“OSTEOMYELITIS”
Disusun oleh:
UNIVERSITAS JEMBER
2018
Kata Pengantar
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “OSTEOMYELITIS”. Makalah ini di
susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2
yang dibina oleh Ibu Anggia Astuti, S.Kep.Ners M.Kep Prodi D3 Keperawatan
Universitas Jember Kampus Lumajang.
Dalam menyusun makalah ini, penyusun banyak memperoleh bantuan dari
berbagai layanan internet.Oleh karena itu, Penyusun menyadari bahwa dalam
menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya
makalah ini.Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
semuanya.
BAB 1 Pendahuluan
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang baik karena infeksi
piogenik atau non piogenik misalnya mikobakterium tuberkulosa. Infeksi ini dapat
bersifat akut maupun kronis. Pada anak-anak infeksi tulang sering kali timbul sebagai
komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis), telinga
(otitis media), dan kulit (impetigo).
Osteomielitis adalah infeksi pada sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus atau proses spesifik (M. Tuberculosa, jamur) (Mansjoer, 2000).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran
infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi
fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Elizabet J. Coroin, 2001).
2.1.2 Klasifikasi
Pembagian osteomielitis yang lazim menurut Arif Mansjoer (2000) :
1. Bakteri
2. Staphylococcus aureus (70% - 80%), selain itu juga bisa disebabkan oleh
Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
3. Virus, jamur dan mikroorganisme lain.
1. Osteomyelitis kronik
a. Infeksi dibawa oleh darah
1) Biasanya awitannya mendadak.
2) Sering terjdi dengan manifestasi klinis septikemia (mis.
Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise,
pembesaran kelenjar limfe regional)
b. Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang
1) Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri
tekan.
c. Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung
1) Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
2) Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka.
3) Lab = anemia, leukositosis
2. Osteomyelits kronik
Ditandai dengan puss yang selalu mengair keluar dari sinus atau mengalami
periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakandan pengeluaran pus, Lab =
LED meningkat.
2.1.5 Komplikasi
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Osteomyelitis akut
a. Pemeriksaan sinar-X awalnya menunjukan pembengkakan jaringan
lunak, dan setelah duaminggu terdpat daerah dekalsifikasi ireguler,
nekrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru
b. Pemeriksaan MRI
c. Pemeriksaan darah: leukusit meningkat dan peningkatan laju endap darah
d. Kultur darah dan kultur abses untuk menentukan jenis antibiotika yang
sesuai.
2. Osteomyelitis kronik
a. Pemeriksaan sinar-X besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum,
sequestra, atau pembentukan tulang padat
b. Anemia biasanya dikaitkan dengan infeksi kronik
c. Pemeriksaan laju sedimentadi dan jumlah sel darah putih (biasanya
normal)
1. Pemeriksaan darah : sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai laju
endap darah ; pemeriksaan titer antibody anti-stafilokokus ; pemeriksaan kultur
darah untuk menentukan bakterinya (50% POSITIF) dan di ikuti uji
sensetivitas.selain itu,harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang
merupakan jenis osteomeilitis yang jarang terjadi.
2. Pemerisaan feces : pemeriksaan feces untuk kultur dilakukan bila trdapat
kecurigaaninfeksi oleh bakteri.
3. Pemeriksaan biopsy : pemeriksaan di lakukan pada tempat yang di
curigai.
4. Pemeriksaan ultra sound : pemeriksaan ini dapat memperlihatkan efusi pada
sendi.
5. Pemeriksaan radiologi : Pada pemeriksaan foto polos sepuluh hari
pertama,tidak di temukan kelainan radiologis yang berarti, dan mungkin hanya
di temukan pembengkakan jaringan lunak.Gambaran destruksi tulang dapat
dilihat setelah sepuluh hari (2 minggu). Pemeriksaan radioisotope akan
memperlihatkan penangkapan isotop pada daerah lesi.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien gangguan system
musculoskeletal karena osteomielitis bergantung pada lokasi dan adanya komplikasi
pada tulang. Pengkajian keperawatan osteomielitis meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososia Anamnesis
dilakukan untuk mengetahui : Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perka!inan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongandarah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis. Pada
umumnya, keluhan utama pada kasus osteomielitis adalah nyeri hebat. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan
metode PQRST : Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma pada daerah
metafisis, merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen
akut. Quality of Pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat
menusuk. Region, Radiation, Relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat,
nyeri tidak menjalar atau menyebar. Scale of Pain : nyeri yang dirasakan klien secara
subjektif antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4. Time : berapa lama nyeri
berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
Intraoperatif
1. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan.
Postoperatif
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, insisi dan drainase.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Preoperatif
Intraoperatif
1. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan.
Tujuan : Terjadi perdarahan.
Kriteria hasil : Terjadi perdarahan, TTV dalam batas normal.
Intervensi :
a) Monitor perdarahan pada daerah pembedahan setelah dilakukan insisi.
Rasional : Mengetahui jumlah perdarahan.
b) Ingatkan operator dan asisten bila terjadi perdarahan hebat.
Rasional : Mencegah perdarahan yang lebih banyak.
c) Monitor vital sign.
Rasional : Mengatahui kondisi pasien secara umum.
d) Monitor cairan.
Rasional : Mengatahui balance cairan.
Post operatif
1) Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi.
Tujuan : Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami.
Kriteria Hasil : Mencapai waktu penyembuhan.
Intervensi :
a) Berikan perawatan luka.
Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
b) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit
sepanjang waktu.
Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
c) Berikan antibiotic sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius