Anda di halaman 1dari 44

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

PENURUNAN KESADARAN ET CAUSA HIPOGLIKEMIA

Oleh:
Ratna Nulia Safitri, S.Ked
K1B1 20 049

Pembimbing:
dr.Laode Kardin, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa: 

Nama  : Ratna Nurlia Safitri, S.Ked 

Nim  : K1B1 20 049 

Judul  : Penurunan Keasadaran et causa Hipoglikemia

Bagian  : Ilmu Penyakit Dalam 

Fakultas  : Kedokteran 

Telah menyelesaikan Kasus Besar dalam rangka kepanitraan klinik bagian Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo 

  Kendari,      September  2021 
Pembimbing  

dr. Laode Kardin, Sp.PD


Nip. 198807212014041001

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

DAFTAR TABEL.................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................v

BAB I.....................................................................................................................1

A. Identitas Pasien..........................................................................................1

B. Anamnesis.................................................................................................1

C. Pemeriksaan Fisik......................................................................................5

D. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................10

E. Diagnosa Sementara..................................................................................12

F. Penatalaksanaan.........................................................................................12

G. Resume......................................................................................................18

BAB II...................................................................................................................19

PEMBAHASAN....................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Gejala dan Tanda Hipoglikemia Pada Orang Dewasa............................23

Tabel 2. Hipoglikemia Puasa dan Hipoglikemia Post Prandial.............................23

Tabel 3. Sistem Klasifikasi Wagner......................................................................26

Tabel 4. Tingkat keparahan Hipoglikemia............................................................27

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Algoritma Terapi Hipoglikemia..........................................................38

v
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.E
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat : Jl. Sangia
Agama : Islam
Suku : Tolaki
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk : Senin, 19 Juli 2021 (Pukul 12.30 WITA)
Nomor RM : 1008xx

B. ANAMNESIS

Anamnesis di dapatkan dengan menggunakan alloanamnese dari keluarga

pasien (anak perempuan pasien). Alloanamnese yaitu kegiatan wawancara

dilakukan antar dokter terhadap orang yang terdekat dari pada pasien dikarenakan

alasan tertentu seperti jika pasien sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri atau

jika pasien adalah seorang anak – anak.

1
2

1. Anamnesis I

Keluhan Utama Menurut keterangan keluarga pasien mengeluhkan

lemas yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu pada

seluruh badan, terus - menerus, karakteristik lemas tidak

dapat dinilai, lemas dapat berkurang setelah pasien

mengkonsumsi makanan atau minuman yang manis.

Reliefing sulit dinilai. Treatment tidak diterapi.


Keluhan lain Menurut keterangan keluarga pasien, nafsu makan

menurun sejak 2 minggu yang lalu, lokasi, durasi,

karakteristik, agrafari, reliefing, treatment sulit dinilai.

Pasien juga menderita ulkus diabetic sejak 2 minggu

yang lalu pada jari tengah tangan kanan dan jari pertama

dan kedua kaki kiri.


Riwayat Penyakit DM Tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu berobat teratur di

Dahulu poli penyakit dalam dan mengkonsumsi obat

Glibenclamide 5 mg 1x1
Riwayat Penyakit
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit DM
Keluarga
Riwayat Kebiasaan Pasien merokok (+), Makan Tidak Teratur (+), menurut

keluarga pasien, Tn.E jarang makan dan kadang hanya

minum kopi saja dan sering melewatkan jadwal makan.


Riwayat Alergi Tidak Ada
2. Anamnesis II

Kulit Tidak ada keluhan


Kepala Tidak ada keluhan
Mata Tidak Dinilai
3

Telinga Tidak Ada Keluhan


Hidung Tidak keluhan
Mulut Bibir Pucat, kering
Tenggorokan Tidak ada keluhan
Leher Tidak ada keluhan
Jantung/Paru – paru Pernapasan menggunakan simple mask

oksigen 6 liter/menit
Lambung/Usus Tidak ada keluhan
Alat Kencing/kelamin Tidak ada keluhan
Syaraf dan Otot Serangan pingsan ada
Berat Badan - Berat badan rata – rata = tidak dinilai

- Berat Tertinggi = Tidak dinilai

- Berat badan sekang = 43kg

3. Anamnesis III (Riwayat Hidup)

Tempat Lahir di Tidak diketahui


Partus Tidak diketahui
Masa kanan – kanak (Peristiwa Tidak diketahui

Penting)
Sikap Terhadap (baik, bermusuhan, Baik

biasa)

o Ayah

o Ibu
4

o Saudara

o Mertua

o Anak
Pendidikan SMA
Olah raga (masa muda) Tidak Diketahui
Pekerjaan Wiraswasta
Perumahan Sendiri
Perkawinan sudah menikah
Kebiasaan Merokok (+) rokok filter 12 batang/hari

Minum Kopi 3 Gelas/hari


Gizi Makan 2x sehari, kadang 1x sehari sejak

2 minggu yang lalu

Banyaknya 1 piring

Variasi (perinci): nasi, ikan, sayur

Nafsu makan menurun sejak 2 minggu

yang lalu

Pencernaan tidak ada keluhan


Tidur ± 7 jam
Kesulitan Tidak dinilai

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
- Suhu: 36,5oC/Axilla - Tinggi Badan : 155 cm

- Nadi: 69 x/menit, regular, teraba - Berat Badan : 43 kg

lemah - IMT : 17,9 kg/m2

- Tekanan Darah : 100/60 mmHg/ (Underweight)

Brachial Dextra
5

- Pernafasan: 18 x/menit /Thoraco

abdominal

2. Umum

- Keadaan Umum: Buruk - Bentuk Badan: Kurus Pendek

- Keadaan Sakit: Sakit Berat - Cara Berbaring dan Mobilitas:

- Keadaan Gizi: IMT 17,9 kg/m2 terlentang dan Tidur

(Underweight) - Cara Berjalan : Tidak dapat

- Kesadaran : Delirium, GCS= 8 dinilai

(E4V2M2) - Habitus: Astenikus

- Umur menurut dugaan pemeriksa

± 55 Tahun

3. Kulit

- Warna: Kuning Langsat - Suhu raba: Hangat

- Efluoresensi: setempat - Lembab/Kering: Kering

- Pigmentasi: Setempat - Turgor kembali cepat

- Jaringan Parut: (-) - Ikterus (-)

- Pertumbuhan Rambut: dalam batas - Oedema: (-)

normal

4. Kelenjar Getah Bening: Tidak ada pembesaran KGB

5. Kepala:
- Ekspresi muka: Tampak sedih - Pembuluh darah temporal tidak

- Simetris muka: (+) tampak


6

- Rambut warna hitam sedikit - Nyeri tekan saraf tidak ada

keputihan, tidak mudah tercabut

6. Mata
- Exophtalmus/Enophtalmus: (-) - Pupil kanan dan kiri: Bulat, Isokor

- Tekanan Bola Mata: t.a.k - Lensa: Tidak diperiksa

- Kelopak: Tidak edema - Fundus: Tidak diperiksa

- Konjungtiva anemis: (-) - Visus: Tidak diperiksa

- Sklera Ikterik: (-) - Lap.Penglihatan: Tidak diperiksa

- Kornea: Tidak Dinilai - Gerakan: Tidak diperiksa

7. Telinga:
- Trofi: normotrofi - Nyeri tekan proc. mastoideus: (-)

- Lubang: Intak - Selaput: Tidak diperiksa

- Cairan: (-) - Pendengaran: Tidak diperiksa

8. Hidung:
- Bagian luar: Deformitas (-) - Ingus: (-)

- Septum Deviasi: (-) - Selaput Lendir: penyumbatan (-),

Perdarahan (-)

9. Mulut:
- Bibir : Pucat, Kering - Selaput Lendir: Tidak dinilai

- Gigi geligi: Tidak dinilai - Lidah: Tidak dinilai

- Gusi: Tidak dinilai - Tonsil: Tidak dinilai

- Faring: Tidak dinilai - Bau Pernapasan: Tidak dinilai

10. Leher:
7

- Kelenjar Getah Bening: (-) - Pembuluh Darah: Carotis teraba (+),

- Kelenjar Gondok : (-) Bruit (-)

- Trakea: Tidak ada Deviasi - Kaku Kuduk: Tidak diperiksa


- Tekanan Vena: Tidak Diperiksa - Tumor: (-)
11. Pembuluh Darah: Tidak dinilai
- Temporalis - Femoralis

- Karotis - Poplitea

- Barchialis - Tibialis Posterior

- Radialis - Dorsalis Pedis

12. Dada:

- Bentuk: normochest - Buah dada: tidak ada kelainan,

- Pembuluh Darah: spider nevi (-) ginekomastia (-/-)

13. Jantung:

- Inspeksi: Ictus Cordis tidak nampak - Perkusi: Pekak (+), batas jantung kiri

- Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS IV ICS IV Mid Klavicula sinistra,

linea mid clavicula sinistra, thrill batas jantung kanan ICS IV Linea

(-), wave (-) parasternal dextra

- Auskultasi: pasien terlentang:

murmur (-)

14. Paru – paru:


- Inspeksi: simetris (+/+), ikut gerak - Palpasi: Nyeri tekan (-), vocal

napas, retraksi sela iga (-/-), Tumor fremitus tidak dinilai


8

(-/-) - Perkusi: Sonor (+/+)

- Auskultasi: Vesikuler (+/+)

15. Perut:

- Inspeksi: datar, ikut gerak napas - Ginjal: Tidak teraba

- Palpasi: nyeri tekan (-), nyeri - Perkusi: Timpani

suprapubik (-) - Auskultasi: Bising Usus 8x/menit

- Hati: Tidak teraba

- Limpa: Tidak teraba

16. Alat Kelamin: Tidak diperiksa

17. Anus dan Rektum: Tidak diperiksa

18. Punggung (Penderita berdiri, duduk, dan terlungkup): Tidak dilakukan

19. Anggota Gerak:

- Jari ke 4 tangan kanan post - Ulkus kelas megit waner derajat 2,

amputasi jumlah 1, jari ke 1 kaki kiri, tanpa

- Ulkus kelas megit waner derajat 1, eksudat, Tepi ireguler, kulit sekitaitar

jumlah 1, lokasi jari ke 3 tangan hitam, dasar hitam tidak ada edema,

kanan, tanpa eksudat, Tepi tidak nyeri

ireguler, kulit sekitar eritema,

tidak ada edema, tidak nyeri


9

-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Rutin

Pemeriksaan Tanggal 19-07-2021 Nilai Rujukan

WBC 17,180 4,0 - 10x103/uL

RBC 3,45x 106 4-5,5x 106 /uL

HB 10,3 13 – 16 g/dl

HCT 26,2 40-54 %

MCV 75,9 80-100 fL

MCH 29,9 27-38pg

MCHC 39,3 32-36g/dl

PLT 355.000 150 - 450x103 /uL

2. Pemeriksaan Kimia Darah

Pemeriksaan Tanggal 19-07-2021 Nilai Rujukan

GDS 22 mg/dl <140 mg/dl


10

3. Molekuler Rapid Antigen

Molekuler Rapid Antigen (19/07/2021


Parameter Hasil Nilai Rujukan
Anti SARS-Cov-2 Negatif Negatif

E. PROBLEM
1. Penurunan kesadaran ( Delirium, GCS 8)
2. Low intake
3. DM sejak 2 tahun dengan rutin glibenklamid 1 x 5 mg
4. Underweight (IMT 17,8 kg/m2)
5. Ulkus wagner II digiti 1 pedis sinistra et wagner I digiti 4 manus dextra
6. Anemia mikrosotik hipokromik ( hb = 10,3 g/dl)
7. Hiperleukositosis (AL = 17,1)
8. GDS = 22 g/dl (Hipoglikemia Berat)
F. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Penurunan kesadaran e.c severe hipoglikemik
2. Hipoglikemik e.c drug induced (glibenklamid)
3. Ulkus DM
4. Anemia mild hipokromik mikrositik e.c susp. Def. Fe DD/ chronic desease
5. DM Tipe 2 underweight

G. PENATALAKSANAAN AWAL SAAT MASUK IGD


1. Dextrose 40% 50 ml bolus Intravena

2. Dextrose 10% 20 tpm

3. IVFD NaCl 3% 12 tpm

4. Injeksi Omeprazole 40 mg/IV/12 jam


11

5. Ceftriaxone injeksi 2 g/IV/12 jam

6. Metronidazole 500 mg/IV/8 jam

7. Ciprofloxacin 200 mg/IV/12 jam

8. Paracetamol 1 gr/ IV/8 jam

9. Tunda OHO

10. Rawat ICU

11. Pasang kateter (urin tidak diperiksa)

12. Terapi anemianya dengan Cek feritin dan TIBC


12

H. FOLLOW UP

Hari/Tanggal Anamnesis + Pemfis Instruksi DPJP


Selasa S : Pasien Mengeluh P :
(20/07/2021) Lemas - IVFD NaCl 0,9%
  20 tpm
O : KU= Lemas, - IVFD NaCl 3% 12
Kesadaran= CM, GCS = tpm (Koreksi
15 (E4V5M6) Hiponatremia
TD 110/69 mmHg, Berat)
Brachial Dextra - Inj.Ceftriaxone
N 78 x/menit, Reguler, 2gr/IV/24jam
Kuat Angkat - Inj.Omeprazol
P 24 x/menit, TA 40mg/IV/12jam
o
S 36 C - Metronidazole 500
SpO2 98% mg/IV/8 jam
GDS = 329 mg/dl - Ciprofloxacin 200
A: mg/IV/12 jam
- DM Tipe 2 - Monitoring Tanda
Underweight Vital
- Ulkus wagner II - Kontrol Elektrolit
digiti 1 pedis
sinistra et wagner I
digiti 4 manus
dextra
Rabu S : Pasien mengeluh lemas P :
(21/07/2021)   - IVFD NaCl 0,9%
O : KU= Lemas, 20 tpm
Kesadaran= CM, GCS = - Inj.Ceftriaxone
15 (E4V5M6) 2gr/IV/24jam
TD 111/83 mmHg - Inj.Omeprazol
N 72 x/menit 40mg/IV/12jam
P 22x/menit - Metronidazole 500
S 37,3oC mg/IV/8 jam
SpO2 98% - Ciprofloxacin 200
Na= 123,66 mmol/L mg/IV/12 jam
K= 2,89 mmol/L - Boleh pindah
Cl= 84,08 mmol/L perawatan biasa
A: - Cek GDS per hari
- DM Tipe 2
13

Underweight
- Ulkus wagner II digiti
1 pedis sinistra et
wagner I digiti 4
manus dextra
Kamis S: P:
(22/07/2021) - IVFD NaCl 3% 12
O : KU= Sakit Berat, tpm
GCS=7 (E3V2M2) - Inj.Ceftriaxone
TD 110/54 mmHg 2gr/IV/24 jam
N 62 x/menit - Omeprazol
P 24x/menit 40mg/IV/12jam
S 37,5oC - Metronidazole 500
SpO2 100% mg/IV/8 jam
A: - Ciprofloxacin 200
- Ensefalopati mg/IV/12 jam
Metabolik - Cek GDS per hari
- DM Tipe 2
Underweight
- Ulkus wagner II digiti
1 pedis sinistra et
wagner I digiti 4
manus dextra

Jum’at S: P:
(23/07/2021) - IVFD NaCl 3% 12
O : KU= Sakit Berat, tpm
GCS=7 (E3V2M2) - Inj.Ceftriaxone
Anemis (+) 2gr/IV/24jam
GDS= 171 mg/dl - Omeprazol
TD 135/80 mmHg 40mg/IV/12 jam
N 68 x/menit - Metronidazole 500
P 22 x/menit mg/IV/8 jam
S 36oC - Ciprofloxacin 200
SpO2 = 100% mg/IV/12 jam
Hb= 9,3 - Cek GDS/hari
MCV=80,1
MCH= 29,2

A:
Ensefalopati Metabolik
DM Tipe 2 Underweight
14

Ulkus wagner II digiti 1


pedis sinistra et wagner I
digiti 4 manus dextra

Sabtu S: P:
(24/07/2021) O: - IVFD NaCl 0,9%
- O: 16 tpm
- GCS= 7 (E1V2M4) - Dextrose 10% 10
- Tampak gelisah, tpm/IV
Anemis (+) - Ceftriaxone
- GDS= 179 mg/dl 2gr/IV/24jam
- TD 140/77 mmHg - Omeprazol
- N 80 x/menit 40mg/IV/12jam
- P 76 x/menit - Metronidazole 500
- S 37,5oC mg/IV/8 jam
- SpO2 = 99% - Ciprofloxacin 200
A: mg/IV/12 jam
- Ensefalopati - Konsul Gizi Klinik
Metabolik - Paracetamol 1 gr/8
- DM Tipe 2 jam/IV
Underweight
- Ulkus wagner II digiti
1 pedis sinistra et
wagner I digiti 4
manus dextra
Minggu S: P:
(25/07/2021) O:
- IVFD NaCl 0,9%
- GCS 7 (E2V1M4)
16 tpm
- Konjungtiva
- Dextrose 10% 10
Anemis (+)
tpm/IV
- TD 118/80 mmHg
- Norepinefrin pe
- N 103 x/menit
Syringe pump/u
- P 40 x/menit
(target MAP ≥65
- S 39oC
mmHg)
- Demam (+)
- Paracetamol 1
- SpO2 = 97%
gr/IV/8 jam
- WBC= 14.420
- Ceftriaxone
- GDS= 179
2gr/IV/24jam
- HB= 9,3
- Omeprazol
A:
40mg/IV/12jam
- Ensefalopati
- Metronidazole 500
Metabolik
mg/IV/8 jam
15

- Sepsis? - Ciprofloxacin 200


- DM Tipe 2 mg/IV/12 jam
Underweight - Pasang NGT
- Ulkus wagner II digiti - Cek GDS per Hari
1 pedis sinistra et
wagner I digiti 4
manus dextra
Senin, 26 Juli 2021 S: P:
O: Jam= 17.10 WITA
RJP 1 Siklus
TD=Tidak Terukur
Nadi = Tidak Teraba
Henti Napas Henti Jantung
Pukul = 17.20
Eye: Pupil Midriasis Total
EKG: Asistol
A: Cardiac Arrest

I. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanactionam : Dubia ad malam
J. RESUME

RESUME
Nomor Rekam Medis : 100860
Nama Lengkap : Tn. E Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : 01 Juli 1970 Ruang rawat : ICU, RS Benyamin Guluh
Kolaka
Diagnosa Utama : Hipoglikemia et causa intake inadekuat dan penggunaan obat
hipoglikemi oral

Instruksi Tindak Lanjut 1. Tangani Hipoglikemia


Cara Keluar Rumah Sakit :
16
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANALISIS KASUS

1. Usia dan jenis kelamin

Pada kasus pasien berjenis kelamin laki – laki dan berusia 51 tahun.

Menurut RISKESDAS pada tahun 2018 penderita diabetes mellitus di

Indonesia meningkat 2% pada usia >15 tahun dan meningkat seiring dengan

bertambahnya usia penderita, kemudian mencapai puncak pada usia 55 – 56

tahun. Sementara jenis kelamin tidak memiliki perbedaan besar dalam angka

kejadian diabetes mellitus. 1

2. Gejala Klinis

Keluhan utama pasien lemas seluruh badan. Berdasarkan teori keluhan

yang sering dialami pada penderita diabetes mellitus dapat berupa keluhan

klasik DM yaitu: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Sementara keluhan lain dapat berupa:

badan terasa lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada

pria, serta pruritus vulvae pada wanita. 2

Kelelahan dan lemas pada penderita diabetes melitus dapat terjadi

karena adanya perubahan atau gangguan pada fungsi fisik dan pikologis

terkait penyakit. Keluhan ini merupakan sebuah gejala multifaktor yang

subjektif, bisa berhubungan dengan fenomena fisik seperti hipoglikemi atau

hiperglikemi. Perubahann fungsi fisik yang menyebabkan kelelahan pada

18
19

penderita diabetes melitus merupakan salah satu proses kompensasi seluler

untuk tetap mempertahankan fungsi sel karena dampak dari starvasi seluler.

Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena

glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel terdapat banyak glukosa. Proses

kompensasi tersebut terjadi ketika sel-sel otot memetabolisme cadangan

glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi.

Kondisi ini kemudian berdampak pada penurunan masa otot, kelemahan otot

dan rasa mudah lelah. 3

Pasien mengalami penurunan nafsu makan sejak 2 minggu lalu.

Menurut American Psychiatric Association (2005) penyimpangan perilaku

makan adalah sebuah penyakit dimana si penderita mengalami gangguan

dalam perilaku makan mereka terkait pikiran dan emosinya. Anoreksia

nervosa adalah salah satu bentuk penyimpangan perilaku makanan dimana

penderitanya dikatakan melakukan tindakan melaparkan diri yang

mengakibatkan penurunan berat badan dan penurunan jumlah makanan yang

dikonsumsi secara drastis, serta penurunan berat badan secara drastis. Salah

satu komplikasi dari anoreksia nervosa bagi penderita diabetes mellitus adalah

dapat memperburuk efek dari diabetes bagi penderitanya.

Pasien menderita DM tipe 2 sejak 5 tahun lalu, berobat teratur di poli

penyakit dalam dan mengkonsumsi obat glibenklamide 5 mg 1x1.

Berdasarkan teori, Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia, terjadi


20

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Adapun

terapi pada DMT2 mencakup terapi non-farmakologis dan terapi

farmakologis. Terapi non-farmakologis mencakup monitoring glukosa darah,

terapi nutrisi medis, dan latihan jasmani. Sementara terapi farmakologis yaitu

dengan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan atau penyuntikan insulin. 4,5

Glibenklamide merupakan obat hipogikemik oral golongan

sulfonilurea generasi kedua. Glibenklamid merupakan obat yang sering

digunakan dalam pengobatan Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Mekanisme aksi

glibenklamid adalah menghambat kanal potasium yang sensitif terhadap ATP

pada sel beta pankreas. Mekanisme penghambatan ini menyebabkan

depolarisasi membran sel, yang menimbulkan tegangan sehingga kanal

kalsium terbuka. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah

kalsium di sel beta yang menstimulasi pelepasan insulin. 6,7

Glibenklamide atau gliburid dimetabolisme di hati, dosis awal yang

diberikan adalah 2,5 mg/hari. Dosis pemeliharaan yang diberikan yaitu 5 – 10

mg/hari diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari. Glibenklamide

menurunkan glukosa darah puasa lebih besar daripada glukosa sesudah

makan, masing – masing sampai 36% dan 21%. Glibenklamide memiliki efek

samping dapat menimbulkan hipoglikemia dan di kontaindikasikan pada

pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal. 8

Hipoglikemia merupakan suatu keadaan penurunan konsentrasi

glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala sistem autonom dan
21

neuroglikopenia. Batasan – kadar glukosa darah rendah untuk menetapkan

seseorang mengalami hipoglikemia sangat bervariasi. American Diabetes

Association (ADA 2005) menggunakan batasan 70 mg/dl atau kurang,

sedangkan European Medicine agency (EMA 2010) menggunakan patokan

hipoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 54 mg/dl. Hipoglikemia

ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <70 mg/dl (<4,0 mmol/L)

dengan atau adanya whipple’s triad, yaitu terdapat gejala-gejala hipoglikemia,

seperti kadar glukosa darah yang rendah, gejala berkurang dengan

pengobatan. Hipoglikemia sering dialami oleh pasien DM tipe 1, diikuti oleh

pasien DM tipe 2 yang diterapi dengan insulin dan sulfonilurea. 9

Gejala – gejala dan keluhan hipoglikemia dikelompokkan atas gejala

neurogenik/autonomik dan gejala neuroglikopenik. Gejala neurogenik/

autonomik berupa terjadinya perubahan persepsi psikologis oleh karena

keadaan hipoglikemia akan merangsang sistim simpato-adrenal (aktivasi

sistim saraf otonom). Gejala neurogenik/autonomik akan terjadi bila

konsentrasi/kadar glukosa darah mencapai sekitar 60 mg/dl. Sedangkan gejala

neuroglikopenik akan dialami bila kadar glukosa darah mencapai sekitar 50

mg/dl atau lebih rendah dan terjadi akibat berkurangnya suplai glukosa ke

otak. Konsensus PERKENI tahun 2015 mengelompokkan gejala dan tanda

hipoglikemik sebagai tanda dan gejala autonomik dan neuroglikopenik.6


22

Tabel 1. Gejala dan Tanda Hipoglikemia Pada Orang Dewasa.6

Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, Pucat, tahikardia,
gelisah, paresthesia, widened pulse
palpitasi, Tremulousness pressure

Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, Cortical-blindness,


pusing, confusion, hipotermia, kejang,
perubahan sikap, koma
gangguan kognitif,
diplopia,pandangan
kabur.

Secara garis besar hipoglikemia dibagi menjadi dua yaitu:

hipoglikemia puasa (post-absorptive) dan hipoglikemia reaktif (postprandial).

Tabel 2. Hipoglikemia Puasa dan Hipoglikemia Post Prandial. 10

Tipe Hipoglikemia Penyebab


Hipoglikemia reaktif - Menderita pre-diabetes atau berisiko untuk
(Post-prandial menjadi diabetes oleh karena dapat
hypoglycemia) menimbulkan masalah dalam hal
pengaturan jumlah insulin.
- Operasi lambung, oleh karena dapat
menyebabkan makanan terlalu cepat
melewati lambung menuju usus.
- Defisiensi ensim pencernaan sehingga
terjadi kesulitan untuk memetabolisme
makanan.
Hipoglikemia puasa - Obat-obatan tertentu seperti salisilat, derivat
(Fasting hypoglycemia) sulfa, quinine.
- Konsumsi alkohol dalam jumlah banyak
- Penyakit berat dan kondisi kritis
- Defisiensi hormon tertentu seperti
glukagon, epinefrin, GH dan kortisol
- Tumor pancreas atau tumor-tumor lain
23

yang dapat menghasilkan insulin maupun


senyawa yang menyerupai IGF-II
Hipoglikemia reaktif Penyebab eksogen:
dan Hipoglikemia puasa - Diabetes yang diterapi dengan insulin
- Diabetes yang diterapi dengan anti
diabetes oral
- Hipoglikemia factitia
Penyebab endogen:
- Insulinoma
- Hiperinsulinemia hipoglikemia pada
bayi
- Penyakit autoimmune
- Tumor extra pankreas
- Gangguan oksidasi asam lemak bebas
- Obat-obatan non-diabetes

a. Fasting hypoglycemia/ hipoglikemia puasa

Terjadi pada beberapa gangguan endokrin, seperti hipopituitarisme,

penyakit Addison, atau miksedema, juga pada gangguan fungsi hati seperti

alkoholisme akut atau gagal hati, pada gagal ginjal kronik terutama pada

pasien yang membutuhkan hemodialisis. Kejadian hipoglikemia pada

kasus-kasus tersebut umumnya terlihat jelas sebagai manifestasi sekunder.

Hipoglikemia puasa juga dapat menjadi manifestasi primer pada pasien

dewasa dengan gangguan endokrin yang tidak jelas atau gangguan

metabolik sejak lahir, contohnya hiperinsulinisme karena tumor sel B

pancreas, tumor ekstrapankreas dan atau penggunaan sulfonil urea yang

berlebihan. 11
24

b. Postprandial (reactive) hypoglycemia

Hipoglikemia postprandial adalah hipoglikemia yang terjadi 2-5 jam

setelah mengkonsumsi makanan; dapat terjadi karena sekresi insulin yang

berlebihan akibat peningkatan kadar glukosa darah setelah makan.

Hipoglikemia postprandial dapat terjadi pascagastrektomi (alimentary

hypoglycemia), sebagai gejala dini dari diabetes melitus (prediabetes)

serta dapat idiopatik, disebabkan alkohol, obat (seperti salisilat, beta

bloker, pentamidin, ACE inhibitor, disopiramid), dan peningkatan

sensitivitas insulin. 11

Diagnosis hipoglikemia postprandial berdasarkan gejala hipoglikemia

yaitu: gejala simpatetik (seperti gelisah, palpitasi, iritabilitas, tremor,

berkeringat), gejala neuroglukopenik (seperti lapar, pusing, penglihatan

kabur, kesulitan berpikir, pingsan), serta perasaan tak enak (seperti

muntah, sakit kepala). Gejala yang terjadi setelah makan secara bermakna

berhubungan dengan kadar glukosa darah yang rendah. Gejala terjadi 2-4

jam setelah makan dan tiba-tiba, umumnya mereda dalam 15-20 menit,

tidak lebih dari 30 menit. Selain itu juga harus disertai kadar glukosa
12
darah <50 mg/dL.

Menurut Yale et al dan Paluchamy, tingkat keparahan hipoglikemia

pada pasien DM di kategorikan sebagai betikut: 9


25

Tabel 4. Tingkat keparahan Hipoglikemia. 9

Ringan Rentang glukosa darah adalah 54 - 70 mg/dl. Terdapat gejala


autonom, yaitu tremor, palpitasi, gugup, takikardi, berkeringat,
dan rasa lapar. Pasien dapat mengobati sendiri.
Sedang Rentang glukosa darah adalah 40 - 54 mg/dl.Terdapat gejala
autonom dan neuroglikopenia, seperti bingung, rasa marah,
kesulitan konsenterasi, sakit kepala, lupa, mati rasa pada bibir
dan lidah, kesulitan bicara, mengantuk dan pandangan kabur.
Pasien dapat mengobati sendiri.
Berat Glukosa darah kurang dari 40 mg/dl. Terjadi kerusakan sistem
saraf pusat, dengan gejala perubahan emosi, kejang, stupor, atau
penurunan kesadaran. Pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk pemberian karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya.
Bisa terjadi ketidaksadaran pasien.

3. Pemeriksaan fisik

Jari ke 4 tangan kanan post amputasi. Ulkus kelas megit waner derajat

2, jumlah 1, lokasi jari ke 3 tangan kanan, tanpa eksudat, Tepi ireguler, kulit

sekitar eritema, tidak ada edema, tidak nyeri. Ulkus kelas megit waner derajat

2, jumlah 1, jari ke 1 kaki kiri, tanpa eksudat, Tepi ireguler, kulit sekitaitar

hitam, dasar hitam tidak ada edema, tidak nyeri. Ulkus diabetik merupakan

salah satu komplikasi kronik dari DMT2 yang sering ditemui. Ulkus diabetik

adalah penyakit pada kaki penderita diabetes dengan karakteristik adanya

neuropati sensorik, motorik, otonom dan atau gangguan pembuluh darah

tungkai. 9
26

Klasifikasi yang sering digunakan untuk menentukan derajat Ulkus

Diabetik adalah sistem klasifikasi wagner untuk memudahkan rencana terapi

serta menilai prognosis.

Tabel 3. Sistem Klasifikasi Wagner. 9

Grad Lesi Tatalaksana


e
0 Tidak ada lesi terbuka; dapat Pencegahan
berupa deformitas atau selulitis
1 Ulkus superficial Antibotik, control gula darah
2 Ulkus dalam hingga ke tendon Debridement, antibiotik, dan
atau kapsul sendi control gula darah
3 Ulkus dalam dengan abses, Debridement dan amputasi
osteomielitis, atau sepsis sendi minimal
4 Gangren lokal pada kaki depan Debridement dan amputasi
atau tumit luas
5 Gangren pada semua kaki Amputasi di bawah lutut.

Berdasarkan system klasifikasi wagner, ulkus kaki dibetik pada kasus

adalah klasifikasi derajat 1 yaitu lesi ulkus terletak superficial.

Tatalaksananya dengan peberian anti biotic dan control glukosa darah.

4. Hasil pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu pada tanggal 19-07-2021 adalah

GDS = 22 mg/dl. Berdasarkan klasifikasi hipoglikemia, penurunan kadar

glukosa darah dikatakan hipoglikemia ringan (mild) bila kadar glukosa darah

<70 mg/dl, hipoglikemia sedang (moderate) bila kadar glukosa darah <55

mg/dl dan, hipoglikemia berat (severe) bila kadar glukosa darah <40 mg/dl.
27

Hasil pemeriksaan GDS pasien pertama kali di IGD menunjukan bahwa

pasien mengalami hipoglikemia berat (GDS= 22 mg/dl). Kemudian setelah

diberikan tatalaksana awal, pemeriksaan GDS pasien selanjutnya dilakukan

tiap 24 jam. Berdasarkan guidline tatalaksana hipoglikemia, pemeriksaan

GDS harus dilakukan tiap 1 jam setelah tindakan tatalaksana awal.

Pemeriksaan GDS yang tidak sesuai dapat disebabkan karena RS yang belum

mampu untuk melakukan pemeriksaan GDS tiap jam atau dapat juga

disebabkan karena kekurangan sumber tenaga kesehatan. 9

5. Tatalaksana

a. Dextrose 40% 50 ml bolus intravena dan dextrose 10% 20 tpm

Infus dekstrosa diindikasikan sebagai cairan resusitasi pada terapi

intravena serta untuk keperluan hidrasi selama dan sesudah operasi.

Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin

kurang dari 25 mg/100ml). Kontraindikasi pada hiperglikemia. 13

Intravena dekstrosa merupakan terapi lini pertama pada pasien dengan

penurunan kesadaran yang tidak dapat menerima asupan oral. Pemberian

glukosa secara intravena harus diberikan dengan perhatian. Hal utama

yang harus diperhatikan adalah total kuantitas glukosa (dalam gram) yang

diberikan. Pemberian 50 ml dekstrosa 50% dinilai toksik untuk jaringan,

oleh karena itu pemberian 75-100 ml dekstrosa 20% atau 150-200

dekstrosa 10% lebih dianjurkan. Walaupun terdapat laporan nekrosis

jaringan yang menyebabkan amputasi akibat ektravasasi cairan glukosa


28

50% yang diberikan secara intravena, beberapa pedoman tatalaksana

hipoglikemia tetap menggunakan kadar glukosa tersebut. 13

b. IVFD NaCl 3% 12 tpm

NaCl 3% merupakan cairan hipertonik saline yang mana tiap 100 mL

NaCl 3% mengandung NaCl 3 g dan water for injection, pH sediaan; 5,8

(4,5-7,0), Osmolaritas larutan : 1030 mOsmol/liter. Konsentrasi elektrolit:

513 mEq/liter. Sediaan untuk injeksi diharuskan steril, bebas pirogen, dan

tidak mengandung bahan yang bersifat bakteriostatik atau antimikroba. 13

Saline hipertonik adalah cairan infus kristaloid yang terdiri dari NaCl

yang dilarutkan dalam air dengan konsentrasi natrium yang lebih tinggi

dari serum darah normal. Baik saline hipertonik (HS) 3% dan 5% saat ini

disetujui FDA untuk digunakan pada hiponatremia dan peningkatan

tekanan intrakranial (TIK). 14

Pada kasus ini saline hipertonik 3% diberikan kepada pasien tanggal

19 Juli 2021 sampai tanggal 20 Juli 2021 sebelum dilakukan pemeriksaan

elektrolit. Setelah dilakukan pemeriksaan elektrolit pada tanggal 21 Juli

2021 hasil pemeriksaan menunjukan pasien mengalami hiponatremia

berat tetapi pasien tidak diberikan NaCl 3%. Pemberian NaCl 3% pada

pasien di berikan pada tanggal 22 Juli 2021 sampai tanggal 23 Juli 2021.

Setelah itu pemeriksaan elektrolit tidak dilakukan lagi dikaenakan alat

pemeriksaanya rusak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Mason,dkk Pasien dengan hiponatremia dengan gejala berat harus


29

dikoreksi natrium serumnya secara bertahap dengan bolus salin

hipertonik. Selain itu kadar natrium harus dipantau secara berkala. Saline

hipertonik harus dihentikan setelah gejala pasien membaik atau mereka

memiliki peningkatan natrium serum yang memadai. 14

Cairan hipertonik mengandung konsentrasi zat terlarut yang lebih

tinggi dibandingkan dengan plasma dan cairan interstisial. Hal ini

menciptakan gradien osmotik dan mendorong cairan dari ruang

interstisial ke ruang intravaskular. Peningkatan volume intravaskular ini

meningkatkan tekanan arteri rata-rata (MAP), stroke volume (SV), dan

curah jantung (CO) bila dibandingkan dengan volume yang sama dari

normal saline atau cairan isotonik lainnya. Ada juga peningkatan yang

signifikan pada tekanan diastolik akhir dan penurunan resistensi

pembuluh darah paru. Saline hipertonik membutuhkan lebih sedikit

volume keseluruhan yang diberikan untuk mencapai volume plasma yang

sama dengan volume salin normal yang lebih besar. Saline hipertonik

merangsang pelepasan vasopresin dari kelenjar pituitari, yang

menurunkan kehilangan air melalui ginjal. 14

Pada pasien dengan hiponatremia berat, natrium serum harus dikoreksi

sebesar 4 sampai 6 mEq/L per hari, yang dapat dicapai dengan 100 mL

bolus 3% HS pada interval 10 menit hingga tiga bolus total. Beberapa

otoritas merekomendasikan hingga 8 mEq/L per hari. Pemberian melalui


30

kateter intravena perifer dapat diterima jika tidak ada akses lain yang

tersedia, tetapi akses vena sentral adalah rute yang lebih baik. 14

Ada beberapa efek samping yang terkait dengan salin hipertonik,

meskipun sebagian besar terkait dengan periode infus yang lebih lama,

dibandingkan dengan bolus. Salah satu efek samping yang mungkin

adalah asidosis metabolik hiperkloremik karena penambahan NaCl.

Pasien juga dapat mengalami hipernatremia dengan pemberian jangka

panjang karena alasan yang sama. Satu efek lain yang diketahui adalah

sindrom demielinasi osmotik, ketika hiponatremia berat dikoreksi terlalu

cepat. Efek samping yang paling umum terkait dengan rute pemberian

dan termasuk infeksi pada tempat IV, tromboflebitis, ekstravasasi, dan

hipervolemia. 14

Tidak ada kontraindikasi spesifik yang diketahui untuk salin

hipertonik, menurut FDA. Namun, perlu kehati-hatian dengan salin

hipertonik pada pasien dengan gagal jantung kongestif atau insufisiensi

ginjal karena beban cairan dan natrium yang sudah meningkat. 14

c. Omeprazole injeksi 40 mg/IV/12 jam

Penghambat pompa proton, yaitu omeprazole, esomeprazole,

lansoprazole, pantoprazole, dan rabendazole menghambat sekresi asam

lambung dengan cara menghambat sistem enzim adenosin trifosfatase

hidrogen-kalium (pompa proton) dari sel parietal lambung.


31

Efek samping yang dilaporkan yaitu; paraesthesia, vertigo, alopesia,

ginekomastia, impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang

parah, hiponatremia, bingung (sementara), agitasi dan halusinasi pada

sakit yang berat, gangguan penglihatan dilaporkan pada pemberian injeksi

dosis tinggi.

Indikasi pemberian omerazole pada pasien adalah karena dicurigai

mengalami stress ulcer. Menurut Guideline yang dipublikasikan oleh

American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) terapi yang

paling banyak digunakan dalam profilaksis stress ulcer adalah acid

suppressive therapy (AST) diantaranya adalah golongan Proton Pump

Inhibitor (PPI) dan antagonis H2. Omeprazol merupakan gologan proton

pump inhibitor yang dapat menjadi pilihan untuk mencegah perdarahan

pada saluran cerna karena omeprazol lebih efektif dalam menghambat

sekresi asam lambung (6-10 kali lebih efektif) jika dibandingkan dengan

ranitidin. Namun, pada awal pemberian terapi tidak semua proton pump

dinonaktifkan oleh PPI (hanya 30%) akibatnya terjadi penundaan dalam

mencapai efek penghambatan asam lambung yang maksimal. Oleh karena

itu, untuk mencapai penghambatan asam lambung yang optimal

diperlukan waktu sekitar 3 – 4 hari sampai semua proton pump dihambat

oleh PPI. Efek hambatan tersebut akan bersifat ireversibel dan bertahan

sampai 36 – 96 jam, sehingga pemberian omeprazol dalam jangka

panjang tidak akan berdampak signifikan pada penurunan sekresi asam


32

lambung sampai terbentuk kembali pompa proton yang baru. Dosis

Omeprazole untuk profilaksis ulcer dapat diberikan 1x 40 mg/ml

intravena atau 2x40 mg/ml intravena. Namun, penghambatan omeprazol

terhadap sekresi asam lambung yang cukup besar dapat memicu

terjadinya kolonisasi bakteri pada laring, esofagus dan paru-paru.

Akibatnya, dapat terjadi peningkatan risiko pneumonia.

d. Pemberian Tiga Antibiotik

Pemberian Tiga antibiotik pada pasien merupakan tatalaksana untuk

ulkus diabetiknya. Menurut The Infectious Diseases Society of America

membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu:

1) Infeksi ringan: apabila didapatkan eritema <2 cm.

2) Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema >2 cm.

3) Infeksi berat: apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.

Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan pemberian

antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik

dan anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi

imipenem-cilastatin, Blactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan

piperacilin-tazobactam) dan cephalosporin spektrum luas. Apabila hasil

kultur belum ada, maka yang dilakukan di lapangan adalah pemberian

antibiotik triple blind therapy yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin,

dan Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik


33

spektrum luas, yang dapat mencegah berkembangnya bakteri gram

positif, gram negatif, maupun bakteri anaerob.

Tetapi menurut penelitian penelitian yang dilakukan oleh Muhartono

dan Sari, sebagaimana menurut criteria wagner yaitu untuk ulkus diabetic

derajad 2 terapinya dengan pemberian anti biotic serta mengontrol gula

darah. Antibiotik yang diberikan cukup dengan 2 jenis antibiotik saja

yaitu golongan sefalosporin generasi kedua yang bersifat spectrum luas di

kombinasi dengan antibiotic golongan anaerob sehingga pemberian

antibiotik pada kasus ini tidak sesuai dengan criteria wagner tetapi kalau

berdasarkan The Infectious Diseases Society of America. 16

e. Ceftriaxone injeksi 2 gr/IV/12 jam

Ceftriaxone merupakan Anti mikroba golongan sefalosporin generasi

ke tiga. Indikasi; infeksi bakteri gram positif dan gram negatif.

Kontraindikasi; alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.

Kontraindikasi untuk bayi di bawah 6 bulan. Efek samping; mual dan

muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi

berupa ruam, pruritus, urtikaria, serum sickness-like reactions dengan

ruam, demam dan artralgia, anafilaksis, sindroma Stevens-Johnson,

nekrolisis epidermal toksis, gangguan fungsi hati, hepatitis transien dan

kolestatik jaundice; eosinofil, gangguan darah (trombositopenia,

leukopenia, agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik); nefritis


34

interstisial reversibel, gangguan tidur, hiperaktivitas, bingung, hipertonia

dan pusing, nervous.

Dosis: pemberian secara injeksi intramuskular dalam,

bolus intravena  atau infus. 1 g/hari dalam dosis tunggal. Pada infeksi

berat: 2-4 g/hari dosis tunggal. Dosis lebih dari 1 g diberikan pada dua

tempat atau lebih. Diberikan dalam dosis tunggal. Bila lebih dari 50

mg/kg bb, hanya diberikan secara infus intravena.  13

f. Metronidazole 500 mg/IV/8 jam

Indikasi: pencegahan infeksi anaerob pasca operasi, giardiasis

karena Giardia lambliasis. Kontraindikasi; Hipersensitivitas dan

kehamilan trimester pertama. 13

Efek samping jarang: anafilaksis. sangat jarang: agranulositosis,

neutropenia, trombositopenia, pansitopenia, gangguan psikotik termasuk

kebingungan dan halusinasi, ensefalopati (contoh: kebingungan, demam,

sakit kepala, halusinasi, paralisis, sensitif terhadap cahaya, gangguan

penglihatan dan gerakan, leher kaku. 13

Dosis untuk infeksi anaerob oral: dosis awal 800 mg, kemudian 400

mg tiap 8 jam atau 500 mg tiap 8 jam. Rektal: 1 gram tiap 8 jam selama 3

hari, kemudian 1 gram tiap 12 jam. Infus intravena: 500 mg tiap 8 jam

dengan kecepatan 5 ml/menit. Untuk pemberian profilaksis infeksi

anaerob terutama setelah operasi: oral: 400 mg tiap 8 jam dimulai 24 jam

sebelum operasi, dilanjutkan sesudah operasi


35

secara intravena atau rektal sampai pemberian oral dapat dilakukan

lagi.13

g. Ciprofloxacin 200 mg/IV/12 jam

Indikasi; infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Profilaksis

pada bedah saluran cerna bagian atas. Efek Samping: flatulen, disfagia,

pankreatitis, takikardia, hipotensi, udem, kemerahan, berkeringat,

gangguan dalam bergerak, tinnitus, vaskulitis, tenosinovitis, eritema,

nodosum, hemorrhagic bullae, petechiae dan hiperglikemia; nyeri dan

flebitis pada tempat penyuntikan. Dosis oral:  Profilaksis bedah, 750 mg

60-90 menit sebelum operasi. Injeksi intravena: (selama 30-60 menit),

200-400 mg dua kali sehari.

h. Paracetamol 1 gr/IV/8 jam

Indikasi; nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut gigi,

pireksia. Kontraindikasi: gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas.

Efek Samping: jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi

reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah (termasuk

trombositopenia, leukopenia, neutropenia), hipotensi juga dilaporkan

pada infus, penggunaan jangka panjang dan dosis berlebihan atau

overdosis dapat menyebabkan kerusakan hati, lihat pengobatan pada

keadaan darurat karena keracunan. 13

Dosis: oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram per

hari; anak–anak umur 2 bulan 60 mg untuk pasca imunisasi pireksia,


36

sebaliknya di bawah umur 3 bulan (hanya dengan saran dokter) 10 mg/kg

bb (5 mg/kg bb jika jaundice), 3 bulan–1 tahun 60 mg–120 mg, 1-5 tahun

120–250 mg, 6–12 tahun 250– 500 mg, dosis ini dapat diulangi setiap 4–6

jam jika diperlukan (maksimum 4 kali dosisdalam 24 jam), infus

intravena lebih dari 15 menit, dewasa dan anak–anak dengan berat badan

lebih dari 50 kg, 1 gram setiap 4–6 jam, maksimum 4 gram per hari,

dewasa dan anak–anak dengan berat badan 10 -50 kg, 15 mg/kg bb setiap

4–6 jam, maksimum 60 mg/kg bb per hari.

Pada pasien diberikan dosis paracetamol 1 gr/IV/8 jam. Berdasarkan

pemberian dosis kepada pasien dengan berat badan 43 kg makan dosis

paracetamol yang diberikan adalah 15 mg/kgbb. Hasil yang diperoleh

adalah 645 mg dosis paracetamol yang dapat diberikan dalam satu kali

pemberian. Sehingga perlu diwaspadai efek samping dari dosis berlebihan

atau overdosis dari paracetamol yang dapat menyebabkan kerusakan

hati.13
37

Hipoglikemia

GDS <70mg/dl atau kadar glukosa <80mg/dl dengan gejala klinis

Pasien Tidak Sadar Pasien Sadar (Hipogikemia


(Hipoglikemia Berat) Ringan – Sedang)

- Dextrose 40% sebanyak 50 ml - Berikan larutan glukosa murni 20-


diberikan bolus intravena 30gr (2 sendok mkana) atau syrup/
- Infus dextrose 10% 8 jam/kolf permen gula murni
- Pantau glukosa darah setiap 30 - OHO dihentikan sementara
menit - Pantau kadar glukosa darah setelah
1 - 2 jam
- Pertahankan kadar glukosa >100
Pasien Belum Sadar Pasien
Sadar mg/dl bila sebelumnya tidak sadar
- cari penyebab

- Pantau glukosa darah setia 15 menit


- Bila GDS >100 mg/dl 3 kali
setelah injeksi
berturut – turut, pantau GDS tiap 2
- Glukosa darah masih <50 mg/dl.
jam,dengan protocol sebelumnya.
Ulangi bolus dextrose 40% sebanyak
- Bila GDS >200 mg/dl,
50 ml
pertimbangkan ganti infuse dengan
- Glukosa darah masih <100 mg/dl.
dextrose 5% atau NaCl 0,9%.
Ulangi bolus dextrose 40% sebanyak
25 ml
- Glukosa darah 100-200 mg/dl
- Bila GDS >100 mg/dl 3 kali
lanjutkan dextrose 10%, tanpa
berturut – turut, pantau GDS tiap 4
pemberian dextrose 40%
jam, dengan protocol sesuai diaats
- Glukosa darah >200 mg/dl
- Bila GDS >200 mg/dl,
pertimbangkan turunkan kecepatan
pertimbangkan ganti infuse dengan
drips dextrose 10%.
dextrose 5% atau NaCl 0,9%
38

Bila Hipoglikemia
Belum Teratasi - Bila GDS >100 mg/dl 3 kali
berturut – turut, pantau GDS tiap
- Glukagon 0,5-1 mg IV atau IM 4 jam. pemeriksaan GDS dapat
- Hidrokortison 100 mg/4 jam selama dierpanjang sesuai kebutuhan
12 jam atau Dexamethason 10 mg IV sampai efek obat penyebab
bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam hipoglikemia diperkirakan sudah
dan manitol IV 1 1/2 – 2 gr/kgBB habis dan pasien sudah dapat
setiap 6-8 jam makan seperti biasa
- Bila Hipoglikemia sudah teratasi tapi
paien belum sadar maka cari
penyebab lain kesadaran menurun

Gambar 1. Algoritma Terapi Hipoglikemia.7


DAFTAR PUSTAKA

1. Infodatin. 2020. Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Melitus. Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. ISSN: 2442-7659.

2. PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus

Tipe 2 di Indonesia. Academia. Jakarta. 6

3. Afisa, E. 2019. Tingkat Kelelahan Pasien Diabetes Mellitus yang Berobat di

Poliklinik Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. Skripsi. Universitas

Sumatera Utara. Medan. 31-32

4. Decroli, E. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas Andalas. Padang.

5. Soegondo, S. 2016. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI: Farmakoterapi Pada

Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2. Internal Publishing. Jakarta.

2330-2336.

6. Tresnawati, W., Saputri, AF. 2015. Review: Analisis Penentuan Glibenklamide

Dalam Pharmaceutical Dosage Forms. Farmaka Suplemen. 14(2). 233

7. Kurniawan, dkk. 2016. Optimization of Polyethilen Glycol and

Polyvinylpirolidone Combination as the Carrier in Glibenclamide Solid

Dispersion with Factorial Design. E-Journal. 4(1). 28.

8. Sari, R. 2014. Studi Literatur Interaksi Obat Pada Peresepan Pasien Diabetes

Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Penembahan Senopati Bantul

Yogyakarta Periode Desember 2013. Skripsi. Universitas Sanata Dharma.

Yogyakarta. 35.

39
9. Rusdi,M. 2020. Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus. Research Gate.

2(2): 84-85.

10. Mansyur, A.M.A. 2018. Hipoglikemia Dalam Praktik Sehari – hari. Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.

38-50.

11. Masharani, U. 2015. Diabetes Mellitus and Hypoglycemia Current Medical

Diagnosis and Treatment 54th. Edition. 1229-35

12. Imanuel, S., Alvina. 2009. Hipoglikemia Post Prandial. Majalah Kedokteran

Indonesia. Unversitas Indonesia. Jakarta. 59(7). 334-336.

13. PIONAS. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional Badan Pengawas Obat dan

Makanan. Diakses pada tanggal 04 September 2021.

http://pionas.pom.go.id/monografi/omeprazol

14. Mason, dkk. 2021. Hypertonic Fluid. NCBI. Di akses pada tanggal 09 September

2021. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542194

15. Nur, dkk. 2017. Characteristics Of Ulcer Among Diabetes Mellitus Patient In
Rsud Dr. Zainal Abidin And Rsud Meuraxa Banda Aceh. Buletin Penelitian
Kesehatan. 45(3). 56-58.
16. Muhartono, Sari. 2017. Ulkus Kaki Diabetik Kanan dengan Diabetes Melitus
Tipe 2. Journal Agromed Unila.4(1). 137.

40

Anda mungkin juga menyukai