Anda di halaman 1dari 29

Pengertian

Osteomyelitis akut adalah infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal
akut atau trauma tulang, biasanya disebabkan oleh escherichia coli, staphylococcus
aureus, atau streptococcus pyogenes (Tucker et al, 1998).

Osteomyelitis adalah suatu penyakit infeksi yang tejadi pada tulang, infeksi yang
mengenai tulang lebih lunak disembuhkan dari pada infeksi yang terjadi pada jaringan
lunak karena terbatasna asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya
tekanan jaringan, dan pembentukan tulang baru disekeliling tulang mati atau involukrum
(Brunner & Suddart, 2000)

Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70-80% Osteomyelitis, organisme


patogenik lainnya yang sering dijumpai, yaitu proteus, pseudomonas, dan esberichia coli.
Infeksi dapat terjadi melalui :

1. Penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tempat lain:tonsil yang terinfeksi,


infeksi gigi, infeksi saluran napas bagian atas.
2. Penyebaran infeksi jaringan lunak: ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus
vaskular
3. Kontaminas langsung dengan tulang: fraktur terbuka,cidera traumatik.

Osteomyelitis adalah infeksi tulang yang dapat timbul dari inokulasi langsung oleh
organisme penyebab, misalnya pada fraktur terbuka, atau berasal dari penyebaran
hematogen. Walaupun sering ditemukan pada anak-anak hail ini relatif jarang pada usia
dewasa. ( annisa rahmalia, at a glance medicine,2005)

Kondisi yang mendasari dan organisme penyebab

 Diabetes menyebaban terjadinya infeksi kaki oleh organisme gram negatif dan
atau staphylococcus aureus
 Sebanak 90 % Osteomyelitis pada oarang dewasa disebabkan oeleh infeksi
staphylococcus
 Septikemia staphylococcus aureus ( misalnya koplikasi dari kanula intervena pada
pasien-pasien yang dirawat) mengalami komplikasi Osteomyelitis sebanyak 1%
 Penyakit sel sabit (skickle cell) ( 80% infeksi terjadi karena spesies salmonela)
 Imunosupresi menjadi predisposisi terhadap terjadinya berbagai infeksi lain.
1. Osteomielitis dapat terjadi  karena penyebaran hematogen
(melalui darah) dari        focus infeksi tempat lain (Osteomielitis
Primer ).
2. Osteomielitis yang disebaabkan oleh bakteri disekitarnya seperti
bisul dan luka (stafilokokus aureus ( 75%), atau E.colli, Proteus
atau Pseudomonas).
3. Staphylolococcus hemolyticus ( koagulasi positif) sebanyak 90 % dan
jarang Sterptococcus hemolyticus.
4. Haemophilus influenza ( 5- 50 %) pada anak usia dibawah 4 tahun.
5. Organisme lain seperti B. coli, B. aeruginosa 2apsulate, pneumokokus,
Salmonella typhosa, pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis,
Brucella, dan bakteri anaerob yaitu Bacteroides fragilis.
PATHWAY OSTEOMIELITIS

Mikroorganisme pathogen/ trauma

Invasi/terinfeksi jaringan lunak dan tulang

reaksi inflamasi demam, kemerahan MK: hipertermi

terjadi vaskularisasi/pembentukan pembuluh darah

edema Nyeri MK: gangguan rasa nyaman nyeri

(terjadi penekanan edema)

Menurunya aliran darah

Iskemik/ penyempitan pembuluh darah

Nekrosis/ kerusakan jaringan tulang

Pembentukan involukrum Pembentukan squestrum/jaringan mati dan pus

MK: Resti penyebab infeksi

Terbentuk abses/infeksi pada tulang

Abses/infeksi sub periosteal

Drainase pus
Vaskularisasi baik vaskularisasi kurang baik

Kematian jaringan

Pembentukan jaringan baru

lumpuh/ amputasi

Sembuh

MK: potensial cidera, cemas

Perubahan konsep diri

PATOFISIOLOGI OSTEOMIELITIS
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis
meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan
insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam
3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubngan dengan 
penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat 
(stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.
Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,
peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada
pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan
nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula.
Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum
dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila
proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang
lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang
terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan
mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak
dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak
lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun
sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses
kambuhan sepanjang hidup penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik

Klasifikasi Osteomielitis
Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu:
1.      Osteomielitis akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama atau sejak
penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya terjadi pada anak-anak dari pada
orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah.
(osteomielitis hematogen).Osteomielitis akut terbagi menjadi 2, yaitu:
a.       Osteomielitis hematogen
Merupakan infeksi yang penyebarannya berasal dari darah. Osteomielitis
hematogen akut biasanya disebabkan oleh penyebaran bakteri darah dari daerah yang
jauh. Kondisi ini biasannya terjadi pada anak-anak. Lokasi yang sering terinfeksi biasa
merupakan daerah yang tumbuh dengan cepat dan metafisis menyebabkan thrombosis
dan nekrosis local serta pertumbuhan bakteri pada tulang itu sendiri. Osteomielitis
hematogen akut mempunyai perkembangan klinis dan onset yang lambat.
b.          Osteomielitis direk
Disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan atau bakteri akibat trauma
atau pembedahan. Osteomielitis direk adalah infeksi tulang sekunder akibat inokulasi
bakteri yang menyebabkan oleh trauma, yang menyebar dari focus infeksi atau sepsis
setelah prosedur pembedahan. Manifestasi klinis dari osteomielitis direk lebih
terlokasasi dan melibatkan banyak jenis organisme.
2.      Osteomielitis sub-akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama atau sejak
penyakit pendahulu timbul.
3.      Osteomielitis kronis
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi pertama atau
sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut dan kronis biasanya terjadi pada
orang dewasa dan biasanya terjadi karena ada luka atau trauma (osteomielitis kontangiosa),
misalnya osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur.
Klasifikasi Osteomielitis Kronis Menurut Cierny-Mader (Cierny III dkk, 2003)

Tipe Anatomi

Tipe I Osteomielitis Medula

Tipe II Osteomielitis Superfisial

Tipe III Osteomielitis Lokal

Tipe IV Osteomielitis Difus

Kelas Fisiologi

Host – A Sistem imun baik

Host – B Sistem imum terganggu baik lokal (BL)

atau sistemik (BS)

Host – C Membutuhkan supresif atau tidak ada

terapi, terapi lebih buruk dari

penyakitnya, bukan kandidat

pembedahan.

Terdapat empat tipe anatomi dari osteomyelitis: medulla, superfisial, local dan difus.

 Osteomyelitis ( type 1) melibatkan permukaan intramedula.


 Osteomielitis superfisial (type II) melibatkan permukaan tulang. Ini
disebabkan oleh infeksi langsung ketika permukaan tulang berdekatan dengan
luka jaringan lunak.
 Osteomielitis lokal (type III) melibatkan seluruh tebal korteks dan menyebar
ke kanal intramedula, namun pengeluaran sequestrum dengan pembedahan
tidak mempengaruhi stabilitas tulang.
 Osteomielitis difus (type IV) melibatkan tulang secara melingkar,
membutuhkan reseksi tulang dan stabilisasi. Instabilitas pada osteomielitis
difus, dapat terjadi baik sebelum maupun sesudah debridemen. Infected
nonunions, yang melibatkan osteomielitis difus, memberikan tantangan
paling besar (Cierny dkk, 2003).

Status fisiologi dari pasien dibagi menjadi tipe A, B, atau C berdasarkan adanya
faktor lokal dan sistemik, yang memberikan peran besar pada hasil akibat dari interaksi
mikroorganisme dan inang.
 Tipe A mempunyai sistem pertahanan yang baik, vaskularisasi lokal yang
baik dan respon fisiologi yang normal terhadap infeksi dan pembedahan.
 Tipe B dibagi menjadi masalah sistemik, lokal dan kombinasi dalam
penyembuhan luka dan respon terhadap infeksi. Faktor sistemik, seperti
penyakit ginjal stadium akhir, keganasan, diabetes mellitus, penggunaan
alkohol, malnutrisi, penyakit reumatologi atau status immunocompromised
(infeksi HIV, terapi imunosupresif), dapat mengurangi kemampuan sistem
imun. Defisiensi lokal dapat disebabkan oleh penyakit arteri, stasis vena,
radiasi, bekas luka, atau merokok yang dapat mengurangi vaskularisasi.
Cedera awal dan pembedahan yang menyertai sering berakhir dengan
fragmen tulang yang avaskuler dan bekas luka pada jaringan diatasnya.
 Pada inang tipe C, faktor lokal dan sistemik begitu beratnya sehingga
bahaya dari terapi melebihi penyakit itu sendiri (Cierny dkk, 2003).

MANIFESTASI KLINIS

1. Infeksi dibawa oleh darah

Biasanya awitannya mendadak.

Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam

tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).

2. Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang

Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.

Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung

Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.


3. Osteomyelitis kronik

Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode
berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap
darah.
2. Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan
uji sensitivitas
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri salmonella.
4. Pemeriksaan biopsy tulang.
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes.
5. Pemeriksaan ultra sound.
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik.
Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan
kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.
7. Pemeriksaan tambahan :
 Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama
 MRI : jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang
pada T2, maka kemungkinan besar adalah osteomielitis.
8. Pemeriksaan sinar-x awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada
sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang,
pengangkatan periosteum, dan pembentukan tulang baru.
Pemindaian tulang mengidentifikasi area infeksi.

Komplikasi
A. Dini :
1. Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2. Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya
sembuh
3. Atritis septik
B. Lanjut :
1. Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi
tubuh yang terkena
2. Fraktur patologis
3. Kontraktur sendi
4. Gangguan pertumbuhan

Komplikasi yang terjadi pada Osteomielitis adalah :

1. Abses jaringan lunak


2. Fitsula
3. Penyatuan epifisis prematur
4. Deformitas
5. Artritis piogenik yang menyebabkan ankilosis tulang ( misalnya penyatuan
panggul ).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien gangguan
system musculoskeletal karena osteomielitis bergantung pada lokasi dan adanya
komplikasi pada tulang. Pengkajian keperawatan osteomielitis meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan
pengkajian psikososial.
a. Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
1.) Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus osteomielitis adalah nyeri
hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien,
perawat dapat menggunakan metode PQRST :
Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma
pada daerah metafisis, merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
osteomielitis hematogen akut.
Quality of pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien
bersifat menusuk.
Region, Radiation, Relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau
istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar.
Severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan klien secara subjektif
antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
2.) Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka (kerusakan pembuluh darah,
edema, hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar sehingga pada
fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi), riwayat operasi tulang dengan
pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal (invasi bakteri
disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada osteomielitis akut yang
tidak diberi perawatan adekuat sehingga memungkinkan terjadinya proses
supurasi di tulang.
3.) Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-lumbal
yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis. Dapat
ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-
obatan, atau pengobatan dengan imunosupresif.
4.) Riwayat psikososial – spiritual
Perawat menkaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga serta masyarakat, respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun
dalam masyarakat. Pada kasus osteomielitis, akan timbul ketakutan akan
terjadi kecacatan dan klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulang. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, konsumsi alkohol yang dapat
mengganggu keseimbangan, dan apakah klien melakukan olahraga. Klien
akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien
menjalani rawat inap. Dampak yang timbul pada klien osteomielitis yaitu
timbul ketakutan akan kecacatan akibat prognosis penyakitnya, rasa
cemas, rasa tidak mampu melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat ( local).
1.) Keadaan umum meliputi :
a.) Tingkat kesadaran ( apatis, sopor, koma, gelisah, compos mentis yang
bergantung pada keadaan klien).
b.) Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan
pada kasus osteomielitis biasanya akut).
c.) Tanda-tanda vital tidak normal, terutama pada osteomielitis dengan
komplikasi septicemia.
2.) B1 (Breathing) : pada inspeksi, didapatkan bahwa klien osteomielitis
tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, ditemukan
taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapatkan
suara napas tambahan.
3.) B2 (Blood) : pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi
menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi
didapatkan suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4.) B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
a) Kepala : tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada sakit kepala)
b) Leher : tidak ada gangguan (simetris, tidak ada penonjolan,
refleks menelan ada).
c) Wajah : terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi atau
bentuk.
d) Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis
(pada klien patah tulang tertutup karena tidak terjadi
perdarahan). Klien osteomielitis yang disertai adanya
malnutrisi lama biasanya mengalami konjungtiva anemis.
e) Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.
g) Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

h) Status mental : observasi penampilan dan tingkah laku klien biasanya


status mental tidak mengalami perubahan.
i) Pemeriksaan saraf kranial :
Saraf I : biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman
Saraf II : tes ketajaman penglihatan normal.
Saraf III, IV, dan VI :Biasanya tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor.
Saraf V : klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada otot
wajah dan refleks kornea tidak ada kelainan.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli presepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
Saraf X : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada devisiasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

j). Pemeriksaan refleks : biasanya tidak terdapat refleks patologis

5.) B4 (Bladder) : pengkajian keadaan urine meliputi, warna, jumlah,


karakteristik,dan berat jenis. Biasanya osteomielitis tidak mengalami
kelainan pada system ini.
6.) B5 (Bowel) : inspeksi abdomen, bentuk datar, simetris, tidak ada
hernia. Palpasi, turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi, suara timpani,
ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi, peristaltik usus normal
(20x/menit). Inguinal-genitalia-anus : tidak ada hernia, tidak ada
pembesaran limfe, tidak ada kesulitan defekasi. Pola nutrisi dan
Metabolisme: klien osteomelitis harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari, sperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan infeksi tulang. Evaluasi
terhadap nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah
musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat, terutama kalsium dan protein. Masalah nyeri pada osteomelitis
menyebabkan klien kadang mual atau muntah sehingga pemenuhan
nutrisi berkurang. Pola eliminasi: tidak ada gangguan eliminasi, tetapi
tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau fases. Pada pola
berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumalah urine.
7.) B6 (Bone). Adanya osteomelitis hematogen akut akan ditemukan
gangguan pergerakan sendi karena pembekakan sendi akan
menggangu fungsi motorik klien. Kerusakan integritas jaringan
pada kulit karena adanya luka disertai dengan pengeluaran pus
atau cairan bening berbau khas.
c. Look
Pada osteomelitis hematogen akut akan ditemukan gangguan
pergerakan sendi karena pembekan sendi dan gangguan bertambah berat bila
terjadi spasme local. Gangguan pergerakan sendi juga dapat disebab kan oleh
efusi sendi atu infeksi sendi (arthritis septic). Secara umum, klien osteolelitis
kronis menunjukan adanya luka khas yang disertai dengan pengeluaran pus
atau cairan bening yang berasal dari tulang yang mengalami infeksi dan dan
proses supurasi. Manifestasi klinis osteomelitis akibat fraktur terbuka
biasanya berupa demam, nyeri, pembekakan pada daerah fraktur, dan sekresi
pus pada luka.
d. Feel.
Kaji adanya nyeri tekan.
e. Move
pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas)
atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
Pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan atau keterbatasan gerak
sendi pada osteomelitis akut.

Pola tidur dan istirahat. Semua klien osteomelitis merasak nyeri


sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur., suasana, kebiasaan,
dan kesulitan serta penggunaan obat tidur.

2. DIAGNOSA
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
c. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses supurasi di
tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam
bergerak
f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit
dan pengobatan.
3. INTERVENSI
a. Nyeri yang berhubungan dengan proses supurasi di tulang dan
pembekan sendi
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat di atasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak
gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.

Intervensi rasional

Mandiri:
1. Kaji nyeri dengan skala 0-4 1. Nyeri merupakan respons subjektif yang dapat di
kaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

2. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi


nyeri pada daerah nyeri sendi atau nyeri di
2. Atur posisi imobilisasi pada tulang yang mengalami infeksi.
daerah nyeri sendi atau nyeri di
tulang yang mengalami infeksi
3. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,
pergerakan sendi.

3. Bantu klien dalam


mengidentifikasi faktor 4. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
pencetus dan tindakan nonfarmakologi lain
menunjukan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
4. Jelaskan dan bantu klien
terkait dengan tindakan pereda
nyeri nonfarmakologi dan
5. Teknik ini melancarkan peredaran darah
noninvasive.
sehingga kebutuhan O2 pada jaringan dapat
terpenuhi dan nyeri berkurang.
5. Ajarkan relaksasi: teknik
mengurangi ketegangan otot
rangka yang dapat mengurangi
intensitas nyeri dan
meningkatkan relaksasi 6. Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri
masase. ke hal-hal yang menyeangakan.

6. Ajarkan metode distraksi 7. Istirahat merelaksasi semua jaringan


selama nyeri akut. sehingga meningkatkan kenyamanan.

7. Beri kesempatan waktu


istirahat bila terasa nyeri dan
beri posisi yang nyaman.

8. Pengetahuan tersebut membantu


mengurangi nyeri dan dapat membantu
meningkatkan kepatuhan klien terhadap
8. Tingkatkan pengetahuan
rencana terapeutik.
tentang penyebab nyeri dan
hubungan dengan berapa lama
nyeri akan berlangsung.
1. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.
Kolaborasi

1. Pemberian analgetik

b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan


keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
1.) Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2.) Mempertahankan posisi fungsional
3.) Meningkatkan / fungsi yang sakit
4.) Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasionalisasi :
Intervensi Rasionalisasi

Mandiri :

1. Pertahankan tirah baring dalam 1. Agar gangguan mobilitas fisik dapat


posisi yang di programkan berkurang

2. Tinggikan ekstremitas yang


2. Dapat meringankan masalah gangguan
sakit, instruksikan klien / bantu
mobilitas fisik yang dialami klien
dalam latihan rentang gerak
pada ekstremitas yang sakit
dan tak sakit

3. Beri penyanggah pada


ekstremitas yang sakit pada
saat bergerak 3. Dapat meringankan masalah gangguan
mobilitas yang dialami klien
4. Jelaskan pandangan dan
keterbatasan dalam aktivitas

4. Agar klien tidak banyak melakukan


5. Berikan dorongan pada klien
gerakan yang dapat membahayakan
untuk melakukan AKS dalam
lingkup keterbatasan dan beri
5. Mengurangi terjadinya penyimpangan –
bantuan sesuai kebutuhan
penyimpangan yang dapat terjadi

6. Ubah posisi secara periodik

Kolabortasi : 6. Mengurangi gangguan mobilitas fisik

1. Fisioterapi / aoakulasi terapi


1. Mengurangi gangguan mobilitas fisik

c. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses


tulang
Tujuan / Hasil Pasien : Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami
Kriteria Hasil: Mencapai waktu penyembuhan

Intervensi dan rasionalisasi:

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri:

1. Pertahankan system kateter steril; 1. Mencegah pemasukan bakteri dari


berikan perawatan kateter regular infeksi/ sepsis lanjut.
dengan sabun dan air, berikan salep
antibiotic disekitar sisi kateter.

2. Ambulasi dengan kantung drainase 2. Menghindari refleks balik urine, yang


dependen. dapat memasukkan bakteri kedalam
kandung kemih.

3. Awasi tanda vital, perhatikan demam 3. Pasien yang mengalami sistoskopi/


ringan, menggigil, nadi dan TUR prostate beresiko untuk syok
pernapasan cepat, gelisah, peka, bedah/ septic sehubungan dengan
disorientasi. manipulasi/ instrumentasi

4. Observasi drainase dari luka, sekitar 4. Adanya drain, insisi suprapubik


kateter suprapubik. meningkatkan resiko untuk infeksi, yang
diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.

5. Ganti balutan dengan sering (insisi 5. Balutan basah menyebabkan kulit


supra/ retropublik dan perineal), iritasi dan memberikan media untuk
pembersihan dan pengeringan kulit pertumbuhan bakteri, peningkatan
sepanjang waktu resiko infeksi luka.

6. Gunakan pelindung kulit tipe ostomi 6. Memberikan perlindungan untuk kulit


sekitar, mencegah ekskoriasi dan
menurunkan resiko infeksi.
Kolaborasi:

1. Berikan antibiotic sesuai indikasi 1. Mungkin diberikan secara profilaktik


sehubungan dengan peningkatan
resiko infeksi pada prostatektom

d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses supurasi di


tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
Tujuan: dalam 7x24 jam integritas jaringan membaik secara optimal.

Intervensi rasional

Mandiri: 1. Menjadi data dasar untuk memberi


1. Kaji kerusakan jaringan lunak informasi tentang intervensi perawatan
luka, alat dan jenis larutan apa yang
akan digunakan.

2.
2. Lakukan perawatan luka:
a. Perawatan luka dengan tehnik
a. Lakukan perawatan luka steril dapat mengurang
dengan tehnik steril kontaminasi kuman langsung ke
area luka.
b. Tehnik membuang jaringan dan
kuman di area luka sehingga
b. Kaji keadaan luka dengan keluar dari area luka
tehnik membuka balutan dan
mengurangi stimulus nyeri.
Bila perban melekat kuat,
perban diguyur dengan NaCl
c. NaCl merupakan larutan
fisiologis yang lebih mudah di
c. Tutup luka dengan kasa steril absirbsi oleh jaringa daripada
atau kompres dengan NaCl larutan anti septic. NaCl yang di
yang dicampur dengan csmpur dengsn stibiotik dspst
antibiotic. mempercepat penyembuhan luka
akibat infeksi osteomelitis.

d. Jaringan nekrotik dapat


menghambat penyembuhan luka

d. Lakukan nekrotomi pada


jaringa yang sudah mati e. Member rasa nyaman pada klien
dan dapat membantu peningkatan
pertumbuhan jaringan luka.
e. Rawat luka setiap hari atau
setiap kali bila pembalut basah
atau kotor f. Pengendalian infeksi
nosokominal dengan menghindari
kontaminasi langsung dari
f. Hindarai pemakaian perawatan
perawatan luka yang tidak steril.
luka yang sudah kontak
dengan klien osteomelitis,
jangan digunakan lagi untuk
melakukan perawtan luka pada
g. Pada klien osteomelitis dengan
klien lain
kerusakan tulang, stabilitas
formasi tulang sangat labil. Gips
g. Gunakan perban elastic dan
dan perban elastic dapat
gips pada luka yang disertai
membantu memfiksasi dan
kerusakan tulang atau
mengimobilisasi sehingga dapat
pembekkan sendi.
mengurangi nyeri.

h. Pemasangan perban elastic yang


terlalu kuat dapat menyebabkan
edema pada daerah distal dan juga
menambah nyeri padaa klien.

h. Evaluasi perban elastic


i. Adanya batasan waktu selama
terhadap resolusi edema
7x24 jam dalam melakukan
perawatan luka klien ostemelitis
menjadi tolak ukurr keberhasilan
intervensi yang diberikan .
apabila masih belum mencapai
kreteria hasil, sebaiknya kaji
ulang faktor-faktor yang
i. Evaluasi kerusakan jaringan dan
menghambat pertumbuhan
perkembangan pertumbuhan
jaringan luka.
jaringan dan lakukan perubahan
intervensi bila pada waktu yang
ditetapkan tidak ada
perkembangan jaringan yang
optimal.
1. Bedah perbaikan terutama pada
klien fraktur terbuka luas
sehingga menjadi pintu masuk
kuman yang ideal. Bedah
perbaikan biasanya dilakukan
setelah masalah infeksi
osteomelitis teratasi.

Kolaborasi
2. Manajemen untuk mentukan anti
1. Kolaborasi dengan tim bedah
mikroba yang sesuai dengan
untuk bedah perbaikan pada
kuman yang sensitive atau
kerusakan jaringan agar tingkat
resisten terhadap beberapa jenis
kesembuhan dapat dipercepat.
antibiotic.

3. Antimikroba yang sesuai dengan


hasil kultur ( reaksi sensitive)
dapat membunuh atau mematikan
kuman yang menginvasi jaringan
tulang.
2. Pemeriksaan kultur jaringan (pus)
yang keluar dari luka.

3. Pemberian antibiotic/antimikroba
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) :Pasien menunjukkan peningkatan toleransi
terhadap aktifitas.
Kriteria Evaluasi :Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan
dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.

Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri :

1. Jelaskan aktivitas dan 1. Merokok, suhu ekstrim dan stre menyebabkan


faktor yang dapat vasokonstruksi pembuluh garah dan peningkatan
meningkatkan beban jantung
kebutuhan oksigen

2. Mencegah penggunaan energi berlebihsn

2. Anjurkan program 3. Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap

hemat energi mempertahankan latihan fiisk yang memungkinkan


peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan

3. Buat jadwal aktifitas


harian, tingkatkan 4. Respon abdomen melipuit nadi, tekanan darah, dan
secara bertahap pernapasan yang meningkat

5. Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri

4. Kaji respon abdomen 6. Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah

setelah beraktivitas keletihan

5. Berikan kompres air


hangat

6. Beri waktu istirahat


yang cukup

f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia
Kriteria Evaluasi : Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh
normal, tidak mual, suhu tubuh normal

Intervensi dan Rasionalisasi

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri :

1. Pantau : 1. Memberikan dasar untuk deteksi hati

Suhu tubuh setiap 2 jam

Warna kulit TD, nadi dan


pernapasan

-     Hidrasi (turgor dan


kelembapan kulit

2. Lepaskan
pakaian 2. Pakaian yang tidak berlebihan dapat mengurahi peningkatan
yang suhu tubuh dan dapat memberikan rasa nyaman pada pasien
berlebihan
3. Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi,
dan meningkatkan kenyaman pasien.

4. Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris


3. Lakukan
dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
kompres
dingin atau
kantong es
untuk
menurunka
1. Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh
n kenaikan
suhu
tubuh.

4. Motivasi
asupan
cairan

Kolaborasi :

1. Beriakn
obat
antipiretik
sesuai
dengan
anjuran

g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan / Hasil Pasien : Pola tidur kembali normal
Kriteria Evaluasi :Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang, adanya
kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi

Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri :

1. Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan 1. Mengkaji perlunya dan mengidentifik
perubahan yang terjadi intervensi yang tepat

2. Berikan tempat tidur yang nyaman dan 2. Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukung
beberapa milik pribadi, misalnya ; bantal dan fisiologis/ psikologis
guling

3. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan


dalam pola lama dan lingkungan baru
3. Bila rutinitas baru mengandung aspek sebany

4. Cocokkan dengan teman sekamar yang kebiasaan lama, stres dan ansietas da

mempunyai pola tidur serupa dan kebutuhan berkurang

malam hari
4. Menurunkan kemungkinan bahwa tem
sekamar yang “burung hantu” dapat menun
pasien untuk terlelap atau menyebabk
5. Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang terbangun
hari, jamin pasien berhenti beraktifitas
beberapa jam sebelum tidur 5. Aktivitas siang hari dapat membantu pas
menggunakan energi dan siap untuk tid
6. Instruksikan tindakan relaksasi malam hari
7. Kurangi kebisingan dan lampu 6. Membantu menginduksi tidur

7. Memberikan situasi kondusif untuk tidur

8. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi,


rendhkan tempat tidur bila mungkin 8. Pagar tempat tidur memberikan keamanan d
dapat digunakan untuk membantu merub

Kolaborasi : posisi

1. Berikan sedatif, hipnotik sesuai indikasi


1. Mungkin diberikan untuk membantu pas
tidur atau istirahat selama periode transisi d
rumah ke lingkungan baru

h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan


pengobatan.
Tujuan / Hasil Pasien :Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan
informasi tentang proses penyakit, program pengobatan
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang

Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri :

1. Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien 1. Mengorientasi program pengobatan. Membantu


menyadarkan klien untuk memperoleh kontrol

2. Informasi menurunkan takut karena


2. Kaji patologi masalah individu. ketidaktahuan.

3. Memberika pengetahuan dasar untuk pemahaman


3. Kaji ulang tanda / gejala yang kondisi dinamik
memerlukan evaluasi medik cepat,contoh
nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres
pernapasan lanjut.
4. Berulangnya pneumotorak /hemotorak

4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, memerlukan intervensi medik untuk mencegah /

istirahat. menurunkan potensial komplikasi.

Kolaborasi : 1. Mempertahanan kesehatan umum meningkatkan


penyembuhan dan dapat mencegah
kekambuhan.rapeutik.
1. Gunakan obat sedatif sesuai dengan Banyak pasien yang membutuhkan obat penenang untuk
anjuran mengontrol ansietasnya

4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah direncanakan

5. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan perencanaan
berhasil di capai.

Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan :

a. Proses ( sumatif )
Fokusnya adalah aktifitas dari proses keperawatan dan kualitas
tindakan evaluasi dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan.
b. Hasil ( formatif )
fokusnya adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir tindakan keperawatan.

Evaluasi yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis meliputi :

a. Mengalami peredaan nyeri

1.)  Melaporkan berkurangnya nyeri


2.) Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi

3.)  Tidak mengalami ketidak nyamanan bila bergerak

b. Peningkatan mobilitas fisik

1.) Berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri

2.) Mempertahankan fungsi penuh ekstermitas yang sehat

3.)  Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan


aman

c.  Tidak terjadi perluasan infeksi

1)      Memakai antibiotic sesuai resep

2)      Suhu badan normal

3)      Tidak ada pembengkakan

4)      Tidak ada pus

5)      Angka leukosit dan laju endap darah (LED) kembali normal

d.      Integritas kulit membaik

1)      Menyatakan kenyamanan

2)      Mempertahankan intergritas kulit

3)      Mempertahankan proses penyembuhan dalam batas normal

e.       Mematuhi rencana terapeutik

1)      Memakai antibiotic sesuai resep

2)      Melindungi tulang yang lemah

3)      Melakukan perawatan luka yang benar

4)      Melaporkan bila ada masalah segera


Daftar Pustaka

Suratum. Heryati. Manurung,Santa. 2006 .Klien Gangguan Sitem Muskuloskeletal : Seri


Asuhan Keperawatan. Buku kedokteran EGC. Jakarta

Rahmalia Annisa, Novianty Cut. 2005. At a glance medicine / patrick davey. Erlangga .
jakarta

Utami, Deni. 2016. Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Osteomielitis.


Surakarta: Akademi Keperawatan Insan Husada.
https://www.academia.edu/11892671/Osteomyelitis. Diakses pada 12 Juni 2020
06.09
Osteomielitis Kronik. https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1014118202-
3-BAB
%2520II.pdf&ved=2ahUKEwiqvOvN6PrpAhUOfSsKHXuWBM4QFjACegQIARA
B&usg=AOvVaw1wcf8KuNRVzT-bsD4yGM2f. diakses pada 12 Juni 2020 06.10
Risnanto, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Muskuloskeletal.
Deepublish : Yogyakarta

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC

Adriani Nadhira. 2016. Angka Kejadian, Karakteristik, Dan Gambaran Hasil Pemeriksaan
X-Ray Ekspertise Pasien Osteomielitis Kronis Ekstremitas Observasi DiRumah Sakit Al-
Islam Tahun 2013. Fakultas Kedokteran (UNISBA), 2016

Anda mungkin juga menyukai