Anda di halaman 1dari 16

KMB II

‘ OSTEOMYELITIS ‘

LOGO

Disusun Oleh :

1. Amanda Putri ( 22043 )

Dosen Pengampu :
M.Lutfi Adillah,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB

D3 KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “OSTEOMYELITIS” ini dapat
terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah KMB II. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta, 18 Maret 2024

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteomielitis rahang adalah suatu infeksi yang ekstensif pada tulang
rahang yang mengenai spongiosa, sumsum tulang, korteks, dan periosteum.
Infeksi terjadi pada bagian tulang yang terkalsifikasi ketika cairan dalam
rongga medula atau di bawah periosteum mengganggu suplai darah. Tulang
yang terinfeksi menjadi nekrosis ketika terjadi ischemia. Osteomielitis rahang
dapat menyebabkan perubahan pertahanan yang mendasar pada mayoritas
pasien yang menjadikan pasien rentan terhadap onset osteomielitis seperti
radiasi, osteoporosis, osteopetrosis, penyakit tulang Paget, dan tumor ganas
tulang.

Osteomielitis rahang atas merupakan kondisi yang sangat jarang terjadi


dan langka, dimana kegawatan tersebut dikemukakan oleh Hippocrates pada
abad ke-5 sebelum masehi. Kelly menyebut kondisi tersebut sebagai
“empyema of the antrum of Highmore”. Setelah ditemukannya antibiotik,
osteomielitis fase akut cukup bisa ditangani oleh obat antimikroba tanpa
mengurangi infeksi secara penuh sehingga kasus osteomielitis subakut dan
kronis menjadi lebih menonjol sedangkan kasus osteomielitis akut menjadi
lebih sedikit.

Pemberian antibiotik yang adekuat dan debridemen terhadap jaringan


yang mati merupakan penanganan osteomielitis yang dilakukan saat ini. Akan
tetapi, terlepas dari kemajuan dalam antibiotik dan teknik operasi,
osteomielitis tetap menjadi tantangan di bidang ilmu ortopedi dan
membutuhkan biaya perawatan yang mahal terutama di negara berkembang.
Hal ini disebabkan oleh perjalanan pengobatan yang panjang dan sering kali
membutuhkan banyak operasi dan durasi rawatan di rumah sakit yang lebih
lama, terutama pada osteomielitis kronis sehingga menyebabkan implikasi
yang signifikan untuk morbiditas dan kemandirian serta berdampak besar pada
sosial-ekonomi pasien.

B. Tujuan
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Osteomyelitis
Kata “Osteomielitis” berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu osteon (bone)dan
muelinos (marrow) dan menggambarkan suatu infeksi pada bagian ruang medula
dari tulang. Literatur saat ini memberikan definisi yang lebih luas yaitu proses
inflamasi pada keseluruhan tulang termasuk korteks dan periosteum, yang
menjelaskan bahwa proses patologis jarang terjadi hanya di endosteum saja. Proses
ini biasanya melibatkan korteks dan periosteum. Oleh karena itu osteomielitis
dapat dinilai sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang berawal dari ruang
medula dan sistem haversian dan meluas sehingga melibatkan periosteum daerah
sekitarnya. Infeksi ini menjadi stabil pada bagian tulang yang mengalami
kalsifikasi ketika pus dan edema didalam ruang medula dan dibawah periosteum
menghalangi aliran darah lokal atau terjadi obstruksi. Setelah terjadi iskemia tulang
yang terinfeksi menjadi nekrotik dan akan terbentuk sequester yang merupakan
tanda klasik dari osteomielitis .

Osteomielitis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang


berawal dari infeksi ruang medula dan dengan cepat melibatkan sistem haversian,
kemudian meluas sehingga melibatkan periosteum daerah sekitarnya . Kondisi ini
dapat diklasifikasikan sebagai akut, subakut, atau kronis, tergantung pada
gambaran klinis. Penurunan prevalensi dapat dikaitkan dengan meningkatnya
ketersediaan antibiotik dan standar kesehatan gigi dan mulut yang semakin
meningkat . Osteomielitis dibedakan secara sederhana berdasakan waktu yaitu
osteomielitis akut dan osteomielitis kronis. Perbandingan osteomielitis akut dan
osteomielitis kronis yaitu proses akut terjadi hingga satu bulan setelah timbulnya
gejala dan proses kronis terjadi lebih dari satu bulan . Osteomielitis kronis supuratif
ditandai dengan terbentuknya abses atau fistula dan sekuester pada beberapa tahap
penyakit.
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran
infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau, yang lebih sering setelah
kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen). Luka tusuk pada
jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan
intramuskulus dapat menyebabkan osteomielitsis eksogen.
B. Etiologi
Ada beberapa faktor yang dapat menjadi suatu etiologi dan menyebabkan
inflamasi dari ruang medula seperti trauma/fraktur, radiasi,dan beberapa bahan
kimia, tetapi istilah osteomielitis didalam literatur kedokteran digunakan untuk
menggambarkan suatu infeksi tulang sejati yang disebabkan oleh mikroorganisme
pyogenik. Mikroorganisme pyogenik yang biasa menjadi penyebab osteomielitis
adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus albus
dan Actinomyces dan beberapa pathogen rongga mulut lain juga berperan. Oleh
karena itu osteomielitis saat ini dianggap sebagai suatu infeksi polimikroba dimana
banyak patogen rongga mulut yang banyak ditemukan dalam keadaan normal
berhubungan dengan osteomielitis.
Penyebab utama dari osteomielitis adalah penyakit periodontal, seperti
gingivitis, pyorrhea, atau periodontitis. Adanya gangren radiks, karena pencabutan
yang tidak sempurna sehingga masih ada sisa akar yang tertinggal di dalam tulang
rahang yang akan memproduksi toksin yang bisa merusak tulang di sekitarnya.
Pada pembedahan gigi, trauma wajah yang melibatkan gigi, pemakaian kawat gigi,
atau pemasangan alat lain yang dapat membuat tekanan pada gigi serta dapat
menarik gigi dari soketnya merupakan penyebab-penyebab yang dapat
menimbulkan osteomielitis. Selain itu, osteomielitis juga disebabkan oleh infeksi.
Infeksi ini bisa disebabkan trauma berupa penyebaran dari stomatitis, tonsillitis,
infeksi sinus, furukolosis maupun infeksi yang hematogen. Inflamasi yang
disebabkan bakteri pyogenik ini meliputi seluruh struktur yang membentuk tulang,
mulai dari medulla, korteks dan periosteum

C.Patofisiologi
Osteomielitis paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Organisme penyebab yang lain yaitu Salmonella, Streptococcus, dan
Pneumococcus. Metafisis tulang terkena dan seluruh tulang mungkin terkena.
Tulang terinfeksi oleh bakteri melalui 3 jalur : hematogen, melalui infeksi di
dekatnya atau scara langsung selama pembedahan. Reaksi inflamasi awal
menyebabkan trombosis, iskemia dan nekrosis tulang.
Osteomielitis merupakan proses infeksi akut pada tulang dan berasal dari
sumber eksogen atau endogen (hematogen). Infeksi eksogen dapat berasal dari
fraktur terbuka atau jalur eksternal lain, seperti luka. Osteomielitis hematogen
paling sering ditemukan dan terjadi karena infeksi yang ada menyebar dari fokus
lokal. Contoh yang sering ditemukan adalah infeksi dada, otitis media atau
gangguan pada kulit yang lazim terjadi, seperti impetigo atau abses. Biasanya
osteomielitis menyerang anak-anak yang berusia 5-16 tahun, dan dapat
disebabkan oleh mikroorganisme apapun.

D. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakologi
2. Non farmakologi

E. Konsep Asuhan Keperawatan Osteomyelitis

Pengkajian Umum Sistim Muskuloskeletal Riwayat kesehatan meliputi informasi


tentang aktivitas hidup sehari-hari, pola ambulasi, alat bantu yang digunakan (misalnya
kursi roda, tongkat, walker), dan nyeri (jika ada nyeri tetapkan lokasi, derajat nyeri,
lama, faktor yang memperberat dan faktor pencetus) kram atau kelemahan Pengkajian
perlu dilakukan secara sistematis, teliti dan terarah. Data yang dikumpulkan meliputi
data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan diagnostik

1. Anamnesis
a. Data demografi : Data ini meliputi nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal,
orang yang dekat dengan klien.
b. Riwayat perkembangan : Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan
pada neonatus, bayi, prasekolah, remaja, dewasa dan tua.
c. Riwayat sosial : Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang
terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaannya, status
kesehatannya dapat dipengaruhi.
d. Riwayat penyakit keturunan : Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui
untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya
(penyakit diabetes melitus yang merupakan predisposisi penyakit sendi
degeneratif, TBC, artritis, riketsia, osteomielitis, dll)
e. Riwayat diet : Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini
dapat mengakibatkan stress pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi
terjadinya instabilitas ligamen, khususnya pada punggung bagian bawah.
Kurangnya asupan kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya
dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A,
D, kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi
muskuloskeletal.
f. Aktivitas kegiatan sehari-hari : Identifikasi pekerjaan pasien dan aktifitas
sehari-hari. Kebiasaan membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan
regangan otot dan trauma lainnya. Kurangnya melakukan aktivitas
mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapat timbul pada
olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri sendi tangan dapat timbul
akibat olah raga tenis. Pemakaian hak sepatu yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi dislokasi. Perlu
dikaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi apakah ada nyeri pada
sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda, tongkat ataupun walker)
g. Riwayat kesehatan masa lalu : Data ini meliputi kondisi kesehatan individu.
Data tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap
muskuloskeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan,
riwayat artritis danosteomielitis.
h. Riwayat kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakan ada riwayat
trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau
perlahan. Timbulnya untuk pertama kalinya atau berulang. Perlu ditanyakan
pula tentang ada-tidaknya gangguan pada sistem lainnya. Kaji klien untuk
mengungkapkan alasan klien memeriksakan diri atau mengunjungi fasilitas
kesehatan, keluhan utama pasien dan gangguan muskuloskeletal meliputi :
- Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan
pembuluh darah, sendi, fasia atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri
apakah sakit yang menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya
berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri
yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi
apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan. Nyeri saat
bergerak merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi panggul
menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut
Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan.
Nyeri pada osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan
kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi atau malam hari. Inflamasipada
bursa atau tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah
nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan obat
tertentu.
- Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan,
lamanya kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa
kondisi seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali
sehari. Pada penyakit degenarasi sendi sering terjadi kekakuan yang
meningkat pada pagi hari setelah bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana
dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas
biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan
spasme otot.
- Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga
disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera
pada otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada
awal serangan, tetapi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri.
Dengan istirahat dan meninggikan bagian tubuh, ada yang dipasang gips.
Identifikasi apakah ada panas atau kemerahan karena tanda tersebut
menunjukkan adanya inflamasi, infeksi atau cedera.
- Deformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba
atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin
memburuk dengan aktivits, apakah dengan posisi tetentu makin
memburuk. Apakah klien menggunakan alat bantu (kruk, tongkat, dll)
- Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian
tubuh tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan
dengan nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat bengkak,
tumor atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian Skeletal Tubuh hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu :
1) Adanya deformitas dan tidak sejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit
sendi
2) Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor
tulang.
3) Pemendekan ekstrimitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar secara
anatomis
4) Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan sendi,
teraba krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan adanya patah tulang
b. Pengkajian Tulang Belakang
Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu :
1) Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang)
- Bahu tidak samatinggi
- Garis pinggang yang tidak simetris
- Skapula yang menonjol
Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), kelainan kongenital,
atau akibat kerusakan otot para-spinal, sepertipoliomielitis.
2) Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering
terjadi pada lansia dengan osteoporosis atau penyakti neuromuskular
3) Lordosis (membebek, kurvantura tulang bagian pinggang yang
berlebihan. Lordosis bisa ditemukan pada wanita hamil Pada saat
inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepas untuk melihat
seluruh punggung, bokong dan tungkai. Pemeriksan kurvantura tulang
belakang dan kesimetrisan batang tubuh dilakukan dari pandangan
anterior, posterior dan lateral. Dengan berdiri di belakang pasien,
perhatikan setiap perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan
bokong normalnya simetris. Kesimetrisan bahu, pinggul dan kelurusan
tulang belakang diperiksa dalam posisi pasien berdiri tegak dan
membungkuk ke depan
c. Pengkajian Sistem Persendian
Pengkajian sistem perssendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik aktif
maupun pasif, deformitas, stabilitas dan adanya benjolan. Pemeriksaan sendi
menggunakan alat goniometer, yaitu busur derajat yang dirancang khusus
untuk evakuasi gerak sendi.
1) Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas
gerakan ini diangap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh
deformitas skeletal, patologik sendi, kontraktur otot dan tendon sekitar.
2) Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus diperiksa
adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi), pembengkakan dan
inflamasi. Tempat yang paling sering terjadi efusi adalah pada lutut.
Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi
informasi mengenai integritas sendi. Suara “gemeletuk”dapat
menunjukkan adanya ligamen yang tergelncir di antara tonjolan tulang.
Adanya krepitus karena permukaan sendi yang tidak rata ditemukan
pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi terdapat benjolan yang khas
ditemukan pada pasien :
- Artritits reumatoid, benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon.
- Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi
- Osteoatritis, benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhan
tulang baru akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang dalam kapsul
sendi, biasanya ditemukan pada lansia. Kadang-kadang ukuran sendi
menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan distal sendi sering terlihat
pada artritis reumatoid sendi lutut
d. Pengkajian Sistem Otot
Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah posisi, kekuatan dan
koordinasi otot, serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot
menunjukkan berbagai kondisi seperti polineuropati, gangguan elektrolit,
miastenia grafis, poliomielitis dan distrofi otot. Palpasi otot dilakukan ketika
ekstrimitas rileks dan digerakkan secara pasif, perawat akan merasakan tonus
otot. Kekuatan otot dapat diukur dengan meminta pasien menggerakkan
ekstrimitas dengan atau tanpa tahanan. Misalnya, otot bisep yang diuji dengan
meminta klien meluruskan lengan sepenuhnya,kemudian fleksikan lengan
melawan tahanan yang diberikan oleh perawat. Tonus otot (kontraksi ritmik
otot) dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki dengan dorso-fleksi kaki
mendadak dan kuat, atau tangan dengan ekstensi pergelangan tangan.
Lingkar ekstrimitas harus diukur untuk memantau pertambaan ukuran akibat
edema atau perdarahan, penurunan ukuran akibat atrofi dan dibandingkan
ekstrimitas yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar
ekstrimitas, pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam
keadaan istirahat.
e. Pengkajian Cara Berjalan
Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut :
1) Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak
2) Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas
pendek.
3) Keterbatasan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan
Abnormalitas neurologis yang berhubungan dengan cara berjalan.
Misalnya, pasien hemiparesis-stroke menunjukkan cara berjalan
spesifik, pasien dengan penyakit parkinson menunjukkan cara berjalan
bergetar.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan rentang
gerak
4. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Nyeri b/d inflamasi Tujuan : 1. Pantau tingkat dan 1. Tingkat dan intensitas
dan Setelah dilakukan asuhan intensitas nyeri nyeri merupakan data
pembengkakan keperawatan selama .... 2. Lakukan imobilisasi dasar yang dibutuhkan
klien melaporkan nyeri dengan bidai perawat sebagai pedoman
berkurang atau hilang, 3. Tinggikan ekstrimitas pengambilan
dengan kriteria hasilsebagai yang nyeri intervensi, sehingga setiap
berikut : 4. Ajarkan teknik perubahan harus terus
- Skala nyeri 0-4 relaksasi (nafas dalam) dipantau.
- Grimace (-) 5. Kolaborasi 2. Imobilisasi dapat
- Gerakan melokalisir pemberian membantu meringankan
nyeri (- analgesik sesuai tugas tulang dalam
program mempertahankan postur
terapi tubuh sehingga tidak
terjadi kekakuan
daerah sekitar yang
menyebabkan nyeri.
3. Peninggian ekstrimitas
dapat
membantu meningkatkan
aliran
balik vena yang
menyebaban
pembengkakan berkurang
sehingga penekanan
daerah
cedera menurun.
4. Teknik relaksasi (nafas
dalam )
dapat membantu
menurunkan
tingkat ketegangan
sehingga
diharapkan tekanan otot-
otot
sekitar daerah cedera
menurun
5. Analgesik berfungsi
untuk
melakukan hambatan pada
sensor nyeri sehingga
sensasi
nyeri pada klien
berkurang.
2. Gangguan mobilitas Tujuan : 1. Lakukan imobilisasi 1.Imobilisasi dapat
fisik b/d nyeri, Setelah dilakukan asuhan dengan bidai pada mengurangi pergerakan
keterbatasan rentang keperawatan selama ...., daerah yang mengalami daerah cedera sehingga
gerak klien dapat melakukan kerusakan tidak terjadi kerusakan
mobilisasi dengan atau 2. Ajarkan penggunaan yang berlanjut, hal inijuga
tanpa bantuan perawat, alat bantu berpindah dapat membantumenopang
dengan kriteria hasil : 3. Jelaskan padapasien berat tubuh.
- Klien dapat melakukan 2.Klien mungkin baru
ROM aktif tetntang pentingnya mengenal dan tidak dapat
- Klien dapat berpindah pembatasan aktivitas menggunakan alat bantu
dengan bantuan alat 4. Latihan ROM aktif mobilitas seperti kruk
dan perpindahan Atau walker sehingga
maksimal 2 kali dalam peran perawat adalah
sehari memberikan pendidikan
5. Anjurkan partisipasi tentang cara
partisipasi aktif sesuai penggunaannya.
kemampuan dalam 3.Klien mungkin tidak
kegiatan sehari-hari mengerti mengenai tujuan
pembatasan gerak,
sehingga perawat harus
Memberikan penyuluhan
tentang pentingnya
pembatasan aktivitas
pada pasien cedera.
Pemahaman
klien memungkinkan
peningkatan daya
kooperatif.
4. Latihan ROM dapat
mencegah
penurunan masa otot,
kontraktur dan
peningkatan vaskularisasi.
Sehingga tidak timbul
komplikasi yang tidak
diharapkan
5. Partisipasi aktif dapat
membantu pemulihan
kesehatan dan melatih
kekuatan otot, sehingga
diharapkan klien dapat
mempertahankan
kekuatannya.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan Keperawatan
BAB III
STUDI KASUS

Anda mungkin juga menyukai