Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

OSTEOMIELITIS

Pembimbing

dr.Triarto Budi Susanto, Sp.OT

Oleh :

Kusumaningdiah Sekar Jatiningrum

201910401011085

SMF ILMU BEDAH

RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2019
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

OSTEOMIELITIS

Referat dengan judul “Osteomielitis” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam
rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Bedah.

Surabaya, Agustus 2019

Pembimbing

dr. Triarto Budi Susanto, Sp.OT

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan berkat dan rahmatnya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat di Bagian Ilmu Bedah dengan judul “Osteomielitis”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, rekan
sejawat, dan terutama dr. Triarto Budi Susanto, Sp.OT selaku dokter pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi saran, dan petunjuk sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan referat ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi memperbaiki
kekurangan atau kekeliruan dalam referat. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Agustus 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................2

2.1 Definisi Osteomielitis........................................................................................2

2.2 Epidemiologi Osteomielitis................................................................................2

2.3 Klasifikasi Osteomielitis....................................................................................2

2.4 Etiologi Osteomielitis........................................................................................2

2.5 Patofisiologi Osteomielitis............................................................................................3

2.6. Gejala Klinis Osteomielitis...........................................................................................4

2.7 Diagnosis Osteomielitis................................................................................................6

2.8 Tatalaksana Osteomielitis ..........................................................................................13

BAB III KESIMPULAN....................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................24

2
BAB I

PENDAHULUAN

Osteomielitis adalah merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang dan

struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi

muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan seluruh struktur

dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan

membahayakan jiwa. Dalam dua puluh tahun terakhir ini telah banyak dikembangkan tentang

bagaimana cara menatalaksana penyakit ini dengan tepat. Seringkali usaha ini berupa suatu

tim yang terdiri dari ahli bedah ortopedi, ahli bedah plastik, ahli penyakit infeksi, ahli

penyakit dalam, ahli nutrisi, dan ahli fisioterapi yang berkolaborasi untuk menghasilkan

perawatan multidisiplin yang optimal bagi penderita. Infeksi dalam suatu sistem

muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui peredaran darah maupun

akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh. Referat ini berusaha merangkum mengenai

patogenesis, diagnosis, dan tatalaksana dari infeksi muskuloskeletal tersebut.

3
BAB II

OSTEOMIELITIS

Definisi

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan

struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Dalam kepustakaan

lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organism

piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap

terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan

kanselosa dan periosteum.

Patogenesis

Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa cara.

Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui penyebaran

hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang jauh, atau selama

pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan sekitarnya.

Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang biasanya timbul

antara usia 5 dan 15 tahun.Ujung metafisis tulang panjang merupakan tempat predileksi

untuk osteomielitis hematogen. Diperkirakan bahwa end-artery dari pembuluh darah yang

menutrisinya bermuara pada vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga

menyebabkan terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada tempat ini. Kondisi

ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada endotel dan melekat pada

matriks tulang. Selain itu, rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan

aktivitas fagositik dari sel darah putih. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal

dan ciri aliran darah yang lamban tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis hematogen pada

orang dewasa merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi.

4
Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh darah lokal

yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian berkembang

menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan lokal akan menyebarkan pus hingga

ke korteks melalui sistem Havers dan kanal Volkmann hingga terkumpul dibawah periosteum

menimbulkan rasa nyeri lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan

menstimulasi pembentukan involukrum periosteal (fase kronis). Apabila pus keluar dari

korteks, pus tersebut akan dapat menembus soft tissues disekitarnya hingga ke permukaan

kulit, membentuk suatu sinus drainase.

Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis osteomielitis

termasuk diabetes mellitus, immunosupresan, penyakit imundefisiensi, malnutrisi, gangguan

fungsi hati dan ginjal, hipoksia kronik, dan usia tua. Sedangkan faktor-faktor lokal adalah

penyakit vaskular perifer, penyakit stasis vena, limfedema kronik, arteritis, neuropati, dan

penggunaan rokok.

5
Gambar 1. Patogenesis osteomielitis

Insidensi dan Etiologi

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan

pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi

yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan

fibula.

Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89-

90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan

Eschericia coli (1-2%).

6
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan

bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh

bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman

Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia  coli, Pseudomonas,  dan Klebsiella. Pada

periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat

patogen.

Gambar 2. Etiologi dan prevalensi osteomuelitis homogen

7
Klasifikasi Osteomielitis
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis.
Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala : akut,
subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7-
14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun,
pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan
prosthesa dan sebagainya.
Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan
osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3
bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada episentral yang disebut
sekuester yang dibungkus involukrum.
Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan
infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran
kontinyu (dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen
dan kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya
trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus
diabetikum.
Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis yang
diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status fisiologis dari
penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks superfisial, stadium 3 – medular dan
kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 – medular dan kortikal difus.

Manifestasi Klinis
1. Osteomielitis hematogenik akut
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri biasanya
terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya. Sebagai contoh,
apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus dievaluasi akan
adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari menggunakan bagian tubuh yang
terkena infeksi.
Pada pemeriksaan biasanya ditemukan nyeri tekan lokal dan pergerakan sendi yang
terbatas, namun oedem dan kemerahan jarang ditemukan. Dapat pula disertai gejala sistemik
seperti demam, menggigil, letargi, dan nafsu makan menurun pada anak.

8
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan dramatis dari CRP, LED, dan
leukosit. Pada pemeriksaan kultur darah tepi, ditemukan organisme penyebab infeksi. Pada
pemeriksaan foto polos pada awal gejala didapatkan hasil yang negatif. Seminggu setelah itu
dapat ditemukan adanya lesi radiolusen dan elevasi periosteal. Sklerosis reaktif tidak
ditemukan karena hanya terjadi pada infeksi kronis. Presentasi radiologi dari Osteomielitis
hematogen akut mirip dengan gambaran neoplasma seperti Leukimia limfositik akut, Ewing’s
sarkoma, dan histiositosis Langerhans’. Karena itu, dibutuhkan biopsi untuk menentukan
diagnosis pasti.

2. Osteomielitis Subakut
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini biasanya
disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis
subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan
kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal.
Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang
sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit
membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewing’s Sarcoma.

3. Osteomielitis Kronik
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak
diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma
tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang
digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan
hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan
bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini,
pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih
jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase
pus atau fistel, malaise, dan fatigue.

Pemeriksaan penunjang
Penelitian berikut diindikasikan pada pasien dengan osteomielitis:
1. Pemeriksaan darah lengkap:
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke
kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Tingkat

9
C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin
lebih berguna daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya
peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun, temuan
ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam
menentukan osteomielitis  kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.
2. Kultur :
Kultur dari luka superficial  atau saluran sinus sering tidak berkorelasi
dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan yang
terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien
dengan osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin
menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi
organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil
diagnostik sekitar 77% pada semua studi.

Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos
Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiograf.
Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali destruksi
cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan
area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik
diidentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan adanya involukrum, yang
membungkus fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum.
Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali apabila
terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang
menghasilkan udara yang menyebabkan terjadinya ‘gas gangrene’. Udara pada
jaringan lumak ini dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus
pada foto abdomen.

10
Gambar 3. Osteomielitis pada tulang metacarpal digiti 2

b. Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk mengevaluasi
pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.
c. Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat sensitif
namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi tidak bisa
dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi jaringan lunak,
dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi adanya proses
infeksi sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.

Gambar 4. Gambaran akumulasi radioaktif pada ankle kanan, karakteristik pada


osteomielitis

11
d. CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk mengidentifikasi
sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih radiodense
dibanding involukrum disekelilingnya.

Gambar 5. CT-scan osteomielitis kaput femoralis kanan.

e. MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.
Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi
polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan.
Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning
memiliki akurasi yang mirip dengan MRI

Diagnosis Banding
Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan
tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian, seringkali osteomielitis
memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang lain. Khususnya dalam keadaan akut,
gejala klinis yang muncul sama seperti pada histiocytosis sel Langerhans  atau sarkoma
Ewing.  Perbedaan pada setiap masing-masing kondisi dari jaringan lunak. Pada
osteomielitis, jaringan lunak terjadi pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel langerhan
histiocytosis tidak terlihat secara signifikan pembengkakan jaringan lunak atau massa.
Sedangkan pada ewing sarkoma pada jaringan lunaknya terlihat sebuah massa. Durasi gejala
pada pasien juga memainkan peranan penting untuk diagnostik. Untuk sarkoma ewing

12
dibutuhkan 4-6 bulan untuk menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6 minggu dan
histiocytosis sel langerhans hanya 7-10 hari.
 
Terapi
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian
antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus
merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki
spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum
atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah  baring,
keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan
ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah
pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau
keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa
akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat
ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang
diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan.
Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP
akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi
sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk
mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian, pemeriksaan Hs-CRP
dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah
(LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah
yang cukup untuk pemeriksaan LED.
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah.
Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah
kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang
mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat
dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada
keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan
pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan
LED masih termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila
dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit

13
seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat menunjukkan suatu
lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang
meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu
perbaikan.

Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:


 Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat
 Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan penting
untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah inflamasi)
 Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi perbaikan
sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara lambat sesuai dengan
waktu paruhnya.
 Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai efikasi
terapi antibiotika.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan
daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibiotik
dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen
bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah
dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk
memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua
tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan
yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-
satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah
dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas
penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas,
kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis.
 
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah  :
1.      Adanaya sequester
2.      Adanya abses
3.      Rasa sakit yang hebat
4.      Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).

14
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian
hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris.
Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
samping dengan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer
tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya
namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan
asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang
dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan
stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk
mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan
adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.

Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :


1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya
2. Dosis yang tidak adekuat
3. Lama pemberian tidak cukup
4. Timbulnya resistensi
5. Kesalahan hasil biakan
6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
7. Kesalahan diagnostik
8. Pada pasien yang imunokempremaise
 
Komplikasi
Komplikasi dari osteomielitis antara lain:
1. Kematian tulang (osteonekrosis)
2. Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang, menyebabkan
kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas, kemungkinan harus
diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi.
3. Arthritis septik

15
4. Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam sendi di
dekatnya.
5. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada daerah
yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang panjang pada
lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada tulang yang terinfeksi.

6. Kanker kulit
Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang menyebabkan
keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi terkena karsinoma sel
skuamosa.

Dalam kepustakaan lain, disebutkan bahwa osteomielitis juga dapat


menimbulkan komplikasi berikut ini
1. Abses tulang
2. Bakteremia
3. Fraktur
4. Selulitis

16
BAB III

KESIMPULAN

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan

struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi dalam suatu

sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui peredaran darah

maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh.

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan

pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi

yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan

fibula.Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89-

90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan

Eschericia coli (1-2%).

Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika,

pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga harus dilakukan

rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Cierny G, Mader JT, Pennick JJ. A clinical staging system for adult osteomyelitis.

Contemp Orthop 1985; 10:17–37

2. David R, Barron BJ, Madewell JE. Osteomyelitis, acute and chronic. Radio Clin
North Am 1987;25:1171-1201.
3. Kumpulan Kuliah Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia ; 1992

4. Robin, Cotrans. Pathologic Basis of Disease 7th Edition. 2007


5. Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 1994

6. Sjamsuhidajat, Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi


7. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics. New Hampshire :

Appleton & Lange ; 2003

8. Waldvogel FA, Medoff G, Swartz MN. Osteomyelitis: a review of clinical features,

therapeutic considerations and unusual aspects (first of three parts). N Engl J Med

1970;282:198–206.

18

Anda mungkin juga menyukai