Osteomyelitis akut adalah infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal
akut atau trauma tulang, biasanya disebabkan oleh escherichia coli, staphylococcus
aureus, atau streptococcus pyogenes (Tucker et al, 1998).
Osteomyelitis adalah suatu penyakit infeksi yang tejadi pada tulang, infeksi yang
mengenai tulang lebih lunak disembuhkan dari pada infeksi yang terjadi pada jaringan
lunak karena terbatasna asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya
tekanan jaringan, dan pembentukan tulang baru disekeliling tulang mati atau involukrum
(Brunner & Suddart, 2000)
Osteomyelitis adalah infeksi tulang yang dapat timbul dari inokulasi langsung oleh
organisme penyebab, misalnya pada fraktur terbuka, atau berasal dari penyebaran
hematogen. Walaupun sering ditemukan pada anak-anak hail ini relatif jarang pada usia
dewasa. ( annisa rahmalia, at a glance medicine,2005)
Diabetes menyebaban terjadinya infeksi kaki oleh organisme gram negatif dan
atau staphylococcus aureus
Sebanak 90 % Osteomyelitis pada oarang dewasa disebabkan oeleh infeksi
staphylococcus
Septikemia staphylococcus aureus ( misalnya koplikasi dari kanula intervena pada
pasien-pasien yang dirawat) mengalami komplikasi Osteomyelitis sebanyak 1%
Penyakit sel sabit (skickle cell) ( 80% infeksi terjadi karena spesies salmonela)
Imunosupresi menjadi predisposisi terhadap terjadinya berbagai infeksi lain.
1. Osteomielitis dapat terjadi karena penyebaran hematogen
(melalui darah) dari focus infeksi tempat lain (Osteomielitis
Primer ).
2. Osteomielitis yang disebaabkan oleh bakteri disekitarnya seperti
bisul dan luka (stafilokokus aureus ( 75%), atau E.colli, Proteus
atau Pseudomonas).
3. Staphylolococcus hemolyticus ( koagulasi positif) sebanyak 90 % dan
jarang Sterptococcus hemolyticus.
4. Haemophilus influenza ( 5- 50 %) pada anak usia dibawah 4 tahun.
5. Organisme lain seperti B. coli, B. aeruginosa 2apsulate, pneumokokus,
Salmonella typhosa, pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis,
Brucella, dan bakteri anaerob yaitu Bacteroides fragilis.
PATHWAY OSTEOMIELITIS
Drainase pus
Vaskularisasi baik vaskularisasi kurang baik
Kematian jaringan
lumpuh/ amputasi
Sembuh
PATOFISIOLOGI OSTEOMIELITIS
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis
meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan
insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam
3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubngan dengan
penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat
(stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.
Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,
peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada
pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan
nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula.
Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum
dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila
proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang
lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang
terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan
mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak
dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak
lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun
sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses
kambuhan sepanjang hidup penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik
Klasifikasi Osteomielitis
Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Osteomielitis akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama atau sejak
penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya terjadi pada anak-anak dari pada
orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah.
(osteomielitis hematogen).Osteomielitis akut terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Osteomielitis hematogen
Merupakan infeksi yang penyebarannya berasal dari darah. Osteomielitis
hematogen akut biasanya disebabkan oleh penyebaran bakteri darah dari daerah yang
jauh. Kondisi ini biasannya terjadi pada anak-anak. Lokasi yang sering terinfeksi biasa
merupakan daerah yang tumbuh dengan cepat dan metafisis menyebabkan thrombosis
dan nekrosis local serta pertumbuhan bakteri pada tulang itu sendiri. Osteomielitis
hematogen akut mempunyai perkembangan klinis dan onset yang lambat.
b. Osteomielitis direk
Disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan atau bakteri akibat trauma
atau pembedahan. Osteomielitis direk adalah infeksi tulang sekunder akibat inokulasi
bakteri yang menyebabkan oleh trauma, yang menyebar dari focus infeksi atau sepsis
setelah prosedur pembedahan. Manifestasi klinis dari osteomielitis direk lebih
terlokasasi dan melibatkan banyak jenis organisme.
2. Osteomielitis sub-akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama atau sejak
penyakit pendahulu timbul.
3. Osteomielitis kronis
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi pertama atau
sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut dan kronis biasanya terjadi pada
orang dewasa dan biasanya terjadi karena ada luka atau trauma (osteomielitis kontangiosa),
misalnya osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur.
Klasifikasi Osteomielitis Kronis Menurut Cierny-Mader (Cierny III dkk, 2003)
Tipe Anatomi
Kelas Fisiologi
pembedahan.
Terdapat empat tipe anatomi dari osteomyelitis: medulla, superfisial, local dan difus.
Status fisiologi dari pasien dibagi menjadi tipe A, B, atau C berdasarkan adanya
faktor lokal dan sistemik, yang memberikan peran besar pada hasil akibat dari interaksi
mikroorganisme dan inang.
Tipe A mempunyai sistem pertahanan yang baik, vaskularisasi lokal yang
baik dan respon fisiologi yang normal terhadap infeksi dan pembedahan.
Tipe B dibagi menjadi masalah sistemik, lokal dan kombinasi dalam
penyembuhan luka dan respon terhadap infeksi. Faktor sistemik, seperti
penyakit ginjal stadium akhir, keganasan, diabetes mellitus, penggunaan
alkohol, malnutrisi, penyakit reumatologi atau status immunocompromised
(infeksi HIV, terapi imunosupresif), dapat mengurangi kemampuan sistem
imun. Defisiensi lokal dapat disebabkan oleh penyakit arteri, stasis vena,
radiasi, bekas luka, atau merokok yang dapat mengurangi vaskularisasi.
Cedera awal dan pembedahan yang menyertai sering berakhir dengan
fragmen tulang yang avaskuler dan bekas luka pada jaringan diatasnya.
Pada inang tipe C, faktor lokal dan sistemik begitu beratnya sehingga
bahaya dari terapi melebihi penyakit itu sendiri (Cierny dkk, 2003).
MANIFESTASI KLINIS
Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.
Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung
Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode
berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap
darah.
2. Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan
uji sensitivitas
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri salmonella.
4. Pemeriksaan biopsy tulang.
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes.
5. Pemeriksaan ultra sound.
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik.
Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan
kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.
7. Pemeriksaan tambahan :
Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama
MRI : jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang
pada T2, maka kemungkinan besar adalah osteomielitis.
8. Pemeriksaan sinar-x awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada
sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang,
pengangkatan periosteum, dan pembentukan tulang baru.
Pemindaian tulang mengidentifikasi area infeksi.
Komplikasi
A. Dini :
1. Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2. Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya
sembuh
3. Atritis septik
B. Lanjut :
1. Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi
tubuh yang terkena
2. Fraktur patologis
3. Kontraktur sendi
4. Gangguan pertumbuhan
1. Pengkajian
Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien gangguan
system musculoskeletal karena osteomielitis bergantung pada lokasi dan adanya
komplikasi pada tulang. Pengkajian keperawatan osteomielitis meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan
pengkajian psikososial.
a. Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
1.) Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus osteomielitis adalah nyeri
hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien,
perawat dapat menggunakan metode PQRST :
Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma
pada daerah metafisis, merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
osteomielitis hematogen akut.
Quality of pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien
bersifat menusuk.
Region, Radiation, Relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau
istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar.
Severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan klien secara subjektif
antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
2.) Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka (kerusakan pembuluh darah,
edema, hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar sehingga pada
fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi), riwayat operasi tulang dengan
pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal (invasi bakteri
disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada osteomielitis akut yang
tidak diberi perawatan adekuat sehingga memungkinkan terjadinya proses
supurasi di tulang.
3.) Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-lumbal
yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis. Dapat
ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-
obatan, atau pengobatan dengan imunosupresif.
4.) Riwayat psikososial – spiritual
Perawat menkaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga serta masyarakat, respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun
dalam masyarakat. Pada kasus osteomielitis, akan timbul ketakutan akan
terjadi kecacatan dan klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulang. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, konsumsi alkohol yang dapat
mengganggu keseimbangan, dan apakah klien melakukan olahraga. Klien
akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien
menjalani rawat inap. Dampak yang timbul pada klien osteomielitis yaitu
timbul ketakutan akan kecacatan akibat prognosis penyakitnya, rasa
cemas, rasa tidak mampu melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat ( local).
1.) Keadaan umum meliputi :
a.) Tingkat kesadaran ( apatis, sopor, koma, gelisah, compos mentis yang
bergantung pada keadaan klien).
b.) Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan
pada kasus osteomielitis biasanya akut).
c.) Tanda-tanda vital tidak normal, terutama pada osteomielitis dengan
komplikasi septicemia.
2.) B1 (Breathing) : pada inspeksi, didapatkan bahwa klien osteomielitis
tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, ditemukan
taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapatkan
suara napas tambahan.
3.) B2 (Blood) : pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi
menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi
didapatkan suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4.) B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
a) Kepala : tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada sakit kepala)
b) Leher : tidak ada gangguan (simetris, tidak ada penonjolan,
refleks menelan ada).
c) Wajah : terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi atau
bentuk.
d) Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis
(pada klien patah tulang tertutup karena tidak terjadi
perdarahan). Klien osteomielitis yang disertai adanya
malnutrisi lama biasanya mengalami konjungtiva anemis.
e) Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.
g) Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
2. DIAGNOSA
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
c. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses supurasi di
tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam
bergerak
f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit
dan pengobatan.
3. INTERVENSI
a. Nyeri yang berhubungan dengan proses supurasi di tulang dan
pembekan sendi
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat di atasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak
gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.
Intervensi rasional
Mandiri:
1. Kaji nyeri dengan skala 0-4 1. Nyeri merupakan respons subjektif yang dapat di
kaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
1. Pemberian analgetik
Mandiri :
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri:
Intervensi rasional
2.
2. Lakukan perawatan luka:
a. Perawatan luka dengan tehnik
a. Lakukan perawatan luka steril dapat mengurang
dengan tehnik steril kontaminasi kuman langsung ke
area luka.
b. Tehnik membuang jaringan dan
kuman di area luka sehingga
b. Kaji keadaan luka dengan keluar dari area luka
tehnik membuka balutan dan
mengurangi stimulus nyeri.
Bila perban melekat kuat,
perban diguyur dengan NaCl
c. NaCl merupakan larutan
fisiologis yang lebih mudah di
c. Tutup luka dengan kasa steril absirbsi oleh jaringa daripada
atau kompres dengan NaCl larutan anti septic. NaCl yang di
yang dicampur dengan csmpur dengsn stibiotik dspst
antibiotic. mempercepat penyembuhan luka
akibat infeksi osteomelitis.
Kolaborasi
2. Manajemen untuk mentukan anti
1. Kolaborasi dengan tim bedah
mikroba yang sesuai dengan
untuk bedah perbaikan pada
kuman yang sensitive atau
kerusakan jaringan agar tingkat
resisten terhadap beberapa jenis
kesembuhan dapat dipercepat.
antibiotic.
3. Pemberian antibiotic/antimikroba
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) :Pasien menunjukkan peningkatan toleransi
terhadap aktifitas.
Kriteria Evaluasi :Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan
dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
2. Lepaskan
pakaian 2. Pakaian yang tidak berlebihan dapat mengurahi peningkatan
yang suhu tubuh dan dapat memberikan rasa nyaman pada pasien
berlebihan
3. Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi,
dan meningkatkan kenyaman pasien.
4. Motivasi
asupan
cairan
Kolaborasi :
1. Beriakn
obat
antipiretik
sesuai
dengan
anjuran
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan / Hasil Pasien : Pola tidur kembali normal
Kriteria Evaluasi :Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang, adanya
kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1. Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan 1. Mengkaji perlunya dan mengidentifik
perubahan yang terjadi intervensi yang tepat
2. Berikan tempat tidur yang nyaman dan 2. Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukung
beberapa milik pribadi, misalnya ; bantal dan fisiologis/ psikologis
guling
4. Cocokkan dengan teman sekamar yang kebiasaan lama, stres dan ansietas da
malam hari
4. Menurunkan kemungkinan bahwa tem
sekamar yang “burung hantu” dapat menun
pasien untuk terlelap atau menyebabk
5. Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang terbangun
hari, jamin pasien berhenti beraktifitas
beberapa jam sebelum tidur 5. Aktivitas siang hari dapat membantu pas
menggunakan energi dan siap untuk tid
6. Instruksikan tindakan relaksasi malam hari
7. Kurangi kebisingan dan lampu 6. Membantu menginduksi tidur
Kolaborasi : posisi
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, memerlukan intervensi medik untuk mencegah /
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah direncanakan
5. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan perencanaan
berhasil di capai.
a. Proses ( sumatif )
Fokusnya adalah aktifitas dari proses keperawatan dan kualitas
tindakan evaluasi dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan.
b. Hasil ( formatif )
fokusnya adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir tindakan keperawatan.
1) Menyatakan kenyamanan
Rahmalia Annisa, Novianty Cut. 2005. At a glance medicine / patrick davey. Erlangga .
jakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Adriani Nadhira. 2016. Angka Kejadian, Karakteristik, Dan Gambaran Hasil Pemeriksaan
X-Ray Ekspertise Pasien Osteomielitis Kronis Ekstremitas Observasi DiRumah Sakit Al-
Islam Tahun 2013. Fakultas Kedokteran (UNISBA), 2016