Anda di halaman 1dari 23

Makalah Keperawatan Medikal Bedah II

“Asuhan Keperawatan Terhadap Klien Dengan Osteomyelitis”

DOSEN PENGAMPU :

DISUSUN
OLEH :
Kelompok 3
1. Arrahma Chantesa ()
2. Dinda Nabila (P032114401053)
3. Hafshah Ramadhani ()

Tingkat 2B

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
2022/2023
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
II. Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II . Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi, kelompok
1 dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini.Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Pekanbaru, 30 Februari 2023

Kelompok 1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteomielitis merupakan infeksi yang terjadi pada tulang umumnya disebabkan oleh
bakteri Escherichia coli, streptococcus pyogenes atau staphylococcus aureus (Adidharma,
Asmara, & Dusak, 2019). Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi mikrobakterium dan jamur juga dapat menyebabkan osteomielitis jika
mereka menginvasi tulang (Jannah, 2019). Osteomielitis yaitu infeksi dari jaringan tulang
yang mencakup sumsum dan atau kortek tulang berupa eksogen (infeksi yang masuk dari luar
tubuh) atau hematogen (unfeksi yang berasal dari luar tubuh) (Adidharma et al., 2019).

Secara umum prevalensi osteomielitis lebih tinggi pada negara berkembang. Di


Amerika Serikat insiden osteomielitis yaitu 1 dari tiap 5.000 orang, dan 1 dari 1.000 bayi
(Kremers, 2015). Insiden pertahun pada pasien sickle cell berkisar 0,36%. Prevalensi
osteomielitis setelah adanya trauma pada kaki dapat meningkat yaitu 16 %, jika dibandingkan
antara laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Angka kematian osteomielitis rendah, biasanya
disebabkan sepsis atau kondisi medis serius yang menyertai (Jannah, 2019). Sebuah study di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa angka kejadian osteomielitis setiap tahunnya
meningkat, pada tahun 2005-2010 mencapai 11,4 per 100.000 kasus pertahun. Pada tahun
2013-2018 menjadi 24,4 kasus per 100.000 orang pertahun (Kremers, 2015).

Di indonesia terdapat beberapa laporan kasus osteomielitis ekstremitas bawah pada


salah satu rumah sakit dengan kasus sebanyak 36 kasus dengan rentan usia yaitu 40-59 tahun
(M Rifaldi, Adinta, 2019). Berdasarkan penelitian Kremers rentan usia yang mengalami
osteomielitis adalah >80 tahun (Kremers, 2015). Di indonesia osteomielitis masih menjadi
masalah karena tingkat higienis yang masih rendah dan pengertian mengenai pengobatan
yang belum baik, diagnosis yang terlambat sehingga berakhir pada osteomielitis kronis,
angka tiberkulosis tulang yang masih tinggi, pengobatan osteomilitis membutuhkan waktu
lama dan biaya tinggi, serta banyak pasien dengan fraktur terbuka yang datang terlambat dan
sudah menjadi osteomielitis (Jannah, 2019). Insidensi osteomielitis setelah fraktur terbuka
berkisar 2% sampai 16%, tergantung pada derajat trauma dan terapi yang didapat (Jannah,
2019).
Osteomielitis dapat timbul akut maupun kronik. Bentuk akut ditandai dengan adanya
awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Sedangkan
osteomielitis kronik akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik (M
Rifaldi, Adinta, 2019). Osteomielitis karena trauma langsung dan osteomielitis
perkontinuitatum umum sering terjadi pada usia dewasa dan remaja dibandingkan pada usia
anak-anak (Jannah, 2019). Tulang vertebra dan pelvis paling sering terkena pada kasus
dewasa, sedangkan osteomielitis pada anak biasanya mengenai tulang panjang (Jannah,
2019). Tibia merupakan tulang yang paling sering terjadi osteomielitis post trumatika, karena
merupakan tulang yang peka, dengan asupan darah yang kurang kuat (Jannah, 2019).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membuat “Asuhan keperawatan pada klien
dengan osteomyelitis”.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan Osteomyelitis?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis asuhan keperawatan pada klien
dengan kasus osteomyelitis.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui konsep dasar dari penyakit osteomyelitis.
2. Mengetahui pengkajian pada klien dengan masalah kesehatan Orteomyelitis.
3. Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan
Orteomyelitis
4. Mengetahui rencana asuhan keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan
Orteomyelitis.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis


Diharapkan pada hasil penulisan laporan dapat bermanfaat bagi bidang pendidikan
keperawatan terutama bagi keperawatan medikal bedah. Laporan ini juga diharapkan dapat
menjadi dasar dalam pengembangan ilmu mengenai intervensi keperawatan yang diberikan
pada pasien dengan Orteomyelitis. Selain itu juga, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan
sumber informasi terkini bagi institusi pendidikan. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
menjadi masukan serta ide untuk meneliti lebih lanjut mengenai tindakan keperawatan yang
sudah sesuai SDKI, SLKI, dan SIKI yang dapat diberikan pada pasien dengan diagnosa
medis Orteomyelitis.

1.4.2 Manfaat praktis


Laporan ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi bidang keperawatan terkait
perawatan agar dapat menerapkan intervensi yang telah dilakukan menjadi penanganan rutin
pada pasien dengan diagnosa Orteomyelitis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Medik

2.1.1 Definisi
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan atau
kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hemotogen (infeksi
yang berasal dari dalam tubuh). (Reeves, 2001:257). Osteomyelitis adalah infeksi substansi
tulang oleh bakteri piogenik (Overdoff, 2002:571). Sedangkan menurut Bruce, osteomyelitis
adalah infeksi pada tulang yang disebabkan oleh mikroorganisme. Osteomyelitis biasanya
merupakan infeksi bakteri, tetapi mikrobakterium dan jamur juga dapat menyebabkan
osteomyelitis jika mereka menginvasi tulang (Ros, 1997:90). Menurut Price (1995:1200).
Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang. Osteomyelitis akut adalah infeksi tulang
panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal akut atau trauma tulang, biasanya disebabkan
oleh escherichia coli, staphylococcus aureus, atau streptococcus pyogenes (Tucker,
1998:429).

Jadi pengertian osteomyelitis yang paling mendasar adalah infeksi jaringan tulang
yang mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri piogenik.
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan
demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik
adalah akibat dari osteomyelitis akut yang tidak ditangani dengan baik (Price, 1995:1200).
Ada dua macam infeksi tulang menurut Robbins dan Kumar (1995:463-464) yaitu :

1. Osteomyelitis piogenik hematogen


Biasanya terjadi pada anak-anak, osteomyelitis piogenik hematogen terutama
disebabkan oleh staphylococcus aureus kemudian diikuti oleh bacillus colli.
Kecuali samonela, osteomyelitis hematogen biasanya bermanisfestasi sebagai
suatu penyakit demam sistemik akut yang disertai dengan gejala nyeri setempat,
perasaan tak enak, kemerahan dan pembengkakan.
2. Osteomyelitis tuberkulosis
Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung mengenai rongga sendi. Daerah
yang sering kena adalah tulang-tulang panjang dari ekstremitas dan tulang
belakang. Osteomyelitis tuberkulosis dapat menyebabkan deformitas yang serius
(kifosis, skoliosis) berkaitan dengan destruksi dan perubahan sumbu tulang
belakang dari posisi normalnya.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi


Kerangka tulang dibagi menjadi dua bagian yaitu kerangka aksial dan kerangka
apendikular. Kerangka aksial adalah unit inti pusat, terdiri dari tengkorak, tulang belakang,
tulang rusuk, dan tulang dada. Sedangkan rangka apendikular terdiri dari tulang-tulang
ekstremitas.

Rangka manusia terdiri dari 213 tulang, dimana 126 merupakan bagian dari rangka
apendikular, 74 merupakan bagian dari rangka aksial, dan enam merupakan bagian dari
tulang-tulang pendengaran.

Osteomielitis hematogen paling sering melibatkan tulang vertebra, tetapi infeksi juga
dapat terjadi pada metafisis tulang panjang, panggul, dan klavikula. 

Osteomielitis vertebra biasanya melibatkan dua vertebra yang berdekatan dengan


diskus intervertebralis yang sesuai. Tulang belakang lumbar paling sering terkena, diikuti
oleh daerah toraks dan serviks. Suatu bentuk osteomielitis hematogen yang lebih sering
terjadi pada bayi dan anak-anak dan berkembang di metafisis.

Osteomielitis pascatrauma dimulai di luar korteks tulang dan masuk ke dalam kanal
meduler, biasanya ditemukan di tibia tetapi dapat terjadi di tulang mana pun. Osteomielitis
contiguous focus sering terjadi pada tulang kaki pada pasien dengan diabetes mellitus dan
gangguan vaskular.
2.1.3 Etiologi
Penyebab paling sering adalah staphylococcus aerus (70% - 80%). Organisme
penyebab yang lain adalah salmonela streptococcus dan pneumococcus (Overdoff,
2002:571). Luka tekanan, trauma jaringan lunak, nekrosis yang berhubungan dengan
keganasan dan terapi radiasi serta luka bakar dapat menyebabkan atau memperparah proses
infeksi tulang. Infeksi telinga dan sinus serta gigi yang berdarah merupakan akibat dari
osteomyelitis pada rahang bawah dan tulang tengkorak. Faktur compound, prosedur operasi
dan luka tusuk yang dapat melukai tulang pokok sering menyebabkan traumatik
osteomyelitis. Osteomyelitis sering ditemukan pada orang yang lebih tua karena faktor
penyebabnya berhubungan dengan penuaan (Reeves, 2001:273).

Adapun penyebab-penyebab osteomielitis ini adalah:

1. Bakteri

Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalahStaphylococcus


aureus (70 %-80 %), selain itu juga bisa disebabkan olehEscherichia coli, Pseudomonas,
Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.

2. Virus
3. Jamur
4. Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalamiinfeksi
melalui 3 cara:
1. Aliran darah
Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain
ketulang. Infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan (pada
anak-anak) dan di tulang belakang (pada dewasa).
Orang yang menjalani dialisa ginjal dan penyalahguna obat suntik
ilegal,rentan terhadap infeksi tulang belakang (osteomielitis vertebral). Infeksi
juga bisaterjadi jika sepotong logam telah ditempelkan pada tulang, seperti
yang terjadi pada perbaikan panggul atau patah tulang lainnya.
2. Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah
tulangterbuka, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar
yangmenembus tulang. Infeksi ada sendi buatan, biasanya didapat selama
pembedahandan bisa menyebar ke tulang di dekatnya.
3. Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.
Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah
beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah
yangmengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau
ulkus dikulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah atau diabetes
(kencing manis).Suatu infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa menyebar ke
tulang tengkorak

2.1.4 Patofisiologi
Osteomyelitis paling sering disebabkan oleh staphylococcus aureus. Organisme
penyebab yang lain yaitu salmonella, streptococcus, dan pneumococcus. Metafisis tulang
terkena dan seluruh tulang mungkin terkena. Tulang terinfeksi oleh bakteri melalui 3 jalur :
hematogen, melalui infeksi di dekatnya atau scara langsung selama pembedahan. Reaksi
inflamasi awal menyebabkan trombosis, iskemia dan nekrosis tulang. Pus mungkin menyebar
ke bawah ke dalam rongga medula atau menyebabkan abses superiosteal. Suquestra tulang
yang mati terbentuk. Pembentukan tulang baru dibawah perioteum yang terangkan diatas dan
disekitar jaringan granulasi, berlubang oleh sinus-sinus yang memungkinkan pus keluar
(Overdoff, 2002:541, Rose, 1997:90).

2.1.5 Manifestasi klinik


Gejala umum akut seperti demam, toksemia, dehidrasi, pada tempat tulang yang
terkena panas dan nyeri, berdenyut karena nanah yang tertekan kemudian terdapat tanda-
tanda abses dengan pembengkakan (Overdoff, 2002:572).

Osteomielitis akut dapat muncul secara bertahap dengan onset selama beberapa hari
tetapi biasanya bermanifestasi secara dalam dua minggu. Gejala lokal yang sering timbul
antara lain eritema, pembengkakan, panas di tempat infeksi, nyeri tumpul dengan atau tanpa
gerakan dan terkadang gejala konstitusional seperti demam atau kedinginan. 

Pada osteomielitis kronis, gejala dapat terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama,
biasanya lebih dari dua minggu. Pasien juga dapat mengalami pembengkakan, nyeri, dan
eritema di tempat infeksi, tetapi gejala konstitusional seperti demam lebih jarang terjadi. 
Nyeri tekan pada palpasi pada tulang vertebra mungkin merupakan temuan signifikan
pada osteomielitis vertebra. Kemampuan untuk memeriksa ulkus ke tulang dengan instrumen
steril tumpul sangat sugestif dari osteomielitis.

2.1.6 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul dengan osteomielitis yang tidak diobati
dengan benar :

1) Artritis Septik
2) Fraktur Patologis
3) Karsinoma sel skuamosa
4) Pembentukan saluran sinus
5) Amiloidosis
6) Abses
7) Deformitas Tulang
8) Infeksi Sistemik
9) Infeksi jaringan lunak yang berdekatan

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memeriksa ada atau tidaknya
leukositosis, peningkatan ESR, dan protein C-reaktif (CRP). Tingkat CRP berkorelasi
dengan respons klinis terhadap terapi dan dapat digunakan untuk memantau
pengobatan. Kultur darah bisa positif, terutama pada osteomielitis hematogen yang
melibatkan vertebra, klavikula, atau pubis.
Hitung darah lengkap (CBC) berguna untuk mengevaluasi leukositosis dan
anemia. Leukositosis sering terjadi pada osteomielitis akut sebelum terapi. Jumlah
leukosit jarang melebihi 15.000/µL secara akut dan biasanya normal pada
osteomielitis kronis. 
Tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) dan tingkat protein C-reaktif (CRP)
biasanya meningkat. Dalam metastatik dan beberapa penyakit tulang metabolik,
alkaline phosphatase (ALP), kalsium, dan fosfat meningkat, tetapi mereka dalam
batas normal pada osteomielitis. 
Kultur darah positif hanya pada 50% kasus osteomielitis, dan harus diperoleh
sebelum atau setidaknya 48 jam setelah pengobatan antibiotik. Meskipun kultur
saluran sinus tidak memprediksi keberadaan organisme gram negatif, kultur ini
membantu untuk mengkonfirmasi Staphylococcus aureus.
Biopsi tulang baik terbuka atau perkutan penting untuk menegakkan diagnosis
histopatologi pada osteomielitis, mengidentifikasi patogen penyebab, dan
menyediakan data kerentanan yang membantu terapi antibiotik langsung. 
Kultur luka superfisial atau saluran sinus tidak boleh digunakan dalam
diagnosis karena spesimen ini tidak berkorelasi baik dengan hasil biopsi tulang. Pada
pasien dengan kultur darah positif dan bukti radiografis osteomielitis, biopsi tulang
mungkin tidak terlalu berguna. 
Biopsi tulang terbuka lebih umum dilakukan daripada biopsi perkutan, jika
memungkinkan. Penghentian antibiotik 48 sampai 72 jam sebelum biopsi tulang
terbuka dapat meningkatkan hasil mikrobiologis tetapi tidak secara rutin diperlukan
karena kultur tulang sering positif terlepas dari terapi antibiotik sebelumnya karena
infeksi ini terjadi di area infark atau nekrosis yang diinduksi infeksi. 
Biopsi perkutan harus dilakukan melalui kulit yang utuh untuk mencegah
kesalahan pengambilan sampel, dan panduan fluoroskopi atau CT. Biopsi perkutan
harus dilakukan idealnya sebelum memulai terapi antibiotik, jika memungkinkan,
untuk meningkatkan hasil mikrobiologis. Biasanya yang direkomendasikan adalah
pengambilan 2 sampel, satu untuk histopatologi dan yang lainnya untuk kultur dan
pewarnaan gram.
2. Radiografi
Radiografi Konvensional

Radiografi konvensional adalah pemeriksaan pencitraan awal pada presentasi


osteomielitis akut. Hal ini membantu untuk menginterpretasikan radiografi saat ini
dan lama bersama-sama. Temuan radiografi termasuk penebalan atau peninggian
periosteal, serta penebalan kortikal, sklerosis, dan ketidakteraturan. Perubahan lain
termasuk hilangnya arsitektur trabekular, osteolysis, dan pembentukan tulang baru.

Perubahan ini mungkin tidak terlihat sampai 5-7 hari pada anak-anak dan 10-
14 hari pada orang dewasa. Film polos menunjukkan perubahan litik setelah
setidaknya 50-75% dari matriks tulang dihancurkan. Oleh karena itu, pemeriksaan
radiografi negatif tidak menyingkirkan diagnosis osteomielitis akut.
Penyembuhan patah tulang, kanker, dan tumor jinak mungkin tampak serupa
pada film biasa. Perubahan halus dapat menunjukkan fokus yang berdekatan atau
osteomielitis kronis. 
3. CT Scan
Computed tomography (CT) berguna untuk memandu biopsi jarum pada
infeksi tertutup dan untuk perencanaan pra operasi untuk mendeteksi kelainan tulang,
benda asing, atau tulang nekrotik dan jaringan lunak. I
CT Scan dapat membantu dalam penilaian integritas tulang, gangguan
kortikal, dan keterlibatan jaringan lunak. Ini juga dapat mengungkapkan edema.
Fistula intraosseous dan defek kortikal yang mengarah ke saluran sinus jaringan lunak
juga ditunjukkan pada CT. Meskipun CT mungkin berperan dalam diagnosis
osteomielitis, fenomena scatter dapat mengakibatkan hilangnya resolusi gambar yang
signifikan ketika logam berada di dekat area peradangan. 
4. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas yang sangat berguna
dalam mendeteksi osteomielitis dan mengukur keberhasilan terapi karena
sensitivitasnya yang tinggi dan resolusi spasial yang sangat baik. Luas dan lokasi
osteomielitis ditunjukkan bersama dengan perubahan patologis sumsum tulang dan
jaringan lunak. 
5. Ultrasonografi
Pada ultrasonografi (US), adanya pengumpulan cairan yang berdekatan
dengan tulang tanpa mengganggu jaringan lunak biasanya menunjukkan osteomielitis.
Temuan lain pada USG termasuk elevasi dan penebalan periosteum. USG mungkin
juga berguna dalam kasus dengan perangkat keras ortopedi atau pada pasien yang
tidak dapat menjalani MRI.
6. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi
oleh bakteri Salmonella.

2.1.8 Penatalaksanaan
Sasaran awal adalah untuk mengontrol dan memusnahkan proses infeksi
(Boughman, 2000:389).
1. Imobilisasi area yang sakit : lakukan rendam salin noral hangat selama 20 menit
beberapa kali sehari.
2. Kultur darah : lakukan smear cairan abses untuk mengindentifikasi organisme dan
memilih antibiotik.
3. Terapi antibiotik intravena sepanjang waktu.
4. Berikan antibiotik peroral jika infeksi tampak dapat terkontrol : teruskan selama 3
bulan.
5. Bedah debridement tulang jika tidak berespon terhadap antibiotik pertahankan terapi
antibiotik tambahan.
2.1.9 Pathway

Trauma

Luka tembus/terbuka

Staphylococcus
Luka tekanan, trauma
aureus
jaringan lunak,
nekrose berhubungan
dengan keganasan, Faktur compound,
terapi radiasi serta prosedur operasi,
luka bakar Kuman masuk luka tusuk yang
melukai tulang

Metafisis tulang

Reaksi inflamasi

Pertahanan tubuh
menurun

Osteomyelitis

Kerusakan jaringan
Pembedahan Hospitalisasi
tulang
Insisi pembedahan Mis
Infeksi berlebihan
Gerak terbatas interpretasi

Port de’entry
Abses tulang
Kurang
Imobilisasi pengetahuan

Nekrosis tulang Kuman masuk


pembentukan
squestrum

Pertahanan sekunder
menurun Kelemahan Peningkatan
peristaltik usus
Perubahan bentuk
(ankylosing)

Resti penyebaran
infeksi Personal
hygiene Konstipasi
terganggu
Fungsi tulang
menurun

Terputusnya Kurang
Kemampuan perawatan
kontinuitas jaringan Gangguan
melakukan diri : personal eliminasi BAB :
pergerakan menrun hygiene Konstipasi

Merangsang syaraf
mielin C

alarmnyeri

Gangguan rasa
nyaman : nyeri
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian
1. Identitas

Meliputi: Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang


digunakan,status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asusransi, golongan darah,
nomorregister, tanggal masuk rumahsakit, dan diagnosa medis. Pada umumnya,
keluhanutama pada kasus osteomelitis adalah nyeri hebat.Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawatdapat menggunakan metode
PQRST :

a. Provoking incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah proses
supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma pada daerah
metafisis, merupakan salah satu faktor predis posisi terjadinya osteomielitis
hematogen akut.
b. Quality of pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat
menusuk
c. Region, radiation, relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat,nyeri
tidak menjalar atau menyebar
d. Severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan klien secara subjektif anatara 2-3
pada rentang skala pengukuran 0-4
e. Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan SekarangBiasanya klien datang kerumah sakit dengan
keluhan awitan gejalaakut (misalnya : nyeri lokal, pembengkakan, eritema,
demam) atau kambuhankeluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan
dan demam sedang.
b. Riwayat Kesehatan DahuluKlien biasanya perrnah mengalami penyakit yang
hampir sama dengansekarang, atau penyakit lain yang berhubungan tulang,
seperti trauma tulang,infeksi tulang, fraktur terbuka, atau pembedahan tulang, dll.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga Kaji apakah keluarga klien memiliki penyakit
keturunan, namun biasanya tidak ada penyakit Osteomielitis yang diturunkan.
3. Pemeriksaan fisik

Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek
biladipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek
sistemikmenunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah
bengkak, nyeri, maupun eritema.

4. Pengkajian dengan Pendekatan 11 fungsional Gordona


a. Persepsi dan Manajemen Kesehatan: Klien biasanya tidak mengerti bahwa
penyakit yang ia diderita adalah penyakit yang berbahaya. Perawat perlumengkaji
bagaimana klien memandang penyakit yang dideritanya, apakahklien tau apa
penyebab penyakitnya sekarang.
b. Nutrisi Metabolik: Biasanya pada pasien mengalami penurunan nafsu
makankarena demam yang ia diderita.
c. Eliminasi: Biasanya pasien mengalami gangguan dalam eliminasi karena pasien
mengalami penurunan nafsu makan akibat demam.
d. Aktivitas Latihan: Biasaya pada pasien Osteomietis mengalami
penurunanaktivitas karena rasa nyeri yang ia rasakane.
e. Istirahat Tidur: Pasien biasanya diduga akan mengalami susah tidur karenarasa
nyeri yang ia rasakan pada tulangnya.
f. Kognitif Persepsi: Biasanya klien tidak mengalami gangguan dengankognitif dan
persepsinya.
g. Persepsi Diri Konsep Diri: Biasanya pasien memiliki perilaku menarik
diri,mengingkari, depresi, ekspresi takut, perilaku marah, postur tubuh
mengelak,menangis, kontak mata kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
h. Peran Hubungan: Biasanya pasien mengalami depresi dikarenakan penyakityang
dialaminya. Serta adanya tekanan yang datang dari lingkungannya. Danklien juga
tidak dapat melakukan perannya dengan baik.
i. Seksual Reproduksi: Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalammasalah
seksual.
j. Koping Toleransi Stress: Biasanya pasien mengalami stress ysng beratkarena
kondisinya saat itu.
k. Nilai Kepercayaan: Pola keyakinan perlu dikaji oleh perawat terhadap klienagar
kebutuhan spiritual klien data dipenuhi selama proses perawatan klien diRS. Kaji
apakah ada pantangan agama dalam proses pengobatan klien. Klien biasanya
mengalami gangguan dalam beribadah karena nyeri yang ia rasakan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. DX 1: Nyeri akut b.d inflamasi dan pembengkakan
2. DX 2: Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan
beban berat badan.
3. DX 3: Risiko infeksi d.d pembentukan abses tulang
4. DX 4: Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Luaran Intervensi

1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan manajemen nyeri


inflamasi dan keperawatan 3x24 jam,
Observasi
pembengkakan diharapkan tingkat nyeri
menurun dengan KH :  Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Meringis menurun  Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun  Idenfitikasi respon
nyeri non verbal
4. Kesulitan tidur  Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
memperingan nyeri
5. Pola tidur membaik  Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
 Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetic
Terapeutik
 Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
 Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgesik secara tepat
 Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan dukungan mobilisasi


fisik b.d nyeri, alat keperawatan 3x24 jam,
Observasi
imobilisasi dan diharapkan mobilitas fisik  Identifikasi adanya
keterbatasan meningkat dengan KH : nyeri atau keluhan fisik
lainnya
menahan beban berat  Identifikasi toleransi
badan. 1. Pergerakan ekstremitas fisik melakukan
pergerakan
meningkat
 Monitor frekuensi
2. Kekuatan otot jantung dan tekanan
darah sebelum memulai
meningkat
mobilisasi
3. Rentang gerak (ROM)  Monitor kondisi umum
selama melakukan
meningkat
mobilisasi
4. Nyeri menurun Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
5. Kaku sendi menurun
mobilisasi dengan alat
6. Gerakan terbatas bantu (mis: pagar
tempat tidur)
menurun
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis: duduk
di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)

3. Risiko infeksi d.d Setelah dilakukan tindakan pencegahan infeksi


pembentukan abses keperawatan 3x24 jam,
Observasi
tulang diharapkan integritas kulit  Monitor tanda dan
dan jaringan dengan KH : gejala infeksi lokal dan
sistemik
Terapeutik
1. Perfusi jaringan
 Batasi jumlah
meningkat pengunjung
 Berikan perawatan kulit
2. Kerusakan jaringan
pada area edema
menurun  Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
3. Kerusakan lapisan kulit
pasien dan lingkungan
menurun pasien
 Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
4. Nyeri menurun berisiko tinggi
Edukasi
5. Tekstur membaik
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4. Ansietas b.d kurang Setelah dilakukan tindakan reduksi ansietas


pengetahuan tentang keperawatan 3x24 jam,
Observasi
kondisi penyakit dan diharapkan tingkat ansietas  Identifikasi saat
pengobatan menurun dengan KH : tingkat ansietas
berubah (mis: kondisi,
waktu, stresor)
1. Verbalisasi
 Identifikasi
kebingungan menurun
kemampuan
mengambil keputusan
2. Verbalisasi khawatir
 Monitor tanda-tanda
akibat kondisi yang
ansietas (verbal dan
dihadapi menurun
nonverbal)
Terapeutik
3. Perilaku gelisah
 Ciptakan suasana
menurun
terapeutik untuk
menumbuhkan
4. Perilaku tegang
kepercayaan
menurun
 Temani pasien untuk
mengurangi
5. Konsentrasi membaik
kecemasan, jika
memungkinkan
6. Pola tidur membaik
 Pahami situasi yang
membuat ansietas
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
 Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
 Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi
 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
 Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
 Anjurkan keluarga
untuk tetap Bersama
pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
 Latih Teknik relaksasi

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu

Anda mungkin juga menyukai