Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN SISTEM

MUSKULOSKELETAL : OSTEOMYELITIS
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah keperawatan Medikal Bedah II

Indah Mega Utami

P17320118038

Tingkat 3 A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG 2020-2021


A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Konsep Kondisi Patologis

Osteomielitis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang berawal dari infeksi
ruang medula dan dengan cepat melibatkan sistem haversian, kemudianmeluas sehingga melibatkan
periosteum daerah sekitarnya . Kondisi ini dapat diklasifikasikan sebagai akut, subakut, atau kronis,
tergantung pada gambaran klinis. Penurunan prevalensi dapat dikaitkan dengan meningkatnya
ketersediaan antibiotik dan standar kesehatan mulut dan gigi yang semakin meningkat , Osteomielitis
dibedakan secara sederhana berdasakan waktu yaitu osteomielitis akut dan osteomielitis kronis.
Perbandingan osteomielitis akut dan osteomielitis kronis yaitu proses akut terjadi hingga satu bulan
setelah timbulnya gejala dan proses kronis terjadi lebih dari satu bulan [3,4]. Osteomielitis kronis
mungkin supuratif dengan terbentuknya abses atau fistula dan penyerapan pada beberapa tahap
penyakit. Gejala dan gambaran klinis mungkin kurang parah dibandingkan dengan kondisi
akut,namun sebagian besar pasien masih mengalami nyeri rahang, pembengkakan dan supurasi [5].
Biasanya tulang mengalami pembentukan sekuel dan menunjukkan perubahan yang signifikan secara
radiografi.

2. Definisi

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Berasal dari kata oosteon tulang) dan myelo (sum-sum
tulang) dan dikombinasi dengan itis (inflamasi) untuk menggambarkan kondisi klinis dimana tulang
terinfeksi oleh mikroorganisme (Madder dkk, 1997, Lazzarini dkk, 2004). Osteomielitis kronis
didefinisikan sebagai osteomielitis dengan gejala lebih dari 1 bulan (Dormans & Drummond, 1994).
Osteomielitis kronis dapat juga didefinisikan sebagai tulang mati yang terinfeksi didalam jaringan
lunak yang tidak sehat (Cierny & Madder, 2003). Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap
osteomyelitis sebagai berkut :

- Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan

oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).

- Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).

- Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh

staphylococcus (Henderson, 1997)

- Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan

oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang


hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus.

3. Klasifikasi

Osteomielitis dibagi menjadi beberapa jenis yaitu akut/subakut dan kronis yang memiliki gambaran
klinis yang berbeda :

1) Osteomielitis Akut dan Subakut

Meskipun bentuk osteomielitis akut jarang ditemui akhir-akhir ini, kebanyakan penulis dalam
literatur medis masih menggambarkan bentuk ini sebagai kesatuan dari osteomielitis itu sendiri.
Osteomielitis akut dapat berasal dari hematogen. Osteomielitis dikatakan akut apabila terjadi dalam
kurun waktu kurang dari dua minggu. Terjadinya infeksi pada osteomielitis akut dimulai dari adanya
infeksi pada rongga medulla pada tulang. Adanya peningkatan tekanan pada tulang dapatdapat
menyebabkan berkurangnya suplai darah dan penyebaran infeksi melalui saluran Havers ke tulang
kortikal dan periosteum, sehingga mengakibatkan nekrosis tulang. Faktor predisposisi meliputi daya
tahan host karena suplai darah lokal terganggu( Paget’s Disease, radioterapi, keganasan tulang, dan
lain-lain), atau penyakit sistemik (diabetes mellitus, leukemia, AIDS dll), dan infeksi dari
mikroorganisme. Dalam beberapa kasus, abses periapikal dapat terlibat dalam osteomielitis.
Osteomielitis enam kali lebih sering terjadi pada mandibular dibandingkan dengan maksila karena
vaskularisasi pada maksila lebih banyak daripada mandibular. Bakteri patogen yang ditemukan pada
osteomielitis adalah streptococci, Klebsiella spp, Bacteroides spp, dan bakteri anaerob lainnya Istilah
"osteomielitis subakut" tidak didefinisikan secara jelas dalam literatur. Banyak penulis menggunakan
istilah ini secara bergantian dengan osteomielitis akut, dan beberapa menggunakannya untuk
menggambarkan Kasus osteomielitis kronis dengan gejala yang lebih prominen. Dalam beberapa
kasus, osteomielitis subakut disebut sebagai tahap transisi dari osteomielitis akut yang terjadi pada
minggu ketiga dan keempat setelah timbulnya gejala [24].

2. Osteomielitis Kronis

Osteomielitis dikategorikan sebagai kronis apabila masa waktu terjadinya lebih dari tiga bulan
yang merupakan kelanjutan dari osteomielitis subakut. Osteomielitis kronis yang terjadi pada tulang
rahang dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu supuratif dan nonsupuratif.

a. Osteomielitis kronis supuratif

Osteomielitis kronis supuratif adalah ostemielitis yang paling umum terjadi, dimana sering
diakibatkan oleh invasi bakteri yang menyebar. Sumber yang paling sering adalah dari gigi, penyakit
periodontal, infeksi dari pulpa, luka bekas pencabutan gigi dan infeksi yang terjadi dari fraktur. Pada
kasus ini sering dijumpai pus, fistel dan sequester.

b. Osteomielitis kronis nonsupuratif


Osteomielitis kronis nonsupuratif menggambarkan bagian yang lebih heterogenik dari osteomielitis
kronis. Menurut Topazian yang termasuk jenis osteomielitis kronis supuratif ini antara lain
osteomielitis tipe sklerosis kronis, periostiti proliferasi, serta aktinomikotik dan bentuk yang
disebabkan oleh radiasi. Hudson menggunakan istilah ini untuk menggambarkan kondisi osteomielitis
berkepanjangan akibat perawatan yang tidak memadai, atau meningkatnya virulensi dan resistensi
antibiotik dari mikroorganisme yang terlibat. Oleh karena itu klasifikasi ini juga menggabungkan
beberapa kasus dan juga meliputi bentuk supuratif dari osteomielitis, yang merupakan stadium
lanjutan dari bentuk nonsupuratif

4. Etiologi

Penyebab osteomielitis kronis multifaktor. Adanya kondisi avaskuler dan iskemik pada daerah
infeksi dan pembentukan sequestrum pada daerah dengan tekanan oksigen rendah sehingga tidak bisa
dicapai oleh antibiotik. Rendahnya tekanan oksigen mengurangi efektivitas bakterisidal dari
polymorpholeukocytes dan juga merubah infeksi aerobik menjadi anaerob (Wirganowicz, 1999).
Penyebab tersering osteomielitis termasuk patah tulang terbuka, penyebaran bakteri secara
hematogen, dan prosedur pembedahan orthopaedi yang mengalami komplikasi infeksi (DeCoster dkk,
2008). Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:

 Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus (70 %-80 %),
selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan
Proteus.
 Virus
 Jamur
Atypical mycobacteria atau jamur dapat menjadi patogen pada pasien dengan immunocompromised.
 Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C,  2002). 

Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3
cara :

 Aliran darah

Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Infeksi
biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan (pada anak-anak) dan di tulang belakang
(pada dewasa).

Orang yang menjalani dialisa ginjal dan penyalahguna obat suntik ilegal, rentan terhadap
infeksi tulang belakang (osteomielitis vertebral). Infeksi juga bisa terjadi jika sepotong logam
telah ditempelkan pada tulang, seperti yang terjadi pada perbaikan panggul atau patah tulang
lainnya.

 Penyebaran langsung

Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka, selama
pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang. Infeksi ada sendi
buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa menyebar ke tulang di dekatnya.

 Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.

Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari
atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena
cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan
darah atau diabetes (kencing manis). Suatu infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa menyebar ke
tulang tengkorak.

5. Patofisiologi

(Brunner, suddarth. (2001) Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin,
nosokomial, gram negative dan anaerobik.

Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut
fulminan – stadium 1) dan sering berhubngan dengan  penumpukan hematoma atau infeksi
superficial. Infeksi awitan lambat  (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.
Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau
lebih setelah pembedahan.

Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan
edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut,
mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan
medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat
menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal,
kemudian akan membentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan
namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk
dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir
keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak
lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun
tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan
mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.

6. Tanda Gejala

1) Ostemyelitis Akut

Pada osteomielitis akut nyeri merupakan gejala klinis yang utama. Selain itu, pyrexia,
lymphadenopathy, leukosistosis juga dapat muncul sebagai gejala klinis ostemyelitis akut.
Terbentuknya pus dapat terjadi akibat infeksi oleh bakteri staphylococcus. Parasthesia yang terjadi
pada bibir bawah biasanya muncul akibat keterlibatan mandibular

2) Osteomielitis Kronis

Gejala klinis osteomielitis kronis biasanya asimtomatik namun bisa saja timbul nyeri dengan
intensitas yang berbeda – beda dan tidak berhubungan dengan perluasan penyakit. Namun durasi
nyeri secara umum berhubungan dengan perluasan penyakit. Jarang ditandai oleh terbentuknya
eksudat. Pembengkakan pada rahang merupakan gejala yang umum terjadi dan jarang terjadi
kehilangan gigi.

a. Osteomielitis kronis supuratif

Gejala klinis osteomielitis kronis supuratif meliputi rasa sakit, malaise, demam, anoreksia. Setelah 10
– 14 hari setelah terjadinya osteomielitis supuratif, gigi-gigi yang terlibat mulai mengalami mobiliti
dan sensitif terhadap perkusi, pus keluar di sekitar sulkus gingiva atau melalui fistel mukosa dan
kutaneus, biasanya dijumpai halitosis, pembesaran dimensi tulang akibat peningkatan aktivitas
periosteal, terbentuknya abses, eritema, lunak apabila dipalpasi. Trismus kadang dapat terjadi
sedangkan limphadenopati sering ditemukan. Temperatur tubuh dapat mencapai 38 –39oC dan pasien
biasanya merasa dehidrasi

b. Osteomielitis kronis nonsupuratif

Istilah osteomielitis nonsupuratif menggambarkan bagian yang lebih heterogenik dari osteomielitis
kronis. Gejala klinis yang biasanya dijumpai adalah rasa sakit yang ringan dan melambatnya
pertumbuhan rahang. Gambaran klinis yang dijumpai adalah adanya sequester yang makin membesar
dan biasanya tidak dijumpai adanya fistel.

c. Garres osteomielitis

Gambaran klinis yang dijumpai adalah bentuknya lebih terlokalisir, keras, pembengkakan tulang
mandibula yang tidak halus pada bagian bawah dan samping pada tulang mandibula dan disertai
dengan karies pada molar satu. Gejala klinis yang dijumpai adalah limphadenopati, hiperpireksia dan
biasanya tidak sertai dengan leukositosis

7. Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap darah
2) Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas
3) Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri 
salmonella
4) Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk  serangkaian
tes.
5) Pemeriksaan ultra sound
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi
6) Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik. Setelah
2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan kerusakan tulang dan
pembentukan tulang yang baru.

Pemeriksaan tambahan :

Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama


MRI : jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2, maka kemungkinan besar
adalah osteomielitis.

8. Penatalaksanaan
1) Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri.  Sesuai kepekaan penderita dan
reaksi alergi penderita
2) penicillin cair 500.000 milion unit IV  setiap 4 jam.
Erithromisin 1-2gr IV setiap 6 jam.
Cephazolin 2 gr IV setiap 6 jam
Gentamicin 5 mg/kg BB IV selama 1 bulan.
3) Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
4) Drainase bedah apabila tidak ada perubahan setelah 24 jam pengobatan antibiotik tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, mengeluarkan jaringan nekrotik, mengeluarkan nanah,
dan menstabilkan tulang serta ruang kososng yang ditinggalkan dengan cara mengisinya
menggunakan tulang, otot, atau kulit sehat.
5) Istirahat di tempat tidur untuk menghemt energi dan mengurangi hambatan aliran pembuluh
balik.
6) Asupan nutrisi tinggi protein, vit. A, B,C,D dan K.
 Vitamin K : Diperlukan untuk pengerasan tulang karena vitamin K dapat mengikat
kalsium.Karena tulang itu bentuknya berongga, vitamin K membantu mengikat kalsium
dan menempatkannya ditempat yang tepat.
 Vitamin A,B dan C  : untuk dapat membantu pembentukan tulang. 
 Vitamin D :Untuk membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur untuk kalsium dan
fosfor pada tubuh agar ada di dalam darah yang kemudian diendapkan pada proses
pengerasan tulang. Salah satu cara pengerasan tulang ini adalah pada tulang kalsitriol dan
hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dari permukaan tulang masuk ke dalam
darah.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang

sistematis dalam pengumpulan data dari beberapa sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001). Pengkajian yang dilakukan pada klien
dengan osteomielitis meliputi:

a) Identifikasi klien

Terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,bahasa
yang digunakan, pekerjaan dan alamat.

b) Riwayat keperawatan

1) Riwayat kesehatan masa lalu

Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka,atau infeksi lainnya (bakteri


pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi gigi dan infeksi saluran kemih) pada masa lalu. Tanyakan
mengenai riwayat pembedahan tulang.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Apakah klien terdapat pembengkakan,adanya nyeri dan demam.

3) Riwayat kesehatan keluarga


Adakah dalam keluarga yang menderita penyakit keturunan.

4) Riwayat psikososial

Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi.
Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan
kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.

5) Kebiasaan sehari-hari

a) Pola nutrisi : anoreksia, mual, muntah.

b) Pola eliminasi : adakah retensi urin dan konstipasi.

c) Pola aktivitas : pola kebiasaan

6) pemeriksaan fisik

Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga
terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya
diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema. 

2.Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut b.d agen cedera biologis (abses tulang)


2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.dtonus otot menurun,
ketidakmampuan mengabsornsi makan
3) Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri , alat mobilisasi dan keterbatasan beban barat badan
4) Kerusakan integritas kulit b.d penurunan sirkulasi udara ke permukaan kulit (tirah baring
lama) , tonjolan tulang
5) Ketidakefektifan termoregulasi b.d proses penyakit (proses inflamasi, kerusakan integritas
jaringan

6) Resiko terhadap perluasan infeksi b.d pembentukan abses tulang


7) Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.

3. Intervensi Keperawatan

 Nyeri akut b.d agen cedera biologis (abses tulang)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dan ketidaknyamanan
berkurang, serta tidak terjadi kekambuhan nyeri dan komplikasi

Kriteria hasil :
Tidak ada nyeri, klien tampak rileks, tidak ada mengerang dan perilaku melindungi bagian yang nyeri,
frekuensi pernapasan 12-24 per menit, suhu klien dalam batas normal (36ºC-37ºC) dan tidak adanya
komplikasi.

Intervensi :

1) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring

2) Tinggikan ekstermitas yang mengalami nyeri

3) Hindari penggunaan sprei atau bantal plastic dibawah ekstermitas yang mengalami nyeri

4) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidak nyamanan. Perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk
intensitas (skala nyeri 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri perubahan pada tanda vital dan emosi atau
perilaku.

5) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan infeksi pada tulang.

6) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau akfif

7) Beri alternative tindakan kenyamanan seperti pijatan, punggung atau perubahan posisi.

8) Dorong menggunakan tehnik managemen stress, seperti relaksasi progresif, latihan napas dalam,
imajinasi visualisasi, dan sentuhan terapeutik.

9) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba, lokasi progresif atau buruk tidak hilang
dengan analgesik.

10) Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan.

11) Lakukan kompres dingin 24-48 jam pertama dan sesuai kebutuhan.

Kolaborasi :

12) Berikan obat analgesik seperti hidroksin,siklobenzaprin sesuai indikasi.

13) Awasi analgesic yang diberikan.

 Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri , alat mobilisasi dan keterbatasan beban barat badan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan mobilitas fisik yaitu klien

mampu beradaptasi dan mempertahankan mobilitas fungsionalnya

Kriteria hasil :

Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas, mempertahankan posisi fungsional,


meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasikan bagian tubuh.

Intervensi :

1) Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan adalah cedera atau pengobatan dan perhatikan

persepsi pasien terhadap mobilisasi

2) Bantu atau dorong perawatan diri atau keberihan diri (mandi,mencukur)

3) Awasi tekanan darah klien dengan melakukan aktivitas fisik, perhatikan keluhan pusing

4) Tempatkan dalam posisi terlentang atau posisi nyaman dan ubah posisi secara periodic

5) Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan ketentuan defekasi rutin

6) Berikan atau bantu mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera mungkin

7) Konsul dengan ahli terapi fisik atau rehabilitasi spesialis

8) Rujuk ke perawat spesialis psikiatrik klinik atau ahli terapi sesuai indikasi

 Kerusakan integritas kulit b.d penurunan sirkulasi udara ke permukaan kulit (tirah baring
lama) , tonjolan tulang

Tujuan :

setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan masalah gangguan infeksi

kulit teratasi dan kembali dalam batas normal.

Kriteria hasil :

Klien tampak rileks dank lien menunjukan perilaku atau tekhnik untuk mencegah kerusakan

kulit, memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.

Intervensi :

1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing kemudian perdarahan dan perubahan warna kulit

2) Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan

3) Tempatkan bantalan air atau bantalan lain dibawah siku atau tumit sesuai indikasi

4) Perawatan, bersihkan kulit dengan sabun air, gosok perlahan dengan alcohol atau bedak
dengan jumlah sedikit berat

5) Gunakan telapak tangan untuk memasang, mempertahankan atau lepaskan gips, dan
dukung bantal setelah pemasangan
6) Observasi untuk potensial area yang tertekan, khususnya pada akhir dan bawah beban atau
gips.

 Resiko terhadap perluasan infeksi b.d pembentukan abses tulang

Tujuan: setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan Tidak terjadi resiko perluasan infeksi
yang dialami

Kriteria hasil:

Mencapai waktu penyembuhan

Intervensi :

1) Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air,
berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter.
2) Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
3) Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah,
peka, disorientasi.
4) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.
5) Ganti balutan dengan sering (insisi supra/ retropublik dan perineal), pembersihan dan
pengeringan kulit sepanjang waktu
6) Gunakan pelindung kulit tipe ostomi
7) Berikan antibiotic sesuai indikasi
 Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.

Tujuan: setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan hilangnya ansietas dan memberikan
informasi tentang proses penyakit, program pengobatan

Kriteria hasil:

Ekspresi wajah relaks

Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang

Intervensi :

1) Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien


2) Kaji patologi masalah individu.
3) Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba,
dispnea, distres pernapasan lanjut.
4) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat
5) Gunakan obat sedatif sesuai dengan anjuran
4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini
perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan
kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan,
implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati,Dyah.2017.Laporan Kasus Osteomielitis. Bali: Universitas Udayana

Istiar,Reni.2018.Asuhan Keperawatan Osteomielitis.www.academia.edu

Noviana, Erna, dkk. 2016.Makalah Asuhan Keperawatan dengan Gangguan sistem Muskuloskeletal :

Osteomielitis. Mataram : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mataram

Nurarif, Huda dan Kusuma, Hardhi.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasar Diagnosa Medis &

NANDA Nic-Noc. Jogjakarta:mediAction

Usbah, Amelia, 2016.Asuhan Keperawatan pada Tn.M dengan gangguan sistem muskuloskeletal :

Osteomielitis di Ruang mareah RS Islam Siti Khadijah Palembang[KTI].Palembang[ID]

: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mataram

Anda mungkin juga menyukai