Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

OSTEOMIELITIS

Oleh:

Estu Ayu Vandini Sarwoto, S. Ked

K1A1 15 147

Pembimbing :

dr. Syamsiah Pawennei, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KOMUITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Estu Ayu Vandini Sarwoto

Stambuk : K1A1 15 147

Judul : Osteomielitis

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan pembacaan Referat dalam rangka

kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan

Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada

bulan Juli 2020.

Kendari, Agustus 2020

Pembimbing

dr. Syamsiah Pawennei, M.Kes


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat

dengan judul Osteomielitis ini sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu

Kedokteran Keluarga dan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Penulis menyadari bahwa pada proses pembuatan Referat ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari semua pihak yang

sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan berikutnya sangat penulis

harapkan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Syamsiah Pawennei, M.Kes

atas bimbingan dan arahannya sehingga berbagai masalah dan kendala dalam

proses penyusunan Referat ini dapat teratasi dan terselesaikan dengan baik.

Penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya

dan para pembaca pada umunya serta dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga, pikiran dan materi pada

semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan laporan ini penulis mengucapkan

terima kasih.

Kendari, Agustus 2020

Estu Ayu Vandini Sarwoto S.Ked


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Osteomielitis adalah penyakit tulang, yang ditandai dengan adanya


peradangan sumsum tulang dan tulang yang berdekatan dan sering daikaitkan
dengan hancurnya kortikal dan trabekula tulang. Penyakit ini memiliki dua
manifestasi yaitu osteomielitis hematogenoud dan osteomielitis dengan atau
tanpa insufisiensi caskular. Baik hematogenous dan osteomielitis mungkin
lebih lanjut diklasifikasikan sebagai akut dan kronis. Osteomielitis paling
sering timbul dari patah tulang terbuka, infeksi pada kaki penderita diabetes,
atau terapi bedah pada luka tertutup. Penyebab osteomielitis bervariasi, dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur, atau berbagai organisme lain, dan dapat
idiopatik seperti osteomielitis multifocal kronis yang berulang.1
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I – II, tetapi dapat pula
pada bayi dan “infant”. Anak laki – laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4 : 1). Lokasi yang tersering adalah tulang – tulang panjang
seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Di Amerika Serikat
prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal
adalah sekitar 1 kasus per 1.000. kejadian tahunan pada pasien dengan anemia
sel sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar
2,4 kasus per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang.
Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat
sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari.1
Sangat penting mendiagnosis osteomielitis ini sedini mungkin, terutama
pada anak – anak, sehingga pengobatan dengan antibiotik dapat dimulai, dan
perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan dengan pencegahan
penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi dan untuk mencegah jangan
sampai seluruh tulang mengalami kerusakan yang dapat menimbulkan
kelumpuhan.1
B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Osteomielitis secara umum, serta prevalensi kejadian

Osteomielitis di Indonesia.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui penyebab terjadinya Osteomielitis

b. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pada pasien Osteomielitis

C. MANFAAT

1. Manfaat Teoretis

Dapat menambah wawasan untuk mengenali tanda, bahaya, dan

penatalaksanaan dari kasus Osteomielitis

2. Manfaat Aplikatif

Untuk memberikan masukkan kepada Puskesmas sehingga pihak

puskesmas dapat membuat program cara pengenalan terhadap gejala –

gejala Osteomielitis yang tepat

3. Manfaat Metodologis

Sebagai salah satu referensi atau data pendukung khususnya untuk

mengenali penyebab dan klasifikasi Osteomielitis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum
tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik.
Osteomielitis bagi menjadi beberapa jenis yaitu akut, dan kronis yang
memiliki gambaran klinis yang berbeda, tergantung pada sifat alamiah
penyakit tersebut.2

B. EPIDEMIOLOGI
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I – II, tetapi dapat pula
pada bayi dan “infant”. Anak laki – laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4 : 1). Lokasi yang tersering adalah tulang – tulang panjang
seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Di Amerika Serikat
prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal
adalah sekitar 1 kasus per 1.000. kejadian tahunan pada pasien dengan anemia
sel sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar
2,4 kasus per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang.
Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat
sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari.1
Menurut sebuah penelitian di Glasgow, Skotlandia, kejadian osteomielitis
hematogen akut pada anak-anak di bawah usia tiga belas tahun telah menurun
dari 87 menjadi 42 per 10.000 per tahun selama periode 20 tahun
penyelidikan. Namun, jumlah kasus osteomielitis dari semua situs lain kecuali
tulang panjang tetap sama sedangkan untuk tulang panjang itu sendiri
memiliki tingkat kejadian menurun seperti prevalensi staphylococcus aureus
dalam periode 20 tahun ini. Berbeda dari osteomielitis hematogen, insidensi
osteomielitis menular dan inokulasi langsung dari mikroorganisme yang
disebabkan osteomielitis meningkat yang mungkin disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor dan penggunaan perangkat fiksasi ortopedi
serta implan sendi total. 3
Di Indonesia osteomielitis masih merupakan masalah karena tingkat higienis yang
masih rendah dan   pengobatan yang belum baik, diagnosis
yang terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomielitis kronis, pengobatan
osteomielitis memerlukan waktu lama dan biaya tinggi, serta banyak pasien dengan fraktur
terbuka yang datang terlambat dan sudah terjadi osteomyelitis .Insidensi osteomielitis
setelah fraktur terbuka dilaporkan sekitar 2% sampai 16%, tergantung pada derajat trauma
dan terapi yang didapat. Pengobatan yang cepat dan tepat dapat mengurangi resiko infeksi.3

C. ETIOLOGI
Staphylococcus aureus terlibat pada kebanyakan pasien dengan
osteomielitis hematogenous akut. Penyebab osteomielitis yang lain adalah
Mycobacterium Tuberculosis, Staphylococcus aureus Streptococcus,
Haemophillus influenza, Salmonella typhi dan Escherichia coli. Bakteri
penyebab osteomielitis kronik terutama Staphylococcus aureus, atau
Escherichia coli, Proteus atau Pseudomonas aeruginosa. Staphylococcus
epidermidis merupakan penyebab utama osteomielitis kronik pada operasi-
operasi ortopedi yang menggunakan implan.4,5

D. PATOGENESIS (ulfa)
Infeksi dalam sistem muskuloskletal bisa berkembang dalam satu dari dua
cara. Bakteri ditularkan melalui darah dari fokus infeksi yang telah ada
sebelumnya (infeksi saluran pernafasan atas, infeksi genitourinarius, furunkel)
bisa tersangkut di dalam tulang, sinovium atau jaringan lunak ekstremitas
serta membentuk abses. Bakteri bisa juga mencapai sistem muskuloskletal dari
lingkungan luar (luka penetrasi, insisi bedah, fraktur terbuka). Infeksi
hematogen lebih lazim ditemukan dalam masa kanak-kanak, sedangkan
infeksi eksogen lebih sering ditemukan pada dewasa yang terpapar trauma.4
Osteomyelitis akut lebih sering terjadi anak-anak dan sering disebarkan secara
hematogen. Pada dewasa, osteomyelitis umumnya berupa infeksi subakut atau
kronik yang merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka pada tulang dan
sekitar jaringan lunak.6
Pada osteomyelitis hematogen akut tulang yang sering terkena adalah
tulang panjang dan tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius, ulna,
dan fibula bagian tulang yang terkena adalah bagian metafisis dan penyebab
tersering adalah staphylococcus aureus.5 Predisposisi untuk infeksi pada
metafisis dianggap berhubungan dengan pola aliran darah setinggi sambungan
lempeng fiseal metafisis. Aliran darah yang lamban melalui vena eferen pada
tingkat ini memberikan tempat untuk penyebaran bakteri. Epifisis tulang
panjang mempunyai suplai aliran darah terpisah dan jarang terlibat
osteomyelitis akut. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri
aliran darah yang lamban dihilangkan. Sehingga osteomyelitis hematogen
pada orang dewasa merupakan suatu kejadian yang tak lazim.6
Pada osteomyelitis, bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui
darah dan tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti pioderma atau
infeksi saluran nafas atas. Trauma ringan yang menyebabkan terbentuknya
hematoma diduga berperan dalam menentukan timbulnya infeksi didaerah
metafisis yang kaya akan pembuluh darah. Hematoma tersebut merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan bakteri yang mencapai tulang melalui
aliran darah. Di daerah hematoma tersebut terbentuk suatu fokus kecil infeksi
bakteri sehingga terjadi hyperemia dan edema. Tulang merupakan jaringan
yang kaku dan tertutup sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan
pembengkakan yang terjadi akibat edema dan oleh karena itu, edema akibat
peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus secara nyata
dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan menetap, kemudian terbentuk
pus, yang semakin meningkatkan tekanan intraseus didaerah infeksi dengan
akibat timbulnya gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat
mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian jaringan tulang.7
Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis, lalu terjadi
hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi
maka tekanan dalam tulang yang hebat ini menyebabkan nyeri lokal yang
hebat. Biasanya osteomyelitis akut disertai dengan gejala septikemia seperti
febris, malaise, dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke periost, kemudian
menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melelui
rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang
diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke arah diafisis,
sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan
membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru
yang menyelubungi tulang mati disebut involukrum.7
Osteomyelitis selalu dimulai dari daerah metafisis karena pada daerah
tersebut peredaran darahnya lambat dan banyak mengandung sinusoid.
Penyebaran osteomyelitis dapat terjadi;6 (1) penyebaran ke arah kortek,
membentuk abses subperiosteal dan sellulitis pada jaringan sekitarnya; (2)
penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak. Abses
dapat menembus kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan fistel. Abses
dapat menyumbat atau menekan aliran darah ke tulang dan mengakibatkan
kematian jaringan tulangg (sekuester); (3) penyebaran ke arah medula; dan (4)
penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng pertumbuhannya
intraartikuler misalnya sendi panggul pada anak-anak. Penetrasi ke epifisis
jarang terjadi.7
Tanpa pengobatan, infeksi selanjutnya dapat menyebar ketempat lain.
Penyebaran lokal terjadi melalui struktur trabekula yang porus ke kortek
metafisis yang tipis, sehingga melalui tulang kompakta. Infeksi meluas
melalui periosteum melalui kanal atau saluran haver dan menyebabkan
periosteum, yang tidak melekat erat ke tulang pada anak-anak, mudah
terangkat sehingga terbentuk abses subperiosteum, terangkatnya periosteum
akan menyebabkan terputusnnya aliran darah kekortek dibawah periosteum
tersebut dan hal ini semakin memperluas daerah tulang yang mengalami
nekrosis. Penyebaran infeksi kearah kavum medular juga akan menggangu
aliran darah kebagian dalam kortek tulang. Gangguan aliran darah dari 2 arah
ini yaitu dari kavum medulare dan periosteum mengakibatkan bagian kortek
tulang menjadi mati serta terpisah dari jaringan tulang yang hidup, dan dikenal
sebagai sekuestrum. Sekuestrum adalah awal dari stadium kronik. Infeksi
didaerah subperiosteum kemudian dapat menjalar kejaringan lunak
menyebabkan sellulitis dan kemudian abses pada jaringan lemak. Pus akhirnya
akan keluar menuju ke permukaan kulit melalui suatu fistel.7
Pada tempat-tempat tertentu, infeksi didaerah metafisis juga dapat meluas
ke rongga sendi dan mengakibatkan timbulnya arthritis septik, keadaan
semacam ini dapat terjadi pada sendi-sendi dengan tempat metafisis tulang
yang terdapat di dalam rongga sendi, seperti pada ujung atas femur dan ujung
atas radius, sehingga penyebaran melalui periosteum mengakibatkan infeksi
tulang kedalam sendi tesebut. Jika bagian metafisis tidak terdapat di dalam
sendi, namun sangat dekat dengan sendi maka biasanya tidak terjadi arthritis
septic dan lebih sering berupa efusi sendi steril. 7 Penyebaran infeksi melalui
pembuluh darah yang rusak akan menyebabkan septikemia dengan manifestasi
berupa malaise, penurunan nafsu makan dan demam.septicemia merupakan
ancaman bagi nyawa penderita dan dimasa lalu merupakan penyebab
kematian yang lazim.7
Pada infeksi yang berlangsung kronik terangkatnya periosteum
menyebabkan timbulnya reaksi pembentukan tulang baru yang di dalamnya
terdapat sekuestrum dan disebut involukrum. Reaksi ini terutama terjadi pada
anak-anak, sehingga disepanjang daerah diafisis dapat terbentuk tulang baru
dari lapisan terdalam periosteum. Tulang yang baru terbentuk ini dapat
menpertahankan kontinuitas tulang, meskipun sebagian besar bagian tulang
yang terinfeksi telah mati dan menjadi sekuestrum.7
Pada bayi, dapat mengenai seluruh tulang dan sendi di dekatnya. Karena
masih adanya hubungan aliran darah antara metefisis dan epifisis melintasi
gwoth plate, sehingga infeksi dapat meluas dari metafisis ke epifisis serta
kemudian kedalam sendi. Pada anak-anak biasanya infeksi tidak meluas ke
daerah epifisis karena growth plate dapat bertindak sebagai barier yang elektif,
disamping sudah tidak terdapat hubungan aliran darah langsung antara
metafisis dan epifisis. Sementara pada orang dewasa growth plate yang
menjadi penghalang perluasan infeksi telah menghilang sehingga epifisis
dapat terserang, namun jarang terjadi abses subperiosteum, karena periosteum
pada orang dewasa telah merekat erat dengan kortek tulang. Infeksi yang luas
menyebabkan kerusakan growth plate akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan yang serius di kemudian hari.7
Berikut adalah stadium osteomielitis menurut Clerny-mader.8
Jenis Deskripsi
Tipe anatomis
Medullary osteomyelitis
Osteomielitis yang terbatas pada kavitas medular tulang.
Osteomielitis hematogen dan infeksi dalam
Stadium 1
intramedullary rod.

Superficial osteomyelitis
Osteomielitis yang hanya mengenai tulang kortikal dan
biasanya berasal dari inokulasi langsung atau focus
Stadium 2
infeksi yang berdampingan.

Localized osteomyelitis
Osteomielitis yang biasanya mengenai kortikal dan
medular tulang. Dalam stadium ini, tulang tetap stabil
Stadium 3
karena proses infeksi tidak mengenai seluruh diameter
tulang.

Diffuse osteomyelitis
Osteomielitis yang mengenai seluruh ketebalan tulang,
Stadium 4
menghilangkan stabilitas as in an infected nonunion
Jenis Deskripsi
Kelas Fisiologis
A Host Normal (host tidak memiliki faktor
mencurigakan sistemik ataupun lokal)

B Host Dipengaruhi oleh satu atau lebih faktor


mencurigakan

Bs Systemic compromised

Bl Local Compromised

Bls Systemic and local compromised

C Host Treatment worse than disease (host is


so severely compromised that the
radical treatment necessary would have
an unacceptable risk-benefit ratio)

Sta
dium Osteomielitis

E. KLASIFIKASI
1. Osteomielitis akut
Terutama pada anak – anak. Umumnya infeksi pada tulang panjang
yang dimulai pada metafisis.
Tulang yang sering terkena : femur distal, tibia proksimal, humerus,
radius dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra. Penyebab :
staphylococcus (paling sering), streptococcus, pneumococcus, salmonella,
jamur dan virus. Infeksi dapat terjadi secara : 9
1. Hematogen, dari fokus yang jauh seperti kulit, tenggorok.
2. Kontaminasi dari luar, seperti fraktur terbuka, tindakan operasi
pada tulang.
3. Perluasan infeksi jaringan ke tulang didekatnya.
 Patogenesis
Mikroorganisme memasuki tulang bisa dengan cara
penyebarluasan secara hematogen, bisa secara penyebaran dari fokus
yang berdekatan dengan infeksi, atau karena luka penetrasi. Trauma,
iskemia, dan benda asing meningkatkan kerentanan tulang akan
terjadinya invasi mikroba pada lokasi yang terbuka (terekspos) yang
dapat mengikat bakteri dan menghambat pertahanan host. Fagosit
mencoba untuk menangani infeksi dan, dalam prosesnya, enzim
dilepaskan sehingga melisiskan tulang. Bakteri melarikan diri dari
pertahanan host dengan menempel kuat pada tulang yang rusak,
dengan memasuki dan bertahan dalam osteoblast, dan dengan melapisi
tubuh dan lapisan yang mendasari tubuh mereka sendiri dengan
pelindung biofilm yang kaya polisakarida. Nanah menyebar ke dalam
saluran pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseous dan
mempengaruhi aliran darah. Disebabkan infeksi yang tidak diobati
sehingga menjadi kronis, nekrosis iskemik tulang menghasilkan
pemisahan fragmen devaskularisasi yang besar (sequester).
Ketika nanah menembus korteks, subperiosteal atau membentuk abses
pada jaringan lunak, dan peningkatan periosteum akan menumpuk
tulang baru (involucrum) sekitar sequester.
a) Osteomielitis Hematogen Akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum
tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana
mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui
sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak – anak dan
sangat jarang pada orang dewasa.9
 Skematis perjalanan penyakit osteomielitis
 Fokus infeksi pada lubang akan berkembang dan pada tahap ini
menimbulkan edema periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.
(A)
 Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan eksudat
inflamasi yang selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta selulitis
dibawah jaringan lunak.(B)
 Selanjutnya terjadi elevasi periosteum diatas daerah lesi, infeksi
menembus periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak
dimana abses dapat mengalir keluar melalui sinus pada permukaan
kulit. Nekrosis tulang akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum
dan infeksi akan berlanjut kedalam kavum medula.(C)
 Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung
pada umur, daya tahan penderita, lokasi infeksi serta virulensi
kuman. Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus tempat lain
dalam tubuh pada fase bakterimia dan dapat menimbulkan
septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk kedalam juksta
epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya
terjadi hiperemi dan edema didaerah metafisis disertai pembentukan
pus. Terbentuknya pus menyebabkan tekanan dalam tulang
bertambah
 Peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya
sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulang yang
akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Disamping itu pembentukan
tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam periosteum
sepanjang diafisis ( terutama anak – anak ) sehingga terbentuk suatu
lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum
dengan jaringan sekuestrum didalamnya. Proses ini terlihat jelas
pada akhir minggu kedua. Apabila pus menembus tulang, maka
terjadi pengaliran pus ( discharge ) dari involucrum keluar melalui
lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak
dan kulit. Pada tahap selanjutnya akan berkembang menjadi
osteomielitis kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat
terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses
tulang kronik yang disebut abses Brodie.9
 Pemeriksaan Radiologis
 Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak
ditemukan kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya
ditemukan pembengkakan jaringan lunak.10

Gambar 1
Proyeksi lateral pada tibia terlihat
gambaran sklerotik didiametafisis tibia

Gambar 2.
Proyeksi AP pada tibia terlihat
g a m b a r a n s k l e r o t i k d i lateral diametafisis
tibia

 Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2


minggu ) berupa refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah
metafisis dan pembentukan tulang baru dibawah periosteum yang
terangkat.

Gambar 3.

Tampak destruksi
tulang pada tibia
dengan
pembentukan
tulang
subperiosteal

b) Osteomielitis Hematogen Subakut


Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh karena
organisme penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih resisten.
Osteomielitis hematogen subakut biasanya disebabkan oleh
Stafilokokus aureus dan umumnya berlokasi dibagian distal femur dan
proksimal tibia.10
 Patologi
Biasanya terdapat kavitas dengan batas tegas pada tulang selosa
dan mengandung cairan seropurulen. Kavitas dilingkari
oleh jaringan granulasi yang terdiri atas sel – sel inflamasi akut dan
kronik dan biasanya terdapat penebalan trabekula.
 Pemeriksaan Radiologis
Dengan foto rontgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2
cm terutama pada daerah metafisis dari tibia dan femur atau
kadang- kadang pada daerah diafisis tulang panjang.
Radiologik dari abses Brodie yang dapat ditemukan pada osteomielitis
sub akut/kronik. Pada gambar terlihat kavitas yang dikelilingi oleh
daerah sclerosis.

Gambar 4 A sampai C Sinar-X polos (A dan B) CT aksial (C)


menunjukkan abses Brodie di ujung atas tibia.

2. Osteomielitis kronis
Terjadi apa bila :10
1. Pengobatan infeksi terlambat atau tidak adekuat.
2. Ada squester.
3. Terdapat osteomielitis yang kronis sejak dari permulaan, misalnya
pada abses Brodie.
 Patologi dan patogenesis
Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang
menghambat terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang
normal pada tulang. Sekuestrum ini merupakan benda asing bagi
tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka (pada tulang) dan
sinus (pada kulit). Squestrum diselimuti oleh involucrum yang tidak
dapat keluar atau dibersihkan dari medula tulang kecuali dengan
tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi dan sklerosis
tulang yang dapat terlihat pada foto rontgen.11

 Pemeriksaan Radiologis
Foto polos rontgen dapat ditemukan adanya tanda – tanda porosis dan
sklerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin
adanya sequestrum
Gambar 5 Gambar 6

Proyeksi lateral tarsal Osteomielitis lanjut pada tibia


terlihat gambaran lesi kanan. Ditandai dengan adanya
osteolitik dan sclerosis gambaran sekuestrum
extensive dibagian distal
metafisis pada calcaneus

Gambar 7. Osteomielitis lanjut


pada seluruh tibia dan fibula kanan.
Ditandai dengan adanya gambaran
sekuestrum (panah).

F. DIAGNOSIS
Diagnosis dari osteomielitis pada awalnya didasarkan pada riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
 Demam
 Edema
 Nyeri pada daerah yang terinfeksi, dan teraba hangat
 Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan
dalam berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat
pseudoparalisis).
 Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
1. Pemeriksaan darah lengkap
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya shift to
the left biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit
polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan
nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna daripada laju endapan
darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan LED pada
permulaan. LED biasanya meningkat, namun, temuan ini secara klinis
tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan
osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal. Lekositosis,
peningkatan laju endap darah, dan C-reaktif protein harus diperhatikan.12
2. Kultur
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi
dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan
yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien dengan
osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin
menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk
mengisolasi organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki
hasil diagnostik sekitar 77% pada semua studi.12
3. Foto Polos
Bukti radiografi dari osteomielitis tidak akan muncul sampai kira-kira
dua minggu setelah onset dari infeksi. Kuman biasanya bersarang dalam
spongiosa metafisis, dan membentuk pus sehingga timbul abses. Pus
menjalar ke arah diafisis dan korteks, mengangkat periosteum, dan
kadang-kadang menembusnya. Pus meluas di daerah periosteum dan pada
tempat-tempat tertentu membentuk fokus skunder. Nekrosis tulang yang
timbul dapat luas dan terbentuk sekuestrum. Periosteum yang terangkat
oleh pus kemudian akan membentuk tulang di bawahnya, yang dikenal
sebagai reaksi periosteal. Juga di dalam tulang itu sendiri dibentuk tulang
baru, baik pada trabekula dan korteks, sehingga tulang terlihat lebih opak
dan dikenal sebagai sklerosis. Tulang yang dibentuk di bawah periosteum
ini membentuk bungkus bagi tulang yang lama dan disebut involukrum.
Involukrum ini pada berbagai tempat terdapat lubang tempat pus keluar,
yang disebut kloaka. Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih
dahulu, baru kemudian terlihat daerah-daerah yang berdensitas lebih
rendah pada tulang yang menunjukkan adanya dekstruksi tulang. 12,5
Pada osteomielitis kronik tulang akan menjadi tebal dan sklerotik
dengan gambaran hilangnya batas antara korteks dan medula. Dalam
tulang yang terinfeksi akan terdapat sekuestrum, dan area destruksi.
Kadang-kadang suatu abses, dikenal dengan brodie’s abscess akan terlihat
sebagai daerah lusen yang dikelilingi area sklerotik. 5,7

4. MRI (Magnetic resonance imaging)

Magnetic resonance imaging (MRI)


sangat membantu dalam mendeteksi
osteomielitis. MRI lebih unggul jika
dibandingkan dengan radiografi, dan CT
scan. MRI memiliki sensitifitas 90-100%
dalam mendeteksi osteomielitis. MRI juga
memberikan gambaran resolusi ruang
anatomi dari perluasan infeksi. 5
5. CT (computed tomographic) scan
Pemeriksaan ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan
dapat membantu menegakkan diagnosa osteomielitis. CT scan dapat
menggambarkan kalsifikasi abnormal, osifikasi dan ketidaknormalan
intrakortikal. CT scan mungkin dapat membantu dalam mengevaluasi lesi
pada tulang vetebra. CT scan juga lebih unggul dalam area dengan
anatomi yang kompleks, contohnya pelvis, sternum, dan calcaneus. 5
6. Scintigrafi
Untuk pencitraan nuklir, Technetium Tc-99m metilen difosfonat
adalah agen pilihan utama. Pencitraan ini sangat sensitif namun tidak
spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi tidak bisa
dibedakan dari neoplasma.
7. Ultrasonografi (USG)
Dapat menunjukkan adanya abses pada subperiosteum, namun sulit
membedakan antara hematoma dengan pus.13
8. Pemeriksaan histopatologi
Keakuratan biopsi seringkali terbatas oleh kurangnya pengumpulan
spesimen yang sama, dan penggunaan antibiotik sebelumnya. 13

Diagnosis of Acute Osteomyelitis*

-Pus on aspiration
-Positive bacterial culture from bone or blood
-Presence of classic signs and symptoms of acute osteomyelitis
-Radiographic changes typical of osteomyelitis

*--Two of the listed findings must be present for establishment of the diagnosis.

Information from Peltola H, Vahvanen V. A comparative study of osteomyelitis and purulent arthritis
with special reference to aetiology and recovery. Infection 1984;12(2):75-9.

G. PENATALAKSANAAN
Terapi pada osteomyelitis akut melalui penyebaran hematogen dapat
dilakukan dengan pemberian antibiotik parenteral (Tabel 4.) selama 4 hari dan
dilanjutkan dengan antibiotik oral sampai 4 minggu tebukti mencegah
rekurensi. Pada pasien-pasien immunocompromised, transisi menuju antibiotik
oral ditunda dan lama terapi ditambah menjadi 6 minggu.14
Tabel 1. Pilihan terapi antibiotik pada kasus osteomyelitis.

Terapi osteomyelitis kronis terdiri dari terapi antibiotik dan pembedahan.


Pilihan antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur, namun jika tidak ada
informasi hasil kultur, antibiotik spektrum luas dapat diberikan. Antibiotik ini
diberikan parenteral selama 2 – 6 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan
antibiotik oral sampai total waktu terapi 4-8 minggu (table 1.). Adapun indikasi
dilakukannya terapi pembedahan ialah terapi antibiotik tidak menunjukkan
perbaikan, terdapat peralatan yang terpasang pada tulang dan mengalami
infeksi, serta osteomyelitis kronis dengan nekrosis tulang dan jaringan lunak.15
Gambar 10. Algoritme penatalaksanaan osteomyelitis kronik.

H. KOMPLIKASI
 Abses tulang
 Bakteremia
 Fraktur
 Selulitis

I. DIAGNOSIS BANDING
a. Osteosarcoma
 Gambaran radiologik :
 Sering pada metafisis tulang panjang. Pembentukan tulang baru lebih
banyak. Adanya infiltrasi tumor. Penulangan patologis ke jaringan
lunak (ossifikasi).16
 Destruksi berawal dari medulla à lesi radiolusen batas tak tegas
 Stadium dini : Reaksi periosteal lamellar / sunray (gambaran lamellar
atau seperti garis-garis tegak lurus pada tulang yang merupakan reaksi
peristeal).
 Lanjut : subperiosteal rusakà perluasan ke luar tlng à reaksi
periosteal hanya sisanya (Codman triangle)/ tepi yang masih dapat
dilihat.
 Kalsifikasi (+)

Sunburst appearance di daerah proksimal fibula

Gambran segitiga codman’s


b. Ewing sarcoma
 Gambaran radiologik
 Sering pada diafisis tulang panjang.
 Lesi destruktif, infiltratif dari daerah medulla (tampak bayangan
radiolusen)
 Merusak cortex.
 Reaksi periosteal (onion peel appearance).
 Massa jaringan lunak yang besar.16

Tampak lesi destruksi dengan reaksi periosteal (onion skin/lamelar)

Tabel 2. Diagnosis Banding Osteomielitis.16


KLINIS INSIDEN GAMBARAN
RADIOLOGI
Rasa sakit/ nyeri yang Laki-laki: Akut:
memberat, eritema, Perempuan - Lesi periosteal
bengkak, demam, (4:1), lebih reaction (+)
tidak bisa banyak pada - Lesi osteolitik
menggerakkan lengan anak-anak, lebih banyak
atau kaki eritema sering - Kortex tulang
lokal, mengenai lebih tipis
ketidakmampuan tulang-tulang
Osteomielitis menahan berat badan. panjang
Peradangan low seperti femur,
grade/ringan, adanya tibia, radius,
tulang yang mati humerus, Kronik:
( sequestrum ) aposisi ulna, dan - Lesi periosteal
tulang baru dan fibula. reaction (-)
adanya fistula - Lesi sklerotik
lebih banyak
- Kortex tulang
lebih tebal
disertai
penambahan
diameter
tulang.
Nyeri lokak yang Pria : Wanita Pembentukan
semakin progresif. (3:2), banyak tulang baru lebih
Osteosarkoma Nyeri pada saat terkena pada banyak. Adanya
malam hari. Sering anak-anak infiltrasi tumor.
terjatuh. Massa edema usia dekade Penulangan
pada jaringan lunak ke-2 patologis ke
(±) fraktur patologis, kehidupan jaringan lunak
keterbatasan gerak (ossifikasi).
(ROM), Penurunan  Stadium dini :
berat badan, Anemia. Reaksi
periosteal
lamellar /
sunray
(gambaran
lamellar atau
seperti garis-
garis tegak
lurus pada
tulang yang
merupakan
reaksi
peristeal).
 Stadium
Lanjut:
subperiosteal
rusakà
perluasan ke
luar tlng à
reaksi
periosteal
hanya sisanya
(Codman
triangle)/ tepi
yang masih
dapat dilihat.
Nyeri dan terdapat Pria : Wanita Lesi destruktif,
benjolan: tegang, (3:2), orang infiltratif dari
elastis, keras, nyeri kaukasoid daerah medulla
tekan (+), tumbuh lebih banyak (tampak
dengan cepat dan terkena bayangan
Ewing Sarkoma terdapat peningkatan daripada radiolusen).
suhu lokal. Massa orang Asia Terjadi reaksi
tidak melebar keluar dan orang periosteal
korteks. Jarang terjadi Amerika yangmemberikan
fraktur patologis. berkulit hitam gambaran (onion
Demam, anemia, peel
peningkatan LED, appearance).
Leukositosis, dan
peningkatan
lactatdehydrogenase.

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Osteomielitis adalah penyakit tulang, yang ditandai dengan adanya


peradangan sumsum tulang dan tulang yang berdekatan dan sering
dikaitkan dengan hancurnya kortikal dan trabekula tulang. Osteomielitis
adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang
terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis bagi
menjadi beberapa jenis yaitu akut, dan kronis yang memiliki gambaran
klinis yang berbeda.
Penyebab paling sering staphylococcus, penyebab lain
streptococcus, pneumococcus, salmonella, jamur dan virus. Penyebab
osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%),
Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal,
Haemophilus influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat
patogen.
Gambaran radiologi pada osteomielitis awal, tidak ditemukan
kelainan pada pemerikSosaan radiograf. Setelah 7-10 hari, dapat
ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali destruksi cancellous
bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan
area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik
diidentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan adanya
involukrum, yang membungkus fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik
yaitu sequestrum.
Tindakan pemberian antibiotika dini di emergensi, pembersihan
dan irigasi luka adekuat, dan stabilisasi tulang dapat menurunkan kejadian
osteomielitis pasca trauma. Pada osteomielitis kronis, sequester harus
dieliminasi dengan tindakan bedah agresif. Defek tulang yang terjadi dapat
dilakukan implantasi dengan spacer antibiotic atau diisi dengan osteo
myocutaneous flap. Osteomelitis akibat pemasangan prostesis atau implan
membutuhkan pelepasan implan, pembersihan jaringan infeksi, temporary
spacer, dan pemasangan implant kembali pada operasi berikutnya.
Proses infeksi yang terus berlanjut dapat menyebabkan kerusakan
tulang yang semakin luas mengakibatkan morbiditas dan sepsis yang dapat
berujung pada kematian. Pada fase lanjut ini, tatalaksana membutuhkan
biaya tinggi, dan defek tulang luas, cacat permanen bahkan dapat berakhir
pada amputasi. Oleh karenanya, deteksi dini, identifikasi mikroorganisme
penyebab, eradikasi jaringan tulang nekrotik, dan pemberian antibiotika
jangka panjang merupakan tatalaksana prinsip untuk keberhasilan
pengobatan
B. SARAN

a) Bagi Masyarakat

Masyarakat diharapkan dapat mengetahui bagaimana

Osteomielitis itu sendiri, serta mengenali gejala – gejala yang

berhubungan dengan kejadian Osteomielitis.

b) Bagi Instansi Kesehatan

Diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai bahaya,

gejala dan tatalaksana Osteomielitis.

DAFTAR PUSTAKA

1. David R, Barron BJ, Madewell JE. Osteomyelitis, acute and chronic. Radio
Clin North Am ;25:1171-1201.
2. Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in
Emergency Medicine. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall
3. Rawung,Rangga dan Monigkey,Chinta.2019. Osteomyelitis. Jurnal biomedik
11(2):69-79.
4. Siregar P. Osteomielitis. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
Staff Pengajar FK UI. Binarupa Aksara. Jakarta. 1995. Hal 472 – 74
5. Rasad S., Kartoleksono S, Ekayuda I. Infeksi Tulang dan Sendi. Radiologi
Diagnostik. Bagian Radilogi FKUI. Jakarta. 1995. Hal: 62-72.
6. Adam, Greenspan. Orthopaedic Imaging: A practical Approach, 4th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. USA
7. Rasjad C., Infeksi dan Inflamasi. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
Edisi 3. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. Hal 132- 41.
8. Inusa BPD, Oyewo A, Brokke F, et al. Dilemma in Differentiating between
Acute Osteomyelitis and Bone Infarction in Children with Sickle Cell
Disease: The Role of Ultrasound. PLoS One. 2014; 8(6): e65001.
9. Lee YJ, Sadigh S, Mankad K, et al. 2016. The imaging of osteomyelitis.
Quant Imaging Med Surg. 6(2): 184–98.
10. Giurato L, Meloni M, Izzo V, et al. Osteomyelitis in diabetic foot: A
comprehensive overview. World J Diabetes. 2017; 8(4): 135–42.
11. Hofmann, S. R., A. R. Wolff, G. Hahn, C. M. Hedrich. 2012. Update:
Cytokine Dysregulation in Chronic Nonbacterial Osteomyelitis (CNO).
International Journal of Rheumatology; 2012(10): 1-7 (Hofmann et al., 2012)
12. Jong W., Sjamsuhidayat R. 2005. Infeksi Muskuloskeletal. In Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 903 – 910.
13. Jonathan Stevenson and Michael Parry. 2018. Apley&Solomon’s System of
Orthopaedics and Trauma. 10th edition. US: Taylor & Francis Group.
14. Wu JS, Gorbachova T, Morison WB and Hains AH. AJR. 188: 1529-1534.
15. Nophrianta, Made. Firman P Sitanggang.Temuan radiologis pada
osteomielitis kronik.Bagian Radiologi FK Udayana.
16. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik FKUI edisi kedua. Jakarta :2009. 62-
68.

Anda mungkin juga menyukai