KAJIAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
(tulang) dan myelo (sum-sum tulang) dan dikombinasi dengan itis (inflamasi)
sebagai tulang mati yang terinfeksi didalam jaringan lunak yang tidak sehat
bersama dengan jumlah besar dari limfosit, histiosit, dan juga sel plasma
(Lazzarini dkk, 2004). Pada osteomielitis kronis dapat terjadi episode infeksi
1
2
2.1.2. Etiologi
dan iskemik pada daerah infeksi dan pembentukan sequestrum pada daerah
dengan tekanan oksigen rendah sehingga tidak bisa dicapai oleh antibiotik.
yang lain pada 65% hingga 70% pasien. Pseudomonas aeruginosa, penyebab
biasanya terdapat lebih dari satu organisme pada 32% hingga 70% pasien.
Atypical mycobacteria atau jamur dapat menjadi patogen pada pasien dengan
dkk, 2013).
2.1.3. Patofisiologi
hematogen biasanya terjadi pada tulang panjang anak-anak, jarang pada orang
melekat pada permukaan implan atau tulang mati (Patzakis dkk, 2005).
darah dari periosteal. Bagian yang avaskular dari tulang yang dikenal sebagai
episode infeksi klinis yang berulang. Abses dapat keluar melalui kulit,
involucrum (Song dkk, 2001, Spiegel & Penny, 2005, Salomon dkk, 2010).
penyebaran hematogen atau invasi lokal dari tempat infeksi lain. Fisis yang
berpotensi terjadinya septic arthritis. Hal ini dapat terjadi sekitar 75% dari
infeksi ke tempat lain (bacteremia atau sepsis); namun lebih rentan diserang
lokasi infeksi dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat
2.1.4. Klasifikasi
dari tulang dan fisiologi dari inang. Debridemen osteomielitis ditentukan dari
tulang berdekatan dengan luka jaringan lunak. Osteomielitis lokal (type III)
berdasarkan adanya faktor lokal dan sistemik, yang memberikan peran besar
mempunyai sistem pertahanan yang baik, vaskularisasi lokal yang baik dan
respon fisiologi yang normal terhadap infeksi dan pembedahan. Tipe B dibagi
menjadi masalah sistemik, lokal dan kombinasi dalam penyembuhan luka dan
respon terhadap infeksi. Faktor sistemik, seperti penyakit ginjal stadium akhir,
dapat disebabkan oleh penyakit arteri, stasis vena, radiasi, bekas luka, atau
7
merokok yang dapat mengurangi vaskularisasi (Tabel 2.2). Cedera awal dan
avaskuler dan bekas luka pada jaringan diatasnya. Pada inang tipe C, faktor
lokal dan sistemik begitu beratnya sehingga bahaya dari terapi melebihi
Tipe Anatomi
Kelas Fisiologi
pembedahan.
9
Sistemik Lokal
utama
Diabetes mellitus
10
Umur tua
Terapi steroid
Penyalahgunaan tembakau
osteomielitis kronis (Patzakis dkk, 2005, Salomon dkk, 2010). Oleh karena
terutama pada pasien dengan atrophic nonunion setelah patah tulang terbuka
atau fiksasi internal dari patah tulang tertutup. Pada sekitar 0.2% hingga 1.6%
pasien, sinus yang kronik dapat berakhir pada metaplasia pada epitel traktus
2012).
dengan penyebab yang belum diketahui. Gambaran klinis berupa lemas yang
memberat, nyeri lokal dan nyeri tekan pada tempat infeksi. Lesi tulang dapat
dapat juga melibatkan bagian medial clavicula, korpus vertebra atau sendi
sacroiliakus. Lesi tulang sering berulang dan dapat simetris (Carr, 1993).
11
Laju endap darah dan C-reactive protein (CRP) merupakan tanda dari
proses inflamasi, baik disebabkan oleh infeksi maupun tidak. Keduanya dapat
meningkat sekitar 64% pada pasien osteomielitis kronis. Hitung sel darah
putih (WBC) sering normal pada sebagian besar pasien dengan osteomielitis
korteks. Gambaran sequestrum pada x-ray dapat dilihat pada gambar 2.2.(A).
kecil seperti erosi atau kerusakan korteks, reaksi periosteal atau endosteal, dan
sinyal pada T2. Erdman dkk menggunakan MRI untuk mengevaluasi 110
Gambar 2.2. Osteomielitis kronis tulang tibia. (A). Tampak pada x-ray sdh terbentuk
involucrum. (B). Bagian tulang sudah avaskuler. (C). Bagian tulang sangat mudah di
angkat (Spiegel & Penny, 2005)
mengganggu pertumbuhan kuman. Kultur yang diambil dari swab luka dan
biopsi dengan jarum pada tempat infeksi tidak cukup untuk menentukan
patogen. Perry dkk melaporkan bahwa swab luka dan biopsi jarum
sebesar 62% dan 55% dari pasien, secara berurutan (Patzakis dkk, 2005).
2.1.7. Terapi
memperbaiki status fisiologi inang melalui nutrisi yang baik, koreksi anemia,
dan terapi infeksi lain yang ada (Spiegel & Penny, 2005).
lunak, dan manajemen patah tulang yang belum union serta defek tulang
Debridemen
artinya memotong jaringan yang kontraktur disekitar luka. Saat ini istilah
tersebut digunakan untuk prosedur yang lebih ekstensif dari insisi dan eksisi
jaringan yang rusak. Untuk menentukan jaringan mana yang akan di eksisi,
bleeding saat dipotong, dan color (warna merah, bukan pucat atau gelap)
(Bowyer, 2006).
14
jaringan mati dan terinfeksi, termasuk kulit, jaringan lunak dan tulang. Untuk
hingga berdarah, jaringan yang hidup harus terdapat pada batas reseksi.
defek tulang atau jaringan lunak seperti yang terlihat pada Gambar 2.2
Tidak ada perbedaan bermakna dari angka kejadian infeksi pada patah
Bila terdapat jaringan lunak yang sehat untuk menutup luka dan
jaringan nekrotik dan irigasi yang banyak harus dikerjakan. Perhatian harus
diberikan untuk tidak merusak jaringan lunak diatas periosteum dan merusak
dkk, 2006).
meyakinkan tulang yang tersisa masih viabel, level normal pada tulang
Luka yang hidup, bersih dan dapat dikendalikan sangat diperlukan untuk
inang, ekstensi dari jaringan nekrotik, lokasi dari infeksi, dan keterbatasan
ataupun paliatif diperlukan pada faktor tersebut (Cierny III & DiPasquale,
2006).
16
Gambar 2.3. Debridemen radikal terhadap semua jaringan mati dan terinfeksi (A).
Debridemen yang kurang baik. (B). Debridemen yang baik. (C). Pemberian bone
graft untuk menutup defek (Song & Sloboda, 2001)
antibiotik lokal dan analisis ruangan untuk volume dan kultur. Hasil akhir dari
terapi saat irigasi menghasilkan kultur yang bersih tiga kali berturut-turut
disertai perbaikan pada darah dan hilangnya ruangan kosong (Hashmi dkk,
2004).
Irigasi pada patah tulang terbuka tetap menjadi komponen yang sangat
asing dan jaringan nekrotik serta jumlah bakteri, sehingga dapat mengurangi
dengan tekanan yang tinggi dan jumlah yang banyak lebih efektif untuk
mengurangi bakteri dan debris dibandingkan dengan tekanan yang rendah dan
17
jumlah yang sedikit (dengan syringe). Walaupun jumlah volume yang pasti
diperlukan untuk irigasi patah tulang terbuka grade 2 atau 3 (Anglen, 2001).
Stabilisasi tulang
oleh biofilm yang melekat pada permukaan implan. Oleh karena itu,
fraktur, dan waktu sejak dilakukan fiksasi fraktur (Patzakis dkk, 2005).
Antibiotik lokal.
panas dan tersedia dalam bentuk serbuk (Patzakis dkk, 2005). Penggunaan
PMMA beads dengan antibiotik lokal dapat mengurangi insiden infeksi pada
patah tulang terbuka yang berat. Bila perlu, debridemen ulang dapat dilakukan
penutupan jaringan lunak dan bone graft. Bila memungkinkan, defek dapat
diisi dengan flap otot. Selain itu, beads dapat digunakan sebagai pengisi
dibawah flap hingga digantikan oleh bone graft pada prosedur berikutnya
tinggi, tidak bergantung pada aliran darah ke dalam tulang (Spiegel & Penny,
hematom yang dapat berpotensi sebagai tempat infeksi. Beads antibiotik juga
19
dapat mengurangi pembentukan jaringan parut pada defek tulang. Bila infeksi
terkontrol, beads dikeluarkan. Untuk kasus non union, bone graft dapat
Antibiotik sistemik
minggu dan dapat dikerjakan pada pasien rawat jalan. Manajemen dengan
periode yang lebih singkat dari terapi intravena (hingga 1 minggu), diiikuti
oleh antibiotik oral selama 6 minggu, sukses dicatat pada 91% pasien
primer dapat dikerjakan pada pasien dengan jaringan lunak yang cukup.
penutupan dapat dicapai dengan flap lokal atau free flap, tergantung pada
lokasi dan ekstensi defek jaringan lunak (Wirganowicz, 1999, Patzakis dkk,
2005).
sekunder dan dapat mengurangi morbiditas, lama dirawat dan biaya. Akan
20
2003).
tambahan yang penting pada manajemen luka trauma dan insisi pembedahan
dkk, 2012).
Bone Graft
Bone graft dari iliac crest dapat digunakan untuk penanganan defek
tulang hingga 6 cm. Bone graft dikerjakan bila jaringan lunak penutup sudah
sembuh, adanya flap yang viabel dan infeksi telah terkontrol, biasanya dalam
dkk, 2005).
aliran darah secara primer atau sekunder karena operasi menurunkan kapasitas
penyembuhan dan resistensi terhadap infeksi berulang, (3) jaringan parut atau
sisa ruangan mati sebagai tempat berkembangnya infeksi, dan (4) adanya
kehilangan tulang, dapat dikerjakan bone graft atau bone transport (Ilizarov
yang berguna untuk menilai efek eksisi terhadap tulang. Mereka secara
batas bersih 5 mm atau lebih, kelompok ke dua yaitu reseksi marginal dengan
batas bersih kurang dari 5 mm dan kelompok ke tiga yaitu intralesi, dengan
intravena selama enam minggu, diikuti antibiotik oral selama enam minggu
kekambuhan dalam waktu setahun setelah operasi. Eksisi yang cermat sangat
dengan kuretase atau dengan high speed burr untuk memastikan semua
high speed burr memudahkan kita untuk membuang jaringan mati dengan
mata bor yang tinggi dan feed rates yang tinggi secara efektif dapat
meningkat hingga diameter mata bor 4,5 mm dan kemudian menurun lagi
untuk panas yang bisa menginduksi kerusakan jaringan tulang adalah pada
mata bor, bahan mata bor, dan kecepatan mata bor (Nam dkk., 2006; Karaca
kecepatan bor juga akan meningkatkan suhu tulang yang dibor. Akan tetapi
peningkatan suhu ini hanya terjadi sampai batasan kecepatan bor dikisaran
10.000 rpm dan suhu tulang tidak akan meningkat signifikan pada kecepatan
bor diatas 10.000 rpm (Nam dkk, 2006; Augustin dkk., 2007).
rpm (Karmani, 2006). Sedangkan pada bagian bedah saraf menggunakan bor
dengan kecepatan tinggi 70.000 rpm dan kecepatan rendahnya adalah 20.000
dengan waktu pengeboran kurang dari 1 menit (Augustin dkk, 2012, Pandey
tinggi dan bahkan asap, sementara peningkatan tekanan saat mendorong mata
bor menyebabkan kontrol mata bor yang buruk sehingga bisa patah (Natali,
1996).
panas pada tulang kortikal segar beriksar antara 0.38- 2.3 J/msK. Mortiz and
Henrique menemukan bahwa sel epitel yang terkena suhu 70 oC dapat terjadi
meningkat diatas 55oC selama lebih dari setengah menit, kerusakan yang
serius akan terjadi, yang membutuhkan waktu beberapa minggu untuk sembuh
(Hillery, 1999).
ditanamkan pada plat agar darah dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24
jam. Kemudian dihitung colony forming units (CFU) per gram tulang. CFU
kemudian dihitung pada setiap sampel tulang tibia. Log rata-rata dari CFU
26
pada kelima plat dan rata-rata konsentrasi Staphylococcus aureus pada setiap
kuantitatif::
Tabel 2.3. Konversi perhitungan kuantitatif koloni kuman (Shirtliff dkk, 2002)
(CFU/gram) dilaporkan