OSTEOMIELITIS
Oleh:
K1A1 15 147
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
KENDARI
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Osteomielitis
Fakultas : Kedokteran
Pembimbing
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat
dengan judul Osteomielitis ini sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu
Penulis menyadari bahwa pada proses pembuatan Referat ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari semua pihak yang
harapkan.
atas bimbingan dan arahannya sehingga berbagai masalah dan kendala dalam
proses penyusunan Referat ini dapat teratasi dan terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan para pembaca pada umunya serta dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga, pikiran dan materi pada
semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan laporan ini penulis mengucapkan
terima kasih.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Tujuan Umum
Osteomielitis di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
C. MANFAAT
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Aplikatif
3. Manfaat Metodologis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum
tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik.
Osteomielitis bagi menjadi beberapa jenis yaitu akut, dan kronis yang
memiliki gambaran klinis yang berbeda, tergantung pada sifat alamiah
penyakit tersebut.2
B. EPIDEMIOLOGI
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I – II, tetapi dapat pula
pada bayi dan “infant”. Anak laki – laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4 : 1). Lokasi yang tersering adalah tulang – tulang panjang
seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Di Amerika Serikat
prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal
adalah sekitar 1 kasus per 1.000. kejadian tahunan pada pasien dengan anemia
sel sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar
2,4 kasus per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang.
Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat
sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari.1
Menurut sebuah penelitian di Glasgow, Skotlandia, kejadian osteomielitis
hematogen akut pada anak-anak di bawah usia tiga belas tahun telah menurun
dari 87 menjadi 42 per 10.000 per tahun selama periode 20 tahun
penyelidikan. Namun, jumlah kasus osteomielitis dari semua situs lain kecuali
tulang panjang tetap sama sedangkan untuk tulang panjang itu sendiri
memiliki tingkat kejadian menurun seperti prevalensi staphylococcus aureus
dalam periode 20 tahun ini. Berbeda dari osteomielitis hematogen, insidensi
osteomielitis menular dan inokulasi langsung dari mikroorganisme yang
disebabkan osteomielitis meningkat yang mungkin disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor dan penggunaan perangkat fiksasi ortopedi
serta implan sendi total. 3
Di Indonesia osteomielitis masih merupakan masalah karena tingkat higienis yang
masih rendah dan pengobatan yang belum baik, diagnosis
yang terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomielitis kronis, pengobatan
osteomielitis memerlukan waktu lama dan biaya tinggi, serta banyak pasien dengan fraktur
terbuka yang datang terlambat dan sudah terjadi osteomyelitis .Insidensi osteomielitis
setelah fraktur terbuka dilaporkan sekitar 2% sampai 16%, tergantung pada derajat trauma
dan terapi yang didapat. Pengobatan yang cepat dan tepat dapat mengurangi resiko infeksi.3
C. ETIOLOGI
Staphylococcus aureus terlibat pada kebanyakan pasien dengan
osteomielitis hematogenous akut. Penyebab osteomielitis yang lain adalah
Mycobacterium Tuberculosis, Staphylococcus aureus Streptococcus,
Haemophillus influenza, Salmonella typhi dan Escherichia coli. Bakteri
penyebab osteomielitis kronik terutama Staphylococcus aureus, atau
Escherichia coli, Proteus atau Pseudomonas aeruginosa. Staphylococcus
epidermidis merupakan penyebab utama osteomielitis kronik pada operasi-
operasi ortopedi yang menggunakan implan.4,5
D. PATOGENESIS (ulfa)
Infeksi dalam sistem muskuloskletal bisa berkembang dalam satu dari dua
cara. Bakteri ditularkan melalui darah dari fokus infeksi yang telah ada
sebelumnya (infeksi saluran pernafasan atas, infeksi genitourinarius, furunkel)
bisa tersangkut di dalam tulang, sinovium atau jaringan lunak ekstremitas
serta membentuk abses. Bakteri bisa juga mencapai sistem muskuloskletal dari
lingkungan luar (luka penetrasi, insisi bedah, fraktur terbuka). Infeksi
hematogen lebih lazim ditemukan dalam masa kanak-kanak, sedangkan
infeksi eksogen lebih sering ditemukan pada dewasa yang terpapar trauma.4
Osteomyelitis akut lebih sering terjadi anak-anak dan sering disebarkan secara
hematogen. Pada dewasa, osteomyelitis umumnya berupa infeksi subakut atau
kronik yang merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka pada tulang dan
sekitar jaringan lunak.6
Pada osteomyelitis hematogen akut tulang yang sering terkena adalah
tulang panjang dan tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius, ulna,
dan fibula bagian tulang yang terkena adalah bagian metafisis dan penyebab
tersering adalah staphylococcus aureus.5 Predisposisi untuk infeksi pada
metafisis dianggap berhubungan dengan pola aliran darah setinggi sambungan
lempeng fiseal metafisis. Aliran darah yang lamban melalui vena eferen pada
tingkat ini memberikan tempat untuk penyebaran bakteri. Epifisis tulang
panjang mempunyai suplai aliran darah terpisah dan jarang terlibat
osteomyelitis akut. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri
aliran darah yang lamban dihilangkan. Sehingga osteomyelitis hematogen
pada orang dewasa merupakan suatu kejadian yang tak lazim.6
Pada osteomyelitis, bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui
darah dan tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti pioderma atau
infeksi saluran nafas atas. Trauma ringan yang menyebabkan terbentuknya
hematoma diduga berperan dalam menentukan timbulnya infeksi didaerah
metafisis yang kaya akan pembuluh darah. Hematoma tersebut merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan bakteri yang mencapai tulang melalui
aliran darah. Di daerah hematoma tersebut terbentuk suatu fokus kecil infeksi
bakteri sehingga terjadi hyperemia dan edema. Tulang merupakan jaringan
yang kaku dan tertutup sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan
pembengkakan yang terjadi akibat edema dan oleh karena itu, edema akibat
peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus secara nyata
dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan menetap, kemudian terbentuk
pus, yang semakin meningkatkan tekanan intraseus didaerah infeksi dengan
akibat timbulnya gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat
mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian jaringan tulang.7
Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis, lalu terjadi
hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi
maka tekanan dalam tulang yang hebat ini menyebabkan nyeri lokal yang
hebat. Biasanya osteomyelitis akut disertai dengan gejala septikemia seperti
febris, malaise, dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke periost, kemudian
menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melelui
rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang
diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke arah diafisis,
sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan
membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru
yang menyelubungi tulang mati disebut involukrum.7
Osteomyelitis selalu dimulai dari daerah metafisis karena pada daerah
tersebut peredaran darahnya lambat dan banyak mengandung sinusoid.
Penyebaran osteomyelitis dapat terjadi;6 (1) penyebaran ke arah kortek,
membentuk abses subperiosteal dan sellulitis pada jaringan sekitarnya; (2)
penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak. Abses
dapat menembus kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan fistel. Abses
dapat menyumbat atau menekan aliran darah ke tulang dan mengakibatkan
kematian jaringan tulangg (sekuester); (3) penyebaran ke arah medula; dan (4)
penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng pertumbuhannya
intraartikuler misalnya sendi panggul pada anak-anak. Penetrasi ke epifisis
jarang terjadi.7
Tanpa pengobatan, infeksi selanjutnya dapat menyebar ketempat lain.
Penyebaran lokal terjadi melalui struktur trabekula yang porus ke kortek
metafisis yang tipis, sehingga melalui tulang kompakta. Infeksi meluas
melalui periosteum melalui kanal atau saluran haver dan menyebabkan
periosteum, yang tidak melekat erat ke tulang pada anak-anak, mudah
terangkat sehingga terbentuk abses subperiosteum, terangkatnya periosteum
akan menyebabkan terputusnnya aliran darah kekortek dibawah periosteum
tersebut dan hal ini semakin memperluas daerah tulang yang mengalami
nekrosis. Penyebaran infeksi kearah kavum medular juga akan menggangu
aliran darah kebagian dalam kortek tulang. Gangguan aliran darah dari 2 arah
ini yaitu dari kavum medulare dan periosteum mengakibatkan bagian kortek
tulang menjadi mati serta terpisah dari jaringan tulang yang hidup, dan dikenal
sebagai sekuestrum. Sekuestrum adalah awal dari stadium kronik. Infeksi
didaerah subperiosteum kemudian dapat menjalar kejaringan lunak
menyebabkan sellulitis dan kemudian abses pada jaringan lemak. Pus akhirnya
akan keluar menuju ke permukaan kulit melalui suatu fistel.7
Pada tempat-tempat tertentu, infeksi didaerah metafisis juga dapat meluas
ke rongga sendi dan mengakibatkan timbulnya arthritis septik, keadaan
semacam ini dapat terjadi pada sendi-sendi dengan tempat metafisis tulang
yang terdapat di dalam rongga sendi, seperti pada ujung atas femur dan ujung
atas radius, sehingga penyebaran melalui periosteum mengakibatkan infeksi
tulang kedalam sendi tesebut. Jika bagian metafisis tidak terdapat di dalam
sendi, namun sangat dekat dengan sendi maka biasanya tidak terjadi arthritis
septic dan lebih sering berupa efusi sendi steril. 7 Penyebaran infeksi melalui
pembuluh darah yang rusak akan menyebabkan septikemia dengan manifestasi
berupa malaise, penurunan nafsu makan dan demam.septicemia merupakan
ancaman bagi nyawa penderita dan dimasa lalu merupakan penyebab
kematian yang lazim.7
Pada infeksi yang berlangsung kronik terangkatnya periosteum
menyebabkan timbulnya reaksi pembentukan tulang baru yang di dalamnya
terdapat sekuestrum dan disebut involukrum. Reaksi ini terutama terjadi pada
anak-anak, sehingga disepanjang daerah diafisis dapat terbentuk tulang baru
dari lapisan terdalam periosteum. Tulang yang baru terbentuk ini dapat
menpertahankan kontinuitas tulang, meskipun sebagian besar bagian tulang
yang terinfeksi telah mati dan menjadi sekuestrum.7
Pada bayi, dapat mengenai seluruh tulang dan sendi di dekatnya. Karena
masih adanya hubungan aliran darah antara metefisis dan epifisis melintasi
gwoth plate, sehingga infeksi dapat meluas dari metafisis ke epifisis serta
kemudian kedalam sendi. Pada anak-anak biasanya infeksi tidak meluas ke
daerah epifisis karena growth plate dapat bertindak sebagai barier yang elektif,
disamping sudah tidak terdapat hubungan aliran darah langsung antara
metafisis dan epifisis. Sementara pada orang dewasa growth plate yang
menjadi penghalang perluasan infeksi telah menghilang sehingga epifisis
dapat terserang, namun jarang terjadi abses subperiosteum, karena periosteum
pada orang dewasa telah merekat erat dengan kortek tulang. Infeksi yang luas
menyebabkan kerusakan growth plate akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan yang serius di kemudian hari.7
Berikut adalah stadium osteomielitis menurut Clerny-mader.8
Jenis Deskripsi
Tipe anatomis
Medullary osteomyelitis
Osteomielitis yang terbatas pada kavitas medular tulang.
Osteomielitis hematogen dan infeksi dalam
Stadium 1
intramedullary rod.
Superficial osteomyelitis
Osteomielitis yang hanya mengenai tulang kortikal dan
biasanya berasal dari inokulasi langsung atau focus
Stadium 2
infeksi yang berdampingan.
Localized osteomyelitis
Osteomielitis yang biasanya mengenai kortikal dan
medular tulang. Dalam stadium ini, tulang tetap stabil
Stadium 3
karena proses infeksi tidak mengenai seluruh diameter
tulang.
Diffuse osteomyelitis
Osteomielitis yang mengenai seluruh ketebalan tulang,
Stadium 4
menghilangkan stabilitas as in an infected nonunion
Jenis Deskripsi
Kelas Fisiologis
A Host Normal (host tidak memiliki faktor
mencurigakan sistemik ataupun lokal)
Bs Systemic compromised
Bl Local Compromised
Sta
dium Osteomielitis
E. KLASIFIKASI
1. Osteomielitis akut
Terutama pada anak – anak. Umumnya infeksi pada tulang panjang
yang dimulai pada metafisis.
Tulang yang sering terkena : femur distal, tibia proksimal, humerus,
radius dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra. Penyebab :
staphylococcus (paling sering), streptococcus, pneumococcus, salmonella,
jamur dan virus. Infeksi dapat terjadi secara : 9
1. Hematogen, dari fokus yang jauh seperti kulit, tenggorok.
2. Kontaminasi dari luar, seperti fraktur terbuka, tindakan operasi
pada tulang.
3. Perluasan infeksi jaringan ke tulang didekatnya.
Patogenesis
Mikroorganisme memasuki tulang bisa dengan cara
penyebarluasan secara hematogen, bisa secara penyebaran dari fokus
yang berdekatan dengan infeksi, atau karena luka penetrasi. Trauma,
iskemia, dan benda asing meningkatkan kerentanan tulang akan
terjadinya invasi mikroba pada lokasi yang terbuka (terekspos) yang
dapat mengikat bakteri dan menghambat pertahanan host. Fagosit
mencoba untuk menangani infeksi dan, dalam prosesnya, enzim
dilepaskan sehingga melisiskan tulang. Bakteri melarikan diri dari
pertahanan host dengan menempel kuat pada tulang yang rusak,
dengan memasuki dan bertahan dalam osteoblast, dan dengan melapisi
tubuh dan lapisan yang mendasari tubuh mereka sendiri dengan
pelindung biofilm yang kaya polisakarida. Nanah menyebar ke dalam
saluran pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseous dan
mempengaruhi aliran darah. Disebabkan infeksi yang tidak diobati
sehingga menjadi kronis, nekrosis iskemik tulang menghasilkan
pemisahan fragmen devaskularisasi yang besar (sequester).
Ketika nanah menembus korteks, subperiosteal atau membentuk abses
pada jaringan lunak, dan peningkatan periosteum akan menumpuk
tulang baru (involucrum) sekitar sequester.
a) Osteomielitis Hematogen Akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum
tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana
mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui
sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak – anak dan
sangat jarang pada orang dewasa.9
Skematis perjalanan penyakit osteomielitis
Fokus infeksi pada lubang akan berkembang dan pada tahap ini
menimbulkan edema periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.
(A)
Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan eksudat
inflamasi yang selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta selulitis
dibawah jaringan lunak.(B)
Selanjutnya terjadi elevasi periosteum diatas daerah lesi, infeksi
menembus periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak
dimana abses dapat mengalir keluar melalui sinus pada permukaan
kulit. Nekrosis tulang akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum
dan infeksi akan berlanjut kedalam kavum medula.(C)
Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung
pada umur, daya tahan penderita, lokasi infeksi serta virulensi
kuman. Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus tempat lain
dalam tubuh pada fase bakterimia dan dapat menimbulkan
septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk kedalam juksta
epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya
terjadi hiperemi dan edema didaerah metafisis disertai pembentukan
pus. Terbentuknya pus menyebabkan tekanan dalam tulang
bertambah
Peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya
sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulang yang
akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Disamping itu pembentukan
tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam periosteum
sepanjang diafisis ( terutama anak – anak ) sehingga terbentuk suatu
lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum
dengan jaringan sekuestrum didalamnya. Proses ini terlihat jelas
pada akhir minggu kedua. Apabila pus menembus tulang, maka
terjadi pengaliran pus ( discharge ) dari involucrum keluar melalui
lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak
dan kulit. Pada tahap selanjutnya akan berkembang menjadi
osteomielitis kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat
terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses
tulang kronik yang disebut abses Brodie.9
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak
ditemukan kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya
ditemukan pembengkakan jaringan lunak.10
Gambar 1
Proyeksi lateral pada tibia terlihat
gambaran sklerotik didiametafisis tibia
Gambar 2.
Proyeksi AP pada tibia terlihat
g a m b a r a n s k l e r o t i k d i lateral diametafisis
tibia
Gambar 3.
Tampak destruksi
tulang pada tibia
dengan
pembentukan
tulang
subperiosteal
2. Osteomielitis kronis
Terjadi apa bila :10
1. Pengobatan infeksi terlambat atau tidak adekuat.
2. Ada squester.
3. Terdapat osteomielitis yang kronis sejak dari permulaan, misalnya
pada abses Brodie.
Patologi dan patogenesis
Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang
menghambat terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang
normal pada tulang. Sekuestrum ini merupakan benda asing bagi
tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka (pada tulang) dan
sinus (pada kulit). Squestrum diselimuti oleh involucrum yang tidak
dapat keluar atau dibersihkan dari medula tulang kecuali dengan
tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi dan sklerosis
tulang yang dapat terlihat pada foto rontgen.11
Pemeriksaan Radiologis
Foto polos rontgen dapat ditemukan adanya tanda – tanda porosis dan
sklerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin
adanya sequestrum
Gambar 5 Gambar 6
F. DIAGNOSIS
Diagnosis dari osteomielitis pada awalnya didasarkan pada riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Demam
Edema
Nyeri pada daerah yang terinfeksi, dan teraba hangat
Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan
dalam berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat
pseudoparalisis).
Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
1. Pemeriksaan darah lengkap
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya shift to
the left biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit
polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan
nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna daripada laju endapan
darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan LED pada
permulaan. LED biasanya meningkat, namun, temuan ini secara klinis
tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan
osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal. Lekositosis,
peningkatan laju endap darah, dan C-reaktif protein harus diperhatikan.12
2. Kultur
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi
dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan
yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien dengan
osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin
menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk
mengisolasi organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki
hasil diagnostik sekitar 77% pada semua studi.12
3. Foto Polos
Bukti radiografi dari osteomielitis tidak akan muncul sampai kira-kira
dua minggu setelah onset dari infeksi. Kuman biasanya bersarang dalam
spongiosa metafisis, dan membentuk pus sehingga timbul abses. Pus
menjalar ke arah diafisis dan korteks, mengangkat periosteum, dan
kadang-kadang menembusnya. Pus meluas di daerah periosteum dan pada
tempat-tempat tertentu membentuk fokus skunder. Nekrosis tulang yang
timbul dapat luas dan terbentuk sekuestrum. Periosteum yang terangkat
oleh pus kemudian akan membentuk tulang di bawahnya, yang dikenal
sebagai reaksi periosteal. Juga di dalam tulang itu sendiri dibentuk tulang
baru, baik pada trabekula dan korteks, sehingga tulang terlihat lebih opak
dan dikenal sebagai sklerosis. Tulang yang dibentuk di bawah periosteum
ini membentuk bungkus bagi tulang yang lama dan disebut involukrum.
Involukrum ini pada berbagai tempat terdapat lubang tempat pus keluar,
yang disebut kloaka. Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih
dahulu, baru kemudian terlihat daerah-daerah yang berdensitas lebih
rendah pada tulang yang menunjukkan adanya dekstruksi tulang. 12,5
Pada osteomielitis kronik tulang akan menjadi tebal dan sklerotik
dengan gambaran hilangnya batas antara korteks dan medula. Dalam
tulang yang terinfeksi akan terdapat sekuestrum, dan area destruksi.
Kadang-kadang suatu abses, dikenal dengan brodie’s abscess akan terlihat
sebagai daerah lusen yang dikelilingi area sklerotik. 5,7
-Pus on aspiration
-Positive bacterial culture from bone or blood
-Presence of classic signs and symptoms of acute osteomyelitis
-Radiographic changes typical of osteomyelitis
*--Two of the listed findings must be present for establishment of the diagnosis.
Information from Peltola H, Vahvanen V. A comparative study of osteomyelitis and purulent arthritis
with special reference to aetiology and recovery. Infection 1984;12(2):75-9.
G. PENATALAKSANAAN
Terapi pada osteomyelitis akut melalui penyebaran hematogen dapat
dilakukan dengan pemberian antibiotik parenteral (Tabel 4.) selama 4 hari dan
dilanjutkan dengan antibiotik oral sampai 4 minggu tebukti mencegah
rekurensi. Pada pasien-pasien immunocompromised, transisi menuju antibiotik
oral ditunda dan lama terapi ditambah menjadi 6 minggu.14
Tabel 1. Pilihan terapi antibiotik pada kasus osteomyelitis.
H. KOMPLIKASI
Abses tulang
Bakteremia
Fraktur
Selulitis
I. DIAGNOSIS BANDING
a. Osteosarcoma
Gambaran radiologik :
Sering pada metafisis tulang panjang. Pembentukan tulang baru lebih
banyak. Adanya infiltrasi tumor. Penulangan patologis ke jaringan
lunak (ossifikasi).16
Destruksi berawal dari medulla à lesi radiolusen batas tak tegas
Stadium dini : Reaksi periosteal lamellar / sunray (gambaran lamellar
atau seperti garis-garis tegak lurus pada tulang yang merupakan reaksi
peristeal).
Lanjut : subperiosteal rusakà perluasan ke luar tlng à reaksi
periosteal hanya sisanya (Codman triangle)/ tepi yang masih dapat
dilihat.
Kalsifikasi (+)
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
a) Bagi Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
1. David R, Barron BJ, Madewell JE. Osteomyelitis, acute and chronic. Radio
Clin North Am ;25:1171-1201.
2. Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in
Emergency Medicine. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall
3. Rawung,Rangga dan Monigkey,Chinta.2019. Osteomyelitis. Jurnal biomedik
11(2):69-79.
4. Siregar P. Osteomielitis. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
Staff Pengajar FK UI. Binarupa Aksara. Jakarta. 1995. Hal 472 – 74
5. Rasad S., Kartoleksono S, Ekayuda I. Infeksi Tulang dan Sendi. Radiologi
Diagnostik. Bagian Radilogi FKUI. Jakarta. 1995. Hal: 62-72.
6. Adam, Greenspan. Orthopaedic Imaging: A practical Approach, 4th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. USA
7. Rasjad C., Infeksi dan Inflamasi. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
Edisi 3. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. Hal 132- 41.
8. Inusa BPD, Oyewo A, Brokke F, et al. Dilemma in Differentiating between
Acute Osteomyelitis and Bone Infarction in Children with Sickle Cell
Disease: The Role of Ultrasound. PLoS One. 2014; 8(6): e65001.
9. Lee YJ, Sadigh S, Mankad K, et al. 2016. The imaging of osteomyelitis.
Quant Imaging Med Surg. 6(2): 184–98.
10. Giurato L, Meloni M, Izzo V, et al. Osteomyelitis in diabetic foot: A
comprehensive overview. World J Diabetes. 2017; 8(4): 135–42.
11. Hofmann, S. R., A. R. Wolff, G. Hahn, C. M. Hedrich. 2012. Update:
Cytokine Dysregulation in Chronic Nonbacterial Osteomyelitis (CNO).
International Journal of Rheumatology; 2012(10): 1-7 (Hofmann et al., 2012)
12. Jong W., Sjamsuhidayat R. 2005. Infeksi Muskuloskeletal. In Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 903 – 910.
13. Jonathan Stevenson and Michael Parry. 2018. Apley&Solomon’s System of
Orthopaedics and Trauma. 10th edition. US: Taylor & Francis Group.
14. Wu JS, Gorbachova T, Morison WB and Hains AH. AJR. 188: 1529-1534.
15. Nophrianta, Made. Firman P Sitanggang.Temuan radiologis pada
osteomielitis kronik.Bagian Radiologi FK Udayana.
16. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik FKUI edisi kedua. Jakarta :2009. 62-
68.