Anda di halaman 1dari 174

PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULER

ANATOMI FISIOLOGI NEUROVASKULER DAN KONSEP ASUHAN


KEPERAWATAN STROKE

NAMA : Dhea Ananda Nur Afifah

KELAS : 8A

NPM : 2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Jumat, 26 Februari 2021
Pemateri : Bu Wati Jumaiyah
Materi : Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf dan askep stroke

A. Pengertian Sistem Neurovaskuler


Sistem Neurovaskuler merupakan susunan dari dua sistem didalam tubuh
yaitu sistem neurologi atau sistem persyarafan dan sistem vaskuler atau sistem
pembuluh darah. Sistem Neurologi terdiri dari sistem sistem saraf pusat (otak,
batang otak, dan otak kecil), sistem saraf tepi (misalnya saraf otak), dan sistem
saraf otonom.
1. Susunan Sistem Neurologi terdiri dari :
a. Tengkorak
Tulang-tulang yang membentuk dinding anterior, dinding lateral, dan basis
cranii di uraikan secara lengkap.
1) Tabula Cranii
Tulang-tulang tengkorak yang tersusun dari tabula exeterna dan tabula
interna, dipisahkan oleh lapisan spongioa disebut diploe. Permukaan
luar luar dan dalam tulang-tulang diliputi oleh periosteum.
2) Sutura Cranii
Tulang-tulang tengkorak yang disatuka oleh sendi yang tidak bergerak,
sutura coronalis terletak diantara os frontale dan os paientale, sutura
lambdoidea terletak antara os parientale dan occipitale, dan sutura
sagittalis terletak antara kedua os parientale.
3) Fonticuli Cranii
Saat lahir masih berada di daerah membranosa area lunak ini disebut
fonticulus yang terdiri dari anterior dan posterior.
4) Basis Cranii
Dibagi menjadi tiga fossa : fossa cranii anterior, fossa cranii media,
dan fossa cranii posterior.
b. Otak
Otak merupakan sistem komputer tubuh, jaringan otak dbungkus oleh selaput
otak dan tulang tengkorak yang kuat dan terletak dalam kavum kranii, berat
otak dewasa kira-kira 1400 gram, setengah padat dan berwarna kelabu
kemerahan. Otak di dibungkus oleh tiga selaput (Meningen) selaput
Meningen terdiri dari tiga lapisan yaitu :
1) Duramater : selaput keras pembentuk otak berasal dari jaringan ikattebal
dan kuat
2) Araknoidea : selaput tipis, membentuk sebuah balon
3) Piamater : selaput tipis terdapat pada permukan otak.

1. Serebrum (otak besar)


Serebrum atau otak besar mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan kanan
yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut korpus kollosum.
Tiap-tiap hemisfer meluas dari os frontalis sampai ke os oksipitalis. Diatas fossa
kranii atnterior media dan fossa kranii posterior, hemisfer dipisahkan oleh celah
yang besar disebut fisura longitudinalis serebri. Serebrum (telensefalon) terdiri dai
korteks serebri basal ganglia (korpora striate).
Fungsi : untuk pengaturan semua aktivitas mental yaitu berkaitan dengan
kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak
besar terletak di bagian depan otak.
2. Korteks serebri
Lapisan permukaan hemisfer yang disusun oleh subtansia grise. Korteks serebri
berlipat-lipat disebus girus, dan celah diantara dua lekuk disebut sulkus (fisura).
Bagian-bagian dari korteks menurut Brodmann :
I. Lobus frontalis
a. Area 4 (area motorik primer), sebagian besar girus presentralis dan bagian
anterior lobus paresentralis.
b. Area 6 adalah bagian sirkuit traktus piramidalis (area premotorik) mengatur
gerakan motorik dan premotorik.
c. Area 8 mengatur gerakan mata dan perubahan pupil.
d. Area 9, 10, 11, 12 (area asosiasi frontalis)
Lobus frontali teletak di depan serebrum, bagian belakang dibatasi oleh sulkus
sentralis Rolandi.
II. Lobus parientalis (pusat pengatur kulit dan otot terhadao panas,
dingin, sentuhan, tekanan)
a. Area 3,1,2 adalah area sensorik primer (postesentral), meliputi
girus sentralis dan meluas ke arah anterior sampai mencapai dasar
sulkus sentralis.
b. Area 5, 7 (area asosiasi somatosensorik), meliputi sebagian
permukan medial hemisfer serebri.
III. Lobus oksipitalis (pusat penglihatan)
a. Area 17 (korteks visual primer). Permukaan medial lobus
oksipitalis sepanjang bibur suprior dan inferior sulkus kalkanius.
b. Area 18, 19 (area asosiasi visual). Sejajar dengan area 17 meluas
c. sampai meliputi permukaan lateral lubus oksipitalis.
IV. Lobus temporalis ( pusat pendengaran )
a. Area 41 (korteks auditori primer). Melipiti girus temporalis
superior meluas sampai ke permukaan lateral girus temporalis.
b. Area 42 (area asosiasi auditorik). Korteks area sedikit meluas
seperti sampai pada permukaan girus temporalis superior.
c. Area 38, 40, 20, 21, 22 (area asosiasi). Permukaan lateral dibagi
menjadi girus temporalis superior, media, dan inferior. Pada bagian
basal terdapat fusiformis.
V. Area broca (area bicara motoris) terletak di atas
sulkus laterailis, mngatur gerakan berbiara.
VI. Area visuallis.
VII. Insula relli
VIII. Girus singuli.
 Fungsi korteks serebri
1. Korteks motorik primer (area 4,6,8)
a. Megontrol gerakan otot volunter dan tulang pada sisi
tubuh kontralateral.
b. Lesi area 4 akan mengakibtkan paralisis kontralateral
dari kumpulan otot yang disarafi.
c. Area 6 dan 8 pada perangsangan akan timbul gerakan
mata dan kepala.
2. Korteks sensorik primer (area 3, 4, 5)
a. Penerimaan sensasi umum
b. Menerima serabut saraf, lesi daerah ini dapat
menimbulakan gangguan sensasi pada sisi tubuh
kontralateral.
c. Terdapat homunkulus sensorik
3. Korteks visual (penglihatan) area 17
a. Lesi iritatif menimbulkan halusinasi visual
b. Lesi destruktif menimbulakan gangguan lapangan
pandang.
c. Menerima implus dari radio-optika.
4. Korteks auditorik (pendengaran) primer area 41
a. Lesi pada daerah ini dapat menimbulakn ketulian
kecuali bila lesinya bilateral.
5. Area penghidu (area reseptif olfaktorius)
6. Area asosiasi
3. Cerebellum (otak kecil)
 Berfungsi untuk mengendalikan dan mengkordinasikan gerakan-gerakan otot
tubuh serta menyeimbangkan tubuh
 Terletak diatas batang otak.
4. Mesensefalon (otak tengah )
 Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol (menghubungkan otak kecil
bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang)
 Didepan otak tengah (diencephalon)
 Thalamus (pusat pengatur sensoris)
 Hipotalamus ( pusat pengatur suhu, mengtur selera makan, keseimbangan
cairan tubuh).
5. Sumsum Lanjutan (medula oblongata )
 Banyak mengandung ganglion otak
 Pusat pengatur gerak refleks fisiologis (denyut jantung, pernafasan, pelebaran
dan penyempitan pembuluh darah, bersin, batuk)
6. Sumsum Tulang Bealakang (Medula Spinalis)
Fungsi :
1. Penghubung implus dari dan ke otak.
2. Memungkinkan jalan terpendek pada gerak refleks
3. Dibagian dalam ada a. Akar dorsal yang mengandung neuron sensorik, b.
Akar ventral yang mengandung neuron motorik
7. Saraf Tepi (Saraf Parifer)
a. Sistem saraf oparifer dibagi menjadi 2 yaitu :
b. 12 pasang saraf serabut otak (saraf cranial).
 3 pasang saraf sensori.
 5 pasang saraf motori.
 4 pasang saraf gabungan.
c. 31 pasang saraf sumsum tulang belakang (saraf spinal).
 8 pasang : saraf leher (servikal).
 12 pasang : saraf punggung (torakal).
 5 pasang : saraf pinggang (lumbal).
 5 pasang : saraf pinggul (sakral).
 1 pasang : saraf ekor (koksigial).
8. Nervus cranialis
Nervus cranialis terbagi menjadi 12 nervus, diantaranya:
1. Nervus olfaktorius : mensarafi penciuman.
2. Nervus optikus : mensarafi indra penglihatan, tajam penglihatan
3. Nervus oklomotorius : mensarafi gerakan bola mata dari dalam keluar.
4. Nervus trochlearis : mensarafi gerakan bola mata kebawah dan samping kanan
kiri.
5. Nervus trigeminus : mensarafi kulit wajah, refleks kornea, dan samping kanan
kiri.
6. Nervus abdusen : mensarafi gerakan bola mata kesamping.
7. Nervus facialis : mensarafi otot wajah, lidah (pengecapan).
8. Nervus auditorius : mensarafi indra pendengaran, menjaga keseimbangan.
9. Nervus glosofaringeus : mensarafi gerakan lidah, menenlan
10. Nervus vagus : mensarafi faringe laring, gerakan pita suara, menelan
11. Nervus accecorius : mensarafi gerakan kepala dan bahu.
12. Nervus hipoglosus : mensarafi gerakan lidah

 Persarafan MS

Jumlah Medula spinalis daerah Menuju


8 pasang Servix Kulit kepala, leher
12 pasang punggung dan otot tangan
organ-organ dalam
5 pasang Lumbal/pinggang Paha
5 pasang Sakral/kelangkang Otot betis, kaki dan
jari kaki
1 pasang koksigeal Sekitar tulang ekor

 Sistem saraf parifer


9. Saraf Otonom
 SSO meninggalkan korda spinalis dan mempersarafi otot jantung dan polos
serta kelenjar.
 SSO involunter (tidak disadari)
 System saraf autonom dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Sistem saraf simpatis
2. Sistem saraf parasimpatis
 Sistem saraf simpatis : mempersarafi
a. Jantung : kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung.
b. Arteri dan vena besar dan kecil : kontriksi
c. Otot polos dan saluran cerna : penurunan motalitas
d. Otot polos salarunan napas : relaksasi bronkus dan penurunan sekresi
bronkus
e. Merangsang kelenjar keringat.
 Sistem saraf parasimatis : mempersarafi
a. Jantung : memperlambat kecepatan denyut
b. Saluran cerna : meningkatkan motalitas
c. Saluran nafas : kontriksi jalan nafas.
10. Sistem saraf simpatis
 Terdiri dari 25 pasang simpul saraf.
 Terletak di sebelah kiri-kanan tulang belakang.
 Berpangkal pada medulla spinalis di daerah leher dan di daerah pinggang
sehingga disebut juga saraf torakolumbar.
 Pra ganglion pendek.
 Pranganglion : urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion
 Post ganglion : urat saraf yang berada pada ujung ganglion.
11. Sistem saraf parasimpatis
 Urat praganglionnya panjang karena menempel pada organ dibantu.
 Berpangkal pada medulla oblongata
 Kerjanya berlawanan dengan kerja saraf simpatis
 Terbagi menjadi dua bagian : saraf otonom kranial( saraf kranial III, VII, IX,
X) dan saraf otonom sakral
12. Basal ganglia
Terdiri dari beberapa kumpulan substansia griseria yang padat yang terbentuk
dalam hubungan yang erat dengan dasar ventrikulus lateralis. Pada otak manusia
ganglia basal terdiri dari beberapa elemen saraf sebagi berikut :
1. Nukleus kaudatus dan puntamen : sering disebut striatum, sedangkan
puntamen dan globus polidus disebut nukleus kularis.
a. Korpus startium
b. Nukleus lantiformis.
2. Glibus palidus
3. Korpus amigdaloideum
a. Hubungan aferen
b. Hubungan eferen.

 Susunan Neurovaskuler terdiri dari :


1. Sirkulasi Peredaran Darah Otak
Peredaran darah otak yaitu arteri karotis atau sirkulasi anterior dan vertebra
atau sirkulasi posterior. Masing-masing sistem terlepas dari arkus aorta
sebagai pasangan pembuluh : karotis komunis kanan dan kiri vertebra kanan
dan kiri. Masing-masing karotis membentuk bifukasi untuk membentuk arteri
karotis interna dan ekterna. Arteri vertebra berawal dari arteri subclavia.
 Sirkulais wilsi area dimana pecabangan arteri basilar dan karotis interna
bersatu. Sirkulasi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunukans anterior,
kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans arterior. Jaringan
sirkulasi wilsi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke
hemisfer lainnya dan dari bagian anterir keposterior oak. Ini merupakan sistem
yang memungkinkan sirkulasi koletral juka satu pembuluh darah mengalami
penyumbatan. Pembuluh sirkulasi willsi tidak jarang mengalami atropi bahkan
abses.
2. Meningen
Cerebelum dan medulla spinalis diliputi oleh tiga membran meningen,
duramater, arachnoideamater dan pia mater.

a. Durameter enchephali
Duramater terdiri dari dua lapis ( endostel dan meningeal ), lapisan meningeal
adalah lapisan duramater yang sebenarnya. Merupakan membra fibrosa padat
yang kuat dan membungkus otak dan melanjutkan diri setelah melalui foramen
magnum sebagai duramater medulla spinalis. Lapisan meningeal membentuk
empat septum ke arah dalam yang membagi kavitas cranii menjadi ruang-ruang
yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian otak.
 Persyarafan duramater
Cabang-cabang nervus trigeminus, nervus vagus dan nervus cervucalis 1-3,
beserta cabang-cabang dari sistem simpatik berjalan ke duramater. Terdapat
banyak ujung-ujung saraf

 persyarafan duramater 
cabang-cabang nervus trigeminus, nervus vagus, dan nervus cervicalis 1-3 beserta
cabang-cabang dari sistem simpatik ber'alan ke durameter. Terdapat banyak
ujung-ujung syaraf sensoris pada durameter. durameter pekaterhadap regangan,
yang menimbulkan sensasi sakit kepala. Stimulasi ujung sensoris nervus
trigeminus diatas level tentorium cerebeli menimbulkannyeri alih pada area kulit
di sisi yang sama kepala.
 peredaraan durameter
banyak arteri yang mendarahi durameter, yaitu arteri carotis interna, arteri
maksilaris, arteri pharyngea scendens, arteria occipitalis, dan arteria vertebralis.
"ateria meningea media berasal dari arteria maksilaris di dalamfossa
infratemporalis, arteria ini ber'alan melalui foramen spinosum dan terletak
diantara lapisan meningeal dan endosteal durameter.
 Aliran vena durameter
vena-vena meningea terletak di dalam lapisan endosteal durameter. vena
meningea media mengikuti cabang-cabang arteria meningea media dan bermuara
ke dalam pleksus venosus atau sinus sphenoparietalis.
b. Aracnoideameter
chnoideameter adalah suatu membran lembut yang tidak emeabel yang meliputi
otak dan terletak diantara piameter disebelah dalam dan durameter  disebelah luar.
membran ini dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial, disebut spatium
subdurale, dan dari piameter oleh spatium subarachnoideum yang terisi oleh
liquor cerebrospinalis.
achnoideameter membentuk 'embatan – 'embatan diatas sulcus-sulcus pada
permukaan otak dan dalam situasi tertentu, arachnoideameter dan piameter
terpisah lebar membentuk cisternae subarachnoideae.
c. Piamater
piameter adalah membran vaskular yang dengan erat membungkus otak,
membungkus gyrus-gyrus dan masuk kedalam sulcus-sulcus yang terdalam.
membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh piameter.
3. suplai darah Otak 
a. Arteri Otak 
otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteria vertebralis.
keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk circulus willisi.

 arteri karotis interna


arteri carotis interna muncul dari sinus cavernosus pada sisi medial
procesus clinoideus anterior. kemudian arteria ini membelok ke
belakang menuju ke sulcus cerebri anterior dan arteria cerebri
media,ateria vertebralis
ateria vertebralis, cabang dari bagian pertama a. Subclavia, ber'alan
ke atas melalui foramina pada processus tranversus vertebrae
cervicalis Isampai VI pembuluh ini masuk tengkorak melalui
foramen magnum dan berjalan ke atas, depan dan medial medulla
oblongata. ada pinggir bawah pons, arteri ini bergabung dengan
arteri dari sisi lainnya membentuk arteria basilaris.
cabang-cabang cranial : a. meningae, b. Spinalis anterior dan
posterior, c cerebelli posteroinferior, d. medullares.
 ateri basilaris
arteri basilaris, dibentuk oleh gabungan kedua arteri
vertebralis,berjalan naik di dalam alur pada permukaan anterior
pons. ada pinggir atas pons bercabang dua men'adi a.cerebri
posterior. cabang-cabang :cabang- cabang untuk pons, cerebellum,
dan telinga dalam, a. serebri posterior. Arteri cerebri posterior pada
masing-masing sisi melengkung ke lateral dan belakang di
sekeliling mesencephalon. cabang-cabang cortical mendarahi
permukaan inferolateral lobus temporalis dan permkaan lateral dan
medial lobus occipitalis. cabang-cabang central menembus
substantia grisea di dalam hemispherium cerebri dan
mesenchepalon

b. Ciculus willisi
circulus willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis basis cranii.
circulus ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua a. carotis interna dan
kedua a. vertebralis. ". a ommunicans anterior, a. serebri anterior, ".carotis
interna, a.comunicans posterior, a. serebri posterior, dan a. Basilaris ikut
membentuk circulus ini. circulus willisi memungkinkan darah yang masuk
melalui a. carotis interna atau a. vertebralis untuk didistribusikan ke setiap
bagian dari kedua hemispherium cerebri. cbang-cabang cortical dan
central dari circulus ini mendarahi substansi otak. 
c. vena otak 
vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. vena-vena ini muncul dari otak
dan  bermuara ke dalam sinus venosus cranialis. Terdapat vena-vena
cerebri, cerebelli, dan batang otak.Terdapat vena cerebri magna dibentuk
oleh gabungan kedua v.cerebri interna dan bermuara ke dalam sinus rectus
sistem
1. ventrikasi otak
Sistem ventriel otak terdiri atas dua ventriculus lateralis, ventriculus
tertius, dan ventriculus quartus. kedua ventriculus lateralis
berhubungan denga ventriculus tertius melalui foramina
interventricularis. ventriculus tertius berrhubungan dengan ventriculus
quartus melalui aqueductus cerebri. Selanjutnya, ventriculus quartus
dilan'utkan oleh canalis centralis di medulla spinalis, dan melalui tiga
foramina di atap ventriculus quartus dengan spatium
subarachnoideum. 6entriculus berisi liquor cerebrospinalis

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Stroke

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi stroke
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)
dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak
karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik)
dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011).
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara
mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau kematian (Munir, 2015).
Definisi stroke menurut World Health Organization adalah tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak baik fokal
maupun global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler (Munir, 2015).
Stroke Hemoragik adalah pendarahan intraserebri dan pendarahan
subarachnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah tertentu , terjadi saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
biasa juga terjadi saat istirahat (Muttaqin,2008 dalam Hani,2017:1).
a. Bagian bagian otak dan fungsinya :
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiridari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks.
Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong,
2003).Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan
nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu,
dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan
gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer)
dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada
lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi
bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku
sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian
korteksserebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali
dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White,
2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan
dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk
rasaraba dan pendengaran (White, 2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain &
memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi
manusia,memori emosi dan bersama hipothalamus
menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan
endokrin dan susunan otonom (White, 2008).
2. CerebellumCerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang
berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari
sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter
secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
3. Brainstem Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur
seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan
diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur- struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden
traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak,
anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar
brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla
oblongata
b.sirkulasi peredaran darah otak
Peredaran darah otak Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi
lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan
otak sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus
terus dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluh- pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat
satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat
untuk sel.
1. Peredaran Darah Arteri Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang
arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang
dan beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna
dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada
arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri
karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans
posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior.
Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui arteri communicans
anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia
sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria
inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang
langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui
foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.
Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris
2. Peredaran Darah Vena Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam
sinus-sinus duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di
dalam struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai
katup dan sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena
cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior
yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus
transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari
basal ganglia (Wilson, et al., 2002).

Klasifikasi Stroke
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemia yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemia secara
umum. Menurut Yuniewati (2015), Stroke iskemia adalah keadaan
tersumbatnyapembuluh darah yang menyebabkan terhentinya seluruh atau
sebagian aliran darahmenuju otak. Stroke iskemia secara umum disebabkan
oleh aterotrombosispembuluh darah serebral, baik yang besar maupun yang
kecil.
Menurut Yuniewati (2015), stroke iskemik ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Stroke Trombolitik yaitu proses terbentuknya trombus yang membuat
menggumpal.
2) Stroke Embolik yaitu tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

b. Stroke Hemoragik
Menurut Yuniewati (2015), Stroke hemoragik disebabkan oleh
pendarahandidalam jaringan otak. Stroke hemoragik merupakan stroke yang
paling mematikan
dan merupakan sebagian kecil dari keseluruhan stroke yaitu sebesar 10-15%
untuk
pendarahan intercerebrum dan sekitar 5% untuk pendarahan subarachnoid
Menurut
Yuniewati (2015), stroke hemorargik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Hemorarik Intraserebral yaitu pendarahan yang terjadi didalam jaringan
otak
2) Hemoragik Subaraknoid yaitu pendarahan yang terjadi pada ruang
Klasifikasi stroke berdasarkan manifestasi klinisnya menurut Munir tahun
2015 sebagai berikut:
a. TIA (Tansient Ischemic Attack), serangan akut defisit neurologis focal
yang berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan sembuh tanpa gejala
sisa.
b. RIND (Residual Ischemic Neurological Defisit), sama dengan TIA
tetapi berlangsung lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam
waktu kurang dari 3 minggu.

4. Manifestasi Klinik

Manifestasi stroke beragam berdasarkan pada arteri serebral yang terkena


dan area otak yang terkena. Wanita yang mengalami stroke lebih cenderung
melaporkan manifestasi nontradisional (khususnya disorientasi, konfusi,
atau kehilangan kesadaran) dari pada pria (LeMone Dll, 2012). Manifestasi
selalu tiba-tiba dalam hal awitan, fokal, dan biasanya satu sisi.

Manifestasi stroke berdasarkan keterlibatan pembuluh serebral:

a. Stroketrombosis

1) Arteri CerebriAnterior

- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih


menonjol

- Gangguanmental

- Gangguan sensibilitas pada tungkai yanglumpuh

- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buangair

- Bisa terjadikejang-kejang

2) Arteri CerebriMedia
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang
lebihringan
- Bila tidak di pangkal maka lengan lebihmenonjol
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa(aphasia)
3) Arteri KarotisInterna
- Buta mendadak
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa
lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisidominan
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan
4) Arteri CerebriPosterior
- Koma
- Hemiparesis kontralateral
- Ketidakmampuan membaca(aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranialisketiga

5) SistemVertebrobasiler
- Kelumpuhan di satu sampai keempatekstremitas
- Meningkatnya refleks tendon
- Gangguan dalam koordinasi gerakantubuh
- Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),
kepala berputar (vertigo)
- Ketidakmampuan untuk menelan(disfagia)
- Gangguan motorik pada lidah, mulut, rahang, dan pita suara
sehingga pasien sulit berbicara (disatria)
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (stupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,
kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopiahomonim)
- Gangguanpendengaran
- Rasa kaku diwajah, mulut, ataulidah
b. Strokeemboli
1) Defisit hemisfer yang luas (kalau infarknya luas), (Adelina, 2010)
2) Didapat pasien penyebab berikut dan atau faktorresiko:
- Jantung (atrial fibrilasi, kelainan katubdll)
- Vaskular (stenosis arteri kritis)
- Darah(hiperkoagulasi)

c. Stroke perdarahanintraserebral

Kelemahan atau kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang


sensasi atau mati rasa setengah badan. Selain itu, setengah orang juga
mengalami sulit berbicara atau bicara pelo, merasa bingung, masalah
penglihatan, mual, muntah, kejang, dan kehilangan kesadaran secara
umum
d. Strokesubaraknoid
- Sakit kepala mendadakhebat
- Defisit sarafkranialis
- Hemiparise
- PenurunankesadaranKoma
6) Manifestasi FAST
 F : face drooping ( wajah tampak terkulai)
 Sebelah sisi wajah yang tidak normal, tidak simetris, atau di
keluhkan terasa baal sesisi wajah.
 A : arm weakness (kelemahan lengan )
 Lengan sebelah mendadak lemah dan baal
 S : speech difficulty (kesulitan berbicara)
 T : time to call 911 (saatnya memanggil bantuan)
7) Tanda tanda peningkatan TIK
1. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK.
Sakit kepala terjadi karena traksi atau distorsi arteri dan vena
dan duramater akan memberikan gejala yang berat pada pagi
hari dan diperberat oleh aktivitas, batuk, mengangkat, bersin.
2. Muntah proyektil dapat menyertai gejala pada peningkatan
TIK.
3. Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung
nervus optikus yang berhubungan dengan rongga subarakhnoid
di otak. Hal ini merupakan indikator klinis yang baik untuk
hipertensi intrakranial.
4. Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat
kesadaran; gelisah, iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi
motorik.edema.
5. Bila peningkatan TIK berlanjut dan progresif berhubungan
dengan penggeseran jaringan otak maka akan terjadi sindroma
herniasi dan tanda-tanda umum Cushing’s triad (hipertensi,
bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat
membantu melokalisasi level cedera.

Rumus MAP

menentukan seberapa bagus aliran darah mencapai organ). Nilai


ini, yang disebut dengan tekanan darah arteri rerata atau mean
arterial pressure (MAP) dapat dihitung dengan mudah
menggunakan persamaan MAP = (2(DBP) + SBP)/3, dengan
DBP = diastolic pressure atau tekanan darah diastolik, dan SBP
= systolic pressure atau tekanan darah sistolik.

5. Etiologi
Gangguan pasokan aliran darah ke otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi yaitu arteri karotis interna
dan sistem vetebrobasilar dan semua cabangcabangnya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan kejaringan otak terputus selama 15-20
menit akan terjadi infark atau kematian jaringan (Dosen Keperawatan
Medikal-Bedah Indonesia, 2016). Berikut adalah hal-hal yang
menyebabkan gangguan peredaran darah otak, yaitu:
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
arteriosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau
peradangan
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya
pada syok dan hiperviskositas darah
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh darah ekstrakranium
d. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :

a. Faktor risikomedis

1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluhdarah)

2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factorketurunan)


3) Migraine (sakit kepalasebelah)

1) Kebiasaanmerokok
2) Mengkonsumsi minuman bersoda danberalkohol
3) Suka menyantap makanan siapsaji
4) Kurangnya aktifitasgerak/olahraga
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa
alasan yang jelas
b. Faktor risiko yang dapatdimodifikasi

1) Hipertensi (tekanan darah tinggi). Tekanan darah tinggi


merupakan peluang terbesar terjadinya stroke. Hipertensi
mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana
diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang
mengalir ke otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran
darah ke otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan
glukosa, lamakelamaan jaringan otak akanmati
2) Penyakit jantung. Penyakit jantung seperti koroner dan infark
miokard (kematian otot jantung) menjadi factor terbesar
terjadinya stroke. Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh.
Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah
tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju
otak. Gangguan aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak
secara mendadak ataupunbertahap.
3) Diabetes mellitus. Pembuluh darah pada penderita diabetes
melitus umumnya lebih kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi
karena adanya peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah
secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematianotak.
4) Hiperkolesterlemia. Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana
kadar kolesterol dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan
mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi
seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran darah,
termasuk aliran darah keotak.
5) Obesitas. Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan
salah satu faktor terjadinya stroke. Hal itu terkaitdengan
tingginya kadar kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas,
biasanya kadar LDL (LowDensity Lipoprotein) lebih tinggi
disbanding kadar HDL (HighDensity Lipoprotein).

6) Merokok. Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-


orang yang merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih
tinggi dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan
kadar fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh
darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena
pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan
gangguan alirandarah.
c. Faktor risiko yang tidak dapatdimodifikasi

1) Usia. Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya


stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi
secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih
kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang
berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh,
termasukotak.
2) Jenis kelamin. Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung
beresiko lebih besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki
cenderung merokok, Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak
lapisan pembuluh darah pada tubuh. Pada perempuan usia lanjut
juga dapat beresiko besar terkena stroke karena kadar esterogennya
yangmenurun.
3) Riwayat keluarga. Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke,
maka kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat
mengalami stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga
memiliki resiko lebih besar untuk terkena stroke dibanding dengan
orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan ras. Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang
Afrika-Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-
Karibia. Hal ini dimungkinkan karena tekanandarah tinggi dan
diabetes sering terjadi pada orang afrika- karibia dari pada orang
non Afrika Karibia. Hal ini dipengruhi oleh factor genetic dan factor
lingkungan
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan GCS

2. Radiologi
a. Angiografi
serebri Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Pada stroke
perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b. Lumbal fungsi
Pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka
terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan
menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau pada
intrakranial
a. CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
b. Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik
c. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
d. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
3. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk
mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk
melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada
penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.

7. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


A. Farmakologi

1. Fisioterapi, lumpuh seluruhnya sangat jarang seorang fisioterapi akan


membantu anda mengatasi kegiatan menyangkut atot yang kecil
sekalipun, anda juga akan dilibatkan dalam program peregangan untuk
otot-otot tertentu. Beberapa bidang yang dilatih adalah: berdiri, berjalan,
menjangkau dan menggunakan benda-benda, khususnya peralatanmakan
2. Terapi bicara, hal ini untuk mengatasi gangguankomunikasi

3. Terapiobat-obatan

a. Antihipertensi : captopril, antagoniskalsium

b. Diuretic : manitol 20%,furosemid

c. Antikolvusan :fenitoin
4. Pembedahan Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3
cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan
pintasan ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstrukisakut.

A. Non Farmakologi
 Pada fase akut (Golden Period selama 3jam)
1. Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen
sangat penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk
mempertahankan metabolism otak. Pertahankan jalan napas,
pemberian oksigen, penggunaan ventilator, merupakan tindakan
yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah
atauoksimetri
2. Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema
serebri, oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan
misalnya dengan pemberian manitol, control atau pengendalian
tekanandarah
3. Monitor fungsi pernapasan : Analisa GasDarah
4. Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
5. Evaluasi status cairan danelektrolit
6. Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan
cegah resikoinjuri
7. Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung
dan pemberianmakanan
8. Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
9. Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial danreflex
10. Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini
penting untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan
darah. The American Heart Association sudah menganjurkan
normal saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke
iskemik akut. Segera setelah stroke hemodinamik stabil, terapi
cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A.
Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta
memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium. Setelah
fase akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara
hemoestasis elektrolit, khususnya kalium dannatrium.
 Fase rehabilitasi
1. Pertahankan nutrisi yangadekuat
2. Program manajemen bladder dan bowel
3. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak
sendi(ROM)
4. Pertahankan integritaskulit
5. Mempertahankan komunikasi yang efektif
6. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7. Persiapan pulang pasien

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi:

a. Identitaspasien

Meliputi: nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b. Keluhanutama
Keluhan yang didapatkan gangguan motorik kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan
sensorik, kejang, penurunan kesadaran

c. Riwayat penyakitsekarang

Serangan stroke infark didahului dengan serangan awal yang tidak disadari
oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah
pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakitdahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,


riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakitkeluarga

Ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.


f. Riwayatpsikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan
keluarga
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
Pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen, apatis, sopor,
soporo coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan memiliki tingkat kesadaran letargi dan
composmetis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tandaVital

a. Tekanandarah

Pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah


tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80

b. Nadi

Biasanya nadi normal

c. Pernafasan

Pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan


jalannapas

d. Suhu

Tidak sering ditemukan masalah pada suhu pasien dengan stroke


hemoragik
e. Pemeriksaan 12 saraf kranial
1. Pemeriksaan Nervus Kranialis I (Olfaktori)
Nervus olfaktori terdiri dari kumpulan serabut saraf sensorik
yang menghantarkan rangsangan dari membran mukosa hidung
ke otak untuk fungsi penghidu / pembau. Gangguan pada
nervus olfaktori dapat menyebabkan anosmia unilateral.
Sedangkan anosmia bilateral bisa disebabkan oleh sebab lain
seperti hidung tersumbat akibat flu, cedera kepala yang
menyebabkan fraktur pada fossa kranialis atau disebabkan oleh
meningioma yang luas.Prosedur pemeriksaan:

a. Tanyakan pada pasien apakah pasien memiliki perubahan


dalam menghidu atau membau sesuatu
b. Tutup mata pasien, minta pasien untuk menutup salah satu
lubang hidung dan dekatkan bahan dengan bau yang
menyengat seperti kopi, jeruk atau vanilla
c. Minta pasien untuk mengidentifikasi bau tersebut. Lakukan
tes tersebut bergantian dengan menutup lubang hidung
sebelahnya
d. Catat hasil pemeriksaan
2. Pemeriksaan Nervus Kranialis II (Optikus)
Nervus optikus terdiri dari serabut saraf sensorik yang
menghantarkan rangsangan dari retina ke otak untuk fungsi
penglihatan. Nervus optikus berperan dalam proses penglihatan
(visual) termasuk ketajaman penglihatan, lapang pandang,
penglihatan warna, cahaya dan refleks akomodasi.
Prosedur pemeriksaan:
1) Ketajaman penglihatan (visual acquity / VA) dapat
diperiksa dengan menggunakan baganSnellen (Snellen
chart) yang ditempatkan dengan jarak 6 meter. Pastikan
pencahayaan ruangan pemeriksaan cukup baik
a. Tanyakan bagian mata mana yang lebih kabur dan
pemeriksaan dimulai dengan menggunakan mata yang kabur
terlebih dahulu. Tutup mata yang sehat dengan penutup mata
seperti okluder, kartu atau tisu. Hindari menekan mata
karena dapat menyebabkan distorsi saat mata yang ditutup
diperiksa
b. Minta pasien untuk membaca huruf dari yang paling atas dan
dari arah kiri ke kanan. Bila pasien tidak bisa membaca,
pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat menggunakan
papan E (E chart) yang mana pasien hanya menyebutkan ke
arah mana “kaki” huruf E menghadap
c. Baris terkecil yang dapat dibaca dilaporkan dalam bentuk
fraksi atau pecahan, misalnya 6/18 yang berarti pasien dapat
membaca dari jarak 6 meter dimana tulisan tersebut dapat
terlihat dengan mata normal pada jarak 18 meter
d. Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas, maka pasien
dapat bergerak maju  setiap 1 meter sampai huruf teratas
terbaca, hasil pemeriksaan dapat dilaporkan sebagai 5/6, 4/6,
dan seterusnya tergantung dari jaraknya
e. Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas dari jarak 1
meter, maka pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan
dengan teknik hitung jari. Pasien diminta untuk menyebutkan
angka berapa yang dibentuk oleh jari pemeriksa. Bila pasien
dapat menyebutkan dengan benar maka pemeriksaan
dilaporkan dalam bentuk VA=CF (counting finger / hitung
jari)
f. Bila pasien tidak dapat menyebutkan dengan benar,
pemeriksa dapat mengganti pemeriksaan dengan
melambaikan tangan. Bila pasien dapat melihat lambaian
tangan, maka pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk
VA=HM (hand movement / lambaian tangan)
g. Bila pasien tidak dapat melihat lambaian tangan, maka
pemeriksa dapat menggunakan senter untuk memberikan
rangsangan cahaya. Bila pasien dapat melihat cahaya maka
hasil pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=PL
(perception of light / respon cahaya)
h. Bila pasien tidak dapat melihat cahaya sama sekali maka
pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=NPL (No
perception of light / tidak ada respon cahaya)
i. Setelah melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan tanpa
bantuan alat atau koreksi, maka pemeriksa dapat melakukan
pemeriksaan dengan koreksi atau menggunakan pin hole atau
lensa kaca mata
j. Bila ketajaman penglihatan meningkat maka gangguan
ketajaman penglihatan dapat disebabkan oleh iregularitas
kornea, gangguan pada lensa, atau refraksi. Ulangi
pemeriksaan dengan menggunakan mata sebelahnya. Tulis
hasil pemeriksaan kedua mata, misalnya: OD (okular dekstra
/ mata kanan) VA = 6/18 tanpa koreksi, 6/6 dengan pin
hole dan OS (okular sinistra / mata kiri) VA = NPL
2) Refleks pupil mata pasien yang diperiksa adalah refleks pupil
langsung (direct) dan refleks pupil konsensual. Pupil pasien diperiksa
dengan menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan
mengecil (konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual
diperiksa dengan menyinari salah satu mata dan menghalangi mata
sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien.
Refleks pupil konsensual yang normal adalah di mana kedua pupil
akan mengecil secara bersamaan walaupun hanya 1 mata yang
disinari cahaya
1. Pemeriksaan lapang pandang mata (visual field) dilakukan
dengan duduk berhadapan antara pasien dengan pemeriksa.
Pasien diminta menutup salah satu mata (misalnya kiri) dan
pemeriksa juga menutup mata yang berlawanan (mata
kanan). Pasien diminta untuk melihat ke arah hidung
pemeriksa, sementara pemeriksa menggerakkan tangan kiri
dari arah samping secara perlahan. Tanpa mengalihkan fokus
mata, pasien diminta untuk memberikan tanda bila tangan
pemeriksa sudah mulai terlihat oleh pasien. Lakukan
pemeriksaan yang sama untuk mata sebelahnya
2. Refleks akomodasi lensa mata pasien diperiksa dengan cara
meminta pasien untuk melihat ke arah yang jauh, kemudian
jari pemeriksa diletakkan di ujung hidung pasien dan pasien
diminta untuk fokus pada jari pemeriksa. Lensa mata normal
akan menjadi konvergen dan pupil mengecil
3. Buta warna total dan parsial dapat dideteksi dengan
melakukan pemeriksaan kartu Ishihara
4. Pemeriksaan funduskopi digunakan untuk melihat kondisi
papiledema, perubahan makular dan kondisi retina yang
abnormal seperti pada pasien diabetik retinopati dan
hipertensi
3. Pemeriksaan Nervus III, IV dan VI (Okulomotor,
Throklear, Abdusen)
Nervus III, IV dan VI merupakan serabut saraf motorik yang
dapat berfungsi untuk menggerakkan bola mata. Nervus III
(okulomotor) mensarafi otot levator palpebra superior dan
semua otot ekstra okular kecuali otot rektus lateralis dan otot
oblikus superior. Nervus III (okulomotor) berperan dalam
kontraksi otot pupil dan membuka mata. Nervus IV (throklear)
mensarafi otot oblikus superior untuk mengarahkan mata
melihat ke arah hidung (rotasi internal dan depresi). Sedangkan
nervus VI (abdusen) mensarafi otot rektus lateralis untuk
menggerakkan mata ke samping.
Prosedur pemeriksaan:
1. Inspeksi mata pasien untuk mendeteksi apakah ada ptosis atau juling
2. Pasien diminta untuk duduk tegak dan tidak menggerakkan kepala,
minta pasien untuk melihat gerakan tangan atau jari pemeriksa dengan
arah huruf H. Pemeriksa menggerakkan tangan atau jari ke arah
samping kanan kiri, atas, bawah dan diagonal). Bola mata harus
bergerak secara bersamaan dan simetris
3. Saat mengarahkan tangan ke samping (arah lateral), perhatikan apakah
ada nistagmus pada pasien atau tidak
4. Refleks pupil disarafi oleh nervus II (optikus) dan nervus III
(okulomotor). Nervus II untuk menghantarkan rangsangan cahaya
sedangkan nervus III untuk kontraksi otot pupil. Pupil pasien diperiksa
dengan menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan
mengecil (konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual (refleks
tak langsung) diperiksa dengan menyinari salah satu mata dan
menghalangi mata sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di
hidung pasien. Refleks pupil konsensual yang normal adalah kedua
pupil akan mengecil secara bersamaan walaupun hanya 1 mata yang
disinari cahaya  
5. Pemeriksaan Nervus Kranialis V (Trigeminal)
Nervus V (Trigeminal) bersifat sensorik dan motorik. Nervus V
(Trigeminal) menghantarkan rangsangan sensorik tiga bagian di daerah
wajah yaitu oftalmik (V.1), maksila (V.2) dan mandibula (V.3). Nervus
V juga mensarafi untuk otot mastikasi yaitu temporalis, masseter dan
pterigoid. Nervus V juga berperan dalam reflek kornea.
Prosedur pemeriksaan:
1. Pasien diminta untuk menutup mata
2. Gunakan kapas dan jarum tumpul untuk memeriksa sensorik di wajah.
Sentuh tiga bagian kulit wajah pasien dan tanyakan apakan pasien
dapat merasakan stimulus tersebut dan dapat membedakan sentuhan
halus dan nyeri
3. Reflek kornea diperiksa dengan menyentuhkan ujung kornea dengan
pilinan kapas. Dikatakan normal bila pasien segera mengedipkan mata
4. Pemeriksaan fungsi motorik nervus V (trigeminal) dengan mempalpasi
otot maaseter dan temporalis. Pasien diminta untuk mengatupkan gigi
rapat-rapat dan membuka mulut. Lesi nervus trigeminal unilateral dapat
menyebabkan deviasi rahang ke bagian yang lumpuh
5. Refleks hentakan rahang (jaw jerk reflect) dapat diperiksa dengan
meminta pasien merilekskan otot rahangnya dan membuka sedikit
mulut. Pemeriksa menempatkan ibu jari ke dagu pasien dan
memukulkan palu refleks dengan ibu jari pasien sebagai alasnya.
Refleks yang normal adalah pasien sedikit megatupkan mulutnya
setelah mendapatkan rangsangan
6. Pemeriksaan Nervus Kranialis VII (Fasialis)
Nervus kranialis VII (fasialis) merupakan saraf motorik yang memiliki
komponen sensorik dan parasimpatik. Nervus fasialis mensarafi hampir
semua otot di wajah, kecuali otot mastikasi yang disarafi oleh nervus
kranialis V (trigeminal). Nervus kranialis mensarafi indera perasa 2/3
anterior lidah melalui cabang korda timpani dan sebagai saraf efferen
refleks kornea. Nervus kranialis juga memilki fungsi parasimpatis
untuk kelenjar lakrimalis dan kelenjar submandibula. Gangguan nervus
fasialis perifer yang paling sering dijumpai adalah Bell’s palsy. Untuk
membedakan gangguan nervus kranialis yang dialami pasien adalah
perifer atau sentral yaitu dengan meminta pasien mengangkat alis.
Bagian dahi atau otot frontalis diinervasi oleh nervus fasialis ipsilateral
dan kontralateral, sehingga bila yang dialami adalah gangguan di
sentral seperti stroke atau tumor otak maka pasien masih bisa
mengangkat alis.
Prosedur pemeriksaan:
1. Inspeksi wajah pasien secara umum, perhatikan apakah ada asimetri
dan gangguan untuk menutup mata
2. Minta pasien untuk melakukan berbagai ekspresi wajah untuk menilai
otot wajah. Minta pasien untuk menaikkan alis (otot frontalis), menutup
mata dengan kuat (otot orbikularis okuli), bersiul atau
menggembungkan pipi (otot buccinator) dan tersenyum sambil
memperlihatkan gigi (otot orbikularis oris)
3. Periksa fungsi sensoris indra perasa dengan memberikan rasa manis
dan asin
7. Pemeriksaan Nervus Kranialis VIII (Vestibulokoklear)
Nervus kranialis VIII (vestibulokoklear) memiliki fungsi sensorik
untuk pendengaran (koklear) dan untuk keseimbangan tubuh
(vestibulum). Pemeriksaan fungsi nervus vestibulokoklear untuk
pendengaran dilakukan dengan menggunakan alat garpu tala.
Prosedur pemeriksaan:
1. Pasien dapat dibisikkan suara di ruangan kedap suara, bila pendengaran
pasien normal maka pasien dapat mengulang kata yang diucapkan oleh
pemeriksa
2. Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan kemampuan konduksi
suara di udara dan di tulang. Garpu tala ukuran 512 Hz dibunyikan,
letakkan gagang garpu tala di tulang mastoid dan minta pasien
memberikan tanda bila pasien sudah tidak mendengar suara. Pindahkan
garpu tala di depan meatus eksterna akustikus. Tanyakan pada pasien
apakah pasien masih mendengarkan suara garpu tala. Bila suara masih
terdengar di depan meatus akustikus eksterna berarti penghantaran
konduksi suara melalui udara lebih baik dibandingkan dengan
penghantaran suara lewat tulang. Hal ini dinamakan tes Rinne positif.
Pada tuli konduktif, pasien tidak dapat mendengar suara garpu tala
setelah dipindahkan ke depan meatus akustikus eksterna
3. Tes Weber untuk mengetahui apakah ada lateralisasi dalam
pendengaran. Garpu tala 512 Hz dibunyikan dan diletakkan di puncak
kepala (verteks) dan tanyakan pada pasien apakah ada bagian telinga
yang lebih kuat mendengar bunyi. Pada tuli sensorineural maka suara
yang lebih terdengar keras adalah pada bagian yang sehat. Sedangkan
pada tuli konduksi maka pasien akan mendengar suara yang lebih keras
di telinga yang sakit
4. Pemeriksaan vestibular dapat dilakukan dengan melakukan manuver
Halpike (Halpike’s maneuver) untuk melihat apakah ada nistagmus
atau tidak
8. Pemeriksaan Nervus Kranialis IX (Glossofaringeal)
Nervus kranialis IX (glossofaringeal) merupakan saraf motorik,
sensorik dan parasimpatis. Nervus glossofaringeal menghantarkan
rangsangan sensorik di bagian 1/3 posterior lidah untuk indera perasa.
Nervus glossofaringeal mensarafi otot stilofaringeus dan memiliki
inervasi parasimpatik untuk kelenjar parotis. Bersama dengan nervus
kranialis X (vagus), nervus glossofaringeal berperan terhadap refleks
muntah (gag reflex).
Prosedur pemeriksaan:
1. Pemeriksaan klinis untuk nervus glossofaringeal biasanya dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan nervus vagus. Pemeriksaan yang bisa
dilakukan adalah pemeriksaan reflek muntah (gag reflex). Pemeriksaan
ini tidak rutin dilakukan karena tidak nyaman bagi pasien. Sebelum
melakukan pemeriksaan pemeriksa harus menjelaskan prosedur
pemeriksaan. Bagian dinding faring posterior disentuh dengan
menggunakan depressor lidah, normalnya pasien akan mengeluarkan
reflek muntah
9. Pemeriksaan Nervus Kranialis X (Vagus)
Nervus kranialis X (vagus) merupakan nervus kranialis yang
terpanjang dan memiliki distribusi inervasi yang luas. Nervus vagus
memiliki saraf aferen dan eferen. Nervus vagus menginervasi hampir
semua otot di faring (kecuali otot stilofaringeus yang disarafi nervus
glossofaringeal). Nervus vagus memiliki efek parasimpatis terhadap
hampir semua organ di rongga thoraks dan abdomen. Nervus vagus
bekerja sama dengan nervus glossofaringeal untuk menghasilkan reflek
muntah. Nervus vagus bertanggung jawab terhadap denyut jantung,
reflek menelan, gerakan peristaltik usus, mengontrol otot untuk
bersuara.
Prosedur pemeriksaan:
1. Tanyakan apakah pasien memiliki kesulitan untuk menelan (disfagia)
2. Pemeriksa dapat memperhatikan apakah pasien memiliki suara serak
atau sengau
3. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan mengatakan “aaa”.
Bila terjadi kelumpuhan (palsy) maka uvula akan berdeviasi ke arah
yang sakit
10. Pemeriksaan Nervus Kranialis XI (Asesoris)
Nervus kranialis XI (asesoris) mensarafi sebagian atas dari otot
trapezius dan otot sternokleidomastoideus.
Prosedur pemeriksaan:
1. Minta pasien duduk dengan tegak dan lakukan inspeksi pada bahu
pasien
2. Lakukan palpasi pada bahu pasien untuk mengetahui apakah ada atrofi
atau tidak
3. Minta pasien untuk menolehkan kepala dengan melawan tahanan dari
pemeriksa, sambil pemeriksa melakukan palpasi pada otot
sternokleidomastoideus. Misalnya, untuk memeriksa otot
sternokleidomastoideus kiri maka pasien diminta untuk menoleh ke
kanan dengan tangan pemeriksa di dagu bagian kanan untuk
memberikan tahanan
11. Pemeriksaan Nervus Kranialis XII (Hipoglossus)
Nervus kranialis XII (hipoglossus) mensarafi semua otot lidah kecuali
otot palatoglosus yang disarafi oleh nervus vagus.
Prosedur pemeriksaan:
1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
Perhatikan apakah ada deviasi dan fasikulasi
2. Minta pasien untuk menggerakkan lidah

3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Tidak simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak
mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris
kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah
pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata
tidak edema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas
pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : diameter
pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek
kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis)
: pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus
VI (abdusen) : pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan
kanan
6) Hidung
Simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksan nervus (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang I diberikan perawat namun ada juga yang tidak,
dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan
pada nervus VIII (akustikus) : pada pasien yang tidak lemah anggota
gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan- hidung
7) Mulut dan gigi
Pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan
nervus VII (facialis) lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir
simetris, dan dapat menyebutkan rasa dan Pada nervus IX manis dan asin.
(glossofaringeal): ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah
bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit.
Pada nervus XII (hipoglasus): pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat
tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar
jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk(+)
10) Thorak
e. Paru-paru
- Inspeksi : simetris kiri dan kanan
- Palpasi : fremitus sama antara kiri dan kanan
- Perkusi : bunyi normal (sonor)
- Auskultasi: suara normal (vesikuler)
f. Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis teraba
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi:suara vesikuler
11) Abdomen
- Inspeksi : simetris, tidak ada asites
- Palpasi : tidak ada pembesaran hepar
- Perkusi : terdapat suara tympani
- Auskultasi: biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a. Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal
yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : pasien stroke
hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan
perawat. Pada pemeriksaan reflek, saat siku diketuk tidak ada respon apa-
apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi. Sedangkan pada pemeriksaan
reflek hoffman jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
b. Bawah
Pada pemeriksaan reflek, Pada saat dilakukan reflek patella biasanya
femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+).
h. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Pada pasien pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan minuman
beralkhohol
2) Pola makan
Terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien
stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang otot/
nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan, kehilangan
sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak
kooperatif.
8) Pemeriksaan12 saraf kranial

12 syaraf kranial

Pemeriksaan Nervus Kranialis I (Olfaktori)


Nervus olfaktori terdiri dari kumpulan serabut saraf sensorik yang
menghantarkan rangsangan dari membran mukosa hidung ke otak untuk fungsi
penghidu / pembau. Gangguan pada nervus olfaktori dapat menyebabkan
anosmia unilateral. Sedangkan anosmia bilateral bisa disebabkan oleh sebab lain
seperti hidung tersumbat akibat flu, cedera kepala yang menyebabkan fraktur
pada fossa kranialis atau disebabkan oleh meningioma yang luas.

Prosedur pemeriksaan:
1. Tanyakan pada pasien apakah pasien memiliki perubahan dalam menghidu
atau membau sesuatu
2. Tutup mata pasien, minta pasien untuk menutup salah satu lubang hidung
dan dekatkan bahan dengan bau yang menyengat seperti kopi, jeruk atau
vanilla
3. Minta pasien untuk mengidentifikasi bau tersebut. Lakukan tes tersebut
bergantian dengan menutup lubang hidung sebelahnya
4. Catat hasil pemeriksaan
Pemeriksaan Nervus Kranialis II (Optikus)
Nervus optikus terdiri dari serabut saraf sensorik yang menghantarkan
rangsangan dari retina ke otak untuk fungsi penglihatan. Nervus optikus
berperan dalam proses penglihatan (visual) termasuk ketajaman
penglihatan, lapang pandang, penglihatan warna, cahaya dan refleks
akomodasi.
Prosedur pemeriksaan:
1. Ketajaman penglihatan (visual acquity / VA) dapat diperiksa dengan
menggunakan baganSnellen (Snellen chart) yang ditempatkan dengan jarak
6 meter. Pastikan pencahayaan ruangan pemeriksaan cukup baik
 Tanyakan bagian mata mana yang lebih kabur dan pemeriksaan dimulai
dengan menggunakan mata yang kabur terlebih dahulu. Tutup mata yang
sehat dengan penutup mata seperti okluder, kartu atau tisu. Hindari
menekan mata karena dapat menyebabkan distorsi saat mata yang ditutup
diperiksa
 Minta pasien untuk membaca huruf dari yang paling atas dan dari arah kiri
ke kanan. Bila pasien tidak bisa membaca, pemeriksaan ketajaman
penglihatan dapat menggunakan papan E (E chart) yang mana pasien hanya
menyebutkan ke arah mana “kaki” huruf E menghadap
 Baris terkecil yang dapat dibaca dilaporkan dalam bentuk fraksi atau
pecahan, misalnya 6/18 yang berarti pasien dapat membaca dari jarak 6
meter dimana tulisan tersebut dapat terlihat dengan mata normal pada jarak
18 meter
 Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas, maka pasien dapat bergerak
maju  setiap 1 meter sampai huruf teratas terbaca, hasil pemeriksaan dapat
dilaporkan sebagai 5/6, 4/6, dan seterusnya tergantung dari jaraknya
 Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas dari jarak 1 meter, maka
pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan teknik hitung jari. Pasien
diminta untuk menyebutkan angka berapa yang dibentuk oleh jari
pemeriksa. Bila pasien dapat menyebutkan dengan benar maka pemeriksaan
dilaporkan dalam bentuk VA=CF (counting finger / hitung jari)
 Bila pasien tidak dapat menyebutkan dengan benar, pemeriksa dapat
mengganti pemeriksaan dengan melambaikan tangan. Bila pasien dapat
melihat lambaian tangan, maka pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk
VA=HM (hand movement / lambaian tangan)
 Bila pasien tidak dapat melihat lambaian tangan, maka pemeriksa dapat
menggunakan senter untuk memberikan rangsangan cahaya. Bila pasien
dapat melihat cahaya maka hasil pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk
VA=PL (perception of light / respon cahaya)
 Bila pasien tidak dapat melihat cahaya sama sekali maka pemeriksaan
dilaporkan dalam bentuk VA=NPL (No perception of light / tidak ada
respon cahaya)
 Setelah melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan tanpa bantuan alat
atau koreksi, maka pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan
koreksi atau menggunakan pin hole atau lensa kaca mata
 Bila ketajaman penglihatan meningkat maka gangguan ketajaman
penglihatan dapat disebabkan oleh iregularitas kornea, gangguan pada
lensa, atau refraksi. Ulangi pemeriksaan dengan menggunakan mata
sebelahnya. Tulis hasil pemeriksaan kedua mata, misalnya: OD (okular
dekstra / mata kanan) VA = 6/18 tanpa koreksi, 6/6 dengan pin hole dan OS
(okular sinistra / mata kiri) VA = NPL
2. Refleks pupil mata pasien yang diperiksa adalah refleks pupil langsung
(direct) dan refleks pupil konsensual. Pupil pasien diperiksa dengan
menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan mengecil
(konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual diperiksa dengan
menyinari salah satu mata dan menghalangi mata sebelahnya dengan
meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks pupil konsensual
yang normal adalah di mana kedua pupil akan mengecil secara bersamaan
walaupun hanya 1 mata yang disinari cahaya
3. Pemeriksaan lapang pandang mata (visual field) dilakukan dengan duduk
berhadapan antara pasien dengan pemeriksa. Pasien diminta menutup salah
satu mata (misalnya kiri) dan pemeriksa juga menutup mata yang
berlawanan (mata kanan). Pasien diminta untuk melihat ke arah hidung
pemeriksa, sementara pemeriksa menggerakkan tangan kiri dari arah
samping secara perlahan. Tanpa mengalihkan fokus mata, pasien diminta
untuk memberikan tanda bila tangan pemeriksa sudah mulai terlihat oleh
pasien. Lakukan pemeriksaan yang sama untuk mata sebelahnya
4. Refleks akomodasi lensa mata pasien diperiksa dengan cara meminta
pasien untuk melihat ke arah yang jauh, kemudian jari pemeriksa diletakkan
di ujung hidung pasien dan pasien diminta untuk fokus pada jari pemeriksa.
Lensa mata normal akan menjadi konvergen dan pupil mengecil
5. Buta warna total dan parsial dapat dideteksi dengan melakukan
pemeriksaan kartu Ishihara
6. Pemeriksaan funduskopi digunakan untuk melihat kondisi papiledema,
perubahan makular dan kondisi retina yang abnormal seperti pada pasien
diabetik retinopati dan hipertensi
Pemeriksaan Nervus III, IV dan VI (Okulomotor, Throklear, Abdusen)
Nervus III, IV dan VI merupakan serabut saraf motorik yang dapat
berfungsi untuk menggerakkan bola mata. Nervus III (okulomotor)
mensarafi otot levator palpebra superior dan semua otot ekstra okular
kecuali otot rektus lateralis dan otot oblikus superior. Nervus III
(okulomotor) berperan dalam kontraksi otot pupil dan membuka mata.
Nervus IV (throklear) mensarafi otot oblikus superior untuk mengarahkan
mata melihat ke arah hidung (rotasi internal dan depresi). Sedangkan nervus
VI (abdusen) mensarafi otot rektus lateralis untuk menggerakkan mata ke
samping.
Prosedur pemeriksaan:
6. Inspeksi mata pasien untuk mendeteksi apakah ada ptosis atau juling
7. Pasien diminta untuk duduk tegak dan tidak menggerakkan kepala, minta
pasien untuk melihat gerakan tangan atau jari pemeriksa dengan arah huruf
H. Pemeriksa menggerakkan tangan atau jari ke arah samping kanan kiri,
atas, bawah dan diagonal). Bola mata harus bergerak secara bersamaan dan
simetris
8. Saat mengarahkan tangan ke samping (arah lateral), perhatikan apakah ada
nistagmus pada pasien atau tidak
9. Refleks pupil disarafi oleh nervus II (optikus) dan nervus III (okulomotor).
Nervus II untuk menghantarkan rangsangan cahaya sedangkan nervus III
untuk kontraksi otot pupil. Pupil pasien diperiksa dengan menggunakan
senter atau penlight. Pupil yang normal akan mengecil (konstriksi) bila
disinari cahaya. Refleks konsensual (refleks tak langsung) diperiksa dengan
menyinari salah satu mata dan menghalangi mata sebelahnya dengan
meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks pupil konsensual
yang normal adalah kedua pupil akan mengecil secara bersamaan walaupun
hanya 1 mata yang disinari cahaya  
Pemeriksaan Nervus Kranialis V (Trigeminal)
Nervus V (Trigeminal) bersifat sensorik dan motorik. Nervus V
(Trigeminal) menghantarkan rangsangan sensorik tiga bagian di daerah
wajah yaitu oftalmik (V.1), maksila (V.2) dan mandibula (V.3). Nervus V
juga mensarafi untuk otot mastikasi yaitu temporalis, masseter dan
pterigoid. Nervus V juga berperan dalam reflek kornea.
Prosedur pemeriksaan:
12. Pasien diminta untuk menutup mata
13. Gunakan kapas dan jarum tumpul untuk memeriksa sensorik di wajah.
Sentuh tiga bagian kulit wajah pasien dan tanyakan apakan pasien dapat
merasakan stimulus tersebut dan dapat membedakan sentuhan halus dan
nyeri
14. Reflek kornea diperiksa dengan menyentuhkan ujung kornea dengan pilinan
kapas. Dikatakan normal bila pasien segera mengedipkan mata
15. Pemeriksaan fungsi motorik nervus V (trigeminal) dengan mempalpasi otot
maaseter dan temporalis. Pasien diminta untuk mengatupkan gigi rapat-
rapat dan membuka mulut. Lesi nervus trigeminal unilateral dapat
menyebabkan deviasi rahang ke bagian yang lumpuh
16. Refleks hentakan rahang (jaw jerk reflect) dapat diperiksa dengan meminta
pasien merilekskan otot rahangnya dan membuka sedikit mulut. Pemeriksa
menempatkan ibu jari ke dagu pasien dan memukulkan palu refleks dengan
ibu jari pasien sebagai alasnya. Refleks yang normal adalah pasien sedikit
megatupkan mulutnya setelah mendapatkan rangsangan
Pemeriksaan Nervus Kranialis VII (Fasialis)
Nervus kranialis VII (fasialis) merupakan saraf motorik yang memiliki
komponen sensorik dan parasimpatik. Nervus fasialis mensarafi hampir
semua otot di wajah, kecuali otot mastikasi yang disarafi oleh nervus
kranialis V (trigeminal). Nervus kranialis mensarafi indera perasa 2/3
anterior lidah melalui cabang korda timpani dan sebagai saraf efferen
refleks kornea. Nervus kranialis juga memilki fungsi parasimpatis untuk
kelenjar lakrimalis dan kelenjar submandibula. Gangguan nervus fasialis
perifer yang paling sering dijumpai adalah Bell’s palsy. Untuk
membedakan gangguan nervus kranialis yang dialami pasien adalah perifer
atau sentral yaitu dengan meminta pasien mengangkat alis. Bagian dahi atau
otot frontalis diinervasi oleh nervus fasialis ipsilateral dan kontralateral,
sehingga bila yang dialami adalah gangguan di sentral seperti stroke atau
tumor otak maka pasien masih bisa mengangkat alis.
Prosedur pemeriksaan:
4. Inspeksi wajah pasien secara umum, perhatikan apakah ada asimetri dan
gangguan untuk menutup mata
5. Minta pasien untuk melakukan berbagai ekspresi wajah untuk menilai otot
wajah. Minta pasien untuk menaikkan alis (otot frontalis), menutup mata
dengan kuat (otot orbikularis okuli), bersiul atau menggembungkan pipi
(otot buccinator) dan tersenyum sambil memperlihatkan gigi (otot
orbikularis oris)
6. Periksa fungsi sensoris indra perasa dengan memberikan rasa manis dan
asin
Pemeriksaan Nervus Kranialis VIII (Vestibulokoklear)
Nervus kranialis VIII (vestibulokoklear) memiliki fungsi sensorik untuk
pendengaran (koklear) dan untuk keseimbangan tubuh (vestibulum).
Pemeriksaan fungsi nervus vestibulokoklear untuk pendengaran dilakukan
dengan menggunakan alat garpu tala.
Prosedur pemeriksaan:
5. Pasien dapat dibisikkan suara di ruangan kedap suara, bila pendengaran
pasien normal maka pasien dapat mengulang kata yang diucapkan oleh
pemeriksa
6. Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan kemampuan konduksi suara di
udara dan di tulang. Garpu tala ukuran 512 Hz dibunyikan, letakkan gagang
garpu tala di tulang mastoid dan minta pasien memberikan tanda bila pasien
sudah tidak mendengar suara. Pindahkan garpu tala di depan meatus
eksterna akustikus. Tanyakan pada pasien apakah pasien masih
mendengarkan suara garpu tala. Bila suara masih terdengar di depan meatus
akustikus eksterna berarti penghantaran konduksi suara melalui udara lebih
baik dibandingkan dengan penghantaran suara lewat tulang. Hal ini
dinamakan tes Rinne positif. Pada tuli konduktif, pasien tidak dapat
mendengar suara garpu tala setelah dipindahkan ke depan meatus akustikus
eksterna
7. Tes Weber untuk mengetahui apakah ada lateralisasi dalam pendengaran.
Garpu tala 512 Hz dibunyikan dan diletakkan di puncak kepala (verteks)
dan tanyakan pada pasien apakah ada bagian telinga yang lebih kuat
mendengar bunyi. Pada tuli sensorineural maka suara yang lebih terdengar
keras adalah pada bagian yang sehat. Sedangkan pada tuli konduksi maka
pasien akan mendengar suara yang lebih keras di telinga yang sakit
8. Pemeriksaan vestibular dapat dilakukan dengan melakukan manuver
Halpike (Halpike’s maneuver) untuk melihat apakah ada nistagmus atau
tidak
Pemeriksaan Nervus Kranialis IX (Glossofaringeal)
Nervus kranialis IX (glossofaringeal) merupakan saraf motorik, sensorik
dan parasimpatis. Nervus glossofaringeal menghantarkan rangsangan
sensorik di bagian 1/3 posterior lidah untuk indera perasa. Nervus
glossofaringeal mensarafi otot stilofaringeus dan memiliki inervasi
parasimpatik untuk kelenjar parotis. Bersama dengan nervus kranialis X
(vagus), nervus glossofaringeal berperan terhadap refleks muntah (gag
reflex).
Prosedur pemeriksaan:
2. Pemeriksaan klinis untuk nervus glossofaringeal biasanya dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan nervus vagus. Pemeriksaan yang bisa
dilakukan adalah pemeriksaan reflek muntah (gag reflex). Pemeriksaan ini
tidak rutin dilakukan karena tidak nyaman bagi pasien. Sebelum melakukan
pemeriksaan pemeriksa harus menjelaskan prosedur pemeriksaan. Bagian
dinding faring posterior disentuh dengan menggunakan depressor lidah,
normalnya pasien akan mengeluarkan reflek muntah
Pemeriksaan Nervus Kranialis X (Vagus)
Nervus kranialis X (vagus) merupakan nervus kranialis yang terpanjang dan
memiliki distribusi inervasi yang luas. Nervus vagus memiliki saraf aferen
dan eferen. Nervus vagus menginervasi hampir semua otot di faring
(kecuali otot stilofaringeus yang disarafi nervus glossofaringeal). Nervus
vagus memiliki efek parasimpatis terhadap hampir semua organ di rongga
thoraks dan abdomen. Nervus vagus bekerja sama dengan nervus
glossofaringeal untuk menghasilkan reflek muntah. Nervus vagus
bertanggung jawab terhadap denyut jantung, reflek menelan, gerakan
peristaltik usus, mengontrol otot untuk bersuara.
Prosedur pemeriksaan:
4. Tanyakan apakah pasien memiliki kesulitan untuk menelan (disfagia)
5. Pemeriksa dapat memperhatikan apakah pasien memiliki suara serak atau
sengau
6. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan mengatakan “aaa”. Bila
terjadi kelumpuhan (palsy) maka uvula akan berdeviasi ke arah yang sakit
Pemeriksaan Nervus Kranialis XI (Asesoris)
Nervus kranialis XI (asesoris) mensarafi sebagian atas dari otot trapezius
dan otot sternokleidomastoideus.
Prosedur pemeriksaan:
4. Minta pasien duduk dengan tegak dan lakukan inspeksi pada bahu pasien
5. Lakukan palpasi pada bahu pasien untuk mengetahui apakah ada atrofi atau
tidak
6. Minta pasien untuk menolehkan kepala dengan melawan tahanan dari
pemeriksa, sambil pemeriksa melakukan palpasi pada otot
sternokleidomastoideus. Misalnya, untuk memeriksa otot
sternokleidomastoideus kiri maka pasien diminta untuk menoleh ke kanan
dengan tangan pemeriksa di dagu bagian kanan untuk memberikan tahanan
Pemeriksaan Nervus Kranialis XII (Hipoglossus)
Nervus kranialis XII (hipoglossus) mensarafi semua otot lidah kecuali otot
palatoglosus yang disarafi oleh nervus vagus.
Prosedur pemeriksaan:
3. Pasien diminta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah. Perhatikan
apakah ada deviasi dan fasikulasi
4. Minta pasien untuk menggerakkan lidah

2. Patofisiologi
3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark
jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
kelemahan anggota gerak
3) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak, perubahan system sarah pusat
4) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori
transmisi, integrasi, disorientasi terhadap waktu, tempat, orang
5) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiplegia
4. Intervensi

N Diagnose TujuandanKriteriaHasil Intervensi


o
1 Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji status
diharapkan perfusi jaringan serebral pasien neurologic
anperfusijaring setiapjam
menjadi efektif dengan kriteria hasil :
anserebral 1. Tanda-tanda vital normal 2. Kaji tingkat
2. Status sirkulasilancar kesadaranden
gan GCS
3. Pasien mengatakan nyaman dan
3. Kaji pupil, ukuran,
tidak sakit kepala respon terhadap
4. Kemampuan komunikasibaik cahaya,
gerakanmata
4. Kaji reflekkornea
5. Evaluasi
keadaan
motorik dan
sensoripasien
6. Monitor tanda vital
setiap 1jam
7. Hitung
irama
denyut
nadi,
auskultasi
adanyam
urmur
8. Pertahankan
pasien bedrest,
beri lingkungan
tenang, batasi
pengunjung,
atur waktu
istirahat
danaktifitas
9. Pertahankan
kepala tempat
tidur 30-45°
dengan posisi
leher tidak
menekuk/fleksi
10. Anjurkan pasien
agar tidak
menekuk
lutut/fleksi, batuk,
bersin, feses yang
keras
ataumengedan
11. Pertahankan
suhunormal
12. Pertahankan
kepatenan
jalannapas, suction
jika perlu, berikan
oksigen 100%
sebelum suction dan
suction tidak lebih
dari 15 detik
13. Monitor AGD,
PaCO2 antara
35- 45mmHg
dan PaO2
>80mmHg
14. Berikan obat
sesuai program
dan monitor
efek samping
a.Antikoagulan:
hepari n
b.Antihipertens
i
c.Antifibrolitik:
Amicar
d.Steroid,
dexametason
e.Fenitoin,
fenobarbital
f.Pelunak feses
15. persiapkan
pembedahan jika
tepat, evakuasi
bekuan, terapi
aneurisma atau
angioplasti
serebral.
2 Hambatanmob Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji kemampuan
diharapkan mobilitas fisik tidak terganggu motorik
ilitasfisik 2. Ajarkan pasien
kriteria hasil:
1. Peningkatan aktifitasfisik untukmelakuka
2. Tidak ada kontrakturotot n ROM
3. Tidak ada ankilosis pada sendi minimal 4x
4. Tidak terjadi penyusutan otot perhari bila
mungkin
5. pertahankan integritaskulit
3. Bila pasien di
tempat
tidur,lakukan
tindakan untuk
meluruskan postur
tubuh
a. Ubah posisi sendi
bahu tiap 2-4jam
b. Sanggah
tangan dan
pergelangan pada
kelurusanalamiah
4. Observasi daerah
yang tertekan,
termasuk warna,
edema atau tanda lain
gangguansirkulasi
5. Inspeksi kulit
terutama padadaerah
tertekan, beri
bantalanlunak
Lakukan massage
padadaerah tertekan
7. Konsulta
sikan
dengan ahli
fisioterapi
8. Kolaborasi
stimulasielektrik
6. Kolaborasi dalam
penggunaan tempat
tidur antidekubitus
3 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji tipe dan
komunikasi diharapkan hambatan komunikasi verbal derajatdisfungsi
verbal teratasi dengan kriteria hasil : 2. Beri catatan di
1. Mengindikasikan pemahaman ruang jaga
perawat dan
tentang masalahkomunikasi
kamar klien
2. Menetapkan metode komunikasi tentang gangguan
yang dapat mengekspresikan bicara
kebutuhan 3. Beri metode
komunikasialternati
f
4. Bicara secara
langsung
dengan klien
dengan
perlahan
danjelas
5. Bicara dengan
volume normal
dan hindari
berbicara
terlalucepat.
6. Hargai
kemampuan klien
sebelum cedera;
hindari berbicara
yang
merendahkan
klien atau
membuat
komentar yang
menunjukan
superioritas
7. Konsultasi atau
rujuk klien keahli
terapi wicara
4 Perubahanpers Setelahdilakukantindakankeperawatandiharap 1. Observasikembali
epsisensori kantingkatkesadarandanfungsiperseptualtidak proses
memburukdengankriteriahasil: patologiskondisi
1. Dapatberorientasidenganbaik individual
2. Evaluasiadanyaga
ngguanpenglihata
n
3. Berikanstimulasite
hadap rasa
sentuhan,
sepertiberikanklie
nsuatubendauntuk
menyentuhdanmer
aba
4. Lakukanvalidasite
rhadappersepsipas
ien

Daftar Pustaka

Burber & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta : EGC.

Corwin, EH. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta : EGC

Jhonson, M, et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Junaidi, Iskandar., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : CV Sagung Seto.


PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Jumat, 26 Februari 2021
Pemateri : Bu Wati Jumaiyah
Materi : Video Tentang Stroke

Stroke adalah CVD (Cerebrovascular Disease) :Defisit neurologis (Fokal / global)


sementara maupun menetap yang terjadi secara progresif atau tiba – tiba dan hanya
disebabkan gangguan vaskuler(Tanpa didahului trauma / infeksi), dapat menyebabkan
kematian.

Defisit Neurologis :
A. Fokal
Gejala Motorik :
1. Kelumpuhan
2. Kelemahan atau kekauan
3. Gangguan menelan
4. Gangguan berbicara
Gejala Sensorik
1. Kebas
2. Hilang sensasi nyeri dan getaran
Gejala Visual
Gangguan Fungsi Kortikal Luhur

B. Global
1. Gangguan seluruh tubuh
2. Gangguan kesadaran
3. Inkontinensia Urin / Alvi
4. Delirium

Gejala fokal terjadi hanya mengenai area tertentu pada otak, apabila melibatkan seluruh area
maka defisit neurologis yang terjadi adalah global. Untuk mengetahui defisit yang terjadi
fokal atau global maka dibutuhkan pemeriksaan neurologis yang lengkap.
BEFAST untuk orang awam dalam menganali stroke.

Balance : Gangguan keseimbangan


Eyes : Ada masalah pada penglihatan
Face : Ex : Bibir pelo
Arms : Lengan atau kaki tiba – tiba lemah atau lumpuh
Speech : Ada masalah bicara secara tiba - tiba
Time : Stroke berkaitan dengan waktu, sehingga jika ada gejala diatas maka harus
segera diatasi (golden period).

Anterior Circulation

Arteri Cerebri Media terbagi menjadi 4 segmen :


a) M1 : Arteri yang keluar dari cabang karotis interna, ada cabang arteri lenticulostriate
5 – 15 arteri yang fungsinya mensuplai kapsula interna dan ganglia basal sehingga
apabila ada masalah di arteri ini pasien akan terjadi hemiplegi kontralateral.
b) M2 : Daerah percabangan
c) M3 : Daerah emsular
d) M4 : Ketika keluar ke permukaan → ada yang ke superior atau ke inferior
e) Superior : Afasia broca, Gaze palsy, keutamaannya kelemahan pada muka / lengan,
defisit sensorik
f) Inferior : Afasia wenicle
g) Posterior : Hemianopsia (gangguan pada penglihatan)
h) Afasia adalah lesinya terjadi di hemisfer dominan, misalnya pada seorang kinan
(menggunakan tangan kanan) hemisfer dominannya adalah hemisfer sinistra. Maka,
yang terjadi adalah afasia. Namun, bila terjadi di hemisfer non-dominan maka yang
terjadi adalah hemineglect atau pengabaian sebagian tubuh disebelah salah satunya.
Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan angiography untuk melihat secara spesifik
masalahnya. CT- Scan untuk melihat area territorial dari serebri media. Jadi, jika ada
infark atau perdarahan pada daerah diatas maka dicurigai yang terkena adalah arteri
media serebri.

Arteri Cerebri Anterior memiliki 5 segmen :


1. A1 : Sebelum arteri komunikans anterior
2. A2 : Setelahnya
Pemisahnya arteri komunikans.
Antara A1 dan A2 ada Recurrent Artery of
Heubner, yaitu ikut bertanggung jawab untuk
suplai
di kapsula interna
dan ganglia basal.
3. A3, A4 dan A5 berada di Perikarpus kalosum
Apabila terjadi perisentral bisa terjadi hemiparase / hemiplegia kontralateral. Bila terjadi
di hemisfer serebri dominan menyebabkan inkontinensia urin dan afasia. Bila terjadi
bilateral menyebabkan terjadinya Eecutive Dysfungtion dimana itu tugas utama bagian
frontal, maka biasanya disebut frontal lobe syndrome.
Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan dengan angiograpghy dan CT – Scan

Terkait dengan Territori


erat kaitannya dengan
Homoncolus Map ini.
Jika dilihat dari arteri territorI arteri serebri anterior
homoncolusnya atau motorik yang sangat
berpengaruh adalah pada kaki, sedangkan
pada arteri serebri media yang sangat
berpengaruh adalah lengan dan wajah maka apabila gangguannya di arteri serebri anterior
kelemahan tungkai biasanya lebih berat daripada kelemahan lengan karena homonclusnya
seperti itu. Begitu sebaliknya pada arteri serebri media lengan dan wajah yang lebih berat.
.

Posterior Circulation
Bertanggung jawab adalah arteri serebri
porsterior. Selain untuk suplai korteks
parietal, temporal dan oksipital disini ada
organ penting yang disuplai oleh posterior
circulation yaitu brainstem. Ketika
gangguannya sudah di brainstem maka
pasien bisa mengalami gangguan kesdaran.
Selain itu, di serebelum bisa terjadi vertigo
atau cereberal sign lainnya.Pemeriksaan
penunjang bisa dilakukan angiography

CEREBRAL ISCHEMIC / NON HEMORAGIC STROKE

Stroke iskemik bisa disebabkan karna adanya thrombus, emboli, maupun hiperperfusi
sistemik.

Thrombus, biasanya pada arteri


besar atau arteri sedang terjadi
atherosclerosis. Yang diketahui
faktor risikonya, yaitu dm, obesitas,
maupun hiperkolesterol.
Atherosclerosis ini biasanya terjadi
pada daerah – daerah percabangan.
Adapun pada arteri – arteri kecil
Embolic Stroke. Sumber utama
emboli yaitu, cardioembolic yang
sumbernya dari kondisi atrial fibrilasi
maupun endocarditis, thrombus di
aorta maupun carotid plaque. Dimana
thrombus ini bisa menyebabkan
oklusi → infark.

Hypoperfusion systemic. Jadi, bukan


karna ada sumbatan tetapi memang secara
sistemik suplai ke otak kurang sehingga
terjadi iskemik. Contohnya pada pasien
post cardiac arrest atau setelah henti
jantung. Apabila terjadi hal seperti itu,
maka infark terjadi pada watershed area
atau daerah perbatasan antara pembuluh
darah satu dengan pembuluh darah

Gejala Trombus
Sign & Symptom Trombus Emboli
Terjadinya Gejala Subakut Akut
(Karna atherolsceloris (Ketika terjadi emboli,
terjadi secara berangsur – oklusi maka langsung
angsur) terjadi gejala pada saat itu
juga)
Waktu Saat istirahat Saat aktivitas
(Ex : ketika bangun pagi /
dini hari)
Faktor Risiko Obes, DM, HT kronik Ada sumber emboli

 Contoh Kasus Stroke Iskemik

PORTOFOLIO

Topis (dimana letak gangguannya / kontralateral dari gejala).


Etiologi : kenapa suspek ? karna perlu pemeriksaan penunjang.
Bagaina tanda klinis ditemukan hemiparase dextra + parases N.VII dekstra dan XII dekstra
tipe control ?

Karna sebagian besar fungsi motorik nervus cranialis mendapat input dari kedua hemisfer
serebri, artinya jika misalnya ada masalah di dextra masih ada input dari hemisfer serebri
sinistra sehingga motoric tidak akan terganggu. Namun, pada N.VII dan N.XII input motoric
hanya dari hemisfer serebri kontralateral. Jika terganggu gejala akan tampak pada
kontralateral lesi.
Untuk N.VII seperti ini jarasnya (Gambar B), maka untuk membedakan tipe sentral dan tipe
perifer kita lihat fungsi motoric. Yang pertama dari muskulusfrontalis, muskulus orbicularis
okuli dan muskulus orbikularisoris. Pada tipe sentral yang terganggu hanya muskulus
orbikularisoris atau bibir yang mencong karna masih ada bantuan input dari hemsifer serebri
yang lainnya untuk fun
Tatalaksana

Ada tempatnya untuk memberikan fibrolitik (dilihat sesuai kandidat atau tidak). Jika tidak
sesuai dengan kandidat diberikan aspirin bisa ditambahkan neuroprotektor dan pencegahan
sesuai risk (apakah akibat ada masalah jantung, hipertensi, hiperkolesterolemia →
disesuaikan dengan kondisi masing – masing pasien).
Prognosis

Pada prognosis yang perlu ditekankan adalah Ad Fungtionam. Jadi, bagaimana fungsi
tubuhnya setelah penyakit ini selesai. Yang perlu ditekankan yaitu sembuh dengan cacat
(yang tidak bagus dari NHS). Maka perlu ditatalaksana dengan cepat, sehingga bisa
diselematakan area penumbra. Lama perawatan ± 2 minggu (bila tanpa penyulit lain) →
tergantung keadaan pasien

TIA (Transient Ischemic Attack) : Hanya berlangsung sementara. Jadi, ada defisit neurologis
tetapi dapat pulih lagi dalam waktu ˂ 24 jam dan jika di CT-Scan maka hasilnya adalah
normal. Namun teteap berisiko untuk terjadi stroke, maka dari itu perlu dilakukan evaluasi
ABCD2.

Dilihat juga estimasi resiko terjadinya stroke. Jika resiko tinggi harus ditekankan untuk
mencegah terjadinya stroke.

Kondisi lain yang dapat terjadi pada stroke iskemik


TIA : ˂ 24 jam defisit neurologisnya mulai membaik.
RIND : defisit neurologis mulai membaik dalam waktu ˃ 24 jam, tapi ekstremisi sembuh
dalam sempurna butuh waktu 1 pekan.
PRIND : ˃ 1 pekan.
Progresif / Stroke in Evolution : stroke yang keadaannya bersifat progresif → semakin lama
semakin memburuk.
Completed stroke : defisit neurologis sudah permanen

CEREBRAL HEMORAGE

Subarachnoid Hemorage

Stroke Hemorage berdasarkan lokasi perdarahannya terbagi menjadi 2, yaitu subarachnoid


hemorage dan intracerebral hemorage.

Sesuai namanya subarachnoid hemorage ini darah terkumpul pada ruang subarachnoid
(lapisan meningen antara piamater dan arachnoid) → struktur ini peka nyeri sehingga salah
satu tanda dan gejalanya yaitu worst headache ever (pasien mengalami nyeri kepala yang
sangat hebat dari yang pernah dideritanya), dapat terjadi kejang, dari pemeriksaan fisik
ditemukan kaku kuduk dan defisit neurologis sesuai dengan lokasi terjadi perdarahannya.

Selain itu terjadi tanda – tanda peningkatan TIK akibat penekanan dari hematom gumpalan
darahnya, yaitu penurunan kesadaran, sakit kepala, muntah proyektil, dari funduskopi dapat
dilihat papilledema, bisa di evaluasi nervus VI terjadi parese dan dilatasi pupil yang lebih
lanjut. Selain itu Trias Cushing yaitu berupa peningkatan tekanan darah, disertai penurunan
denyut nadi dan penurunan laju pernapasan.

Kenapa terjadi subarachnoid hemorage ?


70% kasus terjadi akibat ruptur dari aneurisme. Aneurisme ini sering terbentuk pada daerah –
daerah percabangan karna memiliki tunika intima yang lebih tipis dan yang paling sering
terjadi pada arteri komunikan anterior (40%).
PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Jumat, 05 Maret 2021
Pemateri : Bu Wati Jumaiyah
Materi : Presentasi Bedah Jurnal Tentang Stroke

PENDIDIKAN KESEHATAN, MOBILISASI DAN DETEKSI DINI RESIKO


DEKUBITUS DALAM PENCEGAHAN KEJADIAN DIKUBITUS PADA PASIEN
STROKE

PENELITI :
Moh Alimansur dan Puguh Santoso

ABSTAK :

 Kelumpuhan akibat stroke memerlukan waktu yang cukup lama untuk memulihkanya
sehingga akan berpengaruh terhadap lamanya pasien di rawat di rumah sakit. Bedrest
atau tirah baring yang lama menyebabkan pasien stroke beresiko tinggi untuk
terkena dekubitus. Diperlukan pendidikan

 kesehatan, mobilisasi dan deteksi dini untuk mencegah terjadinya decubitus pada
pasien stroke. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh pendidikan
kesehatan, mobilisasi dan deteksi dini resiko decubitus untuk mencegah terjadinya
luka dekubitus. Desain penelitian yang digunakan adalah descriptif analitic dengan
responden penelitian adalah pasien stroke yang di rawat inap di RSUD di Kota Kediri
sebanyak 40 responden. Pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner pencegahan dekubitus dan
lembar pemeriksaan dekubitus. Kuesioner telah diuji validitasnya dengan uji Pearson
sedangkan untuk reliabilitasnya di uji dengan Cronbach’s Alpha. Analisa data
menggunakan analisa Regresi Ordinal. Hasil uji statistik Pendidikan Kesehatan,
Mobilisasi dan Deteksi Resiko dekubitus didapatkan nilai p-value < 0,05 yang berarti
variabel pencegahan tersebut berpengaruh terhadap perkembangan luka dekubitus.
Deteksi faktor resiko dekubitus harus dilakukan dengan segera untuk
menentukan rencana mobilisasi dan pencegahan luka decubitus, sedangkan
pendidikan kesehatan meningkatkan peran serta klien dan keluarga dalam pencegahan
luka decubitus.

 Kata kunci: decubitus; deteksi dini; mobilisasi; pendidikan kesehatan; stroke

PENDAHULUAN :

Tekanan yang terlalu lama terutama pada bagian tulang-tulang yang menonjol
akibat tirah baring yang lama di tempat tidur dapat menyebakan luka
dekubitus(Morrison, 2015). Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang
cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan
permukaan eksternal dalam jangka waktu lama(Apostolopoulou & Tselebis, 2014;
Tayyib, Coyer, & Lewis,2013).

Faktor yang mempengaruhi pembentukan luka dekubitus diantaranya gaya gesek,


friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia,infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer,
obesitas, kakesia, dan usia(Apostolopoulou & Tselebis, 2014). Dampak dari
dekubitus dapat meningkatkan hari rawat, dan biaya perawatan serta memperlambat
program rehabilitasi (Maskun, 2017; Sauliyusta & Rekawati, 2016; Setiyawan, 2010).
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat
terjadi pada luka yang superfisial.

SAMPEL :

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pasien Stroke yang rawat inap di
Rumah Daerah Kota Kediri. Besar sampel yang didapat 40 responden. Teknik
pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling, dengan kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah bersedia menjadi responden, pasien yang
mengalami tirah baring atau bedrest selama 3 hari di rumah sakit.

TEMPAT PENELITIAN :

RUMAH SAKIT DAERAH KOTA KEDIRI

HASIL :

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat nilai estimasi yang negative menunjukkan
bahwa pendidikan kesehatan, mobilisasi dan deteksi dini resiko decubitus yang
baik akan menurunkan kejadian decubitus pada pasien stroke.

PEMBAHASAN :

 Dalam upaya pencegahan dekubitus maka pemberian pendidikan pada pasien dan
keluarga atau penunggu pasien sangat penting. Pasien dan keluarga harus diberikan
informasi tentang definisi luka dekubitus, tanda dan gejalanya, dan cara mencegah
terjadinya ulkus dekubitus tersebut(NPUAP, EPUAP, & PPIA, 2014; Tayyib &
Coyer, 2016)

 Mobilisasi pada penderita stroke bisa dengan perubahan posisi miring kanan miring
kiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan posisi setiap 2 jam dapat
mencegah terjadinya luka dekubitus pada pasien stroke(Aini & Purwaningsih, 2014).
Mobilisasi progresif level I dan II juga dapat meningkatkan status haemodinamik
pasien dan mampu mencegah terjadinya luka dekubitus(Ningtyas et al., 2017).
Mobilisasi yang dilakukan dengan rutin akan mampu menurunkan angka kejadian
luka dekubitus pada pasien stroke.

 Hasil Penelitian menunjukkan bahwa deteksi dini resiko dekubitus sangat


menentukan dalam pencegahan luka dekubitus. Deteksi dini merupakan tahapan awal
yang sangat penting dalam upaya pencegahan dekubitus. Melakukan penilaian risiko
secara terstruktur harus dilakukan sesegera mungkin (maksimal delapan jam setelah
masuk) untuk mengidentifikasi resiko ulkus dekubitus pada pasien stroke (Amir et al.,
2013; Kale et al., 2014; Niezgoda & Mendez-Eastman,2006; Tong, Yip, Yick, &
Yuen, 2016).

KESIMPULAN :

Pendidikan Kesehatan akan membuat pasien dan keluarga kooperatif dan


berkerjasama dengan baik dalam mencegah dan merawat decubitus pasien stroke.
Mobilisasi pasien stroke harus dilakukan sedini mungkin melalui pengkajian dan
penjadwalan latihan mobilisasi secara bertahap. Melakukan deteksi resiko dekubitus
memiliki pengaruh yang lebih besar dalam mencegah dekubitus pasien stroke.

Judul Jurnal : Keberhasilan Penggunaan Virgin Coconut Oil Secara Topikal untuk
Pencegahan Luka Tekan (Dekubitus) Pasien Stroke di Rumah Sakit Sumber Hidup
Ambon

Risiko dekubitus terjadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilisasi,


penekanan yang lama, atau pada pasien yang mengalami kelemahan. Tidak semua
pasien stroke mengalami risiko dekubitus. Pemberian VCO ini juga disertai dengan
massage dan pengaturan posisi setiap 2 jam (dari posisi supine lalu miring kanan kiri).
Hasil penelitian menunjukkan signifikan dalam memberikan VCO untuk mencegah
terjadinya risiko dekubitus.

Judul Jurnal : Peningkatan Fleksibilitas Sendi pada Pasien Stroke dengan Terapi
Tali Temali

Pelaksanan terapi tali temali dapat dilakukan dengan bermain seperti membuat simpul
– simpul, ujung tali, simpul mati atau simpul hidup atau simpul anyam, sesuai prinsip
bahwa terapi tali temali biasa juga untuk terapi motorik halus dengan gerak aktif
untuk melatig fleksibilitas terhadap sendi.

Terapi temali yang baik jika menggunakan tali dengan bahan polister, contohnya tali
pramuka karna mudah didapat, teksturnya lentur, tidak licin dan tahan lama, serta
tidak menimbulkan efek samping seperti luka pada tangan.

Terapi tali temali dilakukan di sendi di pergelangan tangan dan jari – jari. Terapi tali
temali yang dilakukan seperti membuat simpul mati. Tindakan ini dapat dilakukan
dengan game agar pasien tidak jenuh. Jenis tali yang digunakan tidak membahayakan
pasien.
Judul Jurnal : Motivasi pada Rehabilitasi Pasca Stroke

Pasien stroke banyak yang mengalami gangguan psikologis. Karna berawal dari
golden period (4,5 jam) yang tidak didapatkan. Jika terlambat ditangani bisa
mengalami kecacatan bahkan kematian. Pada pasien stroke cenderung terlambat di
bawa ke pelayanan kesehatan sehingga menyebabkan kondisi tanda dan gejalanya
sulit untuk dipulihkan seperti semula, tentu membutuhkan rehabilitasi baik rehabilitasi
fisik dan rehabilitasi psikis. Misalnya gangguan wicara, merupakan gangguan
psikologis karna biasanya mudah melakukan komunikasi namun ini sulit untuk
melakukan komunikasi → Depresi maka perlu diberikan motivasi.

Judul Jurnal : Akupresur untuk Meningkatkan Kekuatan Otot dan Rentang Gerak
Ekstremitas Atas pada Pasien Stroke

Akupressure merupakan tindakan non invasive dilakukan dengan tekanan.


Akupressure lebih aman karna kejadian infeksi dapat diminimalkan. Titik yang
digunakan yaitu titik triger karna titik ini merupakan degenerasi lokal dalam jaringa
otot yang di akabibatkan oleh spasme otot, trauma dan ketidakseimbangan otot,
dilakukan selama 7 hari selama bertutur – turut. Sehari diberikan sekali
akupressurenya, diukur kekuatan ototnya sebelum dan sesudah dilakukan akupressure.
Kriteria inklusi, yaitu pasien stroke yang mengalami gangguan mobilisasi di
ekstremitas atas dan kekuatan ototnya 3.

Judul Jurnal : Implementasi Evidance Based Nursing pada Pasien Stroke Non-
Hemoragik : Studi Kasus

Murotal qur’an bisa mempengaruhi kondisi GCS. Kriteria inklusinya pasien dengan
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran disebabkan karna perfusi, jika perfusi
baik kesadaran akan berangasur pulih.

LINK JURNAL :

http://stikeskendal.ac.id/journal/index.php/PSKM/article/view/985
PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Kamis, 11 Maret 2021
Pemateri : dr. Jofizal Jannis
Materi : Kajian Qur’an Tentang Neurovaskular

Pengertian Neurovaskular
Pembuluh darah di susunan saraf yang mempengaruhi fungsi daerah yang diperdarahi.
Pembuluh darah dapat mengalami aterosklerosis yang dapat menyumbat aliran darah. Aliran
darah dapat tersumbat karena edema atau massa di otak, peradangan dan infeksi di otak
sehingga dapat menyebabkan traumatik brain injury.

Batasan usia manusia adalah enam puluh tahun dan tujuh puluh tahun. Sedikit dari mereka
yang melampauinya (HR. Tirimidzi dan Ibnu Majah).

Q.S. As Sajdah (32) : 7-9

Artinya : (Dialah Allah) yang menjadikan segala ciptaannya indah, dan Dia memulai
penciptaan manusia dari tanah kemudian menjadikannya keturunannya dari air yang hina (air
mani), kemudian Dia sempurnakan kejadian (fisiknya) dan Dia tiupkan Ruh-nya, dan Dia
jadikan bagi kamu pendengaran. Pemglihatan, dan hati (akal fikiran) namun sedikit sekali
kamu yang bersyukur.

Penuaan otak dapat terjadi dan menyebabkan banyak hal antara lain :

1. Fisik
2. Mental
3. Sosial
4. Spiritual

Ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan usia manusia

 Mata yang semakin kabur : QS al-isra 72


 Uban bermunculan sebagai tanda : QS ali-imran ; 185
 Menanggal nya gigi satu per satu ; 145
 Perasaan yang semakin sensitif : QS Luqman ; 22
 Rapuh dimakan kesendirian : QS Luqman; 22
 Tulang yang semakin keropos dan persendian yang semakin bermaslah QS an-Nia;
78
 Tangan yang semakin lemah QS Hud;15-16

Rahasia agar tetap bugar menurut Dr H Hadianto :

 Jangan menyakiti hati orang lain


 Jangan merugikan orang lain
 Beri kebahagian pada sesama
 Makan jangan berlemak
 Sayur dan buah
 Olahraga
 Tidak merokok
 Hindari stress

Q.S Ya-Sin (36-68)

Artinya ; dan barang siapa yang kami panjangkan umurnya niscaya kami kembalikan dia
kepada awal kejadian (nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti ?

Sebaiknya menjadi manusia jangan Hubbud Dunya atau dapat dikatakan cinta dunia lupa
akhirat, karena allah sangat membenci orang yang pamdai dalam urusan dunia namun bodoh
dalam urusan akhiratnya.
Apakah yang dimaksud otak ....

Otak merupakan organ canggih, kordinasi seluruh fungsi kehidupan dan regulator alat tubuh
manusia, selain itu otak juga terdiri dari banyak neuron.

Usia sukses : proses penuaan dapat terdiri darai

1. Penuaan normal Proses fisioogis, terhindar dari penyakit khas apada populasi umum

Proses adaptasikurang baik dalam perubahan fisikterkait fisik misal usia atau
2. Penuaan patologis karena penyakit misal pikun.

Penampakan masih oke, sama bahkn melebihi orang muda.


3. Penuaan optimal

Dari aspek sosial berhasil mrngoptimalkan perpanjangan harapan hidup dan


4. Penuaan sukses mengurangi penyakit terkait usia.dari aspek pribadi memiliki kemampuan
adaptasi dengan perubahan terkait usia, mampu tetap aktif dan mempunyai
kualias hidup memuaskan
PERUBAHAN OTAK LANSIA

PENGARUH INAKTIVITAS OTAK


DEMENSIA
Pada lansia demensia dapat terjadi dan itu bukan suatu
penuaan yang normal demensia dapat terjadi dengan tanda dan
gejala

- Daya pikir menurun


- Daya ingat menurun
- Gangguan bahasa
- Keperibadian berubah
- Perilaku berubah

Penyebab demensia

Yang dapat dicegah :


- Komsusmsi zat terlarang dalam jangka waktu yang lama
- Kekurangan vitamin B12
- Gula darah rendah
- Tumor otak yang dapat diangkat
- Hidrosefalus tekanan normalpndarahan dikeapala
- Merokok
- Obesitas atau kolestrol tinggi
Demensia yang disebabkan oleh penyakit :
- Alzheimer
- Demensia vaskuler
- Demensia lewy body
- Demensia frontotemporal
Pencegahan demensia :
- Perbanyak komsumsi ikan
- Hindari stress berlebih
- Tidur cukup
- Hindari minuman berakohol dan makanan junk fod
- Olahraga rutin

Demensia menyebabkan daya pikir menurun (pekerjaan) dan daya ingat terganggu (aktivitas
sosial dan ADL). Demensia juga dapat membuat terjadinya gangguan berbahasa (afasia),
gerakan tangkas (apraksia), kemampuan mengenal (agnosia) dan kemampuan eskutf
(mnegambil keputusan, berhitung, perencanaan organisasi) demensia akan berlangsung
bertahap bukan penurunan kesadaran. Demensia terjadi bebrapa tahap yaitu

 Normal
Kondisi kognitif pada lansia, penambahan usia bersifat wajar, mudah lupa secara
objektif dan tidak ada gangguan kognitif ataupun demensia
 Pra-demensia
Kondisi gangguan kognitif, mudah diketahui oleh orang dekatnya dan belum ada
tanda-tanda demensia,
 Demensia
Terganggu nya kognitif dan ADL

Tes skrining pada demensia :


1. Gangguan daya ingat
2. Kesulitan aktivitas sederhana
3. Problem bicara
4. Disorientasi
5. Penampilan memburuk
6. Kesulitan melakukan perhitungan sederhana
7. Lupa meletakan bnda
8. Perubahan perilaku
9. Hilangnya minat
PIKUN Pikun adalah bagian dari demensia dan bersifat progresif yang disebabkan
oleh kelaianan otak, struktur otak, gangguan jiwa atau pengaruh obat dan

penyakit pikun dapat mneingkat karena penambahan usia.

Faktor resiko pikun (menifestasi sumbatan pembuluh darah) :

Faktor lokal :

- Pola aliran darah


- Diameter pembuluhbdrah
- Struktur dinding pembuluh darah

Inflamasi-Lab :

- CRP mneingkat
- Faktor Prothrombotic
- Fibrinogen
- iL6 dll

genetik :

- jneis kelamin
- umur
- keturunan
penyakit :
- riwayat penyakit pembulu darah
- hipertensi
- obeistas
- diabetes
- hiperlipidemia
- hipercoagulasi
- homocysteinemia

gaya hidup :

- merorok
- diet
- kurang olahraga
Q.S Al Fajr (89) : 27-30

Artinya : hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai lalu masuklah kedala jamah hamba-hamba-mu dan masuklah kedalam surgaku.

MENCEGAH PENUAAN OTAK

- KOMUNIKASI
- IMAJINASI
- SOSIALISAI
- SPRITUALISME
- MUSIK
- EMOSI
PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : 11 Maret 2021
Pemateri : dr. Jofizal Jannis
Materi : Pengantar neurovaskuler dalm perseptif islam kajian al quran materi
ke II

Neurovaskular :

 Pembuluh darah di susunan saraf yang mempengaruhi fungsi daerah yang diperdarahi

 Dapat mengalami aterosklerosis dapat menyumbat aliran

 Dapat ditekan oleh karena edema atau massa di otak

 Dapat karena peradangan dan infeksi di otak

 Dapat juga akibat traumatik brain injury

 Dalam hal ini khusus apa yang terjadi saat penuaan otak ( proses degeneratif)

Q.S. Al Hasyr (59) : 18

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
Permulaan terciptanya manusia

Janin Bayi Anak Remaja Dewasa Dewasa Tua

Lansia
Q.S. Ali Imran (190 – 191)

SS

Artinya :
“(Dialah Allah) yang menjadikan segala ciptaan-Nya indah, dan Dia memulai
penciptaan manusia dari tanah, kemudian menjadikan keturunannya dari air
yang hina (air mani), kemudian Dia sempurnakan kejadian (fisiknya) dan Dia 
tiupkan Ruh-Nya, dan Dia jadikan bagi kamu pendengaran, Pelihatan, dan hati
(akal fikiran ), nemun sedikit sekali kamu yang bersyukur.”

AKAL

Yang dimaksud dengan akal adalah Karunia Allah yamg istimewa diberikan kepada manusia
adalah akal, oleh karena itu akal menjadi instrumen yang amat penting dalam rangka
mencapai kecemer langan hidup dan melalui akal itu seluruh ilmu dapat dimanfaatkan.
Menurut Imam Ghazali akal adalah : “Akal merupakan kekuatan pemikiran yang original
karunia Allah kepada manusia agar dapat mengenal hakikat kehidupan ini.Akal adalah tempat
lahir dan tegaknya ilmu, sedangkan ilmu tumbuh dari akal seperti tumbuhnya buah – buahan
dari pohon serta terpancarnya cahaya matahari. Akal sangat mulia sehingga hewan besar dan
perkasa akan bimbang dan takut berhadapan dengan manusia karena sadar manusia memiliki
akal/tipu daya dan upaya melakukan sesuatu”

PORTOFOLIO
KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Hari/Tanggal : Kamis, 18 Maret 2021


Pemateri : dr. Jofizal Jannis
Materi : Konsep Stroke Manajemen

Penyebab stroke pada pasien covid-19

1. Koagulopati
Pasien COVID 19 dapat beresiko lebih besar mengalami tromboemboli, karena
terdapatnya peningkatan aktivitas koagulasi, yang ditandai dengan peningkatan kosentrasi
D-dimer didalam penelitian telah dikaitakan dengan hasil fatal COVID-19. Pada penelitias
di As pasien CoV-2 memiliki kadar D-dinner yang lebih tinggi daripada pasien SARS-
CoV-2 tanpa penyakit serebrosipinal.
2. Antibodi antifosfilipi
Pada serangkaian kauss melaporkan bahwa temuan antibodi antifosfolipid pada 3 pasien
COVID-19 yang sakit kritis pada dengan infrak serebral bilateral dibeberapa bagian
pembuluh darah otak.
3. Vaskulitis
Vaskulitas yang terjadi dari sisem saraf pusat

Patogenesis stroke pada COVID-19


Faktor viru dan penjamu pada infeksi COVID 19 bereperan penting pada reson imun tubuh.
Efek sitopatik virus dan disregulasi sistem imun dapat menyebabkan peradangan yang berat,
termasuk badai sitokin inflamsi yang menyebabkan covid 19 assosiated coagulophaty
(CAC) atau trombosis. Hal ini dapat membuat peradangan kronis yangdimediasi oleh sistem
imun, seperti infeksi kronis (TBC). Virus SARS-CoV-2 dapat mengikat reseptor toll-like
yang menyebabkan aktivitas produksi sitokin proinflamasi IL-1. Yang akan memicu
kaskade biokimiawi yang dimulai pada produksi IL-1 yang terbelah oleh caspase-1 diikuti
oleh aktivasi inflammasome. Yang akan membuat peradangan dan kerusakan pembuluh
darah tersebut dan dapat mneingkatkan pemebialitas sawar darah otak, sehingga virus dapat
masuk kedalam sawar SPP melalui transseluler, paraseluler dan transport akson retrograde
melalui nervus sensorik olfaktoris. Keudian virus bertahan dengan kemampuan
neurotropismenvirus. Pengikatan reseptor ACE2 yang berlebihan menurunkan aktivitas
aksis (RAS) alternativ yaitu ACE2-angiotensin –(1-7)-Mas. Kuranggnya aktivitas dari
sumbu alternatif menimbulkan aktivitas berlebih dari sumbu RAS klasik (ACE-Angitensin
II-reseptor angiotension 1) hal tersebut berefek vasokontriksi pada pembuluh darah serebral
dapat menyebabkan peradangan saraf, peningkatan stress oksidatif, dan memicu fibrosis dan
trombosis yang berdampak pada parenkim otak dan terjadilah stroke.
Manifestasi klinis stroke pad COVID-19
a. Pusing
b. Gangguan kesadaran
c. Penyakit serebrosvaskulr
d. Epilepsi
e. Gangguan pembauan
f. Gangguan perasa
g. Gangguan penglihatan
h. Neuralgia

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan BUN
2. Rotgen thorax
3. CT scan
4. Pemeriksaan CRP

Serangan otak (stroke) :

• Serangan otak atau brain attacks terjadi jika aliran drh ke otak tersumbat atau jk
pembuluh darah otak pecah . stroke dapat mengakibatkan Kematian sel saraf di
daerah yang tidak menerima aliran darah, sehingga terjadi kelainan sesuai dengan
lokalisasi daerah .

SIRKULASI SEREBRAL
FUNGSI OTAK

Jenis stroke

- Iskemik (sumbatan) pada pemb darah otak 80% ec; DM, kolesterol, jantung
- Perdarahan (20 %) Pecahnya pembuluh darah otak

Pembagian stroke :

Stroke iskemik yang disebabkan oleh serangan sepintas/RIND, Trombosis Serebri, Infark
Lakunar dan Emboli Serebri. Selain stroke iskemik terdapat juga stroke hemoragik yang
disebabkan oleh ISH dan SAH. Stroke akan menimbulakan gejala pada jantung dan otak
yaitu

Jantung :

- Nyeri > menonjol, respon


- thd nyeri lebih cepat
- Gejala klinik stereo-tipe :
- nyeri dada menjalar, sesak,
- dan muntah
- Masyarakat lebih mengenal
- Kognisi biasanya normal

Otak :

- Nyeri sangat jarang/(-)


- Gejala klinik sangat bervariasi
- Kurang mengenal gejala stroke (brain attack)
- Sering kognisi tidak normal

Faktor resiko seseorang dapat mengalami stroke adalah Usia, Gender, Ras, Latar belakang
keluarga, Prior stroke or TIA dan Serangan jantung dan faktor risiko yang dapat diubah
antara lain Hipertensi, Hiperkholesterolemia, Diabetes Mellitus, Stroke sebelumnya, Penyakit
jantung , Merokok dan Obesitas. Serangan iskemik terjadi apabila Terjadi bila suplai darah
ke bagian otak terputus Gejala TIA biasanya terjadi tiba tiba sama dengan stroke tapi kurang
24 jam.

Pengenalan cepat terhadap terjadinya stroke dengan memperhatikan FAS (facial weakness,
arms weakness, dan speech dificullty) sehinggan kita harus ingat selogan SeGeRaKeRS
yaitu ( Senyum tidak semetris, Gerak separuh anggota tubuh melemah, Rabun oandangan
satu mata kabur, Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan
sebelumnya dan mengalami gangguan kesimbangan seperti berputar gerakan sulit di
kordinasikan ). Stroke dapa kambuh antarala ini 30 hari pasca stroke 3-10% kekambuhannya,
1 tahun pasca stroke 5-14% kekambuhannya, 5 tahun pasca stroke 25-40% kekambuhannya.

PENCEGAHAN STROKE

Usaha Promotif P. Primer P. Sekunder

Sasara orang sehat, FR Faktor resiko (FR) : Pasca TIA, pasca stroke
n negatif positip
Tujuan Mencegah FR Mencegah TIA/ Stroke.  Mencegah TIA/stroke ulang.

 Mencegah VaD

 ↑QoL

 Mencegah indirek ggn vaskuler


serius yg lain.

Cara Gaya Hidup Sehat Gaya HS, kendalikan FR Gaya HS, kendalikan FR Terapi obat Terapi
(HS) bedah

PENCEGAHAN STROKE LAINNYA :

- Normal :
Promotif
1. hidup sehat : Mengatur pola makan yang sehat, menghentikan rokok,
hindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat, lakukan olah raga
teratur, hindari stress dan istrirahat yang cukup
2. Gizi seimbang : Tambah asupan K kurangi asupan Na (<6gr/hr) ,
kurangi asupan lemak jenuh, dan trans fatty acid, utamakan makanan
yang mengandung : polyunsaturated fatty acid, monounsaturated f.a.,
makanan berserat dan protein nabati, Sumber lemak sebaiknya dari
sayuran, ikan, buah, kacang-kacangan dan jangan makan berlebihan
dan menu seimbang
3. Olah raga
4. Stop rokok
- Stroke prone :
Prevensi primer
1) Hidup sehat
2) Jaga faktor risiko
3) Antitrombotik
4) trombektomi
- TIA Stroke
Prevensi sekunder
1. Hidup sehat
2. Jaga faktor resiko
3. Antitrombotik
4. Trombektomi
5. Angiopalsty serebral

Golden hour pada penangan stroke :

▶ Stroke sering terlambat


▶ Bila Stroke Iskemik sebelum 4,5 serangan, rTpA pilihan utama unt kesembuhan

▶ Monitoring pembuluh darah dengan TCD belum rekanalisasi , dilakukan intra


arterial trombolisis atau trombektomi

▶ Tindakan trombektomi masih bisa dilakukan 10 jam serangan

Goals for Treatment in the ED

• Identifikasi cepat di ED, penetapan

• Evaluasi cepat di ED.

• Waktu 4.5 jam

• Door-to-CT scan

• < 25 minutes

• CT-to-Radiologist Reading

• < 20 minutes

• IV TPA administration

• < 15 minutes

Yang dilakukan saat stroke iskemik adalah :

• Pasien ini mungkin cocok untuk “clot busting” drugs. r.Tissue Plasminogen Activator
(r.TpA).

• Langkah cepat dan koordinasi segera

• IV r.TpA dapat diberikan dalam 4.5 jam pertama awitan stroke

• Perkiraan respons: “60 menit dari door to needle.”

• Pasien tiba di IGD dengan D/ stroke, pemeriksaan pasien oleh triage (anamnesis, lab.
, NIHSS) > waktu 10 menit

• Diskusi oleh Tim (termsk keputusan r-TPA), waktu 15 menit

• CT Scan kepala, waktu 25 menit

• Hasil CT Scan / lab, waktu 45 menit

• Pemberian r-TPA (bila pasien memenuhi kriteria inklusi), waktu 60 menit

Tissue Plasminogen Activator


• Natural body substance. Recombinant TPA mengubah Plasminogen menjadi
plasmin, yang memecah fibrin dan fibrinogen, kemudian menghancurkan
bekuan .

• Dosis unt Stroke: 0.9mg/kg tidak melebihi 90mg. 10% of dosis IV bolus;
sisa selanjut nya IV drip.

• IV jendela opportunity is < 4.5 hours awitan gejala.

Manajemen stroke

1. Terapi umum :
 Monitoring Pulmonary and airway care
 Fluid balance
 Blood pressure
 Glucose metabolism
 Body temperature
 Monitoring
o Pemantauan terus-menerus
 HR
 RR
 SaO2
o Pemantauan
 BP
 Blood glucose
 Vigilance (GCS), pupils
 Neurological status (e.g. NIHSS or Scandinavian
stroke scale)

2. Terapi khusus :
1. Fungsi paru :
- O2 yang adekwat.
- Meningkatkan oksigenasi > 2 l O2
- Risiko aspirasi pasien dg posisi side
- Hiperventilasi ; pernapasan patologis
- Risiko obstruksi jalan napas (muntah, orofaringeal hypotonia muscular):
perlindungan jalan napa mekanik
2. Tekanan darah :
- Meningkat pada pasien stroke akut
- BP menurun spontan hari pertama setelah stroke
- Aliran darah di penumbra kritis pasif tergantung pada MAP
- Hindari dan obati hipotensi
3. Metabolisme glukosa
- Kadar glukosa yang tinggi pada stroke akut dapat meningkatkan ukuran infark
dan mengurangi hasil fungsional
- Hipoglikemia bisa meniru infark iskemik akut
- Ini adalah praktek umum untuk mengobati hiperglikemia dengan insulin saat
gula darah melebihi 180mg/dl2
4. Suhu tubuh :
- Demam berhubungan dengan hasil neurologis yang lebih buruk setelah stroke
- Demam meningkatkan ukuran infark stroke eksperimental
- Banyak pasien dengan stroke akut, demam
- Memperlakukan deman (dan penyebabnya) saat suhu mencapai 37.5°C
5. ICP tinggi
Manajemen dasar
- Kepala elevasi hingga 30°
- Nyeri dan sedasi
- Agen osmotik (manitol, hipertonik saline)
- Dukungan ventilasi
- Barbiturat, hiperventilasi
- Mencapai normothermia
- Hypothermia dapat mengurangi mortality
-
3. Manajemen komplikasi
Aspirasi dan pneumonia
- Bakteri pneumonia adalah salah satu komplikasi yang paling penting pada
pasien stroke1
- Strategi pencegahan
- Menahan makan lisan sampai demonstrasi menelan utuh, lebih menggunakan
tes standar
- Nasogastric (NG) atau perkutan gastrostomi enteral (PEG)
- Perubahan sering posisi pasien di tempat tidur dan terapi fisik paru
Infeksi Saluran Kemih (UTI)
o Kebanyakan didapat di rumah sakit UTI berhubungan dengan
penggunaan berdiamnya catheters1
o Karakterisasi intermiten tidak mengurangi resiko infeksi
o Jika infeksi kemih didiagnosis, antibiotik yang tepat harus dipilih
mengikuti prinsip-prinsip dasar medis
DVT dan PE
o Resiko mungkin dapat dikurangi dengan hidrasi yang baik dan
mobilisasi dini
o LMWH dosis rendah mengurangi insiden kedua DVT (OR 0.34) dan
PE (OR 0.36), tanpa peningkatan resiko yang signifikan dari
intraserebral (OR 1.39) atau pendarahan extracerebral (OR 1.44)
Disfagia dan makan
o Disfagia terjadi pada 50% pasien dengan hemiplegia stroke yang
unilateral dan merupakan faktor risiko independen untuk memperberat1
o Pasien dengan disfagia, pilihan untuk nutrisi enteral meliputi NG atau
PEG
o PEG tidak menyediakan status gizi yang lebih baik atau meningkatkan
hasil klinis dibandingkan dengan NG

Manajemen spesifik pada stroke dapat diberikannya Terapi trombolitik dan


Pengobatan awal antitrombotik.
PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Kamis, 25 Maret 2021
Pemateri : Pak Ii Ismail
Materi : Konsep Dasar EKG, Interpretasi EKG dasar dan Aritmia

Metode angka 3 dalam dasar-dasar EKG

E Elektro :

- sifat listrik jantung


- sistem konduksi - Depolarisasi Atrium
- Depolarisasi ventrikel
- elektrofisiologi
- Repolarisasi ventrikel
K:

- annatomi jantung
- arteri koroner
- sistem sirkulasi

G: - Gelpmpang P
- Komplek QRS
- kertas EKG
- Gelombang T
- sandapan EKG
- EKG normal

1
Sifat listrik jantung

- Otomatisitas : keamuan sel otot janung untuk memulai implus listrik tanpa
disitimulasi oleh saraf atau sumber lannya
- Rangsangan kemampuan sel-sel jantung untuk merespons rangsangan listrik.
- Konjungtivitas kemmapuan sel jantung untuk menerima implus listrik dan
mengirimkan implus ke sel jantung yang berdekatan.
- Kontraktilitas kemampuan miokardium untuk memendekan serat ototnya
sebagai respons terhadap stimuls listrik
- Refraktilitas lamamnya waktu istrahat yang dibutuhkan setelah periode
depolarisasi dan kontraksi otot.

2
Sistem konduksi
Huruf K bermakna kardiak :

1. Ruang jantung
a. Ruang jantung, b. Laipsan jantung dan c. Katup jantung

2. Arteri koroner
3. Sistem sirkkulasi

Huruf G bermakna Grafik

KERTAS EKG
A. Ukuran kertas EKG
B. Standar Perekaman
C. Nilai-nilai kotak dari kertas EKG

EKG NORMAL

Metode angka 3, pada EKG normal : Diibaratkan dengan suami (P), istri (qRS) dan anak (T)
Sinus Ritem :

- Irama : teratur
- Frekuensi HR : 60 sd 100x/menit
- Gel P : normal, setiap gel p, selalu diikuti gel QRS
- Inteval PR : normal (0,12-0,20 detik)
- Gel QRS : normal (0,06-0,12 detik )
- Catatan : semua gelombang sama

Interprestasi EKG Dasar

1. Lihat standarisasi perekaman EKG ( kecepatan 25mm/detik dan kalibrasi 100mm/mv)


2. Menilai irama apakah teratur (regular) atau tidak teratur (irregular)
3. Hitung laju jantung atau heart rate

1. STANDAR PEREKAMAN EKG

2. CARA MENILAI IRAMA


a. Menggunakan penggaris kertas kosong
b. Menilai jarak dari gelombang R ke gelombang R berikutnya.
KK (kotak kecil)
KB (kotak besar )

3. Menghitung Laju Jantung (Heart Rate)


Metode angka 3 dalam menghitung laju jantung yaitu ada 3 cara menghitung laju jantung
diantaranya :
1) 300 = (jumlah kotak besar dalam 60 detik)
Irama
Jumlah kotak besar antara R-R
teratur
2) 1500 = ( jumlah kotak kecil dalam 60 detik )
Jumlah kotak kecil antara R-R

3) Jika irama tidak teratur ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan 10

ARITMIA

Gangguan irama yang dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu karena gangguan otomatisasi,
gangguan konduksi dan gabungan gangguan otomatisasti dan gangguan konduksi.

Artimia adalah gangguan irama yang merupakan masalah epidemiologis dan kesehatn di
dunia.

Klasifikasi artimia

1. Aritmia minor : tidak memerlukan tindakan segera kerena tidak mengganggu


sirkulasi dan tidak berlanjut ke aritmia serius.
2. Aritmia mayor : dapat menimbulkan gangguan curah jantung dan dapat
berlanjut ke artmia mngancam jiwa.
3. Arimia mengamcam jiwa : aritmia yang memerlukan resusitasi segera untuk
mencegah kematian

1) VENTRIKEL FIBRILASI
- Irama : tidak teratur
- Frekuensi (HR) : tidak dapat dihitung/>350x/menit
- Gelombang P : tidak ada
- Gelombang QRS : tidak dapat dihitung bergelombang dan tidak teratur

Ada 2 macam VF :

- Fibrilasi Ventrikel Kasar (coarse)


- Fibrilasi Ventrikel halus (fine )
2) ASITOL
- Irama : tidak ada
- Frekuensi (HR) : tidak ada
- Gelombang P : tidak ada
- Gelombang QRS : tidak ada

3) SINUS RITEM
- Irama : teratur
- Frekuensi HR : 60 sd 100x / mneit
- Gel. P : normal, setiap gel. P selalu diikuti gel. QRS dan
- Interval PR : normal (0,12 – 0,20 detik )
- Gel. QRS : normal ( 0,06 – 0,12 detik )
- Catatan : semua gel. Sama

4) SINUS TAKIKARDI
- Irama : teratur
- Frekuensi HR : >100x / mneit
- Gel. P : normal, setiap gel. P selalu diikuti gel. QRS dan T
- Interval PR : normal
- Gel. QRS : normal

5) SINUS BRADIKARDI

- Irama : tidak teratur


- Frekuensi HR : >60x / mneit
- Gel. P : normal, setiap gel. P selalu diikuti gel. QRS dan T
- Interval PR : normal
- Gel. QRS : normal

6) SINUS ARITMIA
- Irama : tidak teratur
- Frekuensi HR :biasanya antara 60-100x / mneit
- Gel. P : normal, setiap gel. P selalu diikuti gel. QRS dan T
- Interval PR : normal
- Gel. QRS : normal

7) SINUS AREST
- Irama : teratur, kecuali pada yang hilang
- Frekuensi HR : biasanya 60x / mneit
- Gel. P : normal, setiap gel. P selalu diikuti gel. QRS dan T
- Interval PR : normal
- Gel. QRS : normal

8) SINO ATRIAL BLOCK (SA BLOCK)


- Irama : teratur, kecuali pada yang hilang
- Frekuensi HR : biasanya kurang dari 60x / mneit
- Gel. P : normal, setiap gel. P selalu diikuti gel. QRS dan T
- Interval PR : normal
- Gel. QRS : normal

9) ATRIAL FIBRILASI ( AF )
- Irama : biasanya teratur, bisa juga tidak teratur
- Frekuensi HR :bervariasi (normal, lambat atau cepat )
 Rafid respon : HR > 100x/menit
 Norma respon : HR 60-100x/menit
 Slow respon : HR < 60x/menit
- Gel. P : tidak dapat diidentifikasi, sering terlihat keriting
- Interval PR : tidak dapat dihitung
- Gel. QRS : normal

10) ATRIAL FLUTER ( AFL )


- Irama : biasanya teratur, bisa juga tidak teratur
- Frekuensi HR :bervariasi (normal, lambat atau cepat )
- Gel. P : tidak normal , seperti gigi gergaji teratur dan dapat dihitung misalnya,
p : QRS ( 2 : 1, 3 : 1, atau 4 :1 )
- Interval PR : tidak dapat dihitung
Kompleks QRS : normal

11) WANDERING ATRIAL PACEMAKER ( WAP )


- Irama : sering tidak teratur
- Frekuensi HR : 60 – 100x/menit
- Gel. P : bentuk dan ukuran dari beat ke beat setidaknya tiga bentuk berberda
- Interval PR : bervariasi
- kompleks QRS : normal

12) JUCTINAL RITEM ( JR )


- Irama : teratur
- Frekuensi HR : 40 – 60x/menit
- Gel. P : terbalik di depan atau dibelakang gelombang QRS
- Interval PR : kurang dari 0,12 detik atau tidak dapat dihitung
- kompleks QRS : normal

13) JUCTINAL TAKIKARDI ( JT )


- Irama : teratur
- Frekuensi HR : >100x/menit
- Gel. P : tidak ada atau terbalik didepan/dibelakang gel.QRS
- Interval PR : tidak dapat dihitung
- kompleks QRS : normal
14) ATRIO VENTRIKULER BLOK ( AV BLOCK DERAJAT I )
- Irama : teratur
- Frekuensi HR : 60-100x/menit
- Gel. P :normal, selalu diikuti gelombang QRS
- Interval PR : memanjang konstan >0,20 detik
- kompleks QRS : normal

15) ATRIOVENTRIKULER BLOK ( AV BLOCK ) DERAJAT II MOBITZ1 (WENCHEBAH )


- Irama : tidak teratur
- Frekuensi HR : 60-100x/menit
- Gel. P : normal, tetapi ada satu gelombang P yang tidak diikuti gelombang
QRS
- Interval PR : makin lama makin panjang sampai ada gelombang p yang tidak
diikuti gelombang QRS, kemudian siklus makin panjang berulang
- kompleks QRS : normal

16) ATRIOVENTRIKULER BLOK ( AV BLOCK ) DERAJAT III


- Irama : teratur
- Frekuensi HR : 60x/menit
- Gel. P : normal, tetapi ada satu gelombang P dan kompleks QRS berdiri
sendiri-sendiri sehingga gelombang P kadang diikuti gelombang QRS kadang tidak
- Interval PR : berubah-ubah
- kompleks QRS : normal

17) SUPRAVENTRIKEL TAKIKARDI ( SVT )


- Irama : teratur
- Frekuensi HR : >150x/menit
- Gel. P : tidak ada atau tidak jelas
- Interval PR : tidak dapat dinilai
- kompleks QRS : normal

18) RIGHT BUNDLE BRANCH BLOCK ( RBBB )


- Irama : teratur
- Frekuensi HR : umumnya normal antara 60-100x/menit
- Gel. P : normal gelompang p selalu diikuti gel QRS dan T
- Interval PR : normal
- kompleks QRS : lebar lebih dari 0,12 detik

19) LEFT BUNDLE BRANCH BLOCK ( LBBB )


- Irama : teratur
- Frekuensi HR : umumnya normal antara 60-100x/menit
- Gel. P : normal gelompang p selalu diikuti gel QRS dan T
- Interval PR : normal
- kompleks QRS : lebar lebih dari 0,12 detik
20) IDIOVENTRIKULAR RITEM (IVR)
- Irama : teratur
- Frekuensi HR : 20-40x/menit
- Gel. P : tidak terlihat
- Interval PR : tidak ada
- kompleks QRS : lebar lebih dari 0,12 detik

21) AKSELERASI IDIOVENTERIKULAR RITEM (AIVR)


- Irama : teratur
- Frekuensi HR : 40-100x/menit
- Gel. P : tidak terlihat
- Interval PR : tidak ada
- kompleks QRS : lebar lebih dari 0,12 detik
22) VENTRIKEL TAKIKARDI (VT)

- Irama : teratur
- Frekuensi HR : >100x/menit
- Gel. P : tidak terlihat
- Interval PR : tidak ada
- kompleks QRS : lebar lebih dari 0,12 detik

PORTOFOLIO
KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Jumat, 2 April 2021
Pemateri : Bu Wati Jumaiyah
Materi : Asuhan Keperawatan Pasien dengan Stroke

KONSEP STROKE
1. Definisi
Stroke adalah kerusakan otak / gangguan neurogis : gangguan yang berawal dari otak
yang disebabkan karna sirkulasi ke otak yang tidak baik, akibatnya jaringan otak
mengalami iskemik. Bila tidak segera di reperfusi (diberikan oksigen) maka akan
terjadi nekrosis. Jika sudah infark tidak bisa dipulihkan. Sehingga sangat penting
memperhatikan Golden period. Otak sebagai fungsi sistem tubuh → bila yang
diserangnya organ vital missal pusat pernapasan maka pasien akan berhenti napasnya.
Bila yang diserang pusat mobilisasi maka aka nada kelemahan atau kelumpuhan.
2. Etiologi
Yang menyebabkan gangguan sirkulasi :
A. Trombus, 80 – 90% kejadian disebabkan karna thrombus.
B. Embolus
C. Hemoragik (perdarahan)
3. Faktor Resiko
A. Dapat Dimodifikasi
1. Hipertensi
Hampir 90% kejadian stroke disebabkan karna hipertensi.
Sillent killer : kondisi yang tidak disadari tetapi bisa menyebabkan komplikasi dan
tanda dan gejalanya tidak parah → tetapi bisa menyebabkan kerusakan pada organ
lain jika tidak dikontrol gaya hidupnya
Tekanan pada dinding arteri → jantung memompa lebih kuat → otot jantung
mengalami hipertrofi → spasme pembuluh darah → aterosklerosis.
2. DM
Sillent killer : kondisi yang tidak disadari tetapi bisa menyebabkan komplikasi dan
tanda dan gejalanya tidak parah → tetapi bisa menyebabkan kerusakan pada organ
lain jika tidak dikontrol gaya hidupnya → aterosklerosis → sumbatan pada arteri
yang menyebabkan alirannya menjadi sempit → pembuluh darah spasme sehingga
mudah ruptur.
Bila gula darah meningkat → viskositas darah meningkat → aliran menjadi
terhambat ke pembuluh darah → terjadi penimbunan atau plak di pembuluh darah →
pembuluh darah kaku / aterosklerosis.
3. Obesitas / Hiperkolesterol
Timbunan plak pada pembuluh darah → aterosklerosis → jantung memompa lebih
kuat → tekanan perifer meningkat → suplai O2 ke otak menurun → hipoksia
jaringan → metabolisme anaerob → penimbunan asam laktat → iskemik jaringan
otak → nekrosis → otak.

B. Tidak Dapat Dimodifikasi


1. Genetik
Diawali dengan anggota keluarga yang mengalami hipertensi.
2. Usia
Semakin bertambah usia sangat berpengaruh untuk terjadinya stroke. Karna sudah
mengalami degeneratif, pembuluh darahnya sudah banyak yang tidak bagus.
3. Jenis Kelamin
Laki – laki lebih banyak yang mengalami stroke (1,3%), karna perempuan lebih
banyak memiliki hormone estrogen yang berfungsi untuk melisiskan /
menghancurkan thrombus yang ada di pembuluh darah. Pada wanita yang sudah
menopause angka kejadian mengalami stroke sama dengan angka kejadian pada laki
– laki.

Faktor resiko harus digali karna faktor inilah yang harus bisa dikontrol oleh pasien →
perawat harus melakukan edukasi sehingga juga dapat mengurangi angka kejadian stroke
berulang. Angka kejadian stroke cukup tinggi karna ketidaktahuan masyarakat terhadap
kejadian stroke.

Manifestasi Klinis
SeGeRa Ke RS :
A. Se : Senyum tidak simestris (mencong ke satu sisi), tersedak, sulit menelan air minum
secara tiba – tiba
B. Ge : Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba – tiba
C. Ra : bicaRa pelo / tiba – tiba tidak dapat bicara / tidak mengerti kata – kata / bicara tidak
nyambung
D. Ke : Kebas atau baal, atau kesemutan separuh tubuh
E. R : Rabun, pandangan satu mata kabur, terjadi tiba- tiba
F. S : Sakit kepala hebat yang muncul tiba – tiba dan tidak pernah dirasakan sebelumnya,
gangguan fungsi keseimbangan, seperti terasa berputar, gerakan sulit dikoordinasikan
FAST :
A. Facial Weakness
Kelemahan satu sisi pada muka.
B. Arm Weakness
Kelemahan satu sisi, terutama pada tungkai dan lengan. Bisa sebagian atau tetra. Tertra
parise (lemah) atau tetra plegi (lumpuh)
C. Speech Difficulty
Pelo / ucapannya tidak jelas
D. Time
Gangguan fungsi kognitif → kondisi bukan seperti tanda dan gejala stroke → sering tidak
disadari → harus diwaspadai jangan sampai terlambat.
Iskemik serangannya secara perlahan.
Hemoragik gangguannya secara tiba – tiba. Bisa mengalami penurunan kesadaran dan tetapi
tergantung luas area yang terkena.
Tanda dan gejala yang muncul dilihat dari tergantung area mana yang terkena.

Komplikasi
A. Peningkatan TIK
 Penatalaksanaan
Golder period : 4,5 jam. Paling lambat 3 jam sudah di bawa ke pelayanan kesehatan.
1,5 jam digunakan untuk menegakkan diagnosa → pemeriksaan lab, CT-Scan, diberikan
obat.
4,5 jam sudah reperfusi → sumbatannya sudah diatasi. Semakin cepat ditangani bisa
mengurangi angka kecacatan dan kematian.
Diberikan fibrinolitik untuk melisiskan thrombus sehingga terjadi reperfusi, bisa juga
dilakukan tindakan bedah → tujuan dilakukan tindakan ini agar sumbatannya hilang.
Jantung mengalirkan darah ke seluruh tubuh → yang pertama kali mendapatkan suplai darah
adalah otak → arteri yang mensuplai darah ke otak adalah arteri karotis interna kanan & kiri
dan arteri vertebra kanan & kiri.
Trombus menempel pada lumen dinding pembuluh darah, emboli melayang di pembuluh
darah. Emboli bisa disebababkan karna bekuan darah dan emboli bisa juga dari udara.
Embolis sering terjadi pada kasus iskemik.
Aneursime : pelebaran pembuluh darah → kondisi tertentu pembuluh darah bisa pecah.

 PENGKAJIAN
Penilaian anatomis dan fisiologis.
Keluhan utama digali : FAS (Face, Arm and Speech) dan gangguan kognitif.
12 saraf kranial diperiksa apakah ada kelainan.
Fungsi luhur : terkait dengan kognitif juga → bagaimana memorinya, pasien lupa atau tidak,
sukar tidak mengemukan isi pikiran, sulit memahami pembicaraan orang lain. Broca berada
di area frontal sebelah kiri (pusat bicara) → artikulasi. Wernicke berada di area temporalis.
Pusat motorik di girus presentalis.
 Pemeriksaan Fisik :
A. Tanda vital
B. Status mental (termasuk bahasadan komunikasi)
C. Kepala, leher, punggung
D. Saraf kranial
E. Sistem motorik
F. Fungsi sensoris
G. Refleks
H. Sistem saraf otonom

Tanda vital :
MAP diperiksa juga, apabila rendah atau tinggi maka sirkulasi ke organ vital terganggu.
Rumus MAP :1 Sistolik + 2 Diastolik
3
Status mental :
 Tingkat kesadaran
 Orientasi
 Memori (memori jangka panjang dan jangka pendek)
 Suara hati dan efek (missal : fungsi luhur terganggu → sering merasa sedih)
 Performa intelektual
 Pengambilan keputusan
 Bahasa dan komunikasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan Mobilitas
2. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial (PTIK)
3. Gangguan menelan
4. Gangguan memori
5. Gangguan berkemih (eliminasi urine)
6. Gangguan wicara
7. Defisit pengetahuan
8. Ketidakpatuhan
9. Harga diri rendah
10. Citra tubuh
PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Senin, 26 April 2021
Pemateri : Pak Rizki Nugraha
Materi : Pemeriksaan Neurologis (Skill Lab)

1. TINGKAT KESADARAN PASIEN


a. Kualitatif (Subjektif)
- Kompos mentis : Kesadaran normal / sadar sepenuhnya.
- Apatis : Acuh tak acuh terhadap lingkungan di sekitarnya.
- Delirium : penurunan tingkat kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur
terganggu. Pasien akan tampak gelisah, disorientasi.
- Somnolen : ngantuk ringan, dipanggil bangun lalu buka mata dan tidur lagi.
- Sopor koma : ngantuk berat, diberikan stimulus yang kencang pasien akan bangun
buka mata lalu tidur lagi.
- Koma : diberikan stimus nyeri tetapi hanya ada sedikit gerakan tanpa membuka mata.
b. Kuantitatif (Objektif)
1) Skala GCS
a) Eye
4 : Buka mata spontan (Pasien langsung bisa melihat ke arah perawat)
3 : Buka mata dengan perintah (Dipanggil namanya atau diberikan intruksi “pak/bu
buka matanya)
2 : Buka mata dengan rangsang nyeri (Ditekan orbitanya, stimulus di jari tangan)
1 : Tidak bisa buka mata sama sekali (Tidak ada respon)

b) Verbal
5 : Orientasi sempurna (Diri, tempat dan waktu)
4 : Disorientasi (Tidak sesuai antara pertanyaan dan jawaban (bicaranya jelas tetapi
jawabannya tidak sesuai / bingung)
3 : Hanya mengeluarkan kata, missal “sakit”/ kacau / terbata – bata / bicara tidak
ada maknanya
2 : Hanya mengeluarkan suara / meracau / mengerang tanpa kata - kata
1 : Tidak bersuara sama sekali
c) Motoric
6 : Bisa melakukan gerakan sesuai perintah, missal : “angkat tangan kanan / kiri”
5 : Melokalisir nyeri / mencari yang nyeri (Jika yang di stimulus jari sebelah kanan,
maka tangan sebelah kiri akan menghindari tangan yang di stimulus atau bila di
stimulus nyeri di dekat pundak sebelah kanan maka jari tangan sebelah kanan akan
menghindari area yang di stimulus)
4 : Withdarwing / menarik dari rangsang nyeri / dengan fleksi menjauhi rangsangan
nyeri (Jika yang di stimulus jari sebelah kanan maka tangan tersebut akan menarik
atau mencubit di otot otot biceps)
3 : Posisi decorticate / fleksi abnormal
2 : Posisi decerebrete / ekstensi abnormal
1 : Tidak bergerak sma sekali

Sumber Video : https://www.youtube.com/watch?v=K-tmRwIww2c&t=19s (Video GCS)

Pemeriksaan 12 saraf kranial


1. Pemeriksaan Nervus Kranialis I (Olfaktori)
Nervus olfaktori terdiri dari kumpulan serabut saraf sensorik
yang menghantarkan rangsangan dari membran mukosa hidung
ke otak untuk fungsi penghidu / pembau. Gangguan pada
nervus olfaktori dapat menyebabkan anosmia unilateral.
Sedangkan anosmia bilateral bisa disebabkan oleh sebab lain
seperti hidung tersumbat akibat flu, cedera kepala yang
menyebabkan fraktur pada fossa kranialis atau disebabkan oleh
meningioma yang luas.Prosedur pemeriksaan:

e. Tanyakan pada pasien apakah pasien memiliki perubahan


dalam menghidu atau membau sesuatu
f. Tutup mata pasien, minta pasien untuk menutup salah satu
lubang hidung dan dekatkan bahan dengan bau yang
menyengat seperti kopi, jeruk atau vanilla
g. Minta pasien untuk mengidentifikasi bau tersebut. Lakukan
tes tersebut bergantian dengan menutup lubang hidung
sebelahnya
h. Catat hasil pemeriksaan
2. Pemeriksaan Nervus Kranialis II (Optikus)
Nervus optikus terdiri dari serabut saraf sensorik yang
menghantarkan rangsangan dari retina ke otak untuk fungsi
penglihatan. Nervus optikus berperan dalam proses penglihatan
(visual) termasuk ketajaman penglihatan, lapang pandang,
penglihatan warna, cahaya dan refleks akomodasi.
Prosedur pemeriksaan:
1) Ketajaman penglihatan (visual acquity / VA) dapat
diperiksa dengan menggunakan baganSnellen (Snellen
chart) yang ditempatkan dengan jarak 6 meter. Pastikan
pencahayaan ruangan pemeriksaan cukup baik
k. Tanyakan bagian mata mana yang lebih kabur dan
pemeriksaan dimulai dengan menggunakan mata yang kabur
terlebih dahulu. Tutup mata yang sehat dengan penutup mata
seperti okluder, kartu atau tisu. Hindari menekan mata
karena dapat menyebabkan distorsi saat mata yang ditutup
diperiksa
l. Minta pasien untuk membaca huruf dari yang paling atas dan
dari arah kiri ke kanan. Bila pasien tidak bisa membaca,
pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat menggunakan
papan E (E chart) yang mana pasien hanya menyebutkan ke
arah mana “kaki” huruf E menghadap
m. Baris terkecil yang dapat dibaca dilaporkan dalam bentuk
fraksi atau pecahan, misalnya 6/18 yang berarti pasien dapat
membaca dari jarak 6 meter dimana tulisan tersebut dapat
terlihat dengan mata normal pada jarak 18 meter
n. Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas, maka pasien
dapat bergerak maju  setiap 1 meter sampai huruf teratas
terbaca, hasil pemeriksaan dapat dilaporkan sebagai 5/6, 4/6,
dan seterusnya tergantung dari jaraknya
o. Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas dari jarak 1
meter, maka pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan
dengan teknik hitung jari. Pasien diminta untuk menyebutkan
angka berapa yang dibentuk oleh jari pemeriksa. Bila pasien
dapat menyebutkan dengan benar maka pemeriksaan
dilaporkan dalam bentuk VA=CF (counting finger / hitung
jari)
p. Bila pasien tidak dapat menyebutkan dengan benar,
pemeriksa dapat mengganti pemeriksaan dengan
melambaikan tangan. Bila pasien dapat melihat lambaian
tangan, maka pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk
VA=HM (hand movement / lambaian tangan)
q. Bila pasien tidak dapat melihat lambaian tangan, maka
pemeriksa dapat menggunakan senter untuk memberikan
rangsangan cahaya. Bila pasien dapat melihat cahaya maka
hasil pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=PL
(perception of light / respon cahaya)
r. Bila pasien tidak dapat melihat cahaya sama sekali maka
pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=NPL (No
perception of light / tidak ada respon cahaya)
s. Setelah melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan tanpa
bantuan alat atau koreksi, maka pemeriksa dapat melakukan
pemeriksaan dengan koreksi atau menggunakan pin hole atau
lensa kaca mata
t. Bila ketajaman penglihatan meningkat maka gangguan
ketajaman penglihatan dapat disebabkan oleh iregularitas
kornea, gangguan pada lensa, atau refraksi. Ulangi
pemeriksaan dengan menggunakan mata sebelahnya. Tulis
hasil pemeriksaan kedua mata, misalnya: OD (okular dekstra
/ mata kanan) VA = 6/18 tanpa koreksi, 6/6 dengan pin
hole dan OS (okular sinistra / mata kiri) VA = NPL
3) Refleks pupil mata pasien yang diperiksa adalah refleks pupil
langsung (direct) dan refleks pupil konsensual. Pupil pasien diperiksa
dengan menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan
mengecil (konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual
diperiksa dengan menyinari salah satu mata dan menghalangi mata
sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien.
Refleks pupil konsensual yang normal adalah di mana kedua pupil
akan mengecil secara bersamaan walaupun hanya 1 mata yang
disinari cahaya
1. Pemeriksaan lapang pandang mata (visual field) dilakukan
dengan duduk berhadapan antara pasien dengan pemeriksa.
Pasien diminta menutup salah satu mata (misalnya kiri) dan
pemeriksa juga menutup mata yang berlawanan (mata
kanan). Pasien diminta untuk melihat ke arah hidung
pemeriksa, sementara pemeriksa menggerakkan tangan kiri
dari arah samping secara perlahan. Tanpa mengalihkan fokus
mata, pasien diminta untuk memberikan tanda bila tangan
pemeriksa sudah mulai terlihat oleh pasien. Lakukan
pemeriksaan yang sama untuk mata sebelahnya
2. Refleks akomodasi lensa mata pasien diperiksa dengan cara
meminta pasien untuk melihat ke arah yang jauh, kemudian
jari pemeriksa diletakkan di ujung hidung pasien dan pasien
diminta untuk fokus pada jari pemeriksa. Lensa mata normal
akan menjadi konvergen dan pupil mengecil
3. Buta warna total dan parsial dapat dideteksi dengan
melakukan pemeriksaan kartu Ishihara
4. Pemeriksaan funduskopi digunakan untuk melihat kondisi
papiledema, perubahan makular dan kondisi retina yang
abnormal seperti pada pasien diabetik retinopati dan
hipertensi
3. Pemeriksaan Nervus III, IV dan VI (Okulomotor,
Throklear, Abdusen)
Nervus III, IV dan VI merupakan serabut saraf motorik yang
dapat berfungsi untuk menggerakkan bola mata. Nervus III
(okulomotor) mensarafi otot levator palpebra superior dan
semua otot ekstra okular kecuali otot rektus lateralis dan otot
oblikus superior. Nervus III (okulomotor) berperan dalam
kontraksi otot pupil dan membuka mata. Nervus IV (throklear)
mensarafi otot oblikus superior untuk mengarahkan mata
melihat ke arah hidung (rotasi internal dan depresi). Sedangkan
nervus VI (abdusen) mensarafi otot rektus lateralis untuk
menggerakkan mata ke samping.
Prosedur pemeriksaan:
10. Inspeksi mata pasien untuk mendeteksi apakah ada ptosis atau juling
11. Pasien diminta untuk duduk tegak dan tidak menggerakkan kepala,
minta pasien untuk melihat gerakan tangan atau jari pemeriksa dengan
arah huruf H. Pemeriksa menggerakkan tangan atau jari ke arah
samping kanan kiri, atas, bawah dan diagonal). Bola mata harus
bergerak secara bersamaan dan simetris
12. Saat mengarahkan tangan ke samping (arah lateral), perhatikan apakah
ada nistagmus pada pasien atau tidak
13. Refleks pupil disarafi oleh nervus II (optikus) dan nervus III
(okulomotor). Nervus II untuk menghantarkan rangsangan cahaya
sedangkan nervus III untuk kontraksi otot pupil. Pupil pasien diperiksa
dengan menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan
mengecil (konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual (refleks
tak langsung) diperiksa dengan menyinari salah satu mata dan
menghalangi mata sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di
hidung pasien. Refleks pupil konsensual yang normal adalah kedua
pupil akan mengecil secara bersamaan walaupun hanya 1 mata yang
disinari cahaya  
14. Pemeriksaan Nervus Kranialis V (Trigeminal)
Nervus V (Trigeminal) bersifat sensorik dan motorik. Nervus V
(Trigeminal) menghantarkan rangsangan sensorik tiga bagian di daerah
wajah yaitu oftalmik (V.1), maksila (V.2) dan mandibula (V.3). Nervus
V juga mensarafi untuk otot mastikasi yaitu temporalis, masseter dan
pterigoid. Nervus V juga berperan dalam reflek kornea.
Prosedur pemeriksaan:
17. Pasien diminta untuk menutup mata
18. Gunakan kapas dan jarum tumpul untuk memeriksa sensorik di wajah.
Sentuh tiga bagian kulit wajah pasien dan tanyakan apakan pasien
dapat merasakan stimulus tersebut dan dapat membedakan sentuhan
halus dan nyeri
19. Reflek kornea diperiksa dengan menyentuhkan ujung kornea dengan
pilinan kapas. Dikatakan normal bila pasien segera mengedipkan mata
20. Pemeriksaan fungsi motorik nervus V (trigeminal) dengan mempalpasi
otot maaseter dan temporalis. Pasien diminta untuk mengatupkan gigi
rapat-rapat dan membuka mulut. Lesi nervus trigeminal unilateral dapat
menyebabkan deviasi rahang ke bagian yang lumpuh
21. Refleks hentakan rahang (jaw jerk reflect) dapat diperiksa dengan
meminta pasien merilekskan otot rahangnya dan membuka sedikit
mulut. Pemeriksa menempatkan ibu jari ke dagu pasien dan
memukulkan palu refleks dengan ibu jari pasien sebagai alasnya.
Refleks yang normal adalah pasien sedikit megatupkan mulutnya
setelah mendapatkan rangsangan
22. Pemeriksaan Nervus Kranialis VII (Fasialis)
Nervus kranialis VII (fasialis) merupakan saraf motorik yang memiliki
komponen sensorik dan parasimpatik. Nervus fasialis mensarafi hampir
semua otot di wajah, kecuali otot mastikasi yang disarafi oleh nervus
kranialis V (trigeminal). Nervus kranialis mensarafi indera perasa 2/3
anterior lidah melalui cabang korda timpani dan sebagai saraf efferen
refleks kornea. Nervus kranialis juga memilki fungsi parasimpatis
untuk kelenjar lakrimalis dan kelenjar submandibula. Gangguan nervus
fasialis perifer yang paling sering dijumpai adalah Bell’s palsy. Untuk
membedakan gangguan nervus kranialis yang dialami pasien adalah
perifer atau sentral yaitu dengan meminta pasien mengangkat alis.
Bagian dahi atau otot frontalis diinervasi oleh nervus fasialis ipsilateral
dan kontralateral, sehingga bila yang dialami adalah gangguan di
sentral seperti stroke atau tumor otak maka pasien masih bisa
mengangkat alis.
Prosedur pemeriksaan:
7. Inspeksi wajah pasien secara umum, perhatikan apakah ada asimetri
dan gangguan untuk menutup mata
8. Minta pasien untuk melakukan berbagai ekspresi wajah untuk menilai
otot wajah. Minta pasien untuk menaikkan alis (otot frontalis), menutup
mata dengan kuat (otot orbikularis okuli), bersiul atau
menggembungkan pipi (otot buccinator) dan tersenyum sambil
memperlihatkan gigi (otot orbikularis oris)
9. Periksa fungsi sensoris indra perasa dengan memberikan rasa manis
dan asin
23. Pemeriksaan Nervus Kranialis VIII (Vestibulokoklear)
Nervus kranialis VIII (vestibulokoklear) memiliki fungsi sensorik
untuk pendengaran (koklear) dan untuk keseimbangan tubuh
(vestibulum). Pemeriksaan fungsi nervus vestibulokoklear untuk
pendengaran dilakukan dengan menggunakan alat garpu tala.
Prosedur pemeriksaan:
9. Pasien dapat dibisikkan suara di ruangan kedap suara, bila pendengaran
pasien normal maka pasien dapat mengulang kata yang diucapkan oleh
pemeriksa
10. Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan kemampuan konduksi
suara di udara dan di tulang. Garpu tala ukuran 512 Hz dibunyikan,
letakkan gagang garpu tala di tulang mastoid dan minta pasien
memberikan tanda bila pasien sudah tidak mendengar suara. Pindahkan
garpu tala di depan meatus eksterna akustikus. Tanyakan pada pasien
apakah pasien masih mendengarkan suara garpu tala. Bila suara masih
terdengar di depan meatus akustikus eksterna berarti penghantaran
konduksi suara melalui udara lebih baik dibandingkan dengan
penghantaran suara lewat tulang. Hal ini dinamakan tes Rinne positif.
Pada tuli konduktif, pasien tidak dapat mendengar suara garpu tala
setelah dipindahkan ke depan meatus akustikus eksterna
11. Tes Weber untuk mengetahui apakah ada lateralisasi dalam
pendengaran. Garpu tala 512 Hz dibunyikan dan diletakkan di puncak
kepala (verteks) dan tanyakan pada pasien apakah ada bagian telinga
yang lebih kuat mendengar bunyi. Pada tuli sensorineural maka suara
yang lebih terdengar keras adalah pada bagian yang sehat. Sedangkan
pada tuli konduksi maka pasien akan mendengar suara yang lebih keras
di telinga yang sakit
12. Pemeriksaan vestibular dapat dilakukan dengan melakukan manuver
Halpike (Halpike’s maneuver) untuk melihat apakah ada nistagmus
atau tidak
24. Pemeriksaan Nervus Kranialis IX (Glossofaringeal)
Nervus kranialis IX (glossofaringeal) merupakan saraf motorik,
sensorik dan parasimpatis. Nervus glossofaringeal menghantarkan
rangsangan sensorik di bagian 1/3 posterior lidah untuk indera perasa.
Nervus glossofaringeal mensarafi otot stilofaringeus dan memiliki
inervasi parasimpatik untuk kelenjar parotis. Bersama dengan nervus
kranialis X (vagus), nervus glossofaringeal berperan terhadap refleks
muntah (gag reflex).
Prosedur pemeriksaan:
3. Pemeriksaan klinis untuk nervus glossofaringeal biasanya dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan nervus vagus. Pemeriksaan yang bisa
dilakukan adalah pemeriksaan reflek muntah (gag reflex). Pemeriksaan
ini tidak rutin dilakukan karena tidak nyaman bagi pasien. Sebelum
melakukan pemeriksaan pemeriksa harus menjelaskan prosedur
pemeriksaan. Bagian dinding faring posterior disentuh dengan
menggunakan depressor lidah, normalnya pasien akan mengeluarkan
reflek muntah
25. Pemeriksaan Nervus Kranialis X (Vagus)
Nervus kranialis X (vagus) merupakan nervus kranialis yang
terpanjang dan memiliki distribusi inervasi yang luas. Nervus vagus
memiliki saraf aferen dan eferen. Nervus vagus menginervasi hampir
semua otot di faring (kecuali otot stilofaringeus yang disarafi nervus
glossofaringeal). Nervus vagus memiliki efek parasimpatis terhadap
hampir semua organ di rongga thoraks dan abdomen. Nervus vagus
bekerja sama dengan nervus glossofaringeal untuk menghasilkan reflek
muntah. Nervus vagus bertanggung jawab terhadap denyut jantung,
reflek menelan, gerakan peristaltik usus, mengontrol otot untuk
bersuara.
Prosedur pemeriksaan:
7. Tanyakan apakah pasien memiliki kesulitan untuk menelan (disfagia)
8. Pemeriksa dapat memperhatikan apakah pasien memiliki suara serak
atau sengau
9. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan mengatakan “aaa”.
Bila terjadi kelumpuhan (palsy) maka uvula akan berdeviasi ke arah
yang sakit
26. Pemeriksaan Nervus Kranialis XI (Asesoris)
Nervus kranialis XI (asesoris) mensarafi sebagian atas dari otot
trapezius dan otot sternokleidomastoideus.
Prosedur pemeriksaan:
7. Minta pasien duduk dengan tegak dan lakukan inspeksi pada bahu
pasien
8. Lakukan palpasi pada bahu pasien untuk mengetahui apakah ada atrofi
atau tidak
9. Minta pasien untuk menolehkan kepala dengan melawan tahanan dari
pemeriksa, sambil pemeriksa melakukan palpasi pada otot
sternokleidomastoideus. Misalnya, untuk memeriksa otot
sternokleidomastoideus kiri maka pasien diminta untuk menoleh ke
kanan dengan tangan pemeriksa di dagu bagian kanan untuk
memberikan tahanan
27. Pemeriksaan Nervus Kranialis XII (Hipoglossus)
Nervus kranialis XII (hipoglossus) mensarafi semua otot lidah kecuali
otot palatoglosus yang disarafi oleh nervus vagus.
Prosedur pemeriksaan:
5. Pasien diminta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
Perhatikan apakah ada deviasi dan fasikulasi
6. Minta pasien untuk menggerakkan lidah

4) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
6) Wajah
Tidak simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak
mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris
kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah
pasien kesulitan untuk mengunyah.
7) Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata
tidak edema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas
pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : diameter
pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek
kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis)
: pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus
VI (abdusen) : pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan
kanan
11) Hidung
Simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksan nervus (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang I diberikan perawat namun ada juga yang tidak,
dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan
pada nervus VIII (akustikus) : pada pasien yang tidak lemah anggota
gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan- hidung
12) Mulut dan gigi
Pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan
nervus VII (facialis) lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir
simetris, dan dapat menyebutkan rasa dan Pada nervus IX manis dan asin.
(glossofaringeal): ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah
bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit.
Pada nervus XII (hipoglasus): pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
13) Telinga
Daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat
tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar
jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
14) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk(+)
15) Thorak
g. Paru-paru
- Inspeksi : simetris kiri dan kanan
- Palpasi : fremitus sama antara kiri dan kanan
- Perkusi : bunyi normal (sonor)
- Auskultasi: suara normal (vesikuler)
h. Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis teraba
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi:suara vesikuler
13) Abdomen
- Inspeksi : simetris, tidak ada asites
- Palpasi : tidak ada pembesaran hepar
- Perkusi : terdapat suara tympani
- Auskultasi: biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
pasien tidak merasakan apa-apa.
14) Ekstremitas
b. Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal
yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : pasien stroke
hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan
perawat. Pada pemeriksaan reflek, saat siku diketuk tidak ada respon apa-
apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi. Sedangkan pada pemeriksaan
reflek hoffman jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
c. Bawah
Pada pemeriksaan reflek, Pada saat dilakukan reflek patella biasanya
femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+).
i. Pola Kebiasaan Sehari-hari
9) Pola kebiasaan
Pada pasien pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan minuman
beralkhohol
10) Pola makan
Terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien
stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
11) Pola tidur dan istirahat
Pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang otot/
nyeri otot
12) Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan, kehilangan
sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
13) Pola eliminasi
Terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
14) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
15) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak
kooperatif.
16) Pemeriksaan12 saraf kranial

12 syaraf kranial

Pemeriksaan Nervus Kranialis I (Olfaktori)

Nervus olfaktori terdiri dari kumpulan serabut saraf sensorik yang


menghantarkan rangsangan dari membran mukosa hidung ke otak untuk fungsi
penghidu / pembau. Gangguan pada nervus olfaktori dapat menyebabkan
anosmia unilateral. Sedangkan anosmia bilateral bisa disebabkan oleh sebab lain
seperti hidung tersumbat akibat flu, cedera kepala yang menyebabkan fraktur
pada fossa kranialis atau disebabkan oleh meningioma yang luas.

Prosedur pemeriksaan:
5. Tanyakan pada pasien apakah pasien memiliki perubahan dalam menghidu
atau membau sesuatu
6. Tutup mata pasien, minta pasien untuk menutup salah satu lubang hidung
dan dekatkan bahan dengan bau yang menyengat seperti kopi, jeruk atau
vanilla
7. Minta pasien untuk mengidentifikasi bau tersebut. Lakukan tes tersebut
bergantian dengan menutup lubang hidung sebelahnya
8. Catat hasil pemeriksaan
Pemeriksaan Nervus Kranialis II (Optikus)
Nervus optikus terdiri dari serabut saraf sensorik yang menghantarkan
rangsangan dari retina ke otak untuk fungsi penglihatan. Nervus optikus
berperan dalam proses penglihatan (visual) termasuk ketajaman
penglihatan, lapang pandang, penglihatan warna, cahaya dan refleks
akomodasi.
Prosedur pemeriksaan:
1. Ketajaman penglihatan (visual acquity / VA) dapat diperiksa dengan
menggunakan baganSnellen (Snellen chart) yang ditempatkan dengan jarak
6 meter. Pastikan pencahayaan ruangan pemeriksaan cukup baik
 Tanyakan bagian mata mana yang lebih kabur dan pemeriksaan dimulai
dengan menggunakan mata yang kabur terlebih dahulu. Tutup mata yang
sehat dengan penutup mata seperti okluder, kartu atau tisu. Hindari
menekan mata karena dapat menyebabkan distorsi saat mata yang ditutup
diperiksa
 Minta pasien untuk membaca huruf dari yang paling atas dan dari arah kiri
ke kanan. Bila pasien tidak bisa membaca, pemeriksaan ketajaman
penglihatan dapat menggunakan papan E (E chart) yang mana pasien hanya
menyebutkan ke arah mana “kaki” huruf E menghadap
 Baris terkecil yang dapat dibaca dilaporkan dalam bentuk fraksi atau
pecahan, misalnya 6/18 yang berarti pasien dapat membaca dari jarak 6
meter dimana tulisan tersebut dapat terlihat dengan mata normal pada jarak
18 meter
 Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas, maka pasien dapat bergerak
maju  setiap 1 meter sampai huruf teratas terbaca, hasil pemeriksaan dapat
dilaporkan sebagai 5/6, 4/6, dan seterusnya tergantung dari jaraknya
 Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas dari jarak 1 meter, maka
pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan teknik hitung jari. Pasien
diminta untuk menyebutkan angka berapa yang dibentuk oleh jari
pemeriksa. Bila pasien dapat menyebutkan dengan benar maka pemeriksaan
dilaporkan dalam bentuk VA=CF (counting finger / hitung jari)
 Bila pasien tidak dapat menyebutkan dengan benar, pemeriksa dapat
mengganti pemeriksaan dengan melambaikan tangan. Bila pasien dapat
melihat lambaian tangan, maka pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk
VA=HM (hand movement / lambaian tangan)
 Bila pasien tidak dapat melihat lambaian tangan, maka pemeriksa dapat
menggunakan senter untuk memberikan rangsangan cahaya. Bila pasien
dapat melihat cahaya maka hasil pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk
VA=PL (perception of light / respon cahaya)
 Bila pasien tidak dapat melihat cahaya sama sekali maka pemeriksaan
dilaporkan dalam bentuk VA=NPL (No perception of light / tidak ada
respon cahaya)
 Setelah melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan tanpa bantuan alat
atau koreksi, maka pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan
koreksi atau menggunakan pin hole atau lensa kaca mata
 Bila ketajaman penglihatan meningkat maka gangguan ketajaman
penglihatan dapat disebabkan oleh iregularitas kornea, gangguan pada
lensa, atau refraksi. Ulangi pemeriksaan dengan menggunakan mata
sebelahnya. Tulis hasil pemeriksaan kedua mata, misalnya: OD (okular
dekstra / mata kanan) VA = 6/18 tanpa koreksi, 6/6 dengan pin hole dan OS
(okular sinistra / mata kiri) VA = NPL
2. Refleks pupil mata pasien yang diperiksa adalah refleks pupil langsung
(direct) dan refleks pupil konsensual. Pupil pasien diperiksa dengan
menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan mengecil
(konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual diperiksa dengan
menyinari salah satu mata dan menghalangi mata sebelahnya dengan
meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks pupil konsensual
yang normal adalah di mana kedua pupil akan mengecil secara bersamaan
walaupun hanya 1 mata yang disinari cahaya
3. Pemeriksaan lapang pandang mata (visual field) dilakukan dengan duduk
berhadapan antara pasien dengan pemeriksa. Pasien diminta menutup salah
satu mata (misalnya kiri) dan pemeriksa juga menutup mata yang
berlawanan (mata kanan). Pasien diminta untuk melihat ke arah hidung
pemeriksa, sementara pemeriksa menggerakkan tangan kiri dari arah
samping secara perlahan. Tanpa mengalihkan fokus mata, pasien diminta
untuk memberikan tanda bila tangan pemeriksa sudah mulai terlihat oleh
pasien. Lakukan pemeriksaan yang sama untuk mata sebelahnya
4. Refleks akomodasi lensa mata pasien diperiksa dengan cara meminta
pasien untuk melihat ke arah yang jauh, kemudian jari pemeriksa diletakkan
di ujung hidung pasien dan pasien diminta untuk fokus pada jari pemeriksa.
Lensa mata normal akan menjadi konvergen dan pupil mengecil
5. Buta warna total dan parsial dapat dideteksi dengan melakukan
pemeriksaan kartu Ishihara
6. Pemeriksaan funduskopi digunakan untuk melihat kondisi papiledema,
perubahan makular dan kondisi retina yang abnormal seperti pada pasien
diabetik retinopati dan hipertensi
Pemeriksaan Nervus III, IV dan VI (Okulomotor, Throklear, Abdusen)
Nervus III, IV dan VI merupakan serabut saraf motorik yang dapat
berfungsi untuk menggerakkan bola mata. Nervus III (okulomotor)
mensarafi otot levator palpebra superior dan semua otot ekstra okular
kecuali otot rektus lateralis dan otot oblikus superior. Nervus III
(okulomotor) berperan dalam kontraksi otot pupil dan membuka mata.
Nervus IV (throklear) mensarafi otot oblikus superior untuk mengarahkan
mata melihat ke arah hidung (rotasi internal dan depresi). Sedangkan nervus
VI (abdusen) mensarafi otot rektus lateralis untuk menggerakkan mata ke
samping.
Prosedur pemeriksaan:
15. Inspeksi mata pasien untuk mendeteksi apakah ada ptosis atau juling
16. Pasien diminta untuk duduk tegak dan tidak menggerakkan kepala, minta
pasien untuk melihat gerakan tangan atau jari pemeriksa dengan arah huruf
H. Pemeriksa menggerakkan tangan atau jari ke arah samping kanan kiri,
atas, bawah dan diagonal). Bola mata harus bergerak secara bersamaan dan
simetris
17. Saat mengarahkan tangan ke samping (arah lateral), perhatikan apakah ada
nistagmus pada pasien atau tidak
18. Refleks pupil disarafi oleh nervus II (optikus) dan nervus III (okulomotor).
Nervus II untuk menghantarkan rangsangan cahaya sedangkan nervus III
untuk kontraksi otot pupil. Pupil pasien diperiksa dengan menggunakan
senter atau penlight. Pupil yang normal akan mengecil (konstriksi) bila
disinari cahaya. Refleks konsensual (refleks tak langsung) diperiksa dengan
menyinari salah satu mata dan menghalangi mata sebelahnya dengan
meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks pupil konsensual
yang normal adalah kedua pupil akan mengecil secara bersamaan walaupun
hanya 1 mata yang disinari cahaya  
Pemeriksaan Nervus Kranialis V (Trigeminal)
Nervus V (Trigeminal) bersifat sensorik dan motorik. Nervus V
(Trigeminal) menghantarkan rangsangan sensorik tiga bagian di daerah
wajah yaitu oftalmik (V.1), maksila (V.2) dan mandibula (V.3). Nervus V
juga mensarafi untuk otot mastikasi yaitu temporalis, masseter dan
pterigoid. Nervus V juga berperan dalam reflek kornea.
Prosedur pemeriksaan:
28. Pasien diminta untuk menutup mata
29. Gunakan kapas dan jarum tumpul untuk memeriksa sensorik di wajah.
Sentuh tiga bagian kulit wajah pasien dan tanyakan apakan pasien dapat
merasakan stimulus tersebut dan dapat membedakan sentuhan halus dan
nyeri
30. Reflek kornea diperiksa dengan menyentuhkan ujung kornea dengan pilinan
kapas. Dikatakan normal bila pasien segera mengedipkan mata
31. Pemeriksaan fungsi motorik nervus V (trigeminal) dengan mempalpasi otot
maaseter dan temporalis. Pasien diminta untuk mengatupkan gigi rapat-
rapat dan membuka mulut. Lesi nervus trigeminal unilateral dapat
menyebabkan deviasi rahang ke bagian yang lumpuh
32. Refleks hentakan rahang (jaw jerk reflect) dapat diperiksa dengan meminta
pasien merilekskan otot rahangnya dan membuka sedikit mulut. Pemeriksa
menempatkan ibu jari ke dagu pasien dan memukulkan palu refleks dengan
ibu jari pasien sebagai alasnya. Refleks yang normal adalah pasien sedikit
megatupkan mulutnya setelah mendapatkan rangsangan
Pemeriksaan Nervus Kranialis VII (Fasialis)
Nervus kranialis VII (fasialis) merupakan saraf motorik yang memiliki
komponen sensorik dan parasimpatik. Nervus fasialis mensarafi hampir
semua otot di wajah, kecuali otot mastikasi yang disarafi oleh nervus
kranialis V (trigeminal). Nervus kranialis mensarafi indera perasa 2/3
anterior lidah melalui cabang korda timpani dan sebagai saraf efferen
refleks kornea. Nervus kranialis juga memilki fungsi parasimpatis untuk
kelenjar lakrimalis dan kelenjar submandibula. Gangguan nervus fasialis
perifer yang paling sering dijumpai adalah Bell’s palsy. Untuk
membedakan gangguan nervus kranialis yang dialami pasien adalah perifer
atau sentral yaitu dengan meminta pasien mengangkat alis. Bagian dahi atau
otot frontalis diinervasi oleh nervus fasialis ipsilateral dan kontralateral,
sehingga bila yang dialami adalah gangguan di sentral seperti stroke atau
tumor otak maka pasien masih bisa mengangkat alis.
Prosedur pemeriksaan:
10. Inspeksi wajah pasien secara umum, perhatikan apakah ada asimetri dan
gangguan untuk menutup mata
11. Minta pasien untuk melakukan berbagai ekspresi wajah untuk menilai otot
wajah. Minta pasien untuk menaikkan alis (otot frontalis), menutup mata
dengan kuat (otot orbikularis okuli), bersiul atau menggembungkan pipi
(otot buccinator) dan tersenyum sambil memperlihatkan gigi (otot
orbikularis oris)
12. Periksa fungsi sensoris indra perasa dengan memberikan rasa manis dan
asin
Pemeriksaan Nervus Kranialis VIII (Vestibulokoklear)
Nervus kranialis VIII (vestibulokoklear) memiliki fungsi sensorik untuk
pendengaran (koklear) dan untuk keseimbangan tubuh (vestibulum).
Pemeriksaan fungsi nervus vestibulokoklear untuk pendengaran dilakukan
dengan menggunakan alat garpu tala.
Prosedur pemeriksaan:
13. Pasien dapat dibisikkan suara di ruangan kedap suara, bila pendengaran
pasien normal maka pasien dapat mengulang kata yang diucapkan oleh
pemeriksa
14. Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan kemampuan konduksi suara di
udara dan di tulang. Garpu tala ukuran 512 Hz dibunyikan, letakkan gagang
garpu tala di tulang mastoid dan minta pasien memberikan tanda bila pasien
sudah tidak mendengar suara. Pindahkan garpu tala di depan meatus
eksterna akustikus. Tanyakan pada pasien apakah pasien masih
mendengarkan suara garpu tala. Bila suara masih terdengar di depan meatus
akustikus eksterna berarti penghantaran konduksi suara melalui udara lebih
baik dibandingkan dengan penghantaran suara lewat tulang. Hal ini
dinamakan tes Rinne positif. Pada tuli konduktif, pasien tidak dapat
mendengar suara garpu tala setelah dipindahkan ke depan meatus akustikus
eksterna
15. Tes Weber untuk mengetahui apakah ada lateralisasi dalam pendengaran.
Garpu tala 512 Hz dibunyikan dan diletakkan di puncak kepala (verteks)
dan tanyakan pada pasien apakah ada bagian telinga yang lebih kuat
mendengar bunyi. Pada tuli sensorineural maka suara yang lebih terdengar
keras adalah pada bagian yang sehat. Sedangkan pada tuli konduksi maka
pasien akan mendengar suara yang lebih keras di telinga yang sakit
16. Pemeriksaan vestibular dapat dilakukan dengan melakukan manuver
Halpike (Halpike’s maneuver) untuk melihat apakah ada nistagmus atau
tidak
Pemeriksaan Nervus Kranialis IX (Glossofaringeal)
Nervus kranialis IX (glossofaringeal) merupakan saraf motorik, sensorik
dan parasimpatis. Nervus glossofaringeal menghantarkan rangsangan
sensorik di bagian 1/3 posterior lidah untuk indera perasa. Nervus
glossofaringeal mensarafi otot stilofaringeus dan memiliki inervasi
parasimpatik untuk kelenjar parotis. Bersama dengan nervus kranialis X
(vagus), nervus glossofaringeal berperan terhadap refleks muntah (gag
reflex).
Prosedur pemeriksaan:
4. Pemeriksaan klinis untuk nervus glossofaringeal biasanya dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan nervus vagus. Pemeriksaan yang bisa
dilakukan adalah pemeriksaan reflek muntah (gag reflex). Pemeriksaan ini
tidak rutin dilakukan karena tidak nyaman bagi pasien. Sebelum melakukan
pemeriksaan pemeriksa harus menjelaskan prosedur pemeriksaan. Bagian
dinding faring posterior disentuh dengan menggunakan depressor lidah,
normalnya pasien akan mengeluarkan reflek muntah
Pemeriksaan Nervus Kranialis X (Vagus)
Nervus kranialis X (vagus) merupakan nervus kranialis yang terpanjang dan
memiliki distribusi inervasi yang luas. Nervus vagus memiliki saraf aferen
dan eferen. Nervus vagus menginervasi hampir semua otot di faring
(kecuali otot stilofaringeus yang disarafi nervus glossofaringeal). Nervus
vagus memiliki efek parasimpatis terhadap hampir semua organ di rongga
thoraks dan abdomen. Nervus vagus bekerja sama dengan nervus
glossofaringeal untuk menghasilkan reflek muntah. Nervus vagus
bertanggung jawab terhadap denyut jantung, reflek menelan, gerakan
peristaltik usus, mengontrol otot untuk bersuara.
Prosedur pemeriksaan:
10. Tanyakan apakah pasien memiliki kesulitan untuk menelan (disfagia)
11. Pemeriksa dapat memperhatikan apakah pasien memiliki suara serak atau
sengau
12. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan mengatakan “aaa”. Bila
terjadi kelumpuhan (palsy) maka uvula akan berdeviasi ke arah yang sakit
Pemeriksaan Nervus Kranialis XI (Asesoris)
Nervus kranialis XI (asesoris) mensarafi sebagian atas dari otot trapezius
dan otot sternokleidomastoideus.
Prosedur pemeriksaan:
10. Minta pasien duduk dengan tegak dan lakukan inspeksi pada bahu pasien
11. Lakukan palpasi pada bahu pasien untuk mengetahui apakah ada atrofi atau
tidak
12. Minta pasien untuk menolehkan kepala dengan melawan tahanan dari
pemeriksa, sambil pemeriksa melakukan palpasi pada otot
sternokleidomastoideus. Misalnya, untuk memeriksa otot
sternokleidomastoideus kiri maka pasien diminta untuk menoleh ke kanan
dengan tangan pemeriksa di dagu bagian kanan untuk memberikan tahanan
Pemeriksaan Nervus Kranialis XII (Hipoglossus)
Nervus kranialis XII (hipoglossus) mensarafi semua otot lidah kecuali otot
palatoglosus yang disarafi oleh nervus vagus.
Prosedur pemeriksaan:
7. Pasien diminta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah. Perhatikan
apakah ada deviasi dan fasikulasi
8. Minta pasien untuk menggerakkan lidah

Catatan : sensorik dan motorik 5, 7, 9, 10. Sensorik 1, 2, 8. Motorik 3, 4, 6, 8, 11, 12.


Sumber Video : https://www.youtube.com/watch?v=oZGFrwogx14&t=6s (Video
pemeriksaan 12 saraf kranial)

PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR
Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Hari/Tanggal : Senin, 31 Mei 2021


Pemateri : Bu Yani Sofiani
Materi : Askep pada Pasien Stroke dengan Disfagia

ASKEP PADA PASIEN STROKE DENGAN DISFAGIA


Ketika seseorang mengeluhkan sulit menelan, ia bisa saja merujuk pada satu atau kombinasi
dari gejala – gejala berikut :
1. Disfagia : yaitu makanan tidak bisa ditelan dengan mudah atau tersendat.
2. Odinofagia : yaitu rasa sakit ketika menelan.
3. Refluks atau regurgitasi : yaitu makanan atau getah lambung yang bergerak kembali
ke kerongkongan atau mulut.
4. Aspirasi : yaitu makanan atau minuman yang masuk ke trakea, seharusnya ke
esophagus. Hal ini selanjutnta dapat menyebabkan aspirasi pneumonia.
5. Tersedak : yaitu pasien merasa makanan yang dimakan menyebabkannya muntah.
6. Globus faringeus : adalah perasaan tersekat di kerongkangan.
7. Xerostomia : yaitu mulut kering, yang juga bisa menyebabkan disfagia atau
odinofagia.

Disfagia adalah penyebab morbiditas yang cukup umum pada populasi lansia.

Mekanisme Menelan
Menelan dibagi menjadi tiga fase :
A. Fase Oral : yaitu makanan dikunyah dan dilumasi untuk membentuk bolus.
B. Fase Faringeal : yaitu pergerakan langit – langit lunak mulut, laring dan epiglottis untuk
memisahkan saluran udara dari saluran makanan sehingga makanan dan minuman tidak
masuk ke hidung atau trakea (faring menutup sehingga makanan tidak masuk ke saluran
pernapasan).
C. Fase Esofageal : yaitu makanan turun melalui esophagus, dengan gerak peristaltik,
menuju lambung.
Gangguan pada salah satu fase tersebut dapat menyebabkan disfagia dan kesulitan pada fase
faringeal, terutama dapat menyebabkan aspirasi.

Klasifikasi Disfagia
Disfagia dikelompokkan berdasarkan lokasi terjadinya; apakah orofaringeal atau esophageal;
dan jenis kelainannya; apakah kelainan struktural atau kelainan motilitas / propulsif.
Diagnosis pembeda bagi disfagia juga dapat dibagi berdasarkan penyebab : kongenital,
infeksi, cedera, peradangan, autoimun, neoplastik, neurologis, kelainan motilitas, latrogenik,
dan penyebab mekanis.
Riwayat dan Pemeriksaaan
Ketika pasien mengeluh sulit menelan, pertimbangkan beberapa hal penting berikut dalam
catatan riwayat pasien :
1. Apakah itu memang benar disfagia atau masalah lain seperti odinofagia, dsb ?
2. Apa yang terjadi dan berapa lama durasinya ?
3. Apakah ada batuk atau keluhan nafas lain ? Untuk memeriksa kemungkinan aspirasi.
4. Apakah terjadi terus – menerus, memburuk atau berselang ?
5. Dimana terjadinya ? Apakah itu disfagia orofaringeal atau esophageal ?
6. Apakah sulit menelan makanan padat atau juga minuman ?
7. Adakah regursitasi atau refluks ?
8. Apakah pasien mengalami nyeri ?
9. Berat badan menurun ? Dan atau dehidrasi ?
Pertanyaan tersebut untuk mengetahui kondisi umum pasien.

Pemeriksaan
Pemeriksaan oral dan tenggorokan harus dilakukan tapi cara utama untuk menentukan
disfagia adalah dengan meminta pasien menelan makanan padat dan minuman di depan
dokter.

Investigasi; Dimulai dengan investigasi dasar


A. Pemeriksaan sinar X pada dada dapat memberi gambaran kondisi esophagus secara
cepat, namun lebih penting lagi, pemeriksaan tersebut memberi gambaran kemungkinan
pneumonia aspirasi.
B. Pemindaian sinar X pada leher dengan posisi antero – posterior dan lateral dapat
memberi gambaran kondisi faring, laring dan esophagus bagian atas. Jika ada kelainan
leher yang dicurigai menyebabkan disfagia, akan dianjurkan untuk dilakukan CT Scan
atau MRI.
C. Pemeriksaan urea dan elektrolit dapat memberi gambaran tentang kondisi pasien,
contohnya jika pasien mengalami ketidakseimbangan elektrolit akibat dehidrasi.

Investigasi spesifik untuk disfagia yaitu :


A. Laringioskopi langsung menggunakan serat optik, yang dapat melihat inlet laringeal dan
bermanfaat dalam memeriksa pasien yang menderita disfagia orofaringeal.
B. Barium Swallow, yaitu pasien diberi cairan radio keruh untuk diminum, dan kontrasnya
dilihat melalui sinar X ketika cairan melewati faring dan esophagus.
C. Video floroskopi, serupa dengan Barium swallow, namun gambar yang dihasilkan tidak
statis, yaitu berupa klip video kontras yang menunjukkan saluran menuju lambung.
Metode ini dianggap lebih baik dibandingkan Barium swallow.
D. Endoskopi esofangeal, metode ini bermanfaat terutama pada pasien disfagia esophageal,
yang dicurigai adanya luka.
E. Manometri esophageal, pada tes ini kateter dimasukkan ke esophagus untuk mengukur
tekanan di sepanjang esophagus. Ini berguna pada pasien dengan disfagia yang dicurigai
akibat kelainan motilitas / propulsif.

Perawatan Disfagia
Perawatan spesifik disfagia jelas bergantung pada penyakit yang menyebabkannya. Secara
umum, berikut hal – hal utama dalam perawatan pasien disfagia.
A. Pastikan cukup hidrasi dang anti kekurangan elektrolit, seperti natrium dan kalium.
B. Pasien biasanya mengalami malnutrisi dan makanan bisa diberikan melalui tabung
nasogastrik. Jika tabung nasogastrik tidak bisa dipasang, maka nutrisi parenteral total
melalui IV bisa diberikan.
C. Pasien mungkin membutuhkan makanan melalui jejunostomi atau gastrotomi untuk
jangka panjang.
D. Variasi tekstur makanan dan modifikasi pola makan mungkin membantu sebagaian
pasien disfagia yang disebabkan oleh kelainan motilitas, terutama pada pasien stroke atau
lansia.
E. Posisi menelan dan latihan faringo-esofageal juga berguna.
F. Kurangi risiko terjadinya aspirasi melalui assessment menelan secara regular, juga
pengaturan posisi pasien dan tindakan perlindungan saluran pernafasan.
G. Jaga mulut tetap higienis dengan obat kumur.
H. Inhibitor pompa proton seperti omeprazole, bisa mengurangi rasa tidak nyaman akibat
disfagia.
I. Antibiotik digunakan untuk mengurangi infeksi, terutama pada pasien dengan risiko
aspirasi tinggi.
Sumber Video : https://www.youtube.com/watch?v=KNYgbN9SIfk (Video Penjelasan
Tentang Disfagia)

Proses Menelan :
A. Fase Oral :Dimulai dari makanan dikunyah di dalam mulut sampai terjadi bolus. Ada tiga
saraf yang berperagaruh pada fase ini → N. V, N.VII dan N.XII.
B. Fase Faringeal : Makanan masuk ke belakang lidah, kemudian uvula akan menutup
rongga hidung sehingga laring akan terangkat → menutup glottis. Terjadi kontraksi pada
muskulus kontraktor faringeal, sehingga karna ada kontraksi ini bolus bisa terdorong
melewati epiglottis menuju ke faring. Saraf yang berpengaruh pada fase ini adalah N.IX
dan N.X.
C. Fase Esofageal : Setelah masuk ke esophagus maka bolus akan di dorong dengan
gerakan peristaltik menuju sfingter esophagus bagian distal. Setelah sampai dibagian
distal terjadi relaksasi otot sfingter esophagus sehingga bolus bisa masuk ke dalam
lambung. Saraf yang berpengaruh pada fase ini adalah N.X.

Disfagia : kesulitan dalam menelan. Biasa terjadi pada lansia atau pada pasien pasca stroke.
Pada pasien pasca stroke → efek yang dialami unilateral / satu sisi.

Pengkajian
Ketika pasien datang ke IGD lalu di identifikasi bahwa pasien tersebut stroke → dilakukan
skrining disfagia. Skrining awal ditanyakan :
A. Dilihat dulu kesadarannya → compos mentis. Karna bila kesadaran menurun akan sulit
mengkaji pasien dengan disfagia.
B. Jika pasien sadar tanyakan; apakah pada saat makan atau minum pernah tersedak atau
batuk (bukan batuk yang disebabkan karna gangguan paru tetapi pada saat makan) ? Jika
iya → mengarah kepada penurunan kemampuan menelan.
C. Periksa bagian leher dengan pegang leher pasien dan rasakan (pasien disuruh menelan air
ludahnya) → Jika tidak ada masalah pada gangguan menelan biasanyayang naik dan
turunnya kuat (jakun). Jika mengalami kelemahan untuk menelan maka akan dirasakan
sangat lemah dan lambat.
D. Tanyakan pada keluarga → pasien makannya seperti apa ? apakah kalau makan dikunyah
lama tetapi tidak di telen – telen (fase faringealnya terganggu).
Jika pasien datang ke IGD dengan stroke dengan gangguan menelan → pasien disuruh makan
sesuatu yang padat (missal : agar – agar) lalu pasien disuruh menelan. Kenapa tidak dikasih
air dulu ? Karna kalau air tidak perlu dikunyah dan berisiko terjadi aspirasi. Jika dengan agar
– agar tidak bisa dan sudah dirasakan pada lehernya ada kemampuan menelan walaupun
lemah agar – agarnya dibuang → Lalu dicoba lagi dengan menggunakan air tetapi hanya 1
sendok, bila bisa menelan air dan tidak tersedak maka dilanjut dengan air sekitar 10 cc / 2
sendok. Jika tidak tersedak bisa ditambah lagi jumlah airnya. Tetapi bila dengan 2 sendok
pasiennya sudah tersedak → pasien mengalami disfagia. Jika pasien mengalami disfagia
jangan memberikan makanan atau minuman ke mulut pasien. Jika pasien masuk hanya
dengan stroke bisa dipasang NGT tetapi harus hati – hati karna pemasangan NGT ini bisa
meningkatkan TIK.
Jika pasien tidak bisa makan di cek terlebih dahulu hemodinamik dan tanda – tanda
peningkatan TIK → Tanda – tanda TIK mau meningkat : tekanan darah naik; nadi
meningkat; pernapasan irregular. Bila TIK sudah meningkat ciri – cirinya : muntah proyektil;
pasiennya merasa pusing; dan papil edema. .

Pada pasien stroke iskemik dalam waktu 7 hari seharusnya kondisinya sudah pulih kembali,
karna penting pada pasien stroke harus dikaji dari datang ke RS dan diberikan penanganan →
apakah masih dalam masa golden period atau tidak ? golden period pasien stroke mulai dari
serangan sampai mendapat terapi hanya 4,5 jam. Jika datang ke RS lebih dari waktu golden
period maka kemungkinan gejala sisa akibat strokenya akan semakin banyak. Tetapi bila
datang langsung diberikan penanganan baik stroke iskemik maupun stroke hemoragik
dilakukan penanganannya ˂ 4,5 jam maka gejala sisa yang dirasakan semakin sedikit.

Setelah masuk fase akut → masuk ke fase rehabilitasi. Fase rehab ini fokus pada gejala yang
dirasakan oleh pasien. Pada fase ini mulai melatih bagaimana supaya pasien bisa kembali
saraf – saraf untuk menelannya.
Ada 3 latihan menelan :
A. MASAKO : Pasien diminta untuk menggigit lidahnya. Pada saat pasien menggigit
lidahnya pasien disuruh menelan. Pada saat menelan leher pasien dirasakan apakah benar
menelan atau tidak.
B. Mandelson Maneuver : Pada saat pasien menelan ada yang naik ke atas (jakun) maka itu
disuruh di tahan dengan hitungan 5 detik.
C. Supraglotik Swallow : Pasien disuruh tahan nafas kemudian disuruh menelan lalu batuk
(harus cepat dilakukannya).

Posisi Saat Menelan :


A. Pasien makan karna pasien sudah masuk pada tahap rehabilitasi maka pasien sudah bisa
duduk → Posisi duduk 90°.
B. Pada saat ingin menelan pasien disuruh menunduk, dengan posisi menunduk akan
membantu makanan masuk ke faring → Chin Tuck.
C. Pada saat menelan pasien disuruh menoleh ke arah sisi yang normal (missal
kelemahannya ada di sebelah kiri maka pasien diminta menoleh ke sebelah kanan) →
Head Turn.

Pada pasien lansia pengkajian yang bisa dilakukan dengan pemeriksaan diagnostik seperti
Pemeriksaan Barium Swallow → Dilihat apakah ada masalah menelan atau tidak, ada
obstruksi atau tidak. Kemudian di cek tekanan di esofagusnya seperti apa. Bisa juga
dilakukan CT Scan. Bila keluhannya sudah lama bisa dilakukan Rontgen thorax untuk
melihat apakah ada pneumonia akibat dari aspirasi.

Diagnosa Keperawatan
Pada kasus disfagia berdasarkan SDKI diagnosa yang bisa di angkat adalah Gangguan
Menelan.

Intervensi Utama (Berdasarkan SIKI)


A. Dukungan perawatan diri (memberikan makanan dan minuman)
B. Pencegahan aspirasi
Monitor tingkat kesadaran → Dengan memeriksa GCS
Periksa residu gaster sebelum memberi masukkan oral → Cara memeriksa residu dan
memberi makan pada pasien yang terpasang NGT :
1. Pastikan bahwa ujung NGT masih berada di gaster → Cara memastikannya dengan
memberi udara lalu didengarkan apakah ada suara “lup” / ujung NGT dimasukkan
ke dalam air jika bergelembung sudah berpindah ke paru – paru.
2. Cek di status pasien saat dokumentasi pemasangan NGT, panjang selang yang
masuk berapa cm (missal pada titik 3,5) → Saat ingin memberi makan pastikan
selang masih di titik yang sama.
3. Setelah posisi NGT sesuai lalu cek residunya → Caranya ujung selang NGT ditarik
menggunakan spuit 50 cc, apakah ada residunya atau tidak. Jika tidak ada artinya
prosesnya masih terjadi di lambung sehingga bisa memberikan makanan lewat NGT.

PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR
Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Hari/Tanggal : Senin, 07 Juni 2021


Pemateri : Bu Wati Jumaiyah
Materi : Askep pada Pasien Stroke dengan Gangguan Kognitif
ASKEP PADA PASIEN STROKE DENGAN GANGGUAN KOGNITIF
Kognitifadalahkemampuanatensi (perhatian) - kosentrasi, memori ,bahasa, visuospatial dan
fungsieksekutif. Domain Kognisi (persepsi, perhatian,Bahasa,dayaingat, emosi,pertimbangan)

1. Fungsiluhur :kemampuanmanusiadarihasilkerjaasosiasi dan


integrasitingkattinggisel-selotakdarikortikalpertama, kedua, asosiatifdengan bagian2
otaklainnya. Fungsiluhurmerupakanfungsiasosiasi dan
integrasitingkattinggiterbagisesuaispesialisasiotak Rentang respon kognitif
2. Adaptif
:Tegas,Ingatanutuh,Orientasilengkap,Persepsiakurat,Perhatianterfokus,Koheren,
pikiranlogis
3. Maladaptive:Mudahlupa, kadangbingung, kadangmispersepsi, kadangberpikir tdm
mampu, tdkjernihdalanambilkeputusan, inkoheren Mekanismekompenasasi:Cara
individumenghadapi secaraemosionalresponkognitifygmaladaptifdipengaruhiperjalanan
masa lalunya. Mekanismepertahanan ego yg mungkinteramati pd
kliendgngangguankognitifmeliputi :regresi, denial, kompensasi
4. Sindromaphasia:global, broca,wernick,conduction,transcortical,anomic
5. Dimensia:suatusindromapenurunankemampuanintelektualprogresifyang
menyebabkandeteriorasikognisidanfungsional,
sehinggamengakibatkangangguanfungsisosial, pekerjaan dan aktivitassehari-hari.

Diagnose keperawatan

• Gangguankomunikasi verbal

• Kecemasan

• Gangguan proses pikir

• Kopingkeluargatdkefektif

• Gangguanpersepsisensori

• Resikothdcedera/trauma

• Kerusakaninteraksisosial
Intervensi :Tujuanjangkapendekditujukan pd pemenuhankeb. Dasar klien(perawatandiri -
meningkatkanorientasi - pemenuhankebutuhanistirahat&tidur - mempertahankan status
nutrisi - mendukungfungsikognitifyg optimal –eliminasi)
PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Senin, 19 Juni 2021
Pemateri : Bu Wati Jumaiyah
Materi : Presentasi Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier pada Pasien
Stroke

1. PENCEGAHAN PRIMER
Pencegahan primer stroke adalah pencegahan yang dilakukan pada orang sehat atau
kelompok berisiko yang belum terkena stroke untuk mencegah kemungkinan terjadinya
serangan stroke yang pertama, dengan mengendalikan faktor risiko dan mendeteksi dini
serangan stroke.
Faktor risiko pada pasien stroke :
Dapat Dimodifikasi
a. Hipertensi : suatu kondisi penyakit yang paling banyak menyumbang penyakit,
sekitar 90%.
b. DM
c. Kolesterol
d. Rokok : zat nikotinnya dapat menyebabkan vasokontriksi.
e. Obesitas
f. Penyakit jantung : Atrial fibrilasi → Embolus.
Tidak Dapat Dimodifikasi
A. Usia
B. Jenis kelamin : Kebanyakan laki – laki karna sedikit memiliki hormone estrogen, pada
wanita jika sudah menopause tingkat risikonya sama seperti laki – laki karna hormone
estrogennya sudah menurun.
C. Ras
D. Genetik

Etiologi stroke : thrombus, embolus dan perdarahan / hemoragic → Jika terjadi di pembuluh
darah serebral akan menyebabkan terjadinya serangan stroke.
Pembuluh darah otak : arteri karotis kanan & kiri dan arteri vertebralis kanan & kiri.
Tujuan Pencegahan Primer Stroke : Untuk mengendalikan angka kematian akibat stroke
dan kejadian stroke, memperkecil kemungkinan disabilitas akibat stroke serta mencegah
terjadinya stroke berulang.

Mengenali Gejala Stroke


Penilaian sederhana untuk stoke adalah “SEGERA KE RS”
A. Se : Senyum tidak simetris (mencong ke satu sisi) , tersedak, sulit menelan air minum
secara tiba – tiba.
B. Ge : Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba.
C. Ra : Bicara pelo atau tiba tiba tidak dapat bicara atau tidak mengerti kata - kata atau
bicara tidak nyambung.
D. Ke : Kebas atau baal/ kesemutan sepatuh tubuh.
E. R : Rabun, pandangan satu mata kabur, terjadi tiba-tiba.
F. S : Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan
sebelumnya,gangguan fungsi keseimbangan, seperti rasa diputar, gerakan sulit
dikordinasi.

Tanda dan Gejala khas pada stroke dengan FAST menurut WHO :
A. F (Face) : saat senyum terlihat tidak simetrsis (menyon atau miring) ke satu sisi
B. A (Arms) : salah satu anggota gerak tubuh melemah (tidak bisa diangkat)
C. S (Speech) : kesulitan berbicara
D. T (Time) : golden periode stroke adalah kurang dari 2 jam sehingga membutuhkan
penanganan yang segera

Strategi Pencegahan Stroke


Untuk mencegah terkena penyakit tidak menular seperti stroke maka dianjurkan untuk setiap
individu meningkatkan gaya hidup sehat dengan perilaku “CERDIK”, yaitu :

A. C : cek kesehatan secara berkala E. I : istirahat yang cukup


B. E : enyahkan asap rokok F. K : kelola stress
C. R : rajin aktivitas fisik
D. D : diet sehat dengan gizi seimbang
Yang berperan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat adalah puskesmas, dimana
didalamnya ada perawat yang berperan juga.

PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan pada orang yang sudah mengalami
serangan stroke, agar tidak terjadi serangan stroke berulang.
Pencegahan yang dilakukan sama seperti yang dilakukan di pencegahan primer, tetapi ditambah
dengan mengontrol untuk obat – obatannya. Ditambah juga dengan mengelola faktor risiko yang
dimiliki pasien, dapat mengelola diet.
Yang berperan pada pencegehan sekunder adalah perawat yang ada di RS.

PENCEGAHAN TERSIER
Pencegahan tersier adalah pencegahan yang dilakukan pada orang sudah terkena stroke yang
dimana posisinya ada dirumah dan masih memiliki gejala sisa dari stroke. Pencegahan tersier ini
dilakukan supaya pasien yang mengalami stroke dengan gejala sisa seperti kelemahan /
hemiparase, gangguan wicara → supaya tidak terjadi kecacatan yang menetap bahkan kematian.
Dengan upaya ini diharapakan pasien dapat berangsur pulih.
Pencegahan yang dilakukan sama seperti pencegahan primer dan sekunder, tetapi ditambah
dengan adanya tata laksana supaya kondisinya tidak menjadi lebih berat.
Misal : Jika dengan kelumpuhan bisa dilakukan ROM (Range of Motion), bila kondisinya sudah
mulai membaik bisa dilatih ADL (Activity Daily Living) seperti berjalan, berdiri dll.
Jika dengan gangguan wicara latihan di rehabilitasi untuk speech therapynya. Bisa juga dibantu
dengan dukungan keluarga untuk melatih bicaranya.
PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Senin, 28 Juni 2021
Pemateri : Pak Rohman Azzam
Materi : Askep dan Management Pasien Stroke dengan Dekubitus

Fungsi Brainstem
Mengontrol pernapasan, denyut jantung, dan dalam hal artikulasi.
Stroke yang mempengaruhi batang otak berpotensi mengancam nyawa karena area otak ini
mengontrol fungsi seperti bernapas dan memerintahkan jantung untuk berdetak. Stroke batang
otak juga dapat menyebabkan penglihatan ganda / diplopia, mual dan kehilangan koordinasi.
Batang otak juga mengontrol kemampuan yang kurang penting seperti kemampuan berbicara.
Fungsi Cerebellum
Serebelum memproses masukan dari area lain di otak, sumsum tulang belakang, dan reseptor
sensorik untuk menyediakan waktu yang tepat untuk gerakan yang terkoordinasi dan halus dari
sistem otot rangka. Stroke yang mempengaruhi otak kecil dapat menyebabkan pusing, mual,
masalah keseimbangan dan koordinasi.
Fungsi Hemisfer Serebral Sebelah Kiri
Hemisfer serebral kiri mengontrol gerakan sisi kanan tubuh. Tergantung pada tingkat
keparahannya, stroke yang mempengaruhi belahan otak kiri dapat mengakibatkan hilangnya
fungsi atau gangguan keterampilan motorik pada sisi kanan tubuh, dan juga dapat menyebabkan
hilangnya kemampuan berbicara.
Fungsi Hemisfer Serebral Sebelah Kanan
Hemisfer serebral kanan mengontrol gerakan tubuh bagian kiri. Tergantung pada tingkat
keparahannya, stroke yang mempengaruhi belahan otak kanan dapat mengakibatkan hilangnya
fungsional atau gangguan keterampilan motorik dari sisi kiri tubuh. Selain itu, mungkin ada
gangguan perhatian normal ke sisi kiri tubuh dan sekitarnya.

Circle of Willis
The Circle of Willis adalah area bergabungnya beberapa arteri di bagian bawah (inferior) otak.
Di Lingkaran Willis, arteri karotis interna bercabang menjadi arteri yang lebih kecil yang
memasok darah beroksigen ke lebih dari 80% otak besar.
Dekubitus
Dari kata Latin:decumbere = berbaring (lay down) → Karena umumnya terjadi akibat berbaring
lama (Luckmann & Sorensen, 1993).
Ulkus decubitus adalah lesi yang disebabkan oleh tekanan (pressure) yang lama yang
mengakibatkan kerusakan jaringan dibawahnya, biasanya terjadi pada area dimana terdapat
penonjolan tulang(Departement of health and Human Services, 1992).
Dekubitus: perubahan integritas kulit pada area kulit yang terdapat penonjolan tulang di
bawahnya yang terjadi sebagai akibat penekanan lama oleh beban badan(Luckmann and
Sorensen, 1993).

Patofisiologi
Jaringan berada diantara dua permukaan keras (tempat tidur dan tulang)—penekanan →
Kerusakan pembuluh darah kecil/halus → Defisiensi suplay darah ke jaringan → Iskemia lokal
→ Sel-sel akan kehilangan oksigen & nutrien → Akumulasi sisa produk metabolism didalam
sel-sel → Kematian sel dan jaringan → Ulkus.

Tahap Dekubitus
A. Tahap 1 : Area kemerahan pada kulit yang ketika ditekan tidak memucat (tidak berubah
menjadi putih) menunjukkan perkembangan kulit yang rusak.
B. Tahap 2 : Kehilangan kulit partial-thickness (ketebalan sebagian: epidermis dan/atau
dermis). Terdapat abrasi, blister atau lubang dangkal (ulkus disuperficial).
C. Tahap 3 : Kehilangan kulit full-thickness (ketebalan penuh/nekrosis s.d. jar subkutan
bahkan meluas kebawahnya, tetapi tidak melewati fascia. Tampak lubang dalam dg/tanpa
kerusakan jaringan didekatnya.
D. Tahap 4 : Kehilangan kulit full-thickness dg destruksi yg luas. Nekrosis jaringan/ kerusakan
otot, tulang, struktur penyokong, seperti tendon atau kapsul sendi. Terbentuk sinus.

Pengkajian
Alat skrining untuk mengkaji luka dekubitus :
1. Sistem Skoring NORTON
2. Sistem Skoring SAHANNON
3. Sistem Skala BRADEN
4. Skala Waterlow

Pemeriksaan Fisik
A. Lokasi lesi
B. Ukuran lesi (cm): panjang, lebar dan kedalamannya
C. Kaji tahapan ulkus
D. Warna luka dan lokasi nekrosis
E. Kondisi batas (tepian) luka
F. Integritas kulit disekitarnya
G. Tanda infeksi (kemerahan, hangat, pembengkakan, nyeri, bau, eksudat (catat warna
eksudat).
Tanyakan:
A. Sudah berapa lama lesi ada ?
B. Pengobatan yg telah dilakukan ?

Diagnosa Keperawatan
A. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
B. Gg/kerusakan integritas kulit (I/II)
C. Gg/kerusakan integritas jaringan (III/IV)
PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Rabu, 30 Juni 2021
Pemateri : Bu Yani Sofiani
Materi : Askep pada Pasien Stroke dengan Gangguan Wicara

ANATOMI DAN AREA FUNGSI DI OTAK


Sumber Video : https://www.youtube.com/watch?v=HVGlfcP3ATI&t=15s

MEKANISME BICARA
Mengapa penting bagi penyanyi untuk mengetahui cara kerja suara? Karna itu dapat membantu
mereka memahami lebih baik apa yang terjadi di dalam tubuh mereka ketika mereka bernyanyi.
Jika Anda mengenal tubuh Anda, Anda dapat meningkatkan teknik vokal dan menjaga kesehatan
vokal. Tidak perlu menghafal semua istilah dan fungsi khusus dari anatomi vokal.
Sumber Video : https://www.youtube.com/watch?v=BtAsuUOpedI (Video Mekanisme Suara :
Anatomi dan Fisiologi Suara)

APHASIA
Kemampuan untuk memahami Bahasa dan menghasilkan ucapan dikaitkan dengan beberapa area
korteks serebral. Pada dasarnya, Bahasa lisan pertama kali dirasakan di korteks pendengaran,
sedangkan teks tertulis, atau bahasa isyarat, diproses di korteks visual. Informasi kemudian
dikirim ke area Wernicke, di lobus temporal, di mana ia dicocokkan dengan kosakata orang yang
disimpan dalam memori. Disinilah makna diberikan untuk kata – kata dan pemahaman Bahasa
tercapai. Sinyal tersebut kemudian ditansmisikan melalui seikat serabut saraf, yang dikenal
sebagai arcuate fasciculus, ke area Broca di lobus frontal.
Area Broca bertanggung jawab untuk menghasilkan suara. Keluaran dari area Broca menuju ke
korteks motorik yang mengontrol gerakan otot yang diperlukan untuk berbicara.
Gangguan Bahasa yang disebabkan oleh kerusakan otak disebut afasia. Lesi di daerah Wernicke
menyebabkan afasia sensorik, atau reseptif. Aphasia Wernicke memiliki masalah dalam
memahami Bahasa, apakah itu lisan atau tulisan, tetapi TIDAK memiliki masalah motorik.
Mereka dapat berbicara dengan lancer tetapi ucapan mereka sering kali tidak koheren. Ini dapat
digambarkan sebagai campuran kata – kata aneh yang mungkin terdnegar seperti kalimat tidak
lengkap tetapi tidak masuk akal dan tidak ada hubungannya dengan subjek percakapan.
Sebaliknya, pasien dengan lesi area Broca DAPAT memahami Bahasa, tetapi kesulitan
berbicara. Mereka berbicara perlahan, mencari kata – kata, membentuk kalimat TIDAK lengkap
dengan sintaks yang buruk, tetapi biasanya berhasil mengucapkan kata – kata penting untuk
menyampaikan pesan mereka.
Pada masa – masa awal, penelitian jalur Bahasa terutama didasarkan pada studi pasien yang
memiliki kekurangan Bahasa tertenty yang dapat dikaitkan dengan kerusakan otak tertentu. Saat
ini, teknik pencitraan otak yang canggih memungkinkan pemetaan, secara real time, area otak
yang diaktifkan ketika seseorang melakukan tugas tertentu. Berkat teknik ini, area KETIGA
ditemukan penting untuk pemahaman Bahasa : lobules parietal inferior. Lobulus ini tidak hanya
terhubung ke Wernicke dan Broca, tetapi juga ke area kortikal pendengaran, visual, dan
somatosensori. Oleh karena itu, lobules parietal inferior terhubung dengan sempurna untuk
melakukan sintesis informasi multimodal yang kompleks; itu dapat memproses dan
menghubungkan elemen kata yang berbeda seperti suku kata dengan tampilan dan nuansa objek.
Pusat Bahasa biasanya terletak HANYA di SATU belahan – belahan otak “dominan”, yang
merupakan sisi KIRI pada orang yang bertangan KANAN. Area yang sesuai di belahan kanan
bertanggung jawab atas aspek emosional Bahasa. Lesi di belahan kanan TIDAK memengaruhi
pemahaman atau pembentukan, tetapi mengakibatkan ucapan tanpa emosi dan ketidakmampuan
untuk memahami emosi di balik ucapan seperti sarkasme atau lelucon. Belahan kanan juga dapat
berkembang untuk mengambil alih fungsi Bahasa UTAMA jika bagian kiri rusak pada masa
kanak – kanak. Fenomena ini dikenal sebagai neuroplastisitas.

Sumber Video : https://www.youtube.com/watch?v=DwVfCjbIJQI (Video Pahway Bahasa dan


Aphasia)

Fisiologi Berbicara
Kita berbicara dimulai diawali ketika mendapatkan suara awal → bisa dari penglihatan kita
(Bahasa non verbal) / bahasa tulisan → bisa didapatkan dari mata kita yang melihat. Bisa juga
kita mendengar seseorang berbicara sehingga telinga kita yang mendengar → Ada 2 sensorik
yang bisa mendapatkan rangsangan untuk memulai bicara. Kalau kita dapatkan dari mata, maka
akan diteruskan ke korteks visual yang berada di lobus oksipital. Lalu yang dari pendengaran
akan masuk ke korteks auditori yang berada di lobus temporal.
Setelah masuk ke korteks auditori dan visual maka akan dilanjutkan ke area Wernicke. Area
Wernicke (area mengerti Bahasa) akan menginterpretasikan sensorik apa yang masuk dari mata
dan telinga kita → akan diartikan.

Mengartikan rangsangan yang masuk sangat mempengaruhi nilai – nilai, pembendaharaan kata
atau budaya yang kita punya, contoh : kita mendengar ada seseorang yang mengucapkan salam
tetapi orang tersebut jauh / tidak ada. Namun, karna budaya dan nilai – nilai yang kita punya,
ketika ada yang mengucap salam harus dijawab → maka akan diartikan seperti itu oleh Wernicke
→ Maka kesimpulannya, salam harus dijawab kesimpulan dari Wernicke akan diteruskan ke
dalam Broca (ada di lobus frontalis). Broca yang akan mengatur → mengucapkan
“waalaikumsalam” mulutnya harus terbuka, lidahnya harus bergerak, suaranya harus keluar.
Setelah Broca mengatur hal tersebut, maka akan dilanjutkan ke korteks motorik. Korteks motorik
ini yang akan melanjutkan ke organ – organ yang ada dibawahnya melalui saraf eferen. Maka
keluarlah nafasnya pada saat ekspirasi, lidahnya bergerak.

Gangguan Wicara Pada Pasien Stroke


Pada pasien stroke tidak ada gangguan diorgannya (mulutnya bagus, pergerakan lidahnya bagus)
tetapi yang terganggu diotaknya. Jika yang terkena area Wernicke maka yang terganggu adalah
bagaimana pasien tersebut mengerti Bahasa. Tetapi jika yang terkena daerah frontal, area bicara
motorik maka yang terganggu → dia mengerti Bahasa yang diartikan tetapi saat menjawabnya
tidak bisa.

Fungsi Bahasa
A. Fungsi reseptif (Area Wernicke)
Bahasa yang dipergunakan untuk memahami / menginterpretasikan berbagai rangsangan
(symbol) yang diterima sehingga berbentuk suatu konsep pengertian.
B. Fungsi ekspresif (Are Broca)
Bahasa dipergunakan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan dan kemauannya melalui
simbol – simbol yang dapat diterima oleh orang lain.

Keduanya berjalan secara simultan, saling menunjang dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Mekanisme Bicara
Stimulus dari panca indra (bisa dari mata dan telinga) → Akan masuk ke Wernicke → Lalu
masuk pe pusat pengertian → Kemudian diteruskan ke Broca → Lalu ke organ bicara.

Proses Produksi Suara / Fonasi


Pada saat Broca sudah memberikan sinyal kepada area motorik, maka area motorik akan
melanjutkan sinyal tersebut ke dalam organ – organ.

Udara yang keluar saat ekspirasi ditahan oleh plika vokalis (Adduksi) → Tekanan subglotis
semakin besar (7 – 10 mmHg) → Plika vokalis abduksi secara periodik → Suara.

Yang mengatur proses terjadinya suara adalah otak. Jika ada gangguan diotak kita, maka fungsi
plika vokalisnya akan terganggu.

3 → Fonasi
A. Loudness (Kenyaringan)
Semakin besar intensitas tekanan subglotis → semakin nyaring / keras suara yang
dihasilkan.
B. Pitc (Nada)
1. Nada suara dipengaruhi oleh frekuensi gerakan periodik plika vokalis.
2. Frekuensi gerakan semakin besar → nada semakin tinggi.
Pada saat abduksi dan adduksi, kecepatan tersebut akan menghasilkan nada suara.
C. Quality (Kualitas)
1. Berhubungan dengan kesempurnaan aduudksi plika vokalis dan bentuk supraglotis →
resonator.
2. Breathness (berdesah) → adduksi tidak sempurna.
3. Harsness (suara serak) → ketidakseimbangan adduksi.
4. Hoarseness (suara serak dan kasar) → kelainan / gangguan struktur plika vokalis.
Pada kualitas sangat tergantung pada, apakah adduksi (mendekatnya) rapet atau
meregangnya terlalu jauh → menyebabkan kualitas suara sangat berpengaruh.
Kelainan Bicara
A. Disaudia
Gangguan bicara karna gangguan pendengaran terganggu. Sulit menerima, mengolah
intensitas nada dan kualitas bunyi suara. Kesalahan artikulasi, perbendaharaan kata kurang.
Misal : Diajak berbicara tapi tidak nyambung atau tidak mendengarnya.
B. Dislogia
Gangguan bicara karna mental intelektualnya rendah. Kesalahan artikulasi → tidak mampu
mengamati perbedaan bunyi. Kalimat yang digunakan sangat sederhana.
Pada pasien stroke kelainan yang terjadi adalah :
A. Disatria : Kelainan bicara karna kelumpuhan, kelemahan, spastisitas / gangguan koordinasi
otor – otot organ bicara.
Misalnya di otak Wernicke dan Brocanya tidak berpengaruh / normal tetapi terganggu di
organ motorik
B. Afasia
Kelainan Bahasa→ penderita mengalami kesulitan dalam proses simbolisasi (coding).
Kelainan Bahasa karna ada kerusakan di pusat Bahasa.

Pengkajian
A. Harus berkomunikasi dengan pasien → bisa menanyakan / mengorientasikan pasien pada
saat mengecek GCS terutama bagian verbal, tanyakan pasien sedang dimana, tanyakan
orang yang ada disekitanya apakah mengenalinya atau tidak → Jika bisa menjawab dengan
lancar artinya pasien mengerti / Area Wernickenya tidak bermasalah. Tetapi jika
menjawabnya berfikir terlebih dahulu dan mengatakan (“siapa yaa” → saat ditanya orang
disekitarnya) atau ingin berbicara tapi sulit mengeluarkan suara → Ada masalah di
Brocanya.
B. Untuk memastikan area mana yang terkena, salah satu upaya yang dilakukan adalah melihat
hasil CT-Scan pasien.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan komunikasi verbal
Data Mayor : Tidak bisa berbicara, menunjukkan respon yang tidak sesuai (missal : “bapak/ibu
sudah makan belum ?” → jawabnya tidak sesuai pertanyaan).
Jika data yang ditemukan hanya satu dari data mayor, maka diagnosa gangguan komunikasi
verbal dapat ditegakkan.
Kriteria hasil dari diagnosa gangguan komunikasi verbal : kemampuan bicara meningkat, kontak
mata meningkat, afasia menurun, pemahaman komunikasi membaik → Semuanya dapat diukur.

Intervensi (Sesuai dengan SIKI)


Defisit bicara
Observasi :
Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara
Monitor proses kognitif (missal : “bu, tadi pagi sudah makan belum ?”)
Terapeutik :
Gunakan juru bicara, jika perlu(missal pasien masuk dengan stroke berulang, stroke yang
pertama pasien ada gangguan Bahasa. Selama di rumah dirawat oleh istrinya, perawat bisa
berkomunikasi dengan istrinya seperti “bu bapak ngomong apa yaa / maksunya apa ya”) karna
istrinya yang sudah mengenal bapaknya. Kecuali, pasien baru sekali mengalami stroke baru sama
– sama mengkaji.

PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR
Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Hari/Tanggal : Selasa, 06 Juli 2021


Pemateri : Bu Winda Yuniarsih
Materi : Askep pada Pasien Stroke dengan Gangguan Bladder

A. KonsepDasarPenyakitStroke

1. PengertianStroke

Stroke adalah kehilangan fungsi otak karena terhentinya suplay darah keotak.

Stroke merupakan peringkat ke-2 penyebab kematian dengan lajumortalitas 18%

- 37 %. Stroke adalah salah satu penyebab kematian

dankecacatanneurologisyangutamadiIndonesia.Seranganotakinimerupakan

kegawat daruratan medis yang harus ditangani secara cepattepat dan

cermat(Pudiastuti, 2011).

2. PenyebabStroke

faktormenurutPudiastuti(2011)adalah:

a. Faktorresi komedisadalah,migrain,hipertensi(penyakittekanandarah tinggi),

diabetes mellitus, kolesterol, aterosklerosis (pengerasanpembuluh darah),

gangguan jantung, riwayat stroke dalam keluarga,Penyakitginjal dan,

penyakitvaskulerperifer.

8
Fisiologi Miksi
Kontrol persyarafan kontinensia dan miksi diatur ditingkat : serebral (korteks dan batang
otak), spinal, perifer (otonom dan somatik) → Bekerja saling berkaitan.

Persyarafan Bladder
Kortek : Ijin dan atensi

Midbrain : Keamanan → Misal, saat ini ingin BAK tetapi destrusor sudah mengatakan
kandung kemih sudah penuh , sudah mengalami dilatasi yang cukup maksimal. Kemudian
pesannya disampaikan ke otak → otak menstimulasi bahwa urine tidak bisa dikeluarkan
karna tempatnya tidak aman.

Brainstem : pusat relay ‘on/off’ koordinasi bladder dan sfingter

Th10 – L2 : Nervus simpatis “ penyimpanan

S3 – 4 : Sistem parasimpatis : berkemih

S2 – 4 : Nervus pudendal : ontrol pengisian

Dilihat dari anatominya ada otot – otot destrusor dan sfingter. Ketika urine melebihi
kapasitas, maka otot destrusor akan mengalami vasodilatasi → sfingter akan berkontraksi.
Pada fase penyimpanan : destrusor akan berdilatasi → sfingter berkontraksi.
Pada fase pengeluaran : destrusor akan berkontraksi → sfingter berdilatasi.

Inkontinensia Urine
Masalah umum terjadi pada pasien stroke. 44% – 69% pasien paska stroke mengalami
inkontinensia. Kondisi inkontinensia ini berat / ringannya tergantung dari luas otak dan
bagian tubuh yang terkena stroke.

Stroke dan Tipe Inkontinensia


A. Hipotonik Bladder : Otot – otot bladder mengalami penurunan / kaku → urine tidak
bisa urine.
B. Hipertonik Bladder : Otot – otot bladder berkontraksi dengan hiperaktif

Pengkajian
A. Tanyakan frekuensi BAK, gejala, durasi
B. Palpasi vesika urinaria → pada kondisi inkontinensia urine vesika urinaria akan teraba
seperti massa
C. Penurunan aliran urine
D. Post Void Residual (PVD) jumlah residunya banyak / ˃ 100cc.
E. Riwayat spesifik medis, diagnostik, genitourinaria dan penggunaan obat – obatan
F. Penilaian kemampuan fungsional (ADL)
G. Pola pemasukan cairan
H. Penilaian mobilitas dan lingkungan sosial

Pemeriksaan Fisik
A. Evaluasi neurologis
B. Pemeriksaan status mental
C. Pemeriksaan abdoment bagian bawah ; pasien berbaring terlentang, inspeksi = jika
volume < 500cc, tidak ditemukan adanya tonjolan
D. Perkusi ; dimulai dari area umbilikus hingga simpisis pubis, jika perkusi terdengar
dulness, menandakan adanya distensi. Bladder ultrasound  mendeteksi adanya
distensi
E. Palpasi : dari area umbilikus hingga simfisis, menggunakan ujung jari,  rasakan tepi
atas kandung kemih, jika volume > 150cc, vesika akan terasa lunak & bulat
F. Test penekanan akibat batuk  adakah inkontinensia akibat stress
G. Estimasi volume residu setelah pengosongan < 50cc normal, 100-200cc dianggap
pengosongan vesika urinaria tidak sempurna

Pemeriksaan Penunjang
A. Urinalisa & kultur  menyingkirkan kemungkinan hematuri, tumor, glukosuria, dll
B. Test lanjutan  sistoskopi, test urodynamik & citometry

Intervensi Umum
A. Pengkajian abdomen untuk menyingkirkan kemungkinan konstipasi
B. Tawarkan pasien untuk BAK menggunakan urinal secara teratur
C. Fasilitasi jarak pasien dekat dengan toilet → jarak waktu toilet
D. Pemeriksaan urine lengkap → untuk melihat bakteriuria (jika pada ISK bacteriuria ↑)
E. Kaji kebutuhan dan pola berkemih, keseimbangan cairan, hidrasi adequate
F. Nilai dan bantu dalam transfer dari tempat tidur ke commode / toilet
G. Pastikan bel mudah dijangkau (memudahkan komunikasi pasien stroke dengan afasia)
H. Fasilitasi kebutuhan berkomunikasi (missal, papan komunikasi → dimana di papan
tersebut berisikan ada seperti gambar garpu dan sendok yang mengartikan makan,
gambar kamar mandi yang artinya ingin ke toilet)
I. Gunakan pakaian yang sesuai (pada pasien stroke erat kaitannya dengan masalah
mobilisasi, sehingga pakaian yang digunakan tidak menyulitkan pasien untuk
beraktifitas)
J. Cegah iritasi dan kerusakan kulit (perlu diperhatikan pada pasien stroke yang tirah
baring atau menggunakan pampers → supaya tidak terjadi iritasi pada kulit)

Strategi Management Bladder


A. Strategi perilaku : bladder diary, bladder re-training, training kebiasaan, miksi
terjadwal, miksi atas perintah
B. Bladder stimulasi
C. Pelvic floor exercise / kegel
D. Alat untuk menampung urine (diapers)
E. Condom catheter
F. Idwelling catheter
G. Intermitten catheter
H. Clien intermitten catheter (CIC)
I. Obat – obatan
PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Rabu, 07 Juli 2021
Pemateri : Bu Elis Nurhayati
Materi : Askep pada Pasien Stroke dengan Peningkatan TIK

Metabolisme Otak Otak membutuhkan oksigen dan glukosa → berperan dalam


metabolisme otak. Jika otak kekurangan oksigen dan glukosa akan mengalami hipoperfusi.

A. Stroke iskemik : karna penyumbatan


B. Stroke haemoragic : karna perdarahan
SAH / Stroke arachnoid : perdarahan yang terjadi didalam lapisan pembungkus otak
subarachnoid. Kenapa ini dimasukkan dalam kategori perdarahan ? Karna SAH ada
dua kategori, yaitu kategori traumatik dan kategori non traumatik. SAH dengan
traumatik yaitu penyebabnya karna trauma, sedangkan SAH dengan non traumatik
penyebabnya karna adanya pecah pembuluh darah.

Akibat TIK Meningkat


Stroke menimbulkan edema, dimana edema ini dapat menimbulkan adanya volume di otak
bertambah sehingga terjadi peningkatan TIK. Tekanan Intrakranial
Merupakan suatu parameter / ukuran didalam otak dimana ada angkanya → Normal TIK :
0 – 10 mmHg, 15 mmHg merupakan batas atas normal atau 5 – 20 mmH2O.

Kenapa TIK bisa meningkat ?


Kita perlu mengetahui terlebih dahulu fisiologi dasarnya dimana otak itu hanya memiliki
tiga komponen utama yaitu otak(1400 ml), pembuluh darah (150 ml) dan CSF (150 ml).
Kenapa bisa terjadi peningkatan TIK ? Apabila terjadi tambahan dari salah satu komponen
utama pada otak, maka akan mempengaruhi volume didalam otak → PTIK.
Jika terdapat peningkatan salah satu volume, maka otak akan melakukan kompensasi :
A. Menurunkan volume bagian yang lain
B. Meningkatkan tekanan rongga tengkorak
C. Kombinasi keduanya
Jadi, jika otak mengalam peningkatan TIK otak akan melakukan kompensasi terlebih
dahulu. Namun, apabila sudah melewati kompensasi maka terjadi peningkatan TIK.
Alasan harus aware terhadap TIK ?
Karna jika terus menerus terjadi sebelumnya otak akan melakukan kompensasi → dengan
cara mengalihkan darah diambil keluar tengkorak, dengan cara menarik CSF, menurunkan
CSF untuk mempertahankan volume didalam otak jumlahnya tetap 1700 ml → Jika terus
menerus terjadi akan menyebabkan herniasi → mendorong kebagian bawah / batang otak
→ proses kematian.

Kegiatan yang dapat meningkatkan metabolisme serebral


dengan meningkatkan metabolisme serebral, serebral akan kekurangan oksigen sehingga
jika kekurangan oksigen maka akan terjadi hipoperfusi dan memperberat terjadinya PTIK.
Kejang : Jika terjadi kejang oksigen yang dibutuhkan akan bertambah
Hipertermi : Jika terjadi hipertermi dapat meningkatakan kebutuhan dari oksigen

Tanda dan Gejala Awal PTIK


A. Gelisah, irritabilitas
B. Disfungsi pupil
C. Penurunan kekuatan otot
D. Defisit sensorik (ada kebas / baal)
E. Paresus nervus kranial
F. Kadang nyeri kepala

Tanda dan Gejala Lanjut PTIK :


A. Tingkat kesadaran makin menurun
B. Muntah proyektil
C. Nyeri kepala
D. Temperatur meningkat drastis, tingkat akhir .
E. Perubahan penglihatan (visual loss, diplopia)
F. Trias Cushing (hipertensi, bradikardia, pernafasan tidak teratur) – tanda akhir
G. Edema papil
H. Hemiparesis, hemiplegia
I. Gangguan reflex batang otak

Tanda Herniasi
A. Ipsilateral pupil dilatasi : perbedaan ukuran pupil kiri dan kanan (missal, sebelah
kanan 3; kiri 4)
B. Bilateral pupil dilatasi : pupil kanan dan kiri dilatasi
Kenapa pupil menjadi patokan utama ? Karna nervus kranial yang pertama keluar dari
batang otak adalah N.III. Apabila terjadi herniasi atau terjadi penekanan batang otak, maka
yang pertama kali bisa dilihat adalah respon dari N.III. Fungsi N.III adalah Gerakan bola
mata; penyempitan pupil dalam cahaya terang atau untuk penglihatan dekat.
Pupil adalah jendela otak.

Tata Laksana Perawatan Umum


A. Posisi tidur: elevasi kepala 15 sampai 30 derajat dengan posisi kepala netral
Kepala netral adalah dimana posisi leher harus lurus / tegak tidak boleh menunduk
B. Manajemen nyeri dan agitasi
C. Kehadiran, sentuhan dan suara keluarga
Kehadiran keluarga sangat penting untuk kondisi psikologis pasien
D. Cegah aktivitas keperawatan yang meningkatkan TIK: mika miki, memandikan
dengan tepat
E. Praktek suction: Hiperoksigenasi
F. Cegah hipertermi: jaga suhu tubuh normal <37,5 derajat celcius
G. Demam minggu pertama setelah stroke merupakan predictor independent terhadap
perburukan
H. Jaga airway
I. Pantau atau koreksi kelainan metabolik

Tata Laksana Khusus


Pada tatalaksana khusus dibagi kearah pengurangan pada kapasistas yang ada didalam
otaknya. Dengan cara pembedahan atau dengan cara memasukkan suatu alat untuk
mengurangi volume CSF atau perdarahan.
A. Hemi kraniotomi dekompresif: dapat menurunkan mortalitas, bartel indeks lebih baik
pada pasien yang dibedah.
B. Mengurangi volume CSF
1. Kateter intraventrikel; satu selang dimasukkan ke otak.
2. Lumbal pungsi; dimasukkan jarum ke dalam lumbal pasien, lalu dikeluarkan CSF.
3. Kateter lumbal; selang yang dimasukkan ke dalam lumbal, penggunaannya sekitar
24 jam.
C. Manitol -- efek vasokontriksi - mengurangi CBV (dosis 0,25 – 1 gr/KgBB)
D. Barbiturat --- vasokontriksi pembuluh darah serebral, untuk pasien kejang
E. Hipotermi -- menurunkan metabolisme otak
F. Salin hipertonis: menurunkan ICP dan meningkatkan volume darah yang beredar

MONITORING ICP
Indikasi ICP Monitoring
A. Pasien Trauma
1. 40-60% pada Trauma kepala
2. GCS 3-8 setelah resusitasi dan:
a. CT Scan abnormal: hematoma, kontusio, edema, herniasi atau penekanan
sisterna basalis
b. CT Scan normal namun ditemukan 2 atau lebih: usia > 40 thn, unilateral atau
bilateral motor posturing, sistole < 90 mmHg
B. Pasien Non Trauma
1. Pasien ICH spontan, SAH, infark serebri dan status epileptikus
2. ICP monitoring bersifat individual
Contoh :
a. ICH Spontan: GCS < 8, terdapat herniasi transtentorial, IVH, hidrosefalus.
b. SAH Aneurisma: peningkatan TIK setelah ruftur aneurisma

Kontraindikasi ICP Monitoring


Kontraindikasi relative :
A. Awake patient,
B. Severecoagulopathy
C. Trombosit < 100.000/mm³
D. Pasien dengan penggunaan imunosupresan
E. Penggunaan obat platelet

ICP Monitoring : Non Invasif


A. Pemantauan status klinis
B. Neuroimaging
Jika ditemukan middle shift penting bagi perawat untuk mengetahuinya sehingga bisa
langsung kolaborasi dengan dokter saraf, lalu dokter bedah untuk segera dilakukan
tindakan pembedahan.
C. Neurosonology (transcranial doppler ultrasonography/ TCD)

ICP Monitoring :Invasif


A. Subarachnoid Screw
B. Kateter subdural / epidural
C. Intraparenkimal (microtransducer sensor)
D. External ventrikuler drain (EVD)
E. Lumbar drainage device (LDD)

PORTOFOLIO
KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Hari/Tanggal : Rabu, 07 Juli 2021


Pemateri : Bu Elis Nurhayati
Materi : Askep pada Pasien Stroke dengan Penurunan Kesadaran

Stroke harus dikenal dengan cepat, sama seperti serangan jantung, karena :
A. Gejala klinis
B. Penyebab kematian
C. Tingginya angka kejadian stroke
D. Tingginya angka kekambuhan stroke
E. Disabilitas kronis: penyebab kecacatan nomor 1

Dampak Stroke
Sesuai dengan bagian otak yang terganggu
1. Lesi struktural pada otak: Penurunan kesadaran dan
Peningkatan tekanan intrakranial
2. Penurunan kesadaran: tidak ada respon fisiologis terhadap
stimulus eksternal atau kebutuhan dalam diri sendiri.
3. Pusat Kesadaran → Reticular Activating System yang
berada di batang otak. Jika Reticular Activating System
rusak karna ada hipoksia atau penekanan → terjadi
gangguan → penurunan kesadaran.

Patofisiologi
Stroke karna perdarahan → terjadi kompresi langsung karna ada massa di otak atau darah
yang berlebihan → akan membuat kompensasi untuk mengeluarkan volume tersebut →
setelah dikeluarkan volume tersebut maka akan menekan batang otak karna kompresi ada
massa.
Stroke iskemik → kekurangan oksigen pada daerah RAS → bila RAS-nya rusak makan
akan terjadi gangguan hantaran ke pusatnya → sehingga tidak dapat mempertahankan
kesadaran → penurunan kesadaran.

COMA
A. Pasien dengan penurunan kesadaran: mata tertutup dan tidak responsive
B. Menentukan tidak responsive :
Observasi: mata tertutup, immobilitas, tidak ada erkspresi wajah, tidak sadar rangsang
lingkungan
C. Periksa respon terhadap stimulus:
Verbal stimulus – Tactile stimulus – Noxious stimulus

ABCs dan C-Spine


A. ABCs (Airway, Breathing, Circulation, dan sedasi)
B. C-Spine, imobilisasi jika kemungkinan cedera
C. Survei cepat pada kepala dan leher, dada, perut, dan ekstremitas
D. Tes glukosa : Jika ˂ 70 mg / dl diberikan :

1. 20 – 50 ml desktrosa 50%

2. Tiamin 100 mg IV diberikan sebelum desktrosa pada pasien yang berisiko


kekurangan nutrisi (pengguna alcohol kronis, pasien dengan keadaan
malabsorpsi)

Pengkajian Neurologi
Penilaian neurologis darurat pada pasien tidak sadar memiliki empat bagian :
A. Tingkat kesadaran
B. Penilaian batang otak
C. Evaluasi respons motorik
D. Penilaian pola pernapasan

Kaji Riwayat Pasien


A. Riwayat pasien diperoleh bersamaan dengan tindakan resusitasi: keadaan pasien
ditemukan, riwayat medis dan pembedahan, pengobatan, alkohol dan penggunaan
obat- terlarang, dan paparan lingkungan atau bukti trauma
B. Informasi diperoleh dari saksi, teman, keluarga, rekan kerja, atau personel ambulan
gadar
C. Onset mendadak: stroke, kejang, atau kejadian jantung dengan gangguan perfusi otak
D. Onset koma bertahap: proses metabolisme atau kemungkinan infeksi.

Status Laboratorium
A. Na, K, kreatinin, BUN, dan transaminase
B. DPL: hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan sel darah putih;
C. Studi koagulasi, Gas darah arteri
D. Toksikologi: kadar alkohol dalam darah; toksikologi urin untuk opioid,
benzodiazepin,
E. Mikrobiologi: Urinalisis; kultur urin; kultur darah

Penyebab Koma
Tiga kemungkinan :
A. Penyebab struktural,
B. Penyebab nonstruktural,
C. Penyebab yang tidak jelas.
PORTOFOLIO

KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Ananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Hari/Tanggal : Jumat, 09 Juli 2021
Pemateri : Bu Winda Yuniarsih
Materi : Askep pada Pasien Stroke dengan Gangguan Mobilisasi

GANGGUAN MOBILISASI
Masalah mobilisasi pada pasien stroke yang biasa terjadi adalah hemiparesis dan
hemiplegia, sehingga penting untuk mengenali gejala pada stroke seperti FAST (Face,
Arm, Speech and Time).

Macam – Macam Imobilisasi


A. Imobilitas fisik
Yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami pembatasan fisik yang disebabkan
oleh faktor lingkungan maupun keadaan orang tersebut.
B. Imobilitas intelektual
Dapat disebabkan kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Pada kasus kerusakan otak.
C. Imobilitas emotional
Dapat terjadi akibat pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
D. Imobilitas sosial
Dapat menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit.

Tingkat Imobilisasi
A. Imobilitas komplit
Dilakukan pada penderita yang mengalami gangguan tingkat kesadaran.
B. Imobilitas parsial
Pada klien dengan gangguan fraktur, misal fraktur pada ekstrimitas bawah (kaki).
C. Imobilitas alasan pengobatan
Hal ini dilakukan pada penderita yang dengan gangguan pernafasan seperti sesak
nafas tidak boleh naik turun tangga, atau pada penderita penyakit jantung.

Pengkajian
Riwayat :
A. Gambaran gejala yang dialami saat ini, kapan mulai, gejala menurun/meningkat,
bagaimana mengatasinya
B. Riwayat penyakit masa lalu: Penyakit pernafasan, trauma kepala/fraktur, infeksi sinus,
hidung,telinga, penyakit jantung, DM,Ca, pembedahan, bedah syaraf/telinga

Pemeriksaan Fisik
A. Tingkat kesadaran, Orientasi
B. Reaksi pupil dan pergerakan mata
C. Respon motorik, kaku kuduk, kernig’s, Bruzinski, nyeri kepala
D. Tanda awal : Lethargi, perubahan memori & tingkah laku, gangguan perhatian
E. Tanda penyakit lanjut: Stupor, nyeri kepala berat, nyeri otot, photo phobia,
Nistagmus, Disfungsi syaraf
F. Hemiparesis, hemaplegia, tonus otot menurun
G. Nausea, muntah, panas, Tachicardia

Diagnosa Keperawatan
A. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan defisit neurologi, kelemahan
B. Defisit ADL berhubungan dengan kelemahan

Intervensi
Mandiri
A. Perawatan pasien saat imobilisasi
B. Mengatur posisi pasien
C. Memindahkan dan melatih pasien dengan alat bantu
D. Latihan ROM aktif dan pasif
Kolaborasi
A. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk menentukan program latihan

PORTOFOLIO
KEPERAWATAN NEUROVASKULAR

Disusun Oleh :

Dhea Aananda Nur Afifah


2017720018

8A Regular

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Hari/Tanggal : Minggu, 11 Juli 2021


Pemateri : Pak Rizki Nugraha
Materi : Tes Keseimbangan dan Koordinasi (Skill Lab)

Keseimbangan
Satu faktor yang dibutuhkan individu dalam melakukan gerak yang efektif dan efisiensi
selain fleksibilitas, koordinasi, kekuatan dan daya tahan. Keseimbangan yang baik akan
memungkinkan seseorang melakukan aktivitas atau gerakyang efektif dan efisien dengan
risiko jatuh yang minimal.

Koordinasi
Melakukan gerakan komplek secara halus dan efisien bergantung pada keutuhan fungsi
sensorikdan motorikserta fungsi serebelum(douglas, Nicol, & Robertson, 2013).

Gangguan Fungsi Koordinasi


A. Ekuilibrium :Bagian penting dari pergerakan tubuh dalam menjaga tubuh tetap stabil
sehingga manusia tidak jatuh walaupun tubuh berubah posisi.
B. Non ekuilibrium : Gangguan gerakan anggota gerak yg disengaja terutama gerakan
halus

Tes fungsi koordinasi ekuilibrium


A. Tes Romberg
Minta pasien berdiri tegak dengan kedua tumit saling bertemu. Pertama dengan mata
terbuka, lalau minta pasien untuk menutup mata selama 20 detik
B. Tes tandem walking / tes heel to toe walking
Pasien diminta untuk berjalan pada satu garis lurus di atas lantai dengan cara
menempatkan satu tumitlangsung di antara ujung jari kaki yang berlawanan, baik
dengan mata terbuka atau mata tertutup.

Tes fungsi koordinasi non-ekuilibrium


A. Tes jari hidung
Lesi cerebri > jika telunjuk tidak sampai di hidung tapi melewati / sampai di pipi

B. Tes pronasi-supinasi
Lesi cerebral >> gerakan dilakukan lamban dan tidak tangkas

C. Arm bounce

Anda mungkin juga menyukai