Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Anatomi Fisiologi

Indra Pendengaran pada Manusia

Di Susun oleh Kelompok 2:

1. Dian Purnama 8. Siti Irawati


2. Elma Yunita 9. Sri Romdoningsih
3. Lia Purnalia 10. Syifa Nurul Sabrina
4. Lia Yuliawati 11. Yeni Nuraeni
5. Nisrina 12. Yuliawati Dewi
6. Ratih Widi Agustina
7. Rina Afriyana

PROGRAM PENDIDIKAN S1 KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ABDI NUSANTARA JAKARTA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Indra Pendengaran pada
Manusia” ini dengan baik dan lancar tanpa ada hambatan yang berarti.

Dengan ini, kita tahu bahwa perkembangan teknologi diberbagai bidang pendidikan
dan kesehatan telah berkembang sangat pesat, hal ini menuntut kami sebagai para mahasiswa
untuk lebih terbuka terhadap informasi dan inovatif dalam belajar. Laporan ini kami buat,
berdasarkan tugas makalah yang diberikan dosen mata kuliah Anatomi Fisiologi dengan
tujuan untuk melengkapi proses kegiatan belajar pada semester Satu serta menambah
wawasan, pemahaman dan ilmu pengetahuan mengenai panca indra salah satunya system
pendengaran pada manusia.

Kami menyadari bahwa laporan yang telah kami buat jauh dari kata sempurna, dan
masih memiliki banyak kekurangan baik dari materi, pembahasan yang kami angkat maupun
dari teknik penulisannya, karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna perbaikan.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan laporan ini, semoga makalah ini, dapat bermanfaat khususnya bagi
kami, selaku penyusun dan umumnya bagi para pembacanya.

Jakarta, 22 Juni 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2
A. Indra Pendengar.........................................................................................................................2
B. Anatomi Telinga........................................................................................................................2
1. Telinga luar............................................................................................................................2
2. Telinga Tengah......................................................................................................................3
3. Telinga Dalam dan Koklea.....................................................................................................3
C. Fisiologi Telinga........................................................................................................................4
1. Mekanisme pendengaran Telinga Luar dan Tengah...............................................................5
2. Mekanisme keseimbangan.....................................................................................................6
BAB III PENUTUP..................................................................................................................8
A. Kesimpulan................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indra pendengaran merupakan salah satu alat panca indra untuk mendengar. Maka

dari itu kelompok kami mencoba menjelaskan tentang bagian-bagian telinga, fisiologi

pendengaran, dan mekanisme pendengaran. Mengingat indra pendengaran sangat penting

bagi manusia, maka besar harapan kelompok kami dengan adanya makalah ini mampu

menambah pengetahuan mengenai materi indra pendengaran.

Telinga adalah salah satu indera yang paling penting bagi manusia. Dengan telinga
manusia mampu mendengar, mampu mendeteksi arah datangnya suara dan mampu waspada
dalam kondisi tidur maupun gelap. Ada beberapa penurunan fungsi secara fisiologis pada
manusia yang akan terjadi seiring dengan bertambahnya usia, salah satunya adalah gangguan
pendengaran. Oleh karena itu, orang dengan usia lanjut sangat membutuhkan fungsi
pendengaran yang baik agar bisa berkomunikasi. Sebaliknya, jika terjadi gangguan
pendengaran pada usia lanjut, maka terjadi gangguan komunikasi yang akan berdampak
terhadap penurunan kualitas hidup. Beberapa kerugian yang ditimbulkan adalah terisolasi,
depresi, dan mungkin demensia (Corna dkk, 2009). Maka dari itu kelompok kami mencoba
menjelaskan tentang bagian-bagian telinga, fisiologi pendengaran dan mekanisme
pendengaran. Mengingat indra pendengaran sangat penting bagi manusia, maka besar harapan
kelompok kami dengan adanya makalah ini mampu menambah pengetahuan mengenai materi
indra pendengaran.

A. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah anatomi dari telinga?
2. Apa sajakah fisiologi dari telinga?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan menambah wawasan mengenai Indra Pendengaran
2. Untuk mengetahui bagian-bagian dari telinga
3. Untuk mengetahui fisiologi pendengaran
4. Untuk mengetahui proses pendengaran terjadi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Indra Pendengar
Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang udara
kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi impuls pulsa listrik dan diteruskan ke
korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Telinga merupakan organ pendengaran
dan keseimbangan. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi
ke otak di mana bunyi tersebut akan dianalisa dan diintrepetasikan. Telinga dibagi
menjadi 3 bagian seperti pada gambar 2.1 (Saladin, 2014).

Gambar 2.1
Anatomi Telinga (Saladin, 2014)

B. Anatomi Telinga
1. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus
eksterna) sampai membran timpani bagian lateral. Daun telinga dibentuk oleh
tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Kearah liang telinga lapisan tulang
rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya
liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan
berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai
tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar
2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz. Sepertiga
bagian luar terdiri dari tulang rawan yang banyak mengandung kelenjar serumen

2
dan rambut, sedangkan dua pertiga bagian dalam terdiri dari tulang dengan sedikit
serumen (Pearce, 2016).

2. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari membrana timpani, cavum
timpani, tuba eustachius, dan tulang pendengaran. Bagian atas membran timpani
disebut pars flaksida (membran Shrapnell) yang terdiri dari dua lapisan, yaitu
lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan lapisan dalam dilapisi
oleh sel kubus bersilia. Bagian bawah membran timpani disebut pars tensa
(membran propria) yang memiliki satu lapisan di tengah, yaitu lapisan yang terdiri
dari serat kolagen dan sedikit serat elastin (Saladin, 2014). Tulang pendengaran
terdiri atas maleus (martil), inkus (landasan), dan stapes (sanggurdi) yang tersusun
dari luar kedalam seperti rantai yang bersambung dari membrana timpani menuju
rongga telinga dalam. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah (Saladin, 2014). Prosessus mastoideus merupakan
bagian tulang temporalis yang terletak di belakang telinga. Ruang udara yang
berada pada bagian atasnya disebut antrum mastoideus yang berhubungan dengan
rongga telinga tengah. Infeksi dapat menjalar dari rongga telinga tengah sampai ke
antrum mastoideus yang dapat menyebabkan mastoiditis (Saladin, 2014).
3. Telinga Dalam dan Koklea
Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu labirin tulang dan labirin
membranosa. Labirin tulang terdiri dari koklea, vestibulum, dan kanalis semi
sirkularis, sedangkan labirin membranosa terdiri dari utrikulus, sakulus, duktus
koklearis, dan duktus semi sirkularis. Rongga labirin tulang dilapisi oleh lapisan
tipis periosteum internal atau endosteum, dan sebagian besar diisi oleh trabekula
(susunannya menyerupai spons) (Pearce, 2016). Koklea (rumah siput) berbentuk
dua setengah lingkaran. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala vestibuli (sebelah atas) dan skala timpani (sebelah
bawah). Diantara skala vestibuli dan skala timpani terdapat skala media (duktus
koklearis). Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa dengan 139 mEq/l,
sedangkan skala media berisi endolimfa dengan 144 mEq/l mEq/l. Hal ini penting

3
untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut membrana vestibularis (Reissner’s
Membrane). Sedangkan dasar skala media adalah membrana basilaris. Pada
membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk
mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut
dalam yang berisi 3.000 sel dan tiga baris sel rambut luar yang berisi 12.000 sel.
Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada
permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di
atasnya yang cenderung datar, dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria
disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai
limbus (Pearce, 2016).
Persarafan telinga dalam melalui N. Vestibulokohlearis (N. akustikus) yang
dibentuk oleh bagian kohlear dan vestibular, didalam meatus akustikus internus
bersatu pada sisi lateral akar N. Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan
medula. Sel-sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh N. Kohlearis dengan ganglion
vestibularis (scarpa) terletak didasar dari meatus akustikus internus. Sel-sel sensoris
pendengaran dipersarafi N. Kohlearis dengan ganglion spiralis corti terletak di
modiolus (Pearce, 2016).

Gambar 2.2
Koklea (Dhingra, 2013)

C. Fisiologi Telinga
proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui

4
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis
(Sherwood, 2014).

Persarafan telinga dalam melalui N. Vestibulokohlearis (N. akustikus) yang


dibentuk oleh bagian kohlear dan vestibular, didalam meatus akustikus internus
bersatu pada sisi lateral akar N. Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan
medula. Sel-sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh N. Kohlearis dengan ganglion
vestibularis (scarpa) terletak didasar dari meatus akustikus internus. Sel-sel sensoris
pendengaran dipersarafi N. Kohlearis dengan ganglion spiralis corti terletak di
modiolus (Pearce, 2016).

1. Mekanisme pendengaran Telinga Luar dan Tengah


Aurikula berfungsi untuk mengetahui arah dan lokasi suara dan
membedakan tinggi rendah suara. Aurikula bersama MAE dapat menaikkan
tekanan akustik pada MT pada frekuensi 1,5 – 5 kHz yaitu daerah frekuensi yang
penting untuk presepsi bicara, selanjutnya gelombang bunyi ini diarahkan ke
MAE menyebabkan naiknya tekanan akustik sebesar 10-15 dB pada MT.6 MAE
adalah tabung yang terbuka pada satu sisi tertutup pada sisi yang lain. MAE
meresonansi ¼ gelombang. Frekuensi resonansi ditentukan dari panjang tabung,
lengkungan tabung tidak berpengaruh. Tabung 2,5 cm, frekuensi resonansi kira-
kira 3,5 kHz.6 Fo (frekuensi resonansi) = kecepatan suara (4 x panjang tabung)
Dimana: Kecepatan suara = 350 m/detik Misal panjang tabung = 2,5 cm, maka :
Fo = 350 (4x2,5) = 3500 Hz = 3,5 kHz Gelombang suara kemudian diteruskan ke
MT dimana pars tensa MT merupakan medium yang ideal untuk transmisi

5
gelombang suara ke rantai osikular. Hubungan MT dan sistem osikuler
menghantarkan suara sepanjang telinga telinga tengah ke koklea. Tangkai maleus
terikat erat pada pusat membran timpani, maleus berikatan dengan inkus, inkus
berikatan dengan stapes dan basis stapes berada pada foramen ovale. Sistem
tersebut sebenarnya mengurangi jarak tetapi meningkatkan tenaga pergerakan 1,3
kali, selain itu luas daerah permukaan MT 55 milimeter persegi sedangkan daerah
permukaan stapes rata-rata 3,2 milimeter persegi. Rasio perbedaan 17 kali lipat
ini dibandingkan 1,3 kali dari dari sistem pengungkit , menyebabkan penekanan
sekitar 22 kali pada cairan koklea. Hal ini diperlukan karena cairan memiliki
inersia yang jauh lebih besar dibandingkan udara, sehingga dibutuhkan tekanan
besar untuk menggetarkan cairan, selain itu didapatkan mekanisme reflek
penguatan, yaitu sebuah reflek yang timbul apabila ada suara yang keras yang
ditransmisikan melalui sistem osikuler ke dalam sistem saraf pusat, reflek ini
menyebabkan konstraksi pada otot stapedius dan otot tensor timpani. Otot tensor
timpani menarik tangkai maleus ke arah dalam sedangkan otot stapedius menarik
stapes ke arah luar. Kondisi yang berlawanan ini mengurangi konduksi osikular
dari suara berfrekuensi rendah dibawah 1 000 Hz. Fungsi dari mekanisme ini
adalah untuk melindungi koklea dari getaran merusak disebabkan oleh suara yang
sangat keras , menutupi suara berfrekuensi rendah pada lingkungan suara keras
dan menurunkan sensivitas pendengaran pada suara orang itu sendiri (Guyton AC
Dkk, 1997)
2. Mekanisme keseimbangan
Koklea mempunyai dua fungsi yaitu menerjemahkan energi suara ke suatu
bentuk yang sesuai untuk merangsang ujung saraf auditorius yang dapat
memberikan kode parameter akustik sehingga otak dapat memproses informasi
dalam stimulus suara (Ballenger, 1997).
Koklea di dalamnya terdapat proses transmisi hidrodinamik yaitu
perpindahan energi bunyi dari foramen ovale ke sel-sel bersilia dan proses
transduksi yaitu pengubahan pola energi bunyi pada OC menjadi potensial aksi
dalam nervus auditorius. Mekanisme transmisi terjadi karena stimuli bunyi
menggetarkan perilim dalam skala vestibuli dan endolim dalam skala media
sehingga menggetarkan membrana basilaris. Membrana basilaris merupakan
suatu kesatuan yang berbentuk lempeng-lempeng getar sehinga bila mendapat
stimuli bunyi akan bergetar seperti gelombang disebut traveling wave. Proses

6
transduksi terjadi karena perubahan bentuk membran basilaris. Perubahan
tersebut karena bergesernya membrana retikularis dan membrana tektorial akibat
stimulis bunyi. Amplitudo maksimum pergeseran tersebut akan mempengaruhi
sel rambut dalam dan sel rambut luar sehinga terjadi loncatan potensial listrik.
Potensial listrik ini akan diteruskan oleh serabut saraf aferen yang berhubungan
dengan sel rambut sebagai impuls saraf ke otak untuk disadari sebagai sensasi
mendengar (Ballenger, 1997).
Koklea di dalamnya terdapat 4 jenis proses bioelektrik, yaitu: potensial
endokoklea (endocochlear potential), mikrofoni koklea (cochlear microphonic),
potensial sumasi (summating potensial), dan potensial seluruh saraf (whole nerve
potensial). Potensial endokoklea selalu ada pada saat istirahat, sedangkan
potensial lainnya hanya muncul apabila ada suara yang merangsang. Potensial
endokoklea terdapat pada skala media bersifat konstan atau direct current (DC)
dengan potensial positif sebesar 80 – 100 mV. Stria vaskularis merupakan sumber
potensial endokoklea yang sangat sensitif terhadap anoksia dan zat kimia yang
berpengaruh terhadap metabolisme oksidasi. Mikrofoni koklea adalah alternating
current (AC) berada di koklea atau juga di dekat foramen rotundum, dihasilkan
area sel indera bersilia dan membrana tektoria oleh pengaruh listrik akibat vibrasi
suara pada silia atau sel inderanya. Potensial sumasi termasuk DC tidak mengikuti
rangsang suara dengan spontan, tetapi sebanding dengan akar pangkat dua
tekanan suara. Potensial sumasi dihasilkan sel-sel indera bersilia dalam yang
efektif pada intensitas suara tinggi. Sedangkan mikrofoni koklea dihasilkan lebih
banyak pada outer hair cell. Bila terdapat rangsangan diatas nilai ambang, serabut
saraf akan bereaksi menghasilkan potensial aksi. Serabut saraf mempunyai
penerimaan terhadap frekuensi optimum rangsang suara pada nilai ambangnya,
dan tidak bereaksi terhadap setiap intensitas. Potensial seluruh saraf adalah
potensial listrik yang dibangkitkan oleh serabut saraf auditori. Terekam dengan
elektroda di daerah foramen rotundum atau di daerah saraf auditori, memiliki
frekuensi tinggi dan onset yang cepat (Ballenger, 1997).
Rangsangan suara dari koklea diteruskan oleh nervus kranialis VIII ke
korteks melalui nukleus koklearis ventralis dan dorsalis. Jaras tersebut merupakan
sistem pendengaran sentral. (Soetirto, 2007).

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendengaran merupakan salah satu organ yang penting dalam tubuh kita. Organ ini
dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Proses mendengar adalah proses yang
tidak sederhana, agar dapat mendengar manusia harus memiliki organ pendengaran dan
fungsi pendengaran yang baik. Sistem organ pendengaran dibagi menjadi perifer dan
sentral. Pendengaran perifer dimulai dengan adanya sumber bunyi yang ditangkap
aurikula dan dilanjutkan ke saluran meatus akustikus eksternus kemudian terjadi getaran
pada membran timpani, membran timpani ini yang memiliki hubungan dengan tulang
pendengaran akan menggerakkan rangkaian tulang pendengaran yang terdiri dari maleus,
inkus dan stapes yang menempel pada foramen ovale. Gerakan stapes pada foramen
ovale akan menggerakkkan cairan yang ada dalam organ koklea, akibatnya terjadi
potensial listrik mengakibatkan terjadinya perubahan energi mekanik menjadi energi
listrik yang diteruskan oleh saraf auditori ke batang otak (disinilah batas sistem organ
pendengaran perifer dan sentral) kemudian energi listrik dilanjutkan ke kortek terletak
pada bagian girus temporalis superior. Kortek serebri membuat manusia mampu
mendeteksi dan menginterpretasikan pengalaman auditori, Sehingga pendengaran
merupakan salah satu indera yang sangat penting bagi manusia.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Alih bahasa: Staf pengajar
FKUIRSCM. 13rd ed. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997:105-9.

Corna, L., Wade, T.J., Streiner, D., Cairney, J. 2009, Transitions in Hearing Impairment and
Psychological Distress in Older Adults. Canadian Journal of Psychiatry, 54(8), pp. 518-
525.

Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Alih bahasa: Setiawan I, Tengadi KA,
Santoso A. 1 st ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1997: 827-34.

Lim DJ. Ultrastructural anatomy of the cochlea. In : Water TRVD, Staecker H,eds.
Otolaryngology basic science and clinical review.New York : Thieme,2006;313-25

Pawlowski KS. Anatomy and physiology of the cochlea. In : Roland PS, Rutka JA,eds.
Ototoxicity.Hamilton : BC Decker Inc,2004;1- 15

Pearce, Evelyn C. 2016. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Halaman: 56-70.

Saladin, Kenneth S. 2014. Anatomy and Physiology: The unity of Form and Function. 7th
Edition. McGraw Hill, New York. Halaman 134-150.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem: Sistem Pernapasan. edisi 2.
EGC:Jakarta. Halaman 231-241.

Soetirto I, Hendramin H, Bashirudin J, Gangguan pendengaran dan kelainan telinga dalam :


Supardi EA , Iskandar N, Bashiruddin J eds. Buku ajar ilmu penyakit telinga, hidung
dan tenggorok .Edisi 1. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007: 10-22.

Anda mungkin juga menyukai