minor, perbandingan

antara NRCT dan HT menunjukkan NNT 7, dan untuk perbandingan antara CR

dan HT, NNT adalah 6 (dalam kedua kasus mendukung HT). Pada kegagalan

mayor, tidak ada perbedaan yang signifikan antara NRCT dan CR, namun,

perbandingan antara NRCT dan HT menunjukkan NNT 10 serta antara CR dan

HT, NNT menunjukan 9 (mendukung HT).

Menurut Innes dkk. meskipun tidak berkualitas tinggi (Innes dkk., 2007b),

terdapat bukti yang konsisten bahwa mahkota stainless steel konvensional lebih

baik dari restorasi lainnya untuk kasus karies multisurface pada gigi sulung.

Menurut Randall dkk. tingkat kegagalan untuk mahkota stainless steel adalah

11,6% dan amalgam adalah 88,7% (Randall dkk., 2000), serta menurut Tate dkk.

Kegagalan untuk mahkota stainless steel adalah 8%, amalgam adalah 21%, dan

komposit adalah 30% (Tate dkk., 2002). Mahkota stainless steel konvensional ini

cukup direkomendasikan oleh referensi (Attari dan Roberts, 2006; Kindelan dkk.,

2008), tetapi penggunaannya terbatas terutama hanya oleh dokter gigi spesialis

anak, karena pertimbangan dari dokter gigi umum bahwa mahkota stainless steel

15
terlalu rumit, memakan waktu, mahal, dan tidak estetik (Threlfall dkk., 2005). HT,

secara relatif lebih mudah bagi anak atau dokter gigi, bahkan bila dibandingkan

dengan teknik CR yang sensitif. Penggunaan HT bisa menguntungkan bagi para

praktisi karena tidak terlalu kompleks dan menghemat waktu. Tingkat

keberhasilan tinggi untuk HT mungkin disebabkan daya tahan mahkota dalam

memberikan isolasi secara keseluruhan dari biofilm plak pada lingkungan oral,

memperlambat atau menghentikan perkembangan lesi. Semen glass ionomer pada

HT mungkin juga dapat memberikan manfaat tambahan dalam remineralisasi lesi

(Salas dkk., 2011). Mahkota stainless steel dengan cakupan koronal penuh dapat

efektif mengisolasi gigi dari tantangan diet dan kebiasaan menyikat gigi anak,

namun pada anak yang sama, kesuksesan penggunaan NRCT justru bergantung

pada tanggung jawab anak tersebut terhadap lesi awal.

Penelitian ini tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam

keefektifan antara NRCT dan CR (p>0,05). Penelitian mengenai NRCT sangat

terbatas. Pada studi observasional mengenai slicing mesial pada lesi karies

proksimal dan aplikasi fluoride (termasuk pemberian saran pada orangtua

mengenai diet dan kebersihan mulut), ditemukan 90% dari lesi terhenti

perkembangannya setelah 1 tahun dan hanya 10% yang membutuhkan restorasi

(Peretz dan Gluck, 2006). Hasil negatif dikaitkan dengan kebersihan mulut yang

kurang baik, demikian pula dalam penelitian ini, secara signifikan status

kesehatan mulut yang lebih rendah ditemukan pada anak dengan kegagalan NRCT

dibandingkan dengan kasus yang sukses. Lebih dari 70% dari anak-anak yang

dirawat dengan NRCT dan mengalami kegagalan dalam perawatan, juga gagal

menghadiri kontrol reguler 3 bulan. Sebuah uji coba baru-baru ini yang

16
membandingkan tingkat ketahanan selama 3,5 tahun pada gigi geraham sulung

yang dirawat dengan CR (n=341), perawatan restoratif atraumatik (n=244), atau

pengobatan karies ultrakonservatif (n=281: ART=109, NRCT=166, kombinasi

ART-NRCT=6; Mijan dkk., 2013) menunjukkan tidak ada perbedaan yang

signifikan dalam tingkat ketahanan (p=0.13), dengan kegagalan mayor perawatan

karies ultrakonservatif (fistula, abses, dll) secara proporsional lebih rendah dari

hasil penelitian ini (9.25%), namun, kelompok karies yang dirawat secara

ultrakonservatif juga menerima pengawasan mengenai penyikatan gigi setiap hari,

yang secara positif mempengaruhi hasil klinis dan tidak realistis pada kebanyakan

pengaturan.

NRCT berbeda dengan "tidak ada perawatan pada karies". Kontroversi

terus berlanjut dan tidak terselesaikan diantara penelitian-penelitian yang

mengatakan bahwa gigi sulung dengan karies yang tidak dirawat tereksfoliasi

secara fisiologis dan asimptomatik (Levine dkk., 2002;. Tickle dkk., 2002;. Hu

dkk., 2013) dibandingkan penelitian-penelitian yang mengatakan karies yang

tidak dirawat dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi dari lesi karies baru,

kehilangan ruangan, nyeri, dan sebagainya (untuk tinjauan dari hal ini, lihat

Finucane, 2012). NRCT harus menjadi bagian dari program pengendalian karies

yang komprehensif (pelatihan pada kontrol plak, instruksi diet, aplikasi fluoride,

dll), termasuk kunjungan kontrol yang memungkinkan aktivitas lesi dipantau.

Keberhasilan perawatan bergantung pada kerjasama orangtua, karena orang tua

bertanggung jawab pada penyikatan permukaan gigi yang berlesi dengan

menggunakan pasta gigi berfuoride (Kidd, 2012). Pemantauan memungkinkan

17
pemilihan kasus yang tidak berhasil dan pendekatan perawatan lain dilakukan jika

diperlukan.

Terdapat tingkat kegagalan yang tinggi untuk restorasi kontrol (19%),

meskipun restorasi oklusoproksimal biasanya memiliki tingkat kegagalan lebih

tinggi dari restorasi pada satu permukaan (dos Santos dkk., 2009), dan pemilihan

material dapat mempengaruhi kelangsungan restorasi (Qvist dkk., 2004b).

Kompomer telah menunjukkan tingkat ketahanan yang adekuat pada kavitas

oklusoproksimal yang sebanding dengan amalgam (Marks dkk, 2010; Qvist dkk.,

2010). Empat penelitian longitudinal (Qvist dkk., 2010) yang membandingkan

berbagai bahan tambal, melaporkan tingkat kegagalan tahunan sekitar 10% untuk

kavitas kelas II yang direstorasi dengan kompomer, namun, populasi penelitian

memiliki aktivitas karies yang rendah dan kebutuhan restorasi yang relatif rendah.

Dalam penelitian ini, yang paling sering menjadi alasan kegagalan adalah karies

sekunder. Radiografi tidak menjadi persyaratan inklusi karena di Jerman, foto

bitewings tidak secara rutin dilakukan jika dirasa tidak ada keterlibatan pulpa,

oleh karena itu, sepertiga dari peserta tidak memiliki gambaran radiograf. Hal ini

tidak akan mempengaruhi keakuratan diagnosis awal status pulpa karena

pengambilan sampel secara acak memastikan kesempatan distribusi yang merata

di seluruh kelompok. Hipotesis lain yang kami buat dalam menjelaskan tingkat

kegagalan pada kelompok CR adalah penggunaan anestesi lokal yang tidak sama

(dilakukan pada 52% peserta); namun, penggunaan anestesi lokal tidak

menjelaskan tingkat kegagalan CR, karena penggunaannya juga tidak

memengaruhi tingkat kegagalan restorasi (p=0.73, 95% CI=0.72-0.75). tidak

digunakannya rubber dam dalam prosedur penelitian initidak akan memengaruhi

18
hasil, karena Carvalho dkk., (2010) dan Brunthaler dkk., (2003) menemukan

bahwa penggunaannya tidak mempengaruhi kegagalan dalam gigi sulung dan gigi

tetap.

Pengelolaan karies multisurface pada gigi molar sulung cukup menantang.

Berbeda dengan perawatan pada orang dewasa, kedokteran gigi anak harus

mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia, pengembangan kognitif, persepsi

nyeri, jenis pengobatan, dan sebagainya. Hal ini memainkan peran penting dalam

seleksi dan penyediaan perawatan gigi (Goumans dkk., 2004;. van Bochove dan

van Amerongen, 2006). Laporan awal dari penelitian kami (Santamaria dkk.,

2014) membandingkan perilaku serta persepsi rasa sakit anak-anak pada

perawatan dan penerimaan teknik pada orang tua dan dokter gigi. Anak-anak yang

dirawat dengan NRCT dan HT menunjukan perilaku negatif yang lebih sedikit

dibandingkan dengan mereka yang dirawat dengan CR, namun, ketika anak-anak

tersebut ditanya mengenai kenyamanan prosedur, mereka menilai ke 3 perawatan

dengan sama.

HT dan NRCT masih dianggap sebagai pendekatan perawatan karies yang

tidak dapat diandalkan bagi kebanyakan dokter gigi, namun, hasil penelitian ini

menemukan bahwa HT memberikan hasil yang baik dalam menutup lesi karies

tanpa membuang karies. Perbedaan risiko antara CR dan HT menghasilkan

kegagalan minor sebesar 19% lebih sedikit pada HT dengan NNT 6 (yang berarti

bahwa 6 anak harus dirawat dengan HT daripada CR untuk menghindari 1

kegagalan minor), dan 11% lebih sedikit kasus kegagalan mayor dengan NNT 9.

Perbedaan risiko antara NRCT dan HT juga menunjukan keunggulan untuk HT,

yaitu penurunan pada kegagalan minor sebesar 16% dan kegagalan mayor sebesar

19
10%. Sebanyak 75% dari lesi di kelompok NRCT tidak menunjukan tanda/gejala

kerusakan pulpa selama periode penelitian dan hasil yang sama terlihat pada

kelompok CR.

Penelitian ini dapat menjadi acuan yang terpercaya bagi pertimbangan

pemilihan perawatan karies pada gigi susu, karena: (1) peserta dirawat oleh

spesialis atau spesialis terlatih; (2) semua memiliki resiko karies tinggi, yang

mungkin mempengaruhi hasil klinis untuk CR dan NRCT; dan (3) perawatan anak

harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing. Peserta/orang tua menerima

instruksi menyikat gigi dan diet, namun, prosedur individu tetap bergantung pada

kepatuhan orang tua terhadap saran dokter. Kontrol lesi pada HT tidak bergantung

pada orang tua karena teknik ini telah menutup lesi karies, sedangkan kontrol lesi

pada NRCT bergantung pada penyikatan gigi dan saran diet yang dilakukan oleh

anak/orang tua.

HT mengurangi kompleksitas dari teknik penempatkan mahkota logam,

namun, estetika yang kurang masih bisa menjadi penghalang untuk pasien, orang

tua dan dokter gigi yang lebih berorientasi pada estetik.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini mendukung konsep kontrol karies

dengan pengelolaan aktivitas biofilm. Anak-anak membutuhkan rencana

perawatan secara individual, dan perlu diingat bahwa pilihan untuk kontrol karies

tidak hanya satu, dokter harus mempertimbangkan HT dan NRCT sebagai pilihan

perawatan dengan hasil positif untuk persepsi nyeri anak-anak dan penerimaan

teknik bagi orang tua (Santamaria dkk., 2014). Hasil klinis relatif menunjukkan

HT secara signifikan lebih berhasil daripada NRCT dan CR setelah 1 tahun,

sementara tingkat kesuksesan perawatan NRCT dan CR adalah sebanding.

20
UCAPAN TERIMA KASIH

Kami berterima kasih kepada anak-anak, orang tua, dan dokter gigi yang

berpartisipasi dalam penelitian ini. Data awal dari penelitian ini dipresentasikan

pada EAPD 2014 dan pertemuan ORCA. Penelitian ini didukung oleh

Departemen Kedokteran Gigi Anak Universitas Greifswald, Jerman. Para penulis

menyatakan tidak ada potensi konflik kepentingan sehubungan dengan penulisan

dan/atau publikasi artikel ini.

REFERENSI
Attari N, Roberts JF (2006). Restoration of primary teeth with crowns: a
systematic review of the literature. Eur Arch Paediatr Dent 7:58-63.
Brunthaler A, Knig F, Lucas T, Sperr W, Schedle A (2003). Longevity of direct
resin composite restorations in posterior teeth. Clin Oral Investig7:63-70.
Carvalho TS, Sampaio FC, Diniz A, Bnecker M, Van Amerongen WE (2010).
Two years survival rate of class II ART restorations in primary molars using
two ways to avoid saliva contamination. Int J Paediatr Dent 20:419-425.
dos Santos MP, Passos M, Luiz RR, Maia LC (2009). A randomized trial of resin-
based restorations in class I and class II beveled preparations in primary
molars: 24-month results. J Am Dent Assoc 140:156-166.
Faul F, Erdfelder E, Lang AG, Buchner A (2007). G*Power 3: A flexible statistical
power analysis program for the social, behavioral, and biomedical sciences.
Behav Res Methods 39:175-191.
Finucane D (2012). Rationale for restoration of carious primary teeth: a review.
Eur Arch Paediatr Dent 13:281-292.
Goumans C, Veerkamp JS, Aartman IH (2004). Dental anxiety and behavioural
problems: what is their influence on the treatment plan? Eur J Paediatr Dent
5:15-18.
Griffin SO, Oong E, Kohn W, Vidakovic B, Gooch BF; CDC Dental Sealant
Systematic Review Work Group: Bader J, Clarkson J, Fontana MR, Meyer
DM, Rozier RG, Weintraub JA, et al. (2008). The effectiveness of sealants in
managing caries lesions. J Dent Res 87:169-174.

21
Gruythuysen RJ, van Strijp AJ, van Palestein Helderman WH, Frankenmolen FW
(2011). Non-restorative treatment of cavities in temporary dentition: effective
and child-friendly. Ned Tijdschr Geneeskd 155:A3489.
Hu X, Chen X, Fan M, Mulder J, Frencken JE (2013). What happens to cavitated
primary teeth over time? A 3.5-year prospective cohort study in China. Int
Dent J 63:183-188.
Innes NP, Stirrups DR, Evans DJ, Hall N, Leggate M (2006). A novel technique
using preformed metal crowns for managing carious primary molars in general
practice: a retrospective analysis. Br Dent J 22:451-454.
Innes NP, Evans DJ, Stirrups DR (2007a). The Hall technique: a randomized
controlled clinical trial of a novel method of managing carious primary molars
in general dental practice. Acceptability of the technique and outcomes at 23
months. BMC Oral Health 7:18.
Innes NP, Ricketts DN, Evans DJ (2007b). Preformed metal crowns for decayed
primary molar teeth. Cochrane Database Syst Rev 1:CD005512.
Innes NP, Evans DJ, Stirrups DR (2011). Sealing caries in primary
molars:randomized control trial, 5-year results. J Dent Res 90:1405-1410.
Kandiah T, Johnson J, Fayle SA (2010). British Society of Paediatric Dentistry: a
policy document on management of caries in the primary dentition. Int J
Paediatr Dent 20(Suppl 1):5.
Kidd E (2012). Should deciduous teeth be restored? Reflections of a cariologist.
Dent Update 39:159-162, 165-166.
Kindelan SA, Day P, Nichol R, Willmott N, Fayle SA (2008). British Society of
Paediatric Dentistry: UK national clinical guidelines in paediatric dentistry.
Stainless steel preformed crowns for primary molars. Int J Paediatr Dent
18(Suppl 1):20-28.
Levine RS, Pitts NB, Nugent ZJ (2002). The fate of 1,587 unrestored carious
deciduous teeth: a retrospective general dental practice based study from
northern England. Br Dent J 193:99-103.
Le H (1967). The Gingival Index, the Plaque Index and the Retention Index
systems. J Periodontol 38(Suppl):610-616.
Le H, von der Fehr FR, Schitt CR (1972). Inhibition of experimental caries by
plaque prevention: the effect of clorhexidine mouthrinses. Scand J Dent Res
80:1-9.
Lula EC, Monteiro-Neto V, Alves CM, Ribeiro CC (2009). Microbiological
analysis after complete or partial removal of carious dentin in primary teeth: a
randomized clinical trial. Caries Res 43:354-358.

22
Marks LA, Faict N, Welbury RR (2010). Literature review: restorations of class II
cavities in the primary dentition with compomers. Eur Arch Paediatr Dent
11:109-114.
Martignon S, Tellez M, Santamara RM, Gomez J, Ekstrand KR (2010). Sealing
distal proximal caries lesions in first primary molars: efficacy after 2.5 years.
Caries Res 44:562-570.
Mijan M, de Amorim RG, Leal SC, Mulder J, Oliveira L, Creugers NH, et al.
(2014). The 3.5-year survival rates of primary molars treated according to three
treatment protocols: a controlled clinical trial. Clin Oral Investig 18:1061-
1069.
Peretz B, Gluck G (2006). Early childhood caries (ECC): a
preventiveconservative treatment mode during a 12-month period. J Clin
Pediatr Dent 30:191-194.
Qvist V, Manscher E, Teglers PT (2004a). Resin-modified and conventional glass
ionomer restorations in primary teeth: 8-year results. J Dent 32:285-294.
Qvist V, Laurberg L, Poulsen A, Teglers PT (2004b). Class II restorations in
primary teeth: 7-year study on three resin-modified glass ionomer cements and
a compomer. Eur J Oral Sci 112:188-196.
Qvist V, Poulsen A, Teglers PT, Mjr IA (2010). The longevity of different
restorations in primary teeth. Int J Paediatr Dent 20:1-7.
Randall RC, Vrijhoef MM, Wilson NH (2000). Efficacy of preformed metal
crowns vs. amalgam restorations in primary molars: a systematic review. J Am
Dent Assoc 131:337-343.
Ricketts D, Lamont T, Innes NP, Kidd E, Clarkson JE (2013). Operative caries
management in adults and children. Cochrane Database Syst Rev 3:CD003808.
Ricketts DN, Pitts NB (2009). Traditional operative treatment options. Monogr
Oral Sci 21:164-173.
Salas CF, Guglielmi CA, Raggio DP, Mendes FM (2011). Mineral loss on adjacent
enamel glass ionomer cements restorations after cariogenic and erosive
challenges. Arch Oral Biol 56:1014-1019.
Santamaria RM, Innes NP, Machiulskiene V, Evans DJ, Alkilzy M, Splieth CH
(2014). Acceptability of different caries management methods for primary
molars in a RCT. Int J Paediatr Dent [E-pub ahead of print March 7, 2014] in
press.
Schulz KF, Altman DG, Moher D; CONSORT Group (2010). CONSORT 2010
statement: updated guidelines for reporting parallel group randomised trials. J
Clin Epidemiol 63:834-840.
Schwendicke F, Meyer-Lueckel H, Drfer C, Paris S (2013). Failure of
incompletely excavated teeth: a systematic review. J Dent 41:569-580.

23
Tate AR, Ng MW, Needleman HL, Acs G (2002). Failure rates of restorative
procedures following dental rehabilitation under general anesthesia. Pediatr
Dent 24:69-71.
Threlfall AG, Pilkington L, Milsom KM, Blinkhorn AS, Tickle M (2005). General
dental practitioners views on the use of stainless steel crowns to restore
primary molars. Br Dent J 199:453-455.
Tickle M, Milsom K, King D, Kearney-Mitchell P, Blinkhorn A (2002). The fate
of the carious primary teeth of children who regularly attend the general dental
service. Br Dent J 192:219-223.
van Bochove JA, van Amerongen WE (2006). The influence of restorative
treatment approaches and the use of local analgesia, on the childrens
discomfort. Eur Arch Paediatr Dent 7:11-16.

24

Anda mungkin juga menyukai