Anda di halaman 1dari 22

Tugas Keperawatan Medikal Bedah II

“OSTEOMYELITIS”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatn Medikal Bedah 2

Dibimbing oleh: Anggia Astuti, S.Kep.Ners M.Kep

Disusun oleh:

Achmad Sholehuddin (2)

Amalia Choyrotun Nisa (3)

Hardian Tri Handoko (19

Indana Zulfa Amalia (20)

Luluk Azizah (23)

Putri Dwi Anggraeni (36)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKANTINGGI

UNIVERSITAS JEMBER

PRODI D3 FAKULTAS KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG

Jalan Brigjend Katamso Lumajang 67312 Telepon (0334) 882262

2018
Kata Pengantar

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “OSTEOMYELITIS”. Makalah ini di
susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2
yang dibina oleh Ibu Anggia Astuti, S.Kep.Ners M.Kep Prodi D3 Keperawatan
Universitas Jember Kampus Lumajang.
Dalam menyusun makalah ini, penyusun banyak memperoleh bantuan dari
berbagai layanan internet.Oleh karena itu, Penyusun menyadari bahwa dalam
menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya
makalah ini.Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
semuanya.

Lumajang, 28 Agustus 2018


Daftar Isi

Kata Pengantar ...................................................................................................... ii

Daftar isi.................................................................................................................. iii

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1


1.2 Rumusan masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................................................2

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Konsep penyakit ................................................................................................3

2.1.1 Definisi .............................................................................................................3

2.1.2 Klasifikasi ........................................................................................................4

2.1.3 Penatalaksanaan ...............................................................................................5

2.1.4 Pemeriksaan penunjang .....................................................................................

2.1.5 Komplikasi .......................................................................................................5

2.2 Asuhan Keperawatan ........................................................................................

2.2.1 Pengkajian ........................................................................................................6

2.2.2 Diagnosa ..........................................................................................................6

2.2.3 Intervensi .........................................................................................................7

2.2.4 Evaluasi ............................................................................................................8

BAB 3 Penutupan ....................................................................................................9

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................9

3.2 Saran .................................................................................................................9

Daftar Pustaka ........................................................................................................10


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteomielitis kronis telah menjadi masalah yang sulit bagi pasien dan
dokter yang merawat. Seringnya angka kekambuhan menyebabkan pasien sering
memerlukan perawatan di rumah sakit. Nyeri dan keterbatasan dalam beraktivitas,
dan adanya kemungkinan terjadinya kecacatan karena proses infeksi jangka
panjang menyebabkan kesakitan bagi pasien baik secara mental maupun fisik.
Tujuan utama penanganan osteomielitis kronis adalah eradikasi infeksi dan
mengembalikan fungsi fisiologis yang optimal. Walaupun pengobatan dengan
antibiotik dan pembedahan sudah canggih, namun angka kekambuhan masih juga
tinggi.

Osteomielitis ditandai dengan adanya tulang yang infeksi (Patzakis


dkk, 2005). Osteomielitis kronis dapat juga didefinisikan sebagai tulang mati
yang terinfeksi didalam jaringan lunak yang tidak sehat (Cierny & Madder,
2003). Angka kekambuhan pasien dengan osteomielitis kronis dengan antibiotik
dan pembedahan masih berkisar antara 20%-30%. Kekambuhan ini dapat
berlangsung sepanjang hidup pasien. Akibat dari infeksi ini bisa terjadi draining
tract, terjadi fraktur patologis pada daerah yang infeksi, ada juga kemungkinan
tranformasi ke arah ganas yaitu menjadi squamous cell carcinoma.
Tranformasi ganas biasanya muncul setelah periode waktu yang lama dari
infeksi kronik, rata-rata 35 tahun (Wirganowicz, 1999, Steinrücken dkk, 2012).
Tulang tibia merupakan tempat paling sering terjadi osteomielitis kronis post
trauma dan infected nonunion (Patzakis dkk, 2005).
Terapi osteomielitis kronis mencakup drainase yang adekuat, debridement
yang cermat, penanganan terhadap ruang kosong (dead space), penanganan luka
(soft tissue coverage), dan terapi antibiotik yang spesifik (Wirganowicz, 1999,
Lazzarini dkk, 2004).
Untuk diagnosis dan penentuan adanya infeksi pada tulang (osteomielitis
kronis) bergantung pada diisolasinya patogen dalam kultur bahan yang
diambil dari lesi tulang, darah atau cairan sendi (Lazzarini dkk, 2004).
Dari uraian diatas dapat dimanfaatkan dalam tindakan debridemen pada
osteomielitis kronis. Kontrol lokal yang baik diharapkan dapat membuang semua
jaringan nekrotik lebih baik daripada kuretase. Hasil akhir dari debridement
adalah dapat menurunkan atau menghilangkan fokus infeksi yang dibuktikan
dengan hilangnya atau menurunkan koloni kuman pada kultur kuman.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana Konsep Penyakit Osteomyelitis ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Osteomyelitis ?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan Konsep Penyakit Osteomyelitis
2. Menjelaskan Asuhan Keperawatan Pada Osteomyelitis
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang baik karena infeksi
piogenik atau non piogenik misalnya mikobakterium tuberkulosa. Infeksi ini dapat
bersifat akut maupun kronis. Pada anak-anak infeksi tulang sering kali timbul sebagai
komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis), telinga
(otitis media), dan kulit (impetigo).

Osteomielitis adalah infeksi pada sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus atau proses spesifik (M. Tuberculosa, jamur) (Mansjoer, 2000).

Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran
infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi
fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Elizabet J. Coroin, 2001).

2.1.2 Klasifikasi
Pembagian osteomielitis yang lazim menurut Arif Mansjoer (2000) :

1. Osteomielitis primer, yang disebabkan penyebaran secara hematogen dari fokus


lain, osteomielitis primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik.
2. Osteomielitis sekunder atau osteomielitis perkontinuitanum yang
disebabkan penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.
Menurut Sjamsuhidajat (1997) osteomilitis dibagi menjadi dua, antara lain :
1. Osteomielitis akut, infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal
atau trauma tulang.
2. Osteomielitis kronis, osteomilitis akut yang tidak diterapi secara adekuat.
2.1.3 Etiologi

Osteomielitis disebabkan karena adanya infeksi yang disebabkan oleh


penyebaran hematogen (melalui darah) biasanya terjadi ditempat dimana terdapat
trauma atau dimana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis
(tak jelas). Selain itu dapat juga berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak,
atau kontaminasi langsung tulang. Infeksi ini dapat timbul akut dan kronik.

Adapun faktor penyebab adalah :

1. Bakteri
2. Staphylococcus aureus (70% - 80%), selain itu juga bisa disebabkan oleh
Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
3. Virus, jamur dan mikroorganisme lain.

Osteomyelitis akut atau kronik:

1. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun


manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat.
2. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani
dengan baik. Dan akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas.

2.1.4 Manifestasi Klinis

1. Osteomyelitis kronik
a. Infeksi dibawa oleh darah
1) Biasanya awitannya mendadak.
2) Sering terjdi dengan manifestasi klinis septikemia (mis.
Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise,
pembesaran kelenjar limfe regional)
b. Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang
1) Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri
tekan.
c. Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung
1) Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
2) Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka.
3) Lab = anemia, leukositosis

2. Osteomyelits kronik
Ditandai dengan puss yang selalu mengair keluar dari sinus atau mengalami
periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakandan pengeluaran pus, Lab =
LED meningkat.

Menurut Elizabet J Corwin (2001) : gejala – gejala osteomielitis hematogen


antara lain adalah demam, menggigil dan keengganan menggerakkan anggota badan
yang sakit. Pada orang dewasa, gejala mungkin samar dan berupa demam, lemah
dan malaise. Infeksi saluran nafas, saluran kemih, telinga atau kulit sering mendahului
osteomielitis hematogen.

2.1.5 Komplikasi

Penyakit infeksi dapat menimbulkan komplikasi dini dan lanjut. Komplikasi


dini dapat berupa pembentukan abses jaringan lunak dan arthritis septik, sementara
itu komplikasi lanjutnya berupa osteomielitis kronis, fraktur patologis, kontraktur
sendi dan gangguan pertumbuhan tulang. Smeltzer & Bare (2002)

2.1.6 Penatalaksanaan

Osteomyelitis kronik lebih sukar diterapi, terapi umum meliputi pemberian


antibiotic dan debridement. Tergantung tipe osteomyelitis kronik, pasien mungkin
diterapi dengan antibiotic parenteral selama 2 sampai 6 minggu. Meskipun tanpa
debridement yang adekuat, osteomyelitis kronik tidak berespon terhadap kebanyakan
regimen antibiotic, berapa lama pun terapi dilakukan.
Pada osteomyelitis kronikdilakukan sekuestrasi dan debridement serta pemberian
antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur dan tes resistensi. Debridemen berupa
pengeluaran jaringan nekrotik di dinding ruang sekuester dan penyaliran.
Debridementpada pasien dengan osteomyelitis kronik membutuhkan teknik. Kualitas
debridemen merupakan factor penting dalam kesuksesan penanganan. Sesudah
debridement dengan eksisi tulang, perlu menutub dead space yang dibentuk oleh
jaringan bebas dan menggunakan antibiotic yang dapat meresap.
Pada fase pascaakut, subakut, atau kronik dini biasanya involukrum belum cukup
kuat untuk menggantikan tulang asli yang menjadi sekuester. Karena itu ekstremitas
yang terkena harus dilindungi dengan gips untuk mencegah patah tulang patologik dan
debridement serta sekuestrektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat. Selama
menunggu pembedahan dilakukan penyaliran nanah dan pembilasan.
Beberapa prinsip penataalaksanaan klien osteomielitis yang perlu diketahui
perawat dalam melaksanakan asuhan keperwatan agar mampu melaksanakan tindakan
kolaboratif adalah sebagai berikut :
a. Istirahat dan memberikan analgesic untuk menghilangkan nyeri.
b. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah.
c. Istirahat local dengan bidai dan traksi.
d. Pemberian antibiotic secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu
staphylococcus aureus sambil menunggu biakan kuman.Antibiotik diberikan
selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan endap darah
klien.Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah endap darah normal.
e. Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan local dan sistemik
antibiotic gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum), dapat
dipertimbangkan drainase bedah. Pada draenase bedah, pus periosteal di
evakuasi untuk mengurangi tekanan intra-useus. Disamping itu, pus jg di
gunakan untuk biakan kuman.Draenase dilakukan selama beberapa hari dan
menggunakan NaCL dan antibiotic.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Osteomyelitis akut
a. Pemeriksaan sinar-X awalnya menunjukan pembengkakan jaringan
lunak, dan setelah duaminggu terdpat daerah dekalsifikasi ireguler,
nekrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru
b. Pemeriksaan MRI
c. Pemeriksaan darah: leukusit meningkat dan peningkatan laju endap darah
d. Kultur darah dan kultur abses untuk menentukan jenis antibiotika yang
sesuai.

2. Osteomyelitis kronik
a. Pemeriksaan sinar-X besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum,
sequestra, atau pembentukan tulang padat
b. Anemia biasanya dikaitkan dengan infeksi kronik
c. Pemeriksaan laju sedimentadi dan jumlah sel darah putih (biasanya
normal)

1. Pemeriksaan darah : sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai laju
endap darah ; pemeriksaan titer antibody anti-stafilokokus ; pemeriksaan kultur
darah untuk menentukan bakterinya (50% POSITIF) dan di ikuti uji
sensetivitas.selain itu,harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang
merupakan jenis osteomeilitis yang jarang terjadi.
2. Pemerisaan feces : pemeriksaan feces untuk kultur dilakukan bila trdapat
kecurigaaninfeksi oleh bakteri.
3. Pemeriksaan biopsy : pemeriksaan di lakukan pada tempat yang di
curigai.
4. Pemeriksaan ultra sound : pemeriksaan ini dapat memperlihatkan efusi pada
sendi.
5. Pemeriksaan radiologi : Pada pemeriksaan foto polos sepuluh hari
pertama,tidak di temukan kelainan radiologis yang berarti, dan mungkin hanya
di temukan pembengkakan jaringan lunak.Gambaran destruksi tulang dapat
dilihat setelah sepuluh hari (2 minggu). Pemeriksaan radioisotope akan
memperlihatkan penangkapan isotop pada daerah lesi.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien gangguan system
musculoskeletal karena osteomielitis bergantung pada lokasi dan adanya komplikasi
pada tulang. Pengkajian keperawatan osteomielitis meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososia Anamnesis
dilakukan untuk mengetahui : Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perka!inan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongandarah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis. Pada
umumnya, keluhan utama pada kasus osteomielitis adalah nyeri hebat. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan
metode PQRST : Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma pada daerah
metafisis, merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen
akut. Quality of Pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat
menusuk. Region, Radiation, Relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat,
nyeri tidak menjalar atau menyebar. Scale of Pain : nyeri yang dirasakan klien secara
subjektif antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4. Time : berapa lama nyeri
berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

1) Riwayat penyakit sekarang


Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka (kerusakan pembuluh darah,
edema, hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar sehingga pada
fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi), riwayat operasi tulang dengan
pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal (invasi bakteri disebabkan oleh
lingkungan bedah) dan pada osteomielitis akut yang tidak diberi peralatan
adekuat sehingga memungkinkan terjadinya proses supurasi di tulang.
2) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako –
lumbal yang terjadi akibat torako sentesis atau prosedur urologis. Dapat
ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat"obatan, atau
pengobatan dengan imunosupresif.
3) Riwayat psikososial dan spiritual
Perawat mengkaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga serta masyarakat, respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun alam masyarakat.
Pada kasus osteomielitis, akan timbul ketakutan akan terjadi kecacatan dan klien
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulang. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
konsumsi alkohol yang dapat mengganggu keseimbangan, dan apakah klien
melakukan olahraga. 8lien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
masyarakat karena klien menjalani ra!at inap. Aampak yang timbul pada klien
osteomielitisyaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat prognosis
penyakitnya, rasa cemas, rasa tidak mampu melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
Pemeriksaan Fisik :
1. B1 (Breathing) : Pada inspeksi, didapat bahwa klien osteomielitis tidak
mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, ditemukan taktil fremitus
seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapat suara napas tambahan.
2. B2 (Blood) : Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi
menunjukan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi, didapatkan S1
dan S2 tunggal, tidak ada mundur.
3. B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya kompos mentis.
4. B4 (Bladder) : Pengkajian keadaan urine meliputi warna, jumlah,
karakteristik dan berat jenis. Biasanya klien osteomielitis tidak
mengalami kelainan pada system ini.
5. B5 (Bowel) : Inspeksi abdomen: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi: Turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi: Suara timpani, ada
pantulan gelombang cairan. Auskultasi: Peristaltik usus normal (20 kali/menit).
Inguinal-genitalia-anus: Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada
kesulitan defekasi. Pola nutrisi dan metabolisme. Klien osteomielitis harus
mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besi,
protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan infeksi
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi
yang tidak adekuat, terauma kalsium atau protein. Masalah nyeri pada
osteomielitis menebabkan klien kadang mual atau muntah sehingga pemenuhan
nutrisi berkurang. Pola eliminasi: Tidak ada gangguan pola eliminasi, tetapi
tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feces. Pada pola
berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlah urine.
6. B6 (Bone) : Adanya oteomielitis kronis dengan proses supurasi di tulang dan
osteomielitis yang menginfeksi sendi akan mengganggu fungsi motorik klien.
Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena adanya luka disertai dengan
pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas.

Dasar Data Pengkajian Pasien menurut Doenges (2000):


1. Aktifitas atau istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri).
2. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon
terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
Takikardi (respon stress, hipovolemia)
Penurunan / tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler
lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera.
3. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot, Kebas/kesemutan
(parastesis). Tanda : Deformitas lokal; angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi.
Krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang
fungsi.
4. Nyeri /kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi).
Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan
warna, pembekakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
5. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Lingkungan cidera
Rencana Pemulangan : Memerlukan bantuan dengan transportasi,
aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan perawatan rumah.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Preoperatif
1. Nyeri yang berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan /
proses inflamasi.
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi atau prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

Intraoperatif
1. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan.
Postoperatif
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, insisi dan drainase.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
2.2.3 Intervensi Keperawatan

Preoperatif

1. Nyeri yang berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan /


proses inflamasi.
Tujuan : Nyeri dapat terkontrol atau hilang.
Kriteria hasil : Melaporkan bahwa nyeri hilang / terkontrol,
menunjukkan lebih nyaman dan rileks, waktu istirahat dan aktivitas
seimbang.
a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri.
Rasional : Untuk dapat mengidentifikasi rasa nyeri dan
ketidaknyamanan yang dapat berguna dalam penanganan medik dan intervensi
keperawatan.
b) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema dan
menurunkan nyeri.
c) Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan keperawatan.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk
aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol ketidaknyamanan.
d) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit
dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
e) Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan posisi.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan
lokal dan kelelahan otot.
f) Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, latihan nafas dalam.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa
kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri,
yang mungkin menetapkan untuk periode lebih lama.
g) Berikan obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesik non narkotik.
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan atau spasme otot.

2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak


sendi (Tucker, S.M., 1998, hal 430).
Tujuan : Penggunaan mobilitas dan persendian meningkat.
Kriteria hasil : Keikutsertaan dalam perawatan diri sendiri meningkat, edema
berkurang.
a) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi,
memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri atau harga diri
dan membantu menurunkan isolasi sosial.
b) Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang gerak pasif atau aktif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri
langsung.
c) Berikan atau bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat,
sesegera mungkin.
Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh
Flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
d) Awasi TD dengan melakukan aktivitas.
Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah
baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh kemiringan
meja dengan peninggian secara bertahap sampai posisi tegak).
e) Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Rasional : Adanya cedera muskuloskeletal, nutrisi yang diperlukan
untuk penyembuhan berkurang dengan cepat.

Intraoperatif
1. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan.
Tujuan : Terjadi perdarahan.
Kriteria hasil : Terjadi perdarahan, TTV dalam batas normal.
Intervensi :
a) Monitor perdarahan pada daerah pembedahan setelah dilakukan insisi.
Rasional : Mengetahui jumlah perdarahan.
b) Ingatkan operator dan asisten bila terjadi perdarahan hebat.
Rasional : Mencegah perdarahan yang lebih banyak.
c) Monitor vital sign.
Rasional : Mengatahui kondisi pasien secara umum.
d) Monitor cairan.
Rasional : Mengatahui balance cairan.

Post operatif
1) Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi.
Tujuan : Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami.
Kriteria Hasil : Mencapai waktu penyembuhan.
Intervensi :
a) Berikan perawatan luka.
Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
b) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit
sepanjang waktu.
Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
c) Berikan antibiotic sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume


3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges, Marilynn E, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman


Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges,Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.EGC :


Jakarta,hal 569 – 595.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mutataqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume


2. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai