Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Dia yang Maha Kuasa, berkat penyertaannya kami dari kelompok III

dapat menyelesaikan makalah ini dan sudah selayaknya kita manusia selalu berpandangan tanpa bimbing dan ijin Yang Maha Kuasa, kita manusia apakah yang bisa kita lakukan. Dengan terselesaikannya makalah ini, kami, kelompok III telah memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa, karena makalah ini merupakan persyaratan bagi mahasiswa Fakultas Keperawatan UNPI Manado umumnya, bagi kelompok III khususnya untuk mendapatkan nilai tugas yang telah diberikan oleh dosen pengajar mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan III, Ns. Sisfiani Sarimin, S.Kep. Besar harapan kelompok III kiranya makalah ini, walaupun masih jauh dari yang sempurna baik secara kerangka penyusunan maupun materi yang diangkat, dapat menjadi nilai tambah baik pengetahuan dan wawasan tentang bagaimana cahaya dan bunyi mempunyai pengaruh dalam proses perawatan dan derajat kesembuhan klien, sehingga kita semua semakin sehat lahir dan batin. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan kelompok III, hingga di kemudian hari semakin sempurna dalam menyusun makalah seperti ini. Salam hangat Kelompok III

OALTM 2011

Halaman 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................ DAFTAR ISI ... ......................................................................................... BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... B. Ruang Lingkup........................................................................... C. Tujuan .. ........................................................................................ D. Manfaat .. ....................................................................................... BAB II. PEMBAHASAN A. CAHAYA 1. PENGERTIAN CAHAYA.................................................... 2. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA MATA................. 3. FUNGSI MATA.................................................................... 4. KELAINAN PADA MATA ............................................... B. BUNYI 1. PENGERTIAN BUNYI......................................................... 2. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA........................... 3. CARA KERJA INDRA PENDENGARAN......................... 4. KELAINAN PADA INDERA PENDENGARAN............. DAFTAR PUSTAKA........................................................................... .. 5 5 7 14 19 20 22 23 26 1 2 3 3 4 4

OALTM 2011

Halaman 2

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sekilas memikirkan cahaya dan bunyi, keduanya merupakan bagian yang alamiah dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak ada yang istimewa dari kedua hal tersebut, hanya menjadi sesuatu hal yang kita rasakan namun tanpa keduanya, hidup ini terasa ada yang tidak lengkap bahkan akan berakibat fatal bagi kehidupan manusia. Tapi di era modern dewasa ini ternyata kedua hal tersebut, cahaya dan bunyi bukan hanya sebagai bagian dalam kehidupan kita seharihari, melainkan banyak manfaat yang dapat kita ambil dari keduanya. Berbagai manfaat telah dikembangkan berdasarkan dari kedua hal tersebut. Di makalah ini kita akan mencoba menggali manfaat apa saja yang telah ambil berdasarkan kegunaan dari cahaya dan bunyi tersebut dan dikembangkan sehingga dapat bermanfaat di bidang kesehatan pada umumnya dan bidang keperawatan terlebih khusus. Banyak teori dan model keperawatan menyatakan betapa besar pengaruh dari cahaya dan bunyi dalam proses perawatan dan derajat kesembuhan klien. Florence Nightingale, dalam teori dan model keperawatannya, yang berfokus pada lingkungan mengangkat bahwa cahaya dan bunyi sangat berpengaruh pada proses perawatan klien. Baik buruknya pencahayaan dalam suatu ruangan perawatan berdampak terhadap tingkat kesembuhan klien begitupun dengan bunyi punya pengaruh, terlebih dewasa ini banyak dikembangkan apa yang kita kenal dengan holistic care nursing, memasukkan terapi music sebagai bagian dari terapi untuk mempercepat kesembuhan klien. B. Ruang lingkup Pada saat ini kita membatasi materi di dalam makalah ini sebatas pada mata dan telinga. Dalam hal ini mata sebagai indera penglihatan berkaitan erat dengan cahaya dan telinga sebagai indera pendengaran
Halaman 3

OALTM 2011

berhubungan erat dengan bunyi serta bagaimana kelainan dan penyakit yang dapat terjadi pada kedua indera tersebut. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa dapat mempelajari tentang hubungan cahaya dan bunyi dengan indera penglihatan dan pendengaran serta kelainan yang terjadi pada mata dan telinga. 2. Tujuan khusus a. Mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari pengertian cahaya, dan anatomi fisiologi mata, serta kelainan yang terjadi pada mata. b. Mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari pengertian bunyi, dan anatomi fisiologi telinga, serta kelainan yang terjadi pada telinga. c. Mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari bagaimana aplikasi cahaya dan bunyi dalam bidang keperawatan. D. Manfaat a. Bagi masyarakat Makalah ini dapat menjadi bahan referensi bagi masyarakat sehingga masyarakat mengetahui pengaruh cahaya dan bunyi dalam hubungannya dengan indera penglihatan dan pendengaran serta kelainan yang terjadi . 2. Bagi jurusan keperawatan Makalah ini dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa jurusan keperawatan dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh cahaya dan bunyi dalam hubungannya dengan indera penglihatan dan pendengaran serta kelainan yang terjadi. 3. Bagi kelompok II Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menulis makalah khususnya di bidang ilmu keperawatan serta dapat mengaplikasikanya dalam praktik keperawatan sehari-hari.

OALTM 2011

Halaman 4

BAB II PEMBAHASAN A. CAHAYA 1. PENGERTIAN CAHAYA Definisi cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnet yang dapat dideteksi mata manusia. Cahaya dapat merambat tanpa medium, mempunyai frekuensi antara 4 x1014 Hz sampai 7,5 1014 hz. Panjang gelombang cahaya antara 400 nm (inframerah) sampai 700 nm (ultra ungu). Pendapat para ahli tentang cahaya, diawali dengan teori tentang penglihatan. Pada zaman yunani kuno. Phytagoras (580 500 SM) dan Democritos (460 370 SM) berpendapat bahwa kita dapat melihat benda karena benda itu mengeluarkan butir-butir yang masuk ke dalam mata. Empedocles (484 424 SM), Plato (427 347 SM) dan Euclides ( 300 SM) berpendapat bahwa kita dapat melihat karena dari mata kita keluar sesuatu, kemudian menumbuk butir-butir yang dikeluarkan benda yang kita lihat itu. Kemudian Alhazan (965 1038) berpendapat bahwa kita dapat melihat karena ada cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh benda itu. 2. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA MATA Mata mempunyai reseptor khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna. Sesungguhnya yang disebut mata bukanlah hanya bola mata, tetapi termasuk otot-otot penggerak bola mata, kotak mata (rongga tempat mata berada), kelopak, dan bulu mata. Bola mata mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga bola mata. Ketiga lapis dinding ini dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:

OALTM 2011

Halaman 5

Gambar 1 : Indera Penglihat a. Sklera Sklera merupakan jaringan ikat dengan serat yang kuat; berwarna putih buram (tidak tembus cahaya), kecuali di bagian depan bersifat transparan, disebut kornea. Konjungtiva adalah lapisan transparan yang melapisi kornea dan kelopak mata. Lapisan ini berfungsi melindungi bola mata dari gangguan. b. Koroid Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam; merupakan lapisan yang berisi banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi dan oksigen terutama untuk retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi (pemantulan sinar). Di bagian depan, koroid membentuk badan siliaris yang berlanjut ke depan membentuk iris yang berwarna. Di bagian depan iris bercelah membentuk pupil (anak mata). Melalui pupil sinar masuk. Iris berfungsi sebagai diafragma, yaitu pengontrol ukuran pupil untuk mengatur sinar yang masuk. Badan siliaris membentuk ligamentum yang berfungsi mengikat lensa mata. Kontraksi dan relaksasi dari otot badan siliaris akan mengatur cembung pipihnya lensa. c. Retina Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta. Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola
OALTM 2011

Halaman 6

mata terbagi dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan bagian belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar. Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut konjungtivitis. Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata. d. Otot Mata Ada enam otot mata yang berfungsi memegang sklera. Empat di antaranya disebut otot rektus (rektus inferior, rektus superior, rektus eksternal, dan rektus internal). Otot rektus berfungsi menggerakkan bola mata ke kanan, ke kiri, ke atas, dan ke bawah. Dua lainnya adalah otot obliq atas (superior) dan otot obliq bawah (inferior). 3. FUNGSI MATA Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor. Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda akan jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar. Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk

OALTM 2011

Halaman 7

membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja. Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna. Jarak terdekat yang dapat dilihat dengan jelas disebut titik dekat (punctum proximum). Jarak terjauh saat benda tampak jelas tanpa kontraksi disebut titik jauh (punctum remotum). Jika kita sangat dekat dengan obyek maka cahaya yang masuk ke mata tampak seperti kerucut, sedangkan jika kita sangat jauh dari obyek, maka sudut kerucut cahaya yang masuk sangat kecil sehingga sinar tampak paralel. Lihat Gambar 11.18. Baik sinar dari obyek yang jauh maupun yang dekat harus direfraksikan (dibiaskan) untuk menghasilkan titik yang tajam pada retina agar obyek terlihat jelas. Pembiasan cahaya untuk menghasilkan penglihatan yang jelas disebut pemfokusan. Cahaya dibiaskan jika melewati konjungtiva kornea. Cahaya dari obyek yang dekat membutuhkan lebih banyak pembiasan untuk pemfokusan dibandingkan obyek yang jauh. Mata mamalia mampu mengubah derajat pembiasan dengan cara mengubah bentuk lensa. Cahaya dari obyek yang jauh difokuskan oleh lensa tipis panjang, sedangkan cahaya dari obyek yang dekat difokuskan dengan lensa yang tebal dan pendek. Perubahan bentuk lensa ini akibat kerja otot siliari. Saat melihat dekat, otot siliari berkontraksi sehingga memendekkan apertura yang mengelilingi lensa. Sebagai akibatnya lensa menebal dan pendek. Saat melihat jauh, otot siliari relaksasi sehingga apertura yang mengelilingi lensa membesar dan
OALTM 2011

Halaman 8

tegangan ligamen suspensor bertambah. Sebagai akibatnya ligamen suspensor mendorong lensa sehingga lensa memanjang dan pipih.Proses pemfokusan obyek pada jarak yang berbeda-berda disebut daya akomodasi. Cara kerja mata manusia pada dasarnya sama dengan cara kerja kamera, kecuali cara mengubah fokus lensa. a. Visus Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak. Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam klinik. Istilah visus 20/20 adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak penglihatan manusia; visus 20/40 dapat dianggap separuh dri tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal. Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik. Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara bebas oleh masing-masing unsur. Cahaya datang dari sebuah fiksasi objek menuju fovea melalui sebuah bidang imajiner yang disebut visual aksis. Jaringan-jaringan mata
OALTM 2011

Halaman 9

dan struktur-struktur yang berada dalam visual aksis (serta jaringan yang terkait di dalamnya) mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk. Struktur-struktur ini adalah; lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior = Bilik Depan), pupil, lensa, vitreus dan akhirnya retina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain dari retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagai lapisan epitel retina berpigmen (RPE) yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retina sehingga tidak akan terpantul ke bagian lain dalam retina. RPE juga memiliki fungsi vital untuk mendaur-ulang bahan-bahan kimia yang digunakan oleh sel-sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. Jika RPE rusak maka kebutaan dapat terjadi. Seperti pada lensa fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil. Aberasi optik pada mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran pupil berada pada ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm), ketajaman bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan ekstrim, diameter pupil yang secara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata yang sehat ada pada kisaran 3 atau 4 mm. Korteks penglihatan adalah bagian dari korteks serebri yang terdapat pada bagian posterior (oksipital) dari otak yang bertanggungjawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100 dari lapang pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya 60% dari korteks visual/penglihatan. Banyak dari neuron-neuron ini dipercaya terlibat dalam pemrosesan tajam penglihatan. Perkembangan yang normal dari ketajaman visus tergantung dari input visual di usia yang sangat muda. Segala macam bentuk gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu yang lama seperti katarak, strabismus, atau penutupan dan penekanan pada mata selama menjalani terapi medis biasanya berakibat sebagai penurunan ketajaman visus berat dan permanen pada mata yang terkena jika tidak segera dikoreksi atau diobati di usia muda. Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam abnormalitas pada sel-sel di korteks visual. Perubahan-perubahan ini meliputi penurunan yang nyata akan
OALTM 2011

Halaman 10

jumlah sel-sel yang terhubung pada mata yan terkena dan juga beberapa sel yang menghubungkan kedua bola mata, yang bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan binokular dan kedalaman persepsi atau streopsis. Mata terhubung pada korteks visual melalui nervus optikus yang muncul dari belakang mata. Kedua nervus opticus tersebut bertemu pada kiasma optikum di mana sekitar separuh dari serat-serat masing-masing mata bersilang menuju tempat lawannya ke sisi lawannya dan terhubung dengan serat saraf dari bagian mata yang lain akan menghasilkan lapangan pandang yang sebenarnya. Gabungan dari serat saraf dari kedua mata membentuk traktus optikus. Semua ini membentuk dasar fisiologi dari penglihatan binokular. Traktus ini akan berhenti di otak tengah yang disebut nukleus genikulatus lateral untuk kemudian berlanjut menuju korteks visual sepanjang kumpulan serat-serat saraf yang disebut radiasio optika. Segala macam bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang merupakan periode kritis, akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka, pengukuran tajam penglihatan adalah sebuah tes yang sederhana dalam menentukan status kesehatan mata, sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras penglihatan menuju otak. Berbagai penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba selalu merupakan hal yang harus diperhatikan. Penyebab sering dari turunnya tajam penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang mempengaruhi jalur penglihatan, penyakit-penyakit yang mempengaruhi retina seperti degenarasi makular, dan diabetes, penyakit-penyakit yang mengenai jaras optik menuju otak seperti tumor dan sklerosis multipel, dan penyakitpenyakit yang mengenai korteks visual seperti stroke dan tumor. b. Daya Akomodasi Mata Definisi daya akomodasi adalah kemampuan mata untuk mencembungkan atau memipihkan lensa mata. Pada proses melihat, lensa mata akan cembung jika melihat benda yang dekat dan akan memipih jika melihat benda yang jauh. Hal ini sebenarnya adalah usaha menempatkan bayangan yang dilihat agar tepat pada retina sehingga dapat jelas. Kekuatan akomodasi dinyatakan dalam dioptri, dapat diukur dengan kartu akomodasi yang mempunyai garis tegak tunggal ukuran 0,2 x 3 mm.
OALTM 2011

Halaman 11

kartu diletakkan di depan mata, kemudian dilihat sampai batas kabur. Jika jarak antara mata dengan kartu itu diketahui, dapat ditentukan daya akomodasi mata tersebut. Misalnya jarak antara mata dan kartu adalah 15 cm, maka daya akomodasi mata adalah 100 per 15 = 6,67 dioptri. Jika daya akomodasi berkurang, mata akan cepat lelah untuk membaca. Hal ini dapat terjadi karena bertambahnya usia sehingga menimbulkan kesulitan untuk melihat. c. Refraksi Refraksi (atau pembiasan) dalam optika geometris didefinisikan sebagai perubahan arah rambat partikel cahaya akibat terjadinya percepatan. Pada optika era optik geometris, refraksi cahaya yang dijabarkan dengan Hukum Snellius, terjadi bersamaan dengan refleksi gelombang cahaya tersebut, seperti yang dijelaskan oleh persamaan Fresnel pada masa transisi menuju era optik fisis. Tumbukan antara gelombang cahaya dengan antarmuka dua medium menyebabkan kecepatan fasa gelombang cahaya berubah. Panjang gelombang akan bertambah atau berkurang dengan frekuensi yang sama, karena sifat gelombang cahaya yang transversal (bukan longitudinal). Pengetahuan ini yang membawa kepada penemuan lensa dan refracting telescope. Refraksi di era optik fisis dijabarkan sebagai fenomena perubahan arah rambat gelombang yang tidak saja tergantung pada perubahan kecepatan, tetapi juga terjadi karena faktor-faktor lain yang disebut difraksi dan dispersi. 1) Refraksi Ganda Refraksi ganda atau birefringence atau double refraction adalah dekomposisi sinar cahaya menjadi dua sinar cahaya yang disebut ordinary ray dan extraordinary ray. Refraksi ganda terjadi pada saat gelombang cahaya melalui medium material anisotropik seperti kristal kalsit atau Boron nitrat. Jika material tersebut mempunyai sumbu optis atau sumbu anisotropik tunggal, maka pembiasan yang terjadi disebut uniaxial birefringence dengan 2 buah indeks bias material anisotropik, masing-masing untuk 2 buah arah polarisasi dengan intensitas menurut persamaan :

OALTM 2011

Halaman 12

Di mana no dan ne adalah indeks bias untuk polarisasi tegak lurus ordinary ray dan polarisasi paralel extraordinary ray terhadap sumbu anisotropik. Refraksi ganda juga dapat terjadi dengan sumbu anisotropik ganda yang disebut biaxial birefringence atau trirefringence, seperti yang terjadi pada pembiasan sinar cahaya pada material anisotropik layaknya kristal atau berlian. Untuk material semacam ini, tensor indeks bias n, secara umum memiliki tiga eigenvalues yang berbeda, yaitu na, n and n?. 2) Refraksi Gradien Refraksi gradien adalah refraksi yang terjadi pada medium dengan indeks bias gradien. Pada umumnya, indeks bias gradien terjadi karena peningkatan kepadatan medium yang menyebabkan peningkatan indeks bias secara tidak linear, seperti pada kaca, sehingga cahaya yang merambat melaluinya dapat mempunyai jarak tempuh yang melingkar dan terfokus. Indeks bias gradien juga terjadi apabila cahaya yang merambat melalui medium dengan indeks bias konstan, mempunyai intensitas yang sangat tinggi akibat kuatnya medan listrik, seperti pada sinar laser, sehingga menyebabkan indeks bias medium bervariasi sepanjang jarak tempuh sinar tersebut. Jika indeks bias berbanding kuadrat dengan medan listrik/berbanding linear dengan intensitas, akan terjadi fenomena selffocusing dan self-phase modulation yang disebut efek optis Kerr. Fenomena refraksi gradien dengan indeks bias berbanding linear dengan medan listrik (yang terjadi pada medium yang tidak mempunyai inversion symmetry) disebut efek Pockels. 3) Refraksi Negatif Refraksi negatif adalah refraksi yang terjadi seolah-olah sinar cahaya insiden dipantulkan oleh sumbu normal antarmuka dua medium pada sudut refraksi yang secara umum tunduk pada hukum Snellius, namun bernilai negatif. Refraksi negatif terjadi pada pembiasan antarmuka antara medium yang mempunyai indeks bias positif dengan medium material meta yang mempunyai indeks bias negatif oleh desain koefisien permitivitas medan listrik dan permeabilitas medan magnet tertentu menurut persamaan.

OALTM 2011

Halaman 13

Untuk kebanyakan material, besaran permeabilitas sangat dekat dengan nilai 1 pada frekuensi optis, sehingga nilai n disederhanakan dengan pendekatan permitivitas. Menurut persamaan ini, maka indeks bias dapat bernilai negatif, misalnya seperti pada sinar x. 4. KELAINAN PADA MATA Pada anak-anak, titik dekat mata bisa sangat pendek, kira-kira 9 cm untuk anak umur 11 tahun. Makin tua, jarak titik dekat makin panjang. Sekitar umur 40 tahun - 50 tahun terjadi perubahan yang menyolok, yaitu titik dekat mata sampai 50 cm, oleh karena itu memerlukan pertolongan kaca mata untuk membaca berupa kaca mata cembung (positif). Cacat mata seperti ini disebut presbiopi atau mata tua karena proses penuaan. Hal ini disebabkan karena elastisitas lensa berkurang. Penderita presbiopi dapat dibantu dengan lensa rangkap. Mata jauh dapat terjadi pada anak-anak; disebabkan bola mata terlalu pendek sehingga bayang-bayang jatuh di belakang retina. Cacat mata pada anak-anak seperti ini disebut hipermetropi. Miopi atau mata dekat adalah cacat mata yang disebabkan oleh bola mata terlalu panjang sehingga bayang-bayang dari benda yang jaraknya jauh akan jatuh di depan retina. Pada mata dekat ini orang tidak dapat melihat benda yang jauh, mereka hanya dapat melihat benda yang jaraknya dekat. Untuk cacat seperti ini orang dapat ditolong dengan lensa cekung (negatif). Miopi biasa terjadi pada anak-anak. Astigmatisma merupakan kelainan yang disebabkan bola mata atau permukaan lensa mata mempunyai kelengkungan yang tidak sama, sehingga fokusnya tidak sama, akibatnya bayang-bayang jatuh tidak pada tempat yang sama. Untuk menolong orang yang cacat seperti ini dibuat lensa silindris, yaitu yang mempunyai beberapa fokus. Katarak adalah cacat mata, yaitu buramnya dan berkurang elastisitasnya lensa mata. Hal ini terjadi karena adanya pengapuran pada lensa. Pada orang yang terkena katarak pandangan menjadi kabur dan daya akomodasi berkurang. Kelainan-kelainan mata yang lain adalah: 1. Imeralopi (rabun senja): pada senja hari penderita menjadi rabun 2. Xeroftalxni: kornea menjadi keying dan bersisik
OALTM 2011

Halaman 14

3. Keratomealasi: kornea menjadi putih dan rusak. a. Miopia Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.

Gambar 2 : Mata Miopia Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif dalam Dioptri. Klasifikasi miopia antara lain: ringan (3D), sedang (3 6D), berat (6 9D), dan sangat berat (>9D). Gejala miopia antara lain penglihatan kabur melihat jauh dan hanya jelas pada jarak tertentu/dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat pada mata, gangguan dalam pekerjaan, dan jarang sakit kepala. Koreksi mata miopia dengan memakai lensa minus/negatif ukuran teringan yang sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Pemakaian kaca mata dapat terjadi pengecilan ukuran benda yang dilihat, yaitu setiap 1D akan memberikan kesan pengecilan benda 2%. Pada keadaan tertentu, miopia dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain

OALTM 2011

Halaman 15

keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, Laser Asissted In situ Interlamelar Keratomilieusis (Lasik) a. Hipermetropia Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan bawaan tertentu, atau penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).

Gambar 3 : Mata Hipermetropia Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi. Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 D maka penglihatan jauh juga akan terganggu. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 D dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata tanpa kesulitan, namun tidak demikian bila usia sudah 60 tahun. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada perubahan usia, lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada retina sehingga akan lebih terletak di belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau konveks dengan bertambahnya
OALTM 2011

Halaman 16

usia. Pada anak usia 0-3 tahun hipermetropia akan bertambah sedikit yaitu 02.00 D. Pada hipermetropia dirasakan sakit kepala terutama di dahi, silau, dan kadang juling atau melihat ganda. Kemudian pasien juga mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang retina. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan. Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung atau konveks untuk mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah diberikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. c. Astigmatisma Astigmata terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau tidak rata sehingga tidak memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan kornea atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di belakang retina. Akibatnya penglihatan akan terganggu. Mata dengan astigmatisme dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air yang bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus, terlalu lebar atau kabur. Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah. Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua kekuatan yang berbeda. Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata.

OALTM 2011

Halaman 17

d. Presbiopia Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar memfokuskan sinar pada saat melihat dekat.

Gambar 4 : Mata Presbiopia Gejala presbiopia biasanya timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula terjadinya tergantung kelainan refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran pupil), kegiatan penglihatan pasien, dan lainnya. Gejalanya antara lain setelah membaca akan mengeluh mata lelah, berair, dan sering terasa pedas, membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, gangguan pekerjaan terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca. Koreksi dengan kaca mata bifokus untuk melihat jauh dan dekat. Untuk membantu kekurangan daya akomodasi dapat digunakan lensa positif. Pasien presbiopia diperlukan kaca mata baca atau tambahan untuk membaca dekat dengan kekuatan tertentu sesuai usia, yaitu: +1D untuk 40 tahun, +1,5D untuk 45 tahun, +2D untuk 50 tahun, +2,5D untuk 55 tahun, dan +3D untuk 60 tahun. Jarak baca biasanya 33cm, sehingga tambahan +3D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan.

OALTM 2011

Halaman 18

B. BUNYI 1. Pengertian Bunyi Bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, atau gas. Jadi, gelombang bunyi dapat merambat misalnya di dalam air, batu bara, atau udara. Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitudo atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi, yaitu getaran di udara atau medium lain, sampai ke gendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responsnya. Suara di atas 20 kHz disebut ultrasonik dan di bawah 20 Hz disebut infrasonik. a. Gema Gema terjadi jika bunyi dipantulkan oleh suatu permukaan, seperti tebing pegunungan, dan kembali kepada kita segera setelah bunyi asli dikeluarkan. Kejernihan ucapan dan musik dalam ruangan atau gedung konser tergantung pada cara bunyi bergaung di dalamnya. Bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas. Jadi, gelombang bunyi dapat merambat misalnya di dalam air, batu bara, atau udara jadi, gema adalah gelombang pantul/ reaksi dari gelombang yang dipancarkan bunyi. b. Gelombang bunyi Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang bergetar maju-mundur. Tiap saat, molekul-molekul itu berdesakan di beberapa tempat, sehingga menghasilkan wilayah tekanan tinggi, tapi di tempat lain merenggang, sehingga menghasilkan wilayah tekanan rendah. Gelombang bertekanan tinggi dan rendah secara bergantian bergerak di udara, menyebar dari sumber bunyi. Gelombang bunyi ini menghantarkan bunyi ke telinga manusia,Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal.
OALTM 2011

Halaman 19

Kecepatan bunyi Bunyi merambat di udara dengan kecepatan 1.224 km/jam. Bunyi merambat lebih lambat jika suhu dan tekanan udara lebih rendah. Di udara tipis dan dingin pada ketinggian lebih dari 11 km, kecepatan bunyi 1.000 km/jam. Di air, kecepatannya 5.400 km/jam, jauh lebih cepat daripada di udara Rumus mencari cepat rambat bunyi adalah v=s:t Dengan s panjang Gelombang bunyi dan t adalah waktu. d. Resonansi Suatu benda, misalnya gelas, mengeluarkan nada musik jika diketuk sebab ia memiliki frekuensi getaran alami sendiri. Jika kita menyanyikan nada musik berfrekuensi sama dengan suatu benda, benda itu akan bergetar. Peristiwa ini dinamakan resonansi. Bunyi yang sangat keras dapat mengakibatkan gelas beresonansi begitu kuatnya sehingga pecah. 2. ANATOMI DAN FIFIOLOGI TELINGA Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diol

c.

Gambar 5 : telinga

OALTM 2011

Halaman 20

Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. a. Telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga, saluran luar, dan membran timpani (gendang telinga). Daun telinga manusia mempunyai bentuk yang khas, tetapi bentuk ini kurang mendukung fungsinya sebagai penangkap dan pengumpul getaran suara. Bentuk daun telinga yang sangat sesuai dengan fungsinya adalah daun telinga pada anjing dan kucing, yaitu tegak dan membentuk saluran menuju gendang telinga. Saluran luar yang dekat dengan lubang telinga dilengkapi dengan rambut-rambut halus yang menjaga agar benda asing tidak masuk, dan kelenjar lilin yang menjaga agar permukaan saluran luar dan gendang telinga tidak kering. b. Telinga tengah Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang. Di dalamnya terdapat saluran Eustachio yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Rongga telinga tengah berhubungan dengan telinga luar melalui membran timpani. Hubungan telinga tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan jendela bundar yang keduanya dilapisi dengan membran yang transparan. Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas. Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran suara dari gendang telinga (membran timpani) menyeberangi rongga telinga tengah ke jendela oval.

OALTM 2011

Halaman 21

c. Telinga dalam Bagian ini mempunyai susunan yang rumit, terdiri dari labirin tulang dan labirin membran. Ada 5 bagian utama dari labirin membran, yaitu sebagai berikut. a. Tiga saluran setengah lingkaran b. Ampula c. Utrikulus d. Sakulus e. Koklea atau rumah siput Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui saluran sempit. Tiga saluran setengah lingkaran, ampula, utrikulus dan sakulus merupakan organ keseimbangan, dan keempatnya terdapat di dalam rongga vestibulum dari labirin tulang. Koklea mengandung organ Korti untuk pendengaran. Koklea terdiri dari tiga saluran yang sejajar, yaitu: saluran vestibulum yang berhubungan dengan jendela oval, saluran tengah dan saluran timpani yang berhubungan dengan jendela bundar, dan saluran (kanal) yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh membran. Di antara saluran vestibulum dengan saluran tengah terdapat membran Reissner, sedangkan di antara saluran tengah dengan saluran timpani terdapat membran basiler. Dalam saluran tengah terdapat suatu tonjolan yang dikenal sebagai membran tektorial yang paralel dengan membran basiler dan ada di sepanjang koklea. Sel sensori untuk mendengar tersebar di permukaan membran basiler dan ujungnya berhadapan dengan membran tektorial. Dasar dari sel pendengar terletak pada membran basiler dan berhubungan dengan serabut saraf yang bergabung membentuk saraf pendengar. Bagian yang peka terhadap rangsang bunyi ini disebut organ Korti. 3. CARA KERJA INDRA PENDENGARAN Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke jendela oval. Getaran Struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan limfa yang ada di dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran Reissmer dan menggetarkan cairan limfa dalam saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfa di dalam saluran tengah menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan cairan dalam
OALTM 2011

Halaman 22

saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membran pada jendela bundar. Getaran dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput basiler, yang akan menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah. Ketika rambut-rambut sel menyentuh membran tektorial, terjadilah rangsangan (impuls). Getaran membran tektorial dan membran basiler akan menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian menghasilkan impuls yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf pendengaran. 4. KELAINAN PADA INDERA PENDENGARAN Tuli, tunarungu, atau gangguan dengar dalam kedokteran adalah kondisi fisik yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara. Tuli dalam kedokteran dibagi atas 3 jenis: 1. Tuli/Gangguan Dengar Konduktif yaitu gangguan dengar yang disebabkan kelainan di telinga bagian luar dan/atau telinga bagian tengah, sedangkan saraf pendengarannya masih baik, dapat terjadi pada orang dengan infeksi telinga tengah, infeksi telinga luar atau adanya serumen di liang telinga. 2. Tuli/Gangguan Dengar Saraf atau Sensorineural yaitu gangguan dengar akibat kerusakan saraf pendengaran, meskipun tidak ada gangguan di telinga bagian luar atau tengah. 3. Tuli/Gangguan Dengar Campuran yaitu gangguan yang merupakan campuran kedua jenis gangguan dengar di atas, selain mengalami kelainan di telinga bagian luar dan tengah juga mengalami gangguan pada saraf pendengaran. Untuk menentukan jenis dan derajat ketulian dapat diperiksa dengan audiometri. Disamping dengan pemeriksaan audiometri, ambang respon seseorang terhadap bunyi dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry, dapat dilakukan pada pasien yang tidak dapat diajak komunikasi atau anak kecil. 4. Radang telinga tengah Radang telinga tengah (bahasa Latin: otitis media) adalah peradangan telinga bagian tengah yang biasanya disebabkan oleh penjalaran infeksi dari
OALTM 2011

Halaman 23

tenggorok (faringitis) dan sering pada anak-anak. Pada semua jenis otitis media juga dikeluhkan gangguan dengar (tuli) konduktif. Dari perjalanan klinisnya, radang telinga tengah dibedakan atas akut (baru) dan kronis (proses lebih lama).

Gambar 6 : Membrane timpani yang mengalami OMA Otitis Media Akut (OMA) Otitis media adalah infeksi atau inflamasi / peradangan di telinga tengah. Telinga sendiri terbagi menjadi tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas. Guna saluran ini adalah: Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar. Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung. Sebagai sawar kuman yang mungkin akan masuk ke dalam telinga tengah Patofisiologi Otitis Media Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih
OALTM 2011

Halaman 24

untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. Penyebab Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir. Otitis Media Kronik Otitis media kronik ditandai dengan adanya supuratif (bernanah) yang merupakan lanjutan dari OMA yang mengalami pecah gendang telinga dan tidak menutup setelah 6 minggu atau non supuratif (serosa/gendang telinga utuh).

OALTM 2011

Halaman 25

DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.crayonpedia.org/mw/Alat_Indra_Pada_Manusia_9.1, diakses pada tanggal 01 Agustus 2011 jam 10.00 Wita 2. http://id.wikipedia.org/wiki/Tuli, diakses pada tanggal 01 Agustus 2011 jam 10.00 Wita 3. http://en.wikipedia.org/wiki/Otitis_media, diakses pada tanggal 01 Agustus 2011 jam 10.00 Wita

OALTM 2011

Halaman 26

Anda mungkin juga menyukai