Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Osteomielitis rahang adalah suatu infeksi yang sifatnya ekstensif pada tulang rahang yang
mengenai spongiosa, sumsum tulang, korteks, dan periosteum. Infeksi terjadi pada bagian tulang
yang terkalsifikasi ketika cairan dalam rongga medula atau di bawah periosteum mengganggu
suplai darah. Tulang yang terinfeksi menjadi nekrosis ketika terjadi iskemia. Perubahan
pertahanan host yang mendasar terdapat pada mayoritas pasien yang mengalami ostemielitis
pada rahang. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi persarafan tulang menjadikan pasien rentan
terhadap berlangsungnya ostemielitis. Kondisi tersebut, antara lain sinar
radiasi,osteoporosis,osteopetrosis, penyakit tulang Paget, dan tumor ganas tulang1.
Penatalaksanaan osteomielitis supuratif kronis pada mandibula edentulus membutuhkan
kerja sama yang intensif dengan bagian medis lainnya. Selain itu, tingkat keberhasilan perawatan
juga ditentukan oleh kondisi sistemik penderita secara umum. Berikut ini dilaporkan
penatalaksanaan kasus osteomielitis supuratif kronis yang terjadi pada mandibula yang
edentulus. Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteomyelitis, serupa dengan komplikasi yang
disebabkan oleh infeksi odontogen, dapat merupakan komplikasi ringan sampai terjadinya
kematian akibat septikemia, pneumonia, meningitis, dan trombosis pada sinus kavernosus.
Diagnosis yang tepat amat penting untuk pemberian terapi yang efektif, sehingga dapat
memberikan prognosis yang lebih baik. Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis akan
menulis referat yang berjudul osteomielitis pada rongga mulut1-3.
2.1 Definisi

Istilah osteomyelitis pada literatur berarti inflamasi sumsum tulang. Secara klinis,
osteomyelitis biasanya diartikan infeksi dari tulang. Dimulai dari cavitas medulla (medullary
cavity), melibatkan tulang spongiosa (cancellous bone) yang kemudian menyebar ke tulang
kortikal bahkan terkadang sampai ke periosteum. Osteomyelitis dental atau yang disebut
osteomyelitis rahang adalah keadaan infeksi akut atau kronik pada tulang rahang, biasanya
disebabkan karena bakteri1,2.

2.2 Klasifikasi

Bertahun-tahun banyak cara untuk menentukan klasifikasi osteomyelitis. Sistem


klasifikasi yang paling kompleks dikemukakan oleh Ciemy,dkk. Osteomyelitis diklasifikasikan
bedasarkan suppurative dan nonsupurative oleh Lewd van Waldvogel. Klasifikasi ini kemudian
dimodifikasi oleh Topazian:

Osteomielitis supuratif Osteomielitis nonsupuratif


Osteomielitis supuratif akut Osteomielitis sclerosis
kronis

– Fokal

– Difus
Osteomielitis supuratif Osteomielitis Garre
kronis

– Primer

– Sekunder
Osteomielitis pada anak Osteomielitis aktinimikosa
Osteomielitis radiasi

Sistem lainnya dikemukakan oleh Hudson yang membagi osteomyelitis menjadi bentuk akut dan
kronik. Dengan beberapa macam klasifikasi, kontroversi klasifikasi osteomyelitis jelas terjadi4,5.
2.3 Faktor predisposisi

Faktor predisposisi utamanya ialah fraktur mandibula dan didahului oleh infeksi
odontogenik. Dua kejadian ini jarang menyebabkan infeksi pada tulang kecuali jika ketahanan
tubuh host mengalami gangguan seperti alcoholism malnutritional syndrome, diabetes,
kemoterapi penyakit kanker yang dapat menurunkan system imun pada seseorang, penyakit
myeloproliferative seperti leukemia. Pengobatan yang berhubungan dengan osteomylitis adalah
steroid, agen kemoterapi, dan bisphonate. Kondisi lokal yang kurang baik memengaruhi suplay
darah dapat menjadi predisposisi host pada infeksi tulang. Terapi radiasi, osteopetrosis, dan
pathologi tulang dapat memberikan kedudukan yang potensial bagi osteomyelitis9.

2.4 Etiologi dan pathogenesis

Penyebab utama yang paling sering dari osteomyelitis adalah penyakit-penyakit


periodontal (seperti gingivitis, pyorrhea, atau periodontitis, tergantung seberapa berat
penyakitnya). Bakteri yang berperan menyebabkan osteomyelitis sama dengan yang
menyebabkan infeksi odontogenik, yaitu streptococcus, anaerobic streptococcus seperti
Peptostreptococcus spp, dan batang gram negatif pada genus Fusobacterium dan Prevotella.
Cara membedakan osteomyelitis mandibula dengan osteomyelitis pada tulang lain ialah dari pus
yang mengandung Staphylococcus sehingga staphylococci merupakan bakteri predominan.
Penyebab osteomyelitis yang lain adalah tertinggalnya bakteri di dalam tulang rahang setelah
dilakukannya pencabutan gigi. Ini terjadi karena kebersihan operasi yang buruk pada daerah gigi
yang diekstraksi dan tertinggalnya bakteri di dalamnya7,9.

Hal tersebut menyebabkan tulang rahang membentuk tulang baru di atas lubang sebagai
pengganti pembentukan tulang baru di dalam lubang, dimana akan meninggalkan ruang kosong
pada tulang rahang (disebut cavitas). Cavitas ini ditemukan jaringan iskemik (berkurangnya
vaskularisasi), nekrotik, osteomielitik, gangren dan bahkan sangat toksik. Cavitas tersebut akan
bertahan, memproduksi toksin dan menghancurkan tulang di sekitarnya, dan membuat toksin
tertimbun dalam sistem imun. Bila sudah sampai keadaan seperti ini maka harus ditangani oleh
ahli bedah mulut. Penyebab umum yang ketiga dari osteomyelitis dental adalah gangren radix.
Setelah gigi menjadi gangren radix yang terinfeksi, diperlukan suatu prosedur pengambilan,
tetapi seringnya tidak komplit diambil dan tertinggal di dalam tulang rahang, selanjutnya akan
memproduksi toksin yang merusak tulang di sekitarnya sampai gigi dan tulang nekrotik di
sekitarnya hilang7.

Pada pembedahan gigi, trauma wajah yang melibatkan gigi, pemakaian kawat gigi, atau
pemasangan alat lain yang berfungsi sebagai jembatan yang akan membuat tekanan pada gigi
(apapun yang dapat menarik gigi dari socketnya) dapat menyebabkan bermulanya osteomyelitis.
Selain penyebab osteomyelitis di atas, infeksi ini juga bisa di sebabkan trauma berupa patah
tulang yang terbuka, penyebaran dari stomatitis, tonsillitis, infeksi sinus, furukolosis maupun
infeksi yang hematogen (menyebar melalui aliran darah). Inflamasi yang disebabkan bakteri
pyogenik ini meliputi seluruh struktur yang membentuk tulang, mulai dari medulla, kortex dan
periosteum dan semakin parah pada keadaan penderita dengan daya tahan tubuh rendah7,8.

Invasi bakteri pada tulang spongiosa menyebabkan inflamasi dan edema di rongga
sumsum (marrow spaces) sehingga menekan pembuluh darah tulang dan selanjutnya
menghambat suplay darah. Kegagalan mikrosirkulasi pada tulang spongiosa merupakan faktor
utama terjadinya osteomyelitis, karena area yang terkena menjadi iskemik dan tulang
bernekrosis. Selanjutnya bakteri berproliferasi karena mekanisme pertahanan yang banyak
berasal dari darah tidak sampai pada jaringan dan osteomyelitis akan menyebar sampai
dihentikan oleh tindakan medis7,8.

Pada regio maxillofacial, osteomyelitis terutama terjadi sebagai hasil dari penyebaran
infeksi odontogenik atau sebagai hasil dari trauma. Hematogenous osteomyelitis primer langka
dalam region maxillofacial, umumnya terjadi pada remaja. Proses dewasa diinisiasi oleh suntikan
bakteri kedalam tulang rahang. Ini dapat terjadi dengan ekstraksi gigi, terapi saluran akar, atau
fraktur mandibula/maksila. Awalnya menghasilkan dalam bakteri yang diinduksi oleh proses
inflamasi. Dalam tubuh host yang sehat, proses ini dapat self-limiting dan component dapat
dihilangkan. Terkadang, dalam host normal dan compromised host, hal ini potensial untuk proses
dalam kemajuannya kepada titik dimana mempertimbangkan patologik. Dengan inflamasi,
terdapat hyperemia dan peningkatan aliran darah ke area yang terinfeksi. Tambahan leukosit
didapatkan ke area ini untuk melawan infeksi. Pus dibentuk ketika suplay bakteri berlimpah dan
debris sel tidak dapat dieliminasi oleh mekanisme pertahanan tubuh. Ketika pus dan respon
inflamasi yang berikutnya terjadi di sumsum tulang, tekanan intramedullary ditingkatkan dibuat
dengan menurunkan suplay darah ke region ini. Pus dapat berjalan melewati haversian dan
volkmann’s canal untuk menyebarkan diseluruh tulang medulla dan cortical. Point terakhir yang
terjadi adalah ketika pus keluar jaringan lunak dari intraoral atau ektraoral fistulas9.

Walaupun maksila dapat terkena osteomyelitis, hal itu sangat jarang bila dibandingkan
dengan mandibula. Alasan utamanya adalah bahwa peredaran darah menuju maksila lebih
banyak dan terbagi atas beberapa arteri, dimana membentuk hubungan kompleks dengan
pembuluh darah utama. Dibandingkan dengan maksila, mandibula cenderung mendapat suplai
darah dari arteri alveolar inferior. Alasan lainnya adalah padatnya overlying cortical bone
mandible menghambat penetrasi pembuluh darah periosteal9.

2.5 Simptom dan tanda klinis

Gejala awalnya seperti sakit gigi dan terjadi pembengkakan di sekitar pipi, kemudian
pembengkakan ini mereda, selanjutnya penyakitnya bersifat kronis membentuk fistel kadang
tidak menimbulkan sakit yang membuat menderita. Pasien dengan osteomyelitis regio
maxillofacial dapat memperlihatkan gejala klasik, yaitu:

• Sakit

• Pembengkakkan dan erythema dari overlying tissues

• Adenopathy

• Demam intermittent

• Paresthesia pembuluh darah alveolar inferior

• Trismus

• Malaise

• Fistulas/fistel (saluran nanah yang bermuara di bawah kulit)

Pada osteomylitis akut sering terjadi pembengkakan dan erythema jaringan. Demam sering
muncul dalam osteomyelitis akut. Paresthesia inferior alveolar nerve adalah tanda klasik dari
tekanan pada inferior alveolar nerve dari proses inflamasi dalam tulang medulla mandibula.
Trismus mungkin ada jika ada respon inflamasi dalam otot mastikasi dari regio maxillofacial.
Pasien biasanya malaise dan lelah, yang akan menyertai beberapa infeksi sistemik. Akhirnya
baik intraoral maupun ekstraoral, fistulas biasa terjadi pada fase kronik osteomyelitis regio
maxillofacial. periapical and interdental osteolytic lesion pada regio anterior mandibula, 3
minggu setelah onset gejala klinis osteomyelitis5.

Pada fase akut osteomyelitis, terlihat leukocytosis dengan left shift, biasa dalam beberapa
infeksi akut. Leukocytosis relatif banyak dalam fase kronis osteomylitis. Pasien mungkin juga
menunjukkan erythrocyte sedimentation rate (ESR) and C-reactive protein (CRP) yang tinggi.
Baik ESR maupun CRP adalah indikator yang sangat sensitif dari inflamasi tubuh dan sangat
tidak spesifik. Oleh karena itu, keduanya digunakan mengikuti kemajuan klinis osteomylitis5.

Acute suppurative osteomyelitis menunjukkan perubahan radiografik yang sedikit atau tidak
sama sekali, sebab membutuhkan 10-12 hari untuk dapat melihat perubahan kerusakan tulang
secara radiografi. Chronic osteomyelitis menunjukkan destruksi tulang pada area yang terinfeksi.
Hal ini ditandai dengan banyaknya daerah radiolusen yang bentuknya biasanya seragam. Juga
bisa terdapat daerah radiopak di dalam daerah yang radiolusen. Daerah radiopak ini seperti
sebuah pulau yang merupakan tulang yang tidak mengalami resorbsi yang disebut sequestra
(“moth-eaten appearance”)5.

2.6 Pengobatan

Terapi osteomyelitis terdiri dari medis dan pembedahan. Acute osteomyelitis rahang
utamanya diobati dengan pemberian antibiotik yang sesuai. Antibiotika ditentukan berdasarkan
hasil pemeriksaan sensitivitas bakteri, dan selama menunggu sebelum ada hasilnya, dapat
diberikan penisilin sebagai drug of choice. Bila pasien menderita osteomielitis akut yang hebat,
perlu dirawat inap untuk dapat diberikan antibiotika intra vena. Pilihan antibiotik biasanya
clindamycin, karena sangat efektif melawan streptococci dan bakteri anaerob yang biasanya ada
pada osteomyelitis.. Pembedahan pada acute suppurative osteomyelitis biasanya terbatas.
Biasanya hanya dilakukan pencabutan gigi yang non-vital pada sekitar daerah yang terifeksi.
Terapi pada chronic osteomyelitis membutuhkan tidak hanya antibiotic tetapi juga terapi
pembedahan. Clindamycin merupakan pilihan obat utama. Mengkultur material penginfeksi juga
sebaiknya dilakukan agar dapat diberikan antibiotik yang lebih spesifik. Pemberian antibiotik
pada terapi untuk acute dan chronic osteomyelitis ini lebih lama dibandingkan infeksi
odontogenik yang biasa. Untuk acute osteomyelitis ringan, antibiotic diberikan hingga 4 minggu.
Akan tetapi pada acute osteomyelitis berat, antibiotic terus diberikan hingga 6 bulan5,6.

2.7 Jenis osteomielitis

2.7.1 Osteomyelitis Supuratif

Dulu diduga mikroba penyebab utama osteomyelitis rahang adalah Staphylococcus


aureus, sama dengan penyebab osteomyelitis pada tulang panjang. Belakangan diketahui hanya
kadang-kadang saja mikroba ini ditemukan pada osteomyelitis rahang, terutama pada kasus
osteomyelitis dengan luka ekstra oral yang terinfeksi. Dari sumbernya infeksi mencapai tulang
langsung melalui perluasan penyakit, secara hematogen atau langsung mengenai tulang misalnya
pada compound fracture7.

Pada osteomyelitis supuratif akut, setelah infeksi masuk ke dalam medula terjadi
inflamasi supuratif disini. Dengan terbentuk dan terkumpulnya pus, tekanan dalam medula
menjadi besar, mendorong infeksi meluas sepanjang spongiosa medial dan lateral ke bagian
korteks tulang, menembus sistem Havers dan Volkman mencapai periosteum. Tekanan ini juga
menyebabkan kolapsnya kapiler, stasis dan iskemi di daerah radang mengakibatkan kematian
fragmen-fragmen trabekula. Sementara itu pus yang mencapai periosteum terkumpul di bawah
periosteum, sehingga periosteum terangkat dari tulang, memutuskan suplai darah ke dalam
tulang, akibatnya terjadi iskemi diikuti dengan kematian tulang, dan tulang mati ini disebut
sekuester. Pada proses selanjutnya periosteum ruptur dan tembus karena tekanan tersebut,
sehingga pus dan infeksi mencapai jaringan lunak. Tempat tembusnya ini bisa pada satu tempat
atau pada beberapa tempat membentuk saluran sinus (fistel) yang multipel. Meskipun periosteum
terangkat dari tulang dan terkena infeksi, namun sebagian sel-selnya bertahan hidup yang
kemudian bila fase akutnya lewat, akan membentuk lapisan tulang baru di atas sekuester yang
disebut involukrum, dimana involukrum ini cenderung mengurung sekuester dan mencegahnya
keluar. Involukrum ditembus oleh sinus yang merupakan jalan keluar pus yang disebut kloaka.
Pada bayi dan anak, osteomyelitis supuratif lebih banyak menyerang maksila dan terjadi secara
hematogen dengan sumber infeksi berupa abrasi kecil atau luka dikulit yang terjadi waktu
dilahirkan, luka di daerah mulut dengan mikroorganisme berasal dari vagina atau susu ibunya7,8.

Gejala klinis

Osteomyelitis supuratif akut, umumnya didahului oleh rasa sakit yang berlanjut dengan
pembengkakan pada muka. Penderita mengeluh sakit hebat yang berlokasi dalam disertai demam
(kadang-kadang demam tinggi) dan malaise. Bila yang terkena mandibula, sakitnya terasa
menyebar sampai telinga disertai parestesi bibir. Pembengkakan ini baru timbul setelah
terjadinya periosteitis, yang ditandai dengan kemerahan pada kulit atau mukosa. Di samping itu
penderita sukar membuka mulut (trismus). Gigi-gigi pada rahang yang terkena terasa sakit pada
oklusi, menjadi goyang karena terjadinya destruksi tulang. Gingiva bengkak (edema) dan pus
keluar dari margianal gingiva atau fistel multipel pada mukosa. Bila yang terkena maksila bagian
anterior, tampak bibir membengkak dan menonjol serta infeksi bisa menyebar ke daerah pipi.
Jika yang terkena maksila bagian posterior, pipi dan infra orbita membengkak dan dengan
terkenanya infra orbita ini bisa disertai dengan penonjolan bola mata. Infeksi ini disertai dengan
limfadenopati regional7.

Osteomyelitis kronis terjadi setelah stadium akut menjadi reda. Osteomyelitis kronis yang
melalui fase akut ini disebut Osteomyelitis supuratif kronis sekunder. Sedangkan osteomyelitis
kronis yang terjadi tanpa melalui atau memperlihatkan fase akut, dimana terus berjalan dengan
ringan, disebut osteomyelitis supuratif kronis primer, dan osteomyelitis tipe ini jarang terjadi.
Gambaran klinis osteomyelitis kronis sama dengan yang akut, hanya gejala-gejalanya lebih
ringan. Rasa sakit sudah berkurang, tapi demam masih ada. Gigi-gigi yang goyang pada fase
akut kegoyangannya berkurang dan dapat berfungsi kembali meskipun terasa kurang sempurna.
Parestesi bibir berkurang bahkan mungkin juga hilang, trismus perlahan-lahan berkurang
sehingga penderita merasa lebih enakan. Supurasi dan abses lokal tetap ada dan membentuk
fistel multipel pada mukosa dan kulit, tempat keluarnya pus dan tulang-tulang nekrosis. Pada
keadaan lebih lanjut mungkin sudah tampak sekuester, sebagai tulang yang terbuka ataupun
suatu fraktura patologis. Eksaserbasi akut dari stadium kronis dapat terjadi secara periodik
dengan gejala-gejala sama seperti osteomielitis akut7.
Pengobatan

Antibiotika adalah yang pertama dan utama diberikan. Antibiotika diberikan sedini
mungkin dengan dosis masif secara parenteral. Dosis yang tidak adekuat dapat membuat
mikroorganisme resisten. Drainase harus dibuat sesegera mungkin, untuk mengeluarkan pus,
mengurangi absorpsi bahan toksis, mencegah penyebaran infeksi di dalam tulang dan memberi
jalan untuk terlokalisasinya penyakit. Drainase bisa berupa ekstraksi gigi yang menjadi infeksi
primer dan gigi lainnya yang terkena penyakit dan pada ekstraksi ini kalau mungkin septum inter
radikuler juga diangkat untuk mendapatkan drainase yang cukup7,8.

Pada kasus akut yang berat, penderita dirawat inap dan harus mendapat istirahat yang
cukup. Diberikan diet makanan dengan tinggi kalori dan tinggi protein serta multivitamin yang
memadai. Rasa sakit ditanggulangi dengan analgesik atau sedatif. Sekuesterektomi (intervensi
bedah) berupa pengangkatan sekuester dilakukan sesudah fase akut reda dan diindikasikan bila
sekuester memang sudah tampak pada foto (fase kronis). Pada fase ini penderita dan antibiotika
telah dapat mengatasi virulensi bakteri. Di samping sekuesterektomi, pada beberapa kasus
dimana timbul lubang besar, perlu dilakukan dekortisasi dan suserisasi, agar periosteum yang
dilepaskan dari tulang dapat dikembalikan menutup dan kontak dengan permukaan tulang,
sehingga mempercepat penyembuhan. Pada kasus yang disertai dengan fraktura patologis
dilakukan fiksasi rahang7,8.

2.7.2 Osteomyelitis Non Supuratif

A. Osteomyelitis sklerosis fokal kronis

Pada osteomyelitis sklerosis dan osteomyelitis Garre, infeksi berjalan kronis, daya tahan
tubuh penderita tinggi dan virulensi mikroorganisme rendah, maka yang terjadi adalah
neoosteogenesis dimana sejumlah tulang terbentuk dan diletakkan sekitar fokus infeksi dalam
ruang medula menyebabkan penambahan densitas dan sklerosis tulang pada bagian perifer
daerah infeksi. Neogenesis ini bila berlangsung dalam periode waktu yang lama memberi
gambaran sklerosis padat. Osteomyelitis skerosis fokal kronis umumnya terjadi pada orang muda
usia di bawah 20 tahun, terjadi pada apeks gigi. Gigi yang terkena biasanya molar pertama
permanen dengan infeksi periapikal ringan yang mengakibatkan sklerosis di sekitar apeks gigi.
Secara klinis tidak memberikan gejala, selain adanya sakit ringan sehubungan dengan adanya
infeksi pulpa. Gigi yang merupakan sumber infeksi bisa dipertahankan dengan pengobatan
endodontik, atau bisa juga diekstraksi. Bagian tulang yang padat ini kadang-kadang tidak
mengalami remodelisasi dan tetap tampak pada foto meskipun sudah bertahun-tahun. Ini
membuktikan daya tahan tubuh yang dapat mengatasi infeksi, karena itu tidak perlu
pengangkatan tulang sklerosis tersebut, kecuali kalau timbul keluhan7.

B. Osteomyelitis Sklerosis Difus Kronis

Osteomyelitis jenis ini bisa terjadi pada semua umur. Namun seringkali ditemukan pada
orang yang sudah berumur terutama pada mandibula yang sudah tidak bergigi atau daerah yang
tidak bergigi. Penyakit ini pada dasarnya merupakan penyakit tersembunyi, tidak diketahui
kehadirannya secara klinis. Kadang-kadang tampak eksaserbasi dari suatu infeksi yang
sebelumnya tidak tampak, dengan pembentukan fistel spontan ke permukaan mukosa. Dalam
keadaan ini penderita mengeluh sakit yang samar, dan rasa tidak enak di mulut, gejala klinis lain
tidak ditemukan. Pengobatan untuk osteomyelitis sklerosis difus kronis merupakan masalah yang
sulit. Lesinya biasanya terlalu luas untuk diambil dengan pembedahan, sedang pihak lainnya
sering terjadi eksaserbasi akut. Pada fase akut bisa diberikan antibiotika. Lesi ini tidak terlalu
membahayakan karena tidak destruktif dan jarang menimbulkan komplikasi2,7.

Jika pada daerah sklerosis ada gigi yang perlu diekstraksi hendaknya diperhitungkan
kemungkinan terjadinya infeksi dan lamanya penyembuhan luka pasca ekstraksi, sebab bagian
tulang ini avaskuler dan kurang bereaksi terhadap infeksi. Karena itu kalau giginya akan
diekstraksi, hendaknya melalui pendekatan berupa pengambilan tulang yang cukup untuk
memudahkan ekstraksi dan menambahkan pendarahan. Pada kasus dengan pengambilan tulang
yang banyak, defeknya bisa diperbaiki dengan transplantasi tulang7.

C. Osteomyelitis Aktinomikosis

Aktinomikosis adalah infeksi yang bermanifestasi supuratif granulomatus, menyerang


jaringan lunak dan tulang. Penyakit ini membentuk sinus yang mengeluarkan granula sulfur yang
menyebar menembus batas anatomi bila bakteir komensal menginvasi jaringan servikofasial,
toraks dan abdomen. Jaringan diserang melalui ekstensi langsung atau melalui hematogen.
Penyebab penyakit ini adalah Actinomyces israelii, suatu bakteri gram positif, mikroaerofili,
tidak membentuk spora dan tidak tahan asam. Infeksi oleh aktinomises terjadi pada jaringan yang
rusak atau yang meradang bersama-sama dengan mikroba lainnya seperti Bacteroides.
Mikroorganisme masuk ke dalam jaringan lunak secara langsung atau dengan perluasan dari
tulang melalui lesi periapikal atau periodontal, fraktura dan luka ekstraksi. Kemudian infeksi
menyebar dan cenderung muncul pada permukaan kulit daripada mukosa oral7,8.

Gejala klinis

Tampak pembengkakan pada jaringan lunak kulit, tegas, keungu-unguan atau merah
gelap, berminyak dengan daerah-daerah kecil yang menunjukkan fluktuasi. Dapat terjadi
drainase cairan serus yang mengandung materi granuler. Bila ditekan pada kain kasa, granule ini
merupakan massa yang kekuning-kuningan, disebut granula sulfur, yang merupakan koloni
bakteri dan dapat dilihat di bawah mikroskop. Ada limfadenopati regional, tidak ada trismus,
kecuali bila terjadi infeksi sekunder dan tidak ada keluhan demam ataupun sakit. Penisilin
merupakan obat pilihan. Dosis dan lama pengobatan tergantung kepada keparahan penyakit.
Pada penderita yang alergi terhadap penisilin, bisa diberikan tetrasiklin, terutama minosiklin, 250
mg 4 kali sehari selama 8 sampai 16 minggu, atau eritromisin 500 mg, 4 kali sehari selama 6
bulan. Obat pilihan keduanya doksisiklin atau minosiklin yang diberikan satu kali sehari.
Pemberian obat yang lama ini adalah untuk mencegah terjadinya rekuren. Radiograf dibuat
secara periodik untuk memonitor perubahan pada tulang. Kadang-kadang perlu sekusterektomi
dan sauserisasi. Aktinomikosis meninggalkan jaringan parut pada kulit dan memerlukan bedah
kosmetik7,8.

D. Osteomyelitis radiasi dan nekrosis

Radiasi merupakan salah satu cara terapi untuk kanker maksilofasial, di samping pembedahan
dan kemoterapi. Komplikasi pada tulang adalah osteoradionekrosis, yaitu penyakit pada tulang
yang terkena radiasi yang menimbulkan rasa sakit, hilangnya tulang serta cacat muka sehingga
menunjukkan sebagai suatu luka yang tidak sembuh diakibatkan oleh hipoksia, hiposelulariti dan
hipovaskularisasi dari tulang yang terkena radiasi.
Mandibula umumnya lebih sering terkena daripada maksila, karena kebanyakan tumor mulut
terdapat di mandibula. Tidak adanya korteks yang padat dan kaya akan jaringan pembuluh darah
di maksila menyebabkan maksila jarang terkena nekrosis radiasi. Radiasi melebihi 5000 rad
mengakibatkan kematian sel-sel tulang yang berakibat arteritis progresif. Pembuluh-pembuluh
darah di periosteum, dan alveolaris inferior sangat terkena. Terjadi nekrosis asepsis bagian tulang
yang langsung terkena sinar, dengan akibat kurangnya vaskularisasi pada tulang dan jaringan
lunaknya. Respons terhadap infeksi menjadi sangat menurun. Selama jaringan lunak tidak rusak,
tulang akan berfungsi normal. Bila tulang terkena infeksi dari kulit, maka mikroorganisme yang
biasa ditemukan adalah Staphylococcus aurens dan Staphylococcus epidermidis. Gejala utama
dari osteoradionekrosis adalah rasa sakit dari tulang yang terbuka. Pada permulaan, penderita
mengeluh trismus, halitosis dan kenaikan suhu tubuh, meskipun tidak ada infeksi akut. Tulang
terbuka yang berwarna kekuning-kuningan tampak bersama fistel intra oral dan mungkin disertai
dengan adanya fraktur patologis7.

Tulang terbuka ini permukaannya kasar dan menyebabkan abrasi jaringan lainnya yang
menambah rasa tidak enak bagi penderita. Jaringan sekitar tulang terbuka menjadi indurasi, keras
dan ulserasi karena infeksi atau tumor yang rekuren. Jika indurasi persisten sesudah infeksi
dikuasai dengan irigasi dan antibiotika, maka jika perlu atau jika ulserasi tetap ada, harus
dilakukan biopsi. Pengobatan awal adalah pemberian antibiotika bila ada infeksi. Jika ada gejala
toksis dan dehidrasi, penderita dirawat inap untuk pemberian cairan dan antibiotika IV. Penisilin
merupakan obat pilihan pertama, diberikan 500 mg peroral 4 kali sehari. Irigasi ringan pada tepi
jaringan lunak sangat berguna untuk membersihkan debris dan mengurangi inflamasi. Bila
terbentuk abses atau fistula kulit, kultur aerob dan anaerob dibuat untuk melihat sensitivitas
bakteri, dan penentuan antibiotika yang sesuai7,8.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cilmiaty R. Infeksi odontogen. Available from: URL http://www.dentalword.com. Accessed

on Jan 20, 2010.

2. Osteomielitis rahang. Available from: URL http://www.duniakedokterandokterkecil.com.

Accessed on Jan 20, 2010.

3. Larheim TA, Westesson PL. Maxillofacial imaging. Germany: Springer; 2006. p. 119.

4. Frasgiskos DF. Oral surgery. Berlin: Springer; 2007. p. 360.

5. Baltensperger M, Gerold E. Osteomyelitis of the jaw definition and classification. Available

from: URL http.www.springer.com. Accessed on Jan, 2010.

6. Yeoh SC, Maemahon S, Schifter M. Chronic suppurative osteomyelitis of mandible: case

report. Aus Dent J 2005;50 (3): 200.

7. Sato T, Shigwaki S, Kazunori K, Akito T, Takenori N. Chronic osteomyelitis of the mandible.

Tokyo: Department of Dental Radiology. Leliya Syamsoelily, dkk: Osteomielitis supuratif

kronis pada mandibula edentulous ISSN:1412-892637

8. Guzerdemir E, Hilal UT, Can B, Nebil B. Mandibular osteomyelitis due to a failed root kanal

treatment in a patient with multiple myeloma. Gulhane TD; 2007; 49: 266.

9. Conor PB, David CR, Leo FA. Osteomyelitis of the maxilla secondary to osteoporosis: A case

report of 2 cases in sisters. J Oral Maxillofac Surg 2007: 144

Anda mungkin juga menyukai