Anda di halaman 1dari 26

1

REFRAT

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Oleh:
A Annisa Ashliyatul A G99142047
Gisti Respati Riyanti G99142048

Pembimbing :
dr. Novi Primadewi, Sp.THT-KL, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
2016

BAB I
2

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif.
Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis (Djaafar, 2007). Pada
beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-
anak. Lebih sering terjadi pada anak-anak Indian Amerika dan Eskimo
dibanding anak kulit putih, dan sangat jarang pada anak kulit hitam. Infeksi
umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun
pertama masa sekolah (Paparella, 1997).

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada


telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret keluar dari
telinga terus menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental,
bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2
jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna (Helmi, 2007).

Otitis media akut dengan perforasi membran timpani dapat menjadi


otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah berlangsung lebih dari 2
bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif
subakut.3 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi
otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat,
virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau
hygiene yang buruk (Djaafar, 2007).

Gejala otitis media supuratif kronis secara umum antara lain otorrhoe
yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia,
tinitus, rasa penuh di telinga dan atau vertigo (Djaafar, 2007).

2
3

Proses peradangan pada OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa


saja, biasanya tidak mengenai tulang. Umumnya OMSK ini jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Berbeda dengan OMSK tipe
maligna yang dapat ditemukan adanya kolesteatoma dan sering menimbulkan
komplikasi dibanding OMSK tipe benigna (Djaafar, 2007).

Pada makalah ini akan dibahas mengenai etiologi, patofisiologi,


manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, dan prognosis
dari otitis media supuratif kronis (OMSK) tipe benigna.

B. Tujuan
Mengetahui etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis,
pemeriksaan penunjang, terapi dan prognosis dari otitis media supuratif kronik
(OMSK) tipe benigna.

C. Manfaat
1. Dalam bidang pendidikan dapat menambah pengetahuan tentang etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi
dan prognosis dari otitis media supuratif kronik (OMSK) tipe benigna.
2. Dalam bidang pelayanan dapat digunakan sebagai asupan dalam upaya
pencegahan terjadinya infeksi pada telinga tengah.
3. Dalam bidang penelitian dapat digunakan sebagai titik tolak penelitian
selanjutnya.

D. Rumusan Masalah
Bagaimana etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis,
pemeriksaan penunjang, terapi dan prognosis dari otitis media supuratif kronik
(OMSK) tipe benigna.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI TELINGA
Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera
pendengaran dan fungsi keseimbangan tubuh (Fox , 2011). Telinga terdiri
atas tiga bagian dasar, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan
telinga bagian dalam. Setiap bagian telinga bekerja dengan tugas khusus
untuk mendeteksi dan menginterpretasikan bunyi. Struktur anatomi telinga
seperti diperlihatkan pada gambar (Fox , 2011).

Gambar 2.1. Struktur anatomi telinga


Sumber: Fox , 2011
1. Telinga Bagian Luar
Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi
dari luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran
telinga (canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus
dan kelenjar sebasea sampai di membran timpani (Liston, 2011).
Pinna/daun telinga adalah struktur menonjol yang merupakan
kartilago terbalut kulit. Fungsi utamanya adalah mengumpulkan dan

4
5

menghubungkan suara menuju meatus akustikus eksterna. Daun telinga


terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Bagian-bagianmdaun telinga
lobula, heliks, anti heliks, tragus, dan antitragus.
Meatus akustikus eksterna. selain sebagai tempat penyimpanan
serumen, juga berfungsi untuk meningkatkan sensitifitas telinga dalam 3000
Hz – 4000 Hz. Saluran ini memiliki panjang sekitar 2,5 cm. Liang telinga
atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk seperti huruf S. Pada
1/3 proksimal memiliki kerangka tulang rawan dan 2/3 distal memiliki
kerangka tulang sejati. Saluran telinga mengandung rambut-rambut halus
dan kelenjar lilin. Rambut-rambut alus berfungsi untuk melindungi lorong
telinga dari kotoran, debu dan serangga, sementara kelenjar sebasea berfungsi
menghasilkan serumen. Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea,
kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Kelenjar
sebasea terdapat pada kulit liang telinga (Hafil, 2007).

2. Telinga Bagian Tengah


Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi
menghantarkan bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian
depan ruang telinga dibatasi oleh membran timpani, sedangkan bagian dalam
dibatasi oleh foramen ovale dan foramen rotundum. Pada ruang tengah
telinga terdapat bagian-bagian sebagai berikut (Moller, 2006):
a. Membran timpani
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang bunyi

yang memiliki ketebalan sekitar 0,1 cm dan luas sekitar 65mm2. Membran
ini menyalurkan getaran di udara ke tulang-tulang kecil telinga tengah
(Giancoli,2001; Sherwood, 2007). Secara normal, tuba ini tertutup tetapi
dapat dibuka dengan gerakan menguap, mengunyah dan menelan
(Sherwood, 2007). Area tekanan tinggi dan rendah pada gelombang suara
akan menyebabkan membran timpani bergetar ke dalam dan keluar. Suara
yang masuk 99,9% mengalami refleksi dan hanya 0,1% saja yang di
transmisi/diteruskan. Pada frekuensi kurang dari 400 Hz membran
6

timpanibersifat “per” sedangkan pada frekuensi 4.000 Hz membran


timpani akan menegang (Gabriel, 1996). Setiap ada gelombang bunyi yang
memasuki lorong telinga akan mengenai membran timpani, selanjutnya
membran timpani akan menggelembung ke arah dalam menuju ke telinga
tengah dan akan menyentuh tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus
dan stapes. Tulang-tulang pendengaran akan meneruskan gelombang bunyi
tersebut ke telinga bagian dalam (Liston, 1997; Moller, 2006).
b. Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang
martil), incus (tulang landasan) dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiga
tulang tersebut membentuk rangkaian tulang yang melintang pada telinga
tengah dan menyatu dengan membran timpani (Fox, 2011). Susunan tulang
telinga ditampilkan pada gambar 2.

Gambar 2.2. Susunan tulang-tulang pendengaran. Sumber: Fox, 2011.

c. Tuba auditiva eustachius


Tuba auditiva eustachius atau saluran eustachius adalah saluran
penghubung antara ruang telinga tengah dengan rongga faring. Saluran
ini berfungsi sebagai jalur drainase untuk cairan yang dihasilkan di
telinga tengah. Adanya saluran eustachius, memungkinkan
keseimbangan tekanan udara rongga telinga telinga tengah dengan udara
7

luar (Liston, 1997; Moller, 2006). Sewaktu terbuka sesaat, saluran ini
memungkinkan tekanan di telinga tengah menjadi sama dengan tekanan
atmosfer. Penyamaan tekanan dapat terjadi secara spontan tanpa
gerakan rahang apabila tekanan udara sekitar berkurang.

3. Telinga bagian dalam


Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan
oleh telinga tengah. Telinga dalam atau labirin terdiri atas dua bagian yaitu
labirin tulang dan labirin selaput. Dalam labirin tulang terdapat vestibulum,
kanalis semisirkularis dan koklea. Di dalam koklea inilah terdapat organ Corti
yang berfungsi untuk mengubah getaran mekanik gelombang bunyi menjadi
impuls listrik yang akan dihantarkan ke pusat pendengaran (Liston, 1997;
Moller, 2006).
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-
sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan
skala timpani dengan skala vestibule (Moller, 2006).
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Koklea atau rumah siput
merupakan saluran spiral dua setengah lingkaran yang menyerupai rumah siput
(Moller, 2006).
Koklea terbagi atas tiga bagian yaitu:
a. Skala vestibuli terletak di bagian dorsal
b. Skala media terletak di bagian tengah
c. Skala timpani terletak di bagian ventral
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala
media berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfe berbeda
dengan endolimfe. Hal ini penting untuk proses pendengaran (Fox, 2011;
Guyton, 2006). Bagian ujung dari duktus koklearis dimana cairan dari
kompartemen atas dan bawah bergabung di sebut dengan helikotrema.
Antara skala satu dengan skala yang lain dipisahkan oleh suatu
membran. Ada tiga membran yaitu:
8

a. Membran vestibuli, memisahkan skala vestibuli dan skala media.


b. Membran tektoria, memisahkan skala media dan skala timpani.
c. Membran basilaris, memisahkan skala timpani dan skala vestibuli.
Pada membran membran basalis ini terletak organ Corti yang
mengandung sel rambut yang merupakan reseptor suara (Fox, 2011). Sekitar
30.000 ujung saraf dan sebanyak 16.000 sel rambut di dalam masing-masing
koklea tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh panjang membran
basilaris: satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Dari
permukaan masing-masing sel rambut menonjol sekitar 100 rambut yang
dikenal sebagai stereosilia. Sel rambut menghasilkan sinyal saraf jika
rambut permukaannya mengalami perubahan bentuk secara mekanik akibat
gerakan cairan di telinga dalam. Stereosilia ini berkontak dengan membrane
tektorium, suatu tonjolan mirip tenda yang menutupi organ corti di seluruh
panjangnya (Sherwood, 2007; Giancoli, 2001). Struktur organ Corti
ditampilkan pada gambar 3.

Gambar 2.3. Penampang koklea (gambar a) dan susunan organ Corti


(gambar b). Sumber: Fox, 2011.
9

Resonansi frekuensi tinggi dari membran basilaris terjadi dekat basis,


tempat gelombang suara memasuki koklea melalui jendela oval dan resonansi
frekuensi rendah terjadi dekat apeks, terutama karena perbedaan dalam
kekakuan serat (serat kaku dan pendek dekat jendela oval koklea bergetar
pada frekuensi tinggi sedangkan serat panjang dan lentur dekat ujung
koklea/helikotrema mempunyai kecendrungan untuk bergetar pada frekuensi
rendah) tetapi juga karena peningkatan pengisian membran basilaris dengan
massa cairan ekstra yang semestinya bergetar bersama membran pada apeks
(Guyton, 2006; SCIE, 2012).
B. FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
memperkuat getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale. Energi getar yang
teiah diperkuat ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen
ovale sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli bergerak (Guyton, 2006).
Getaran akibat getaran perilimfe diteruskan melalui membran
Reissner yang akan mendorong endolimfe, sehingga akan terjadi gerak relatif
antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel
rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan
listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 - 40) di lobus temporalis
(Guyton, 2006).
10

C. MEKANISME PENDENGARAN

Gelombang bunyi merupakan suatu gelombang getaran udara yang


timbul akibat getaran suatu obyek. Bunyi yang didengar oleh setiap orang
muda antara 20 dan 20.000 siklus per detik. Akan tetapi, batasan bunyi sangat
tergantung pada intensitas. Bila intesitas kekerasan 60 desibel di bawah 1

dyne/cm2 tingkat tekanan bunyi, rentang bunyi menjadi 500 sampai 5000
siklus per detik. Pada orang yang lebih tua rentang frekuensi yang bisa
didengarnya akan menurun dari pada saat seseorang berusia muda, frekuensi
pada orang yang lebih tua menjadi 50 sampai 8000 siklus perdetik atau kurang
(Guyton, 2006).
Kekerasan bunyi ditentukan oleh sistem pendengaran yang melalui
tiga cara. Cara yang pertama di mana ketika bunyi menjadi keras, amplitudo
getaran membran basiler dan sel-sel rambut menjadi meningkat sehingga akan
mengeksitasi ujung saraf dengan lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo getaran
meningkat akan menyebabkan sel-sel rambut yang terletak di pinggir bagian
membran basilar yang beresonansi menjadi terangsang sehinga menyebabkan
penjumlahan spasial implus menjadi transmisi yang melalui banyak serabut
saraf. Ketiga, sel-sel rambut luar tidak akan terangsang secara bermakna
sampai dengan getaran membran basiler mencapai intensitas yang tinggi dan
perangsangan sel-sel ini tampaknya yang menggambarkan pada sistem
saraf bahwa tersebut sangat keras (Guyton, 2006).
Jaras persarafan pendengaran utama menunjukan bahwa serabut saraf
dari ganglion spiralis Corti memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis
yang terletak pada bagian atas medulla. Serabut sinaps akan berjalan ke
nukleus olivarius superior kemudian akan berjalan ke atas melalui lemnikus
lateralis. Dari lemnikus lateralis ada beberapa serabut yang berakhir di
lemnikus lateralis dan sebagian besar lagi berjalan ke kolikus inferior di mana
tempat semua atau hampir semua serabut pendengaran bersinaps. Jaras
berjalan dari kolikus inferior ke nukleus genikulum medial, kemudian jaras
berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorik yang terutama
11

terletak pada girus superior lobus temporalis (Guyton, 2006). Jaras saraf
pendengaran ditampilkan pada gambar 4.

Gambar 2.4. Jaras saraf pendengaran. Sumber: Guyton, 2006

Pada batang otak terjadi persilangan antara kedua jaras di dalam


korpus trapezoid dalam komisura di antara dua inti lemniskus lateralis dan
dalam komnisura yang menghubungkan dua kolikulus inferior. Adanya
serabut kolateral dari traktus auditorius berjalan langsung ke dalam sistem
aktivasi retikuler di batang otak. Pada sistem ini akan mengaktivasi seluruh
sistem saraf untuk memberikan respon terhadap bunyi yang keras. Kolateral
lain yang menuju ke vermis serebelum juga akan di aktivasikan seketika jika
ada bunyi keras yang timbul mendadak. Orientasi spasial dengan derajat tinggi
akan dipertahankan oleh traktus serabut yang berasal dari koklea sampai ke
korteks (Guyton, 2006).
12

I. Otitis Media Supuratif Kronis


A. Definisi Otitis Media Supuratif Kronis
Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang umum di seluruh dunia dan merupakan
penyebab utama gangguan pendengaran di kalangan anak-anak pada
negara-negara berkembang. Penyakit dan masalah yang terkait
merupakan cacat yang tersembunyi, menempatkan anak-anak pada risiko
seperti kurangnya performa saat belajar, kemampuan berbahasa dan
bicara menjadi tertunda, dan pemahaman dalam belajar yang buruk
(Mackenzie, 2009).
OMSK didefinisikan sebagai debit persisten pus melalui
membran timpani yang perforasi selama lebih dari dua minggu (Smith et
al., 1996),
B. Epidemiologi Otitis Media Supuratif
OMSK biasanya terilihat pada anak-anak terutama pada anak usia
dini dan sering karena kelanjutan dari otitis media akut (OMA)(Kong dan
Coates, 2009). OMSK juga dapat terjadi pada orang dewasa sebagai
komplikasi dari OMA dengan perforasi pada waktu kecil. OMSK
berbeda dari otitis media kronis dengan efusi, dimana pada otitis media
kronik dengan efusi memiliki membran timpani yang utuh dengan
terdapat cairan di telinga tengah tetapi tidak ada infeksi aktif. OMSK
tidak termasuk dari perforasi kronis dari gendang telinga yang memiliki
tanda kering, atau hanya sesekali mengeluarkan discharge, dan tidak
memiliki tanda-tanda infeksi aktif (Peter, 2012). Prevalensi OMSK di
dunia bervariasi, diperkirakan pada kisaran 1% sampai 46%; telah
diperkirakan bahwa sekitar 65-330.000.000 jiwa memiliki telinga yang
mengeluarkan discharge, 60% di antaranya mengalami penurunan
pendengaran yang signifikan. Menurut WHO (2004), negara-negara
Pasifik Barat memiliki prevalensi tertinggi (2,5% sampai 43%), diikuti
oleh Asia Tenggara (0,9% menjadi 7,8%), Afrika (0,4% sampai 4,2%),
13

Amerika Selatan dan Tengah (3%), Mediterania Timur (1,4%), dan


Eropa (rata-rata prevalensinya 0,4%).
C. Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media
berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi
biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis),
mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius
yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak
dengan cleft palate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan
dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun
sistemik. Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum
jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan
OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah
memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan
hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat
tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama
apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid
yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid
lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah
hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan
kelanjutan dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi,
tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan
bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.
4. Infeksi
14

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga


tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif
menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat.
Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-
usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi
infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa
telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap
organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden
lebih besar terhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang
lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah
dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes
telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum
terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering
tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen
primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang
inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi
tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak
mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal (Kumar S,
1996).
15

D. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air
dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus
dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan
mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa
telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang
telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif
tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau,
berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna
putih, mengkilap.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanya di jumpai tuli konduktif namun dapat pula
bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun
proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun
kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra
ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan
penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian
16

tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta


keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf
berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo
yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
17

E. Patogenesis

Patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam


hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan
perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang
terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa
kejadian infeksi pada telinga tengah missal perforasi kering. Beberapa
penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media
kronis. Suatu teori tentang patogenesis dikemukan dalam buku modern
yang umumnya telah diterima sebagai fakta. Hipotesis ini menyatakan
bahwa terjadinya otitis media nekrotikans, terutama pada masa anak-
anak, menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah
penyakit akut berlalu, gendang telinga tetap berlubang, atau sembuh
dengan membran yang atrofi yang kemudian dapat kolaps kedalam
telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini
mengabaikan beberapa kenyataan yang menimbulkan keraguan atas
kebenarannya, antara lain:

i. Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan


lengkap membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang
terjadi, biasanya ditandai oleh penebalan dan bukannya atrofi.

ii. Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak


digunakannya antibiotik. Penulis (DFA) hanya menemukan kurang
dari selusin kasus dalam 25 tahun terakhir. Di pihak lain, kejadian
penyakit telinga kronis tidak berkurang dalam periode tersebut.

iii. Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat


otitis akut pada permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung
tanpa gejala dan bertambah secara bertahap, sampai diperlukan
pertolongan beberapa tahun kemudian setelah pasien menyadari
adanya masalah (Glasscock III M.E, Shambaugh GE, 1990).
18

G. Diagnosis

Penegakan diagnosis OMSK berdasar munculnya gejala klinis


sebagai berikut :

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air


dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus
dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan
mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa
telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang
telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif
tidak dijumpai adannya sekret telinga.

Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor


memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat
terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK
tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau
hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang


pendengaran. Biasanya di jumpai tuli konduktif namun dapat pula
bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun
19

proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun


kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra
ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan
penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas system pengantaran suara ke telinga tengah.

Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat


karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kokhlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf
berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.

3. Otalgia (nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada


merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis.
20

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius


lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo
yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum (Helmi S,
1990).

H. Penatalaksanaan

Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan


pada faktor – faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila
didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi
obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, di
mana pengobatan dapat dibagi atas:

1. Konservatif
2. Operasi

OMSK BENIGNA TENANG

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan dinasehatkan untuk


jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,
dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas
atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (Miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran.
21

OMSK BENIGNA AKTIF

Prinsip pengobatan OMSK adalah pembersihan liang telinga dan


kavum timpani serta pemberian antibiotika.

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)


Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak
sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga
merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme
(Fairbank, 1981). Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
a. Toilet telinga secara kering (dry mopping)
b.Toilet telinga secara basah (syringing).
c. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet) (Shenoi P.M, 1987)
2. Pemberian antibiotik topikal
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk
OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada
anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan
Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob
dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena
meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas
aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan
organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Biasanya tetes telinga
mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila
sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan
sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif
dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif
melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis (Fairbanks, 1984).
Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang
mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang
akan menyebabkan ototoksik. Antibiotika topikal yang dapat dipakai
pada otitis media kronik adalah Polimiksin B atau polimiksin E,
22

Neomisin dan Kloramfenikol. Polimiksin B atau polimiksin E bersifat


bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli
Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus
dan.B.fragilis. Ia bersifat toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
Neomisin merupakan obat bakterisid pada kuman gram positif dan
negatif serta menyebabkan toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya
berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih
dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila
terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab
kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam pengunaan
antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap
masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal
terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba
di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan
ini, misalnya golongan beta laktam.
23

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan masalah kesehatan
yang umum di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama gangguan
pendengaran di kalangan anak-anak pada negara berkembang. Otitis
Media Supuratif Kronis (OMSK) secara klinis dapat didefinisikan sebagai
debit persisten pus melalui membran timpani yang perforasi selama lebih
dari dua minggu.
2. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan, genetik, adanya otitis media sebelumnya, adanya infeksi,
autoimun, alergi, dan gangguan fungsi tuba.
3. Gejala Klinis Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah telinga berair,
gangguan pendengaran, nyeri telinga dan vertigo
4. Prinsip penatalaksanaan pada OMSK adalah pembersihan liang telinga dan
kavum timpani serta pemberian antibiotik.
5. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah pencetus seperti
infeksi pada saluran nafas, dan apabila dilakukan kontrol yang baik pada
OMSK prognosisnya adalah baik.

B. Saran
Perburukan penyakit dan komplikasi akibat OMSK harus dihindari dengan
menegakkan diagnosis secara tepat dan dini, diikuti dengan penatalaksanaan
yang tepat pada penderita OMSK.

22
24

DAFTAR PUSTAKA

Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar


Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala
Leher. Kampus USU. 2007.
Berman S. otitis media in developing countries. Pedatrics. July 2006. Available
from URL: http://www.pediatrics.org/
Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical
antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a
community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial.
Medical journal of Australia. 2003. Available from URL: http://mja.com.au/
Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007.

Fox S. Human Physiology. 12 th Ed. New York: McGraw-Hill Education,


2011.
Gabriel J.F. Fisika Kedokteran. Jakarta. EGC, Cetakan VII.1996.

Giancoli DC. Fisika .Jilid I (terjemahan), Ed 5, Jakarta, Penerbit Erlangga.2001.

Glasscock III M.E, Shambaugh GE, (1990). Pathology and Clinical Course of
inflammatory Discase of the Middle Ear. In: Surgery of the Ear, 4th ed,
Philadelphia, WB. Saunders Company; h.184-187

Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2006.

Hafil AF, Sosialisman, Helmi. Kelainan telinga luar. In: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher. Jakarta: Badan Penerbit FK UI,

23
25

2007:10-22.
Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007.

K. Boies: Buku ajar penyakit tht. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997.

Kong K, Coates HL (2009). Natural history, definitions, risk factors and burden of
otitis media. Med J. 191(9)(Suppl):S39-S43.

Kumar S, (1996). Chronic Suppurative Otitis Media. In: Fundamenta of Ear, Nose
and Throat Disease and Head Neck Surgery, Calcuta, 6th ed; h.100-107

Liston L, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. In: Adams GL,
Boies LR, Higler PA, editors. Buku ajar penyakit THT. Penterjemah:
Wiyaja C. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997:27-38.
Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
Mackenzie I, Smith A (2009). Deafness–the neglected and hidden disability. Ann
Trop Med Parasitol. 103(7):565-571.

Moller AR. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory


System. Burlington: Elsevier Science, 2006.

Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA; alih bahasa: Wijaya C; editor:
Effendi H dan Santoso Randomised controlled trial of treatment of chronic
suppurative otitis media in Kenyan schoolchildren. Lancet. 348(9035):1128-
1133.

SCIE. Choclea. The Natural Sciences Anatomy Illustrated. Emily Car


University.202-2012.

Sherwod L. Human Physiology: From Cells to Systems: 6thed. USA : The


Thomson Corporation.2007.
26

Anda mungkin juga menyukai