Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI


PASIEN Tn. A DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI ABOVE KNEE
AMPUTATION (OSTEOMYELITIS KRONIK TIBIA DEXTRA)
DENGAN TINDAKAN GENERAL ANESTESI
DI RUANG IBS RSO PROF DR. R. SOEHARSO SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

FARANZANDI H.F SADEWA

2019040053

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

ITS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2022
A. KONSEP TEORI PENYAKIT
1. DEFINISI
Osteomielitis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang berawal
dari infeksi ruang medula dan dengan cepat melibatkan sistem haversian, kemudian
meluas sehinggan melibatkan periosteum daerah sekitar. Kondisi ini dapat dikategorikan
menjadi akut, subakut dan kronis, tergantung pada gambaran klinis.
Agen penyebab osteomielitis umumnya terkait dengan faktor risiko tertentu yang
mendukung pertumbuhan mikroorganisme tertentu. Di antara agen infeksi yang paling
sering dikaitkan dengan penyakit ini adalah agen bakteri seperti Staphylococcus aureus.
Namun, dalam beberapa kasus, terutama bila ada beberapa jenis gangguan sistem
kekebalan atau penyakit kronis yang melemahkan, agen etiologi yang terlibat mungkin
bakteri atipikal atau agen jamur (Freire, LFL, Gavilanes, 2019).
Osteomielitis akut sering diasosiasikan dengan perubahan inflamasi pada tulang yang
disebabkan oleh bakteri patogen dengan gejala terjadi dalam waktu 2 minggu setelah
infeksi. Pada osteomielitis kronis, nekrosis tulang dapat terjadi hingga 6 minggu pasca
infeksi (Schmitt, S.K, 2017).
Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup
atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Penatalaksaan pada pasien osteomielitis
antara lain adalah tindakan pembedahan, yang mana tindakan ini dilakukan jika tidak
menunjukkan respon 2 terhadap antibiotik (Suratun dkk, 2008). Untuk teknik operasi
pada pasien osteomyelitis kronis yang sudah tidak bisa diobati dengan antibiotik tindakan
terakhir yang dilakukan adalah AKA (amputasi).
Amputasi adalah tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian
ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakanyang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh pasien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti menimbulkan komplikasi infeksi.
Dari teknik penyembuhan menggunakan teknik operatif dari tindakan post operatif
tersebut tentu menimbulkan adanya suatu permasalahan yang meliputi gangguan kapasitas
fisik dan kemampuan fungsional, yaitu adanya keluhan nyeri akibat incise serta nyeri
gerak, oedema, keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS), penurunan kekuatan otot, serta
penurunan aktivitas kegiatan sehari-hari (AKS). Dengan demikian selain bertujuan
menghilangkan penderitaan, mengatasi nyeri merupakan salah satu upaya menunjang
proses penyembuhan (Wirjoatmodjo, 2009). Kelainan yang timbul pascabedah juga dapat
terjadi akibat tindakan luka bedah, akibat anestesi, atau akibat faktor lain. Faktor lain ini
termasuk status imunologi seperti komorbiditas atau masalah psikologis (Syamsuhidayat,
2005).
2. ETIOLOGI

Penyebab utama osteomilitis adalah bakteri Staphylococcus Aureus. Bakteri tersebut


bisa terdapat dikulit atau di hidung dan umumnya tidak menimbulkan masalah kesehatan.
Namun, saat sistem kekebalan tubuh sedang lemah karena suatu penyakit, maka bakteri
tersebut dapat menyebabkan infeksi.

Masuknya bakteri staphylococcus hingga ke tulang dapat melalui beberapa cara, yaitu:

1. Melalui aliran darah: Bakteri dari bagian tubuh lain dapat menyebar ke tulang
melalui aliran darah.
2. Melalui jaringan atau sendi yang terinfeksi: Kondisi ini memungkinkan bakteri
bisa menyebar ke tulang di dekat jaringan atau sendi yang terinfeksi.
3. Melalui luka terbuka: Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh jika terdapat luka
terbuka seperti patah tulang terbuka atau kontaminasi langsung saat bedah
ortopedi.
Staphylococcus Aureus merupakan penyebab 70-80% osteomielitis. Organisme
patogenik lainnya yang sering di jumpai yaitu Proteus, Pseudomonas, dan Escherichia
Coli. Infeksi dapat terjadi melalui: (Suratun dkk, 2008)
a) Penyebaran ematogen dari fokus infeksi di yempat lain: tonsil yang terinfeksi,
infeksi gigi, infeksi saluran napas bagian atas.
b) Penyebaran infeksi jaringan lunak: ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus
vaskular.
c) Kontaminasi langsung dengan tulang: fraktur terbuka, cedera traumatik (luka
tembak, pembedahan tulang).
3. TANDA DAN GEJALA

Manifestasi klinis meliputi demam, bengkak, nyeri, dan keterbatasan gerak. Tulang
yang paling terpengaruh adalah tibia, tulang paha dan pada tingkat lebih rendah dari
tungkai atas. Kekambuhan infeksi terjadi pada pasien dengan fraktur dan perubahan
keselarasan segmen fraktur. Diperkirakan bahwa tulang terinfeksi antara 1 dan 2% dari
operasi musculoskeletal (Reyes, H., Navarro, P, 2001).

Gejala osteomielitis dapat terjadi secara akut atau kronis. Berikut ini adalah
penjelasannya:

1) Osteomielitis Akut
Osteomielitis jenis ini terjadi secara mendadak dan berkembang dalam waktu 7
sampai 10 hari.
2) Osteomielitis Kronis
Osteomielitis kronis dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala selama beberapa
bulan bahkan tahun, sehingga terkadang sulit untuk dideteksi. Osteomielitis jenis
ini juga dapat terjadi akibat osteomielitis akut yang sulit ditangani dan terjadi
secara berulang untuk waktu yang lama.
4. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS/PEMERIKSAAN PENUNJANG TERKAIT
1. Laboratorium
Hitung darah lengkap (CBC) berguna untuk mengevaluasi leukositosis dan
anemia. Leukositosis sering terjadi pada osteomielitis akut sebelum terapi. Jumlah
leukosit jarang melebihi 15.000/µL secara akut dan biasanya normal pada osteomielitis
kronis.
2. Radiografi Konvesional
Radiografi konvensional adalah pemeriksaan pencitraan awal pada presentasi
osteomielitis akut. Hal ini membantu untuk menginterpretasikan radiografi saat ini dan
lama bersama-sama.
Temuan radiografi termasuk penebalan atau peninggian periosteal, serta
penebalan kortikal, sklerosis, dan ketidakteraturan. Perubahan lain termasuk hilangnya
arsitektur trabekular, osteolysis, dan pembentukan tulang baru.
3. CT Scan
Computed tomography (CT) berguna untuk memandu biopsi jarum pada
infeksi tertutup dan untuk perencanaan pra operasi untuk mendeteksi kelainan tulang,
benda asing, atau tulang nekrotik dan jaringan lunak.
CT Scan dapat membantu dalam penilaian integritas tulang, gangguan kortikal,
dan keterlibatan jaringan lunak. Ini juga dapat mengungkapkan edema. Fistula
intraosseous dan defek kortikal yang mengarah ke saluran sinus jaringan lunak juga
ditunjukkan pada CT.
4. MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah modalitas yang sangat berguna


dalam mendeteksi osteomielitis dan mengukur keberhasilan terapi karena
sensitivitasnya yang tinggi dan resolusi spasial yang sangat baik. Luas dan lokasi
osteomielitis ditunjukkan bersama dengan perubahan patologis sumsum tulang dan
jaringan lunak.

5. Biopsi Tulang

Biopsi tulang untuk mengidentifikasi organisme penyebab. Biopsi tulang baik


terbuka atau perkutan penting untuk menegakkan diagnosis histopatologi pada
osteomielitis, mengidentifikasi patogen penyebab, dan menyediakan data kerentanan
yang membantu terapi antibiotik langsung.

5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan osteomielitis antara lain
(Suratun dkk, 2008) :
1) Daerah yang terkena diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyaman dan
mencegah terjadinya fraktur.
2) Lakukan rendaman air hangat selama 20 menit beberapa kali sehari untuk
mengingkatakan aliran darah.
3) Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi
4) Berdasarkan hasil kultur, dimulai pemberian antibiotik intravena. Jika infeksi
tampak terkontrol dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan.
5) Pembedahan dilakukan jika tidak menujukkan respon terhadap antibiotic
6) Lakukan irigasi dengan larutan salin fisiologis steril 7-8 hari pada jaringan purulen
dan jaringan nekrotik di angkat. Terapi antibiotic dilanjutkan.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit ini antara lain (Suratun dkk, 2008):
a. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen
b. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang.
c. Lingkungan operasi dan teknik operasi dapat menurunkan insiden osteomielitis 4)
Pemberian antibiotik profilaksis pada pasien pembedahan
d. Teknik merawat luka aseptik pada pasca operasi
B. PERTIMBANGAN ANESTESI
1. DEFINISI ANESTESI
Anestesi dan reanimasi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tatalaksana
untuk mematikan rasa. Rasa nyeri, rasa tidak nyaman pasien, dan rasa lain yang tidak
diharapkan.
Anestesiologi adalah ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk menjaga atau
mempertahankan hidup pasien selama mengalami “kematian” akibat obat anestesia
(Mangku 2010). Anestesi berarti “hilangnya rasa atau sensasi”.
Istilah yang digunakan para ahli saraf dengan maksud untuk menyatakan bahwa terjadi
kehilangan rasa secara patologis pada bagian tubuh tertentu, atau bagian tubuh yang
dikehendaki (Boulton, 2012).
2. JENIS ANESTESI

Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari sensasi yang meliputi sensasi
sakit/nyeri, rabaan, suhu, posisi/propioseptif. General anesthesia atau anestesi umum
adalah tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar,
dan menyebabkan amnesia yang bersifat reversibel dan dapat diprediksi. Tiga pilar
anestesi umum atau yang disebut trias anestesi meliputi hipnotik atau sedative, yaitu
membuat pasien tertidur atau mengantuk/tenang, analgesia atau tidak merasakan
sakit, dan relaksasi otot yaitu kelumpuhan otot skelet (Pramono, 2017).

General anestesi suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti
oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesia (Mangku,
2010). General anestesi menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk ke jaringan
otak dengan tekanan setempat yang tinggi. Selama masa induksi pemberian obat bius
harus cukup untuk beredar didalam darah dan tinggal di jaringan tubuh.
3. TEKNIK PADA GENERAL ANESTESI
A. General anestesi intravena
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan
menyuntikan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena
(Mangku, 2010). Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui
jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetic maupun relaksan atau
pelumpuh otot (Majid, Judha, Istianah, 2011). Ketika hanya obat IV diberikan tunggal
untuk induksi dan pemeliharaan anestesi, digunakan istilah “anestesi intravena total”
(TIVA). Obat yang digunakan untuk pemeliharaan anestesi harus dimetabolisme
dengan cepat menjadi substansi nonaktif atau dibuang untuk mencegah akumulasi dan
penundaan pemulihan; selain juga menghindari efek samping yang tidak
menyenangkan (Gwinnutt, 2014).
B. Anestesi umum inhalasi
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan
jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau
cairan yangmudah menguap melalui alat/mesin anestesi langsung ke udara
inspirasi (Mangku, 2010). Obat anestesi inhalasi yang pertama kali di kenal
dan digunakan untuk membantu pembedahan ialah N2O, dan saat ini
merupakan anestesi inhalasi yang umum digunakan (Latief, 2002).
C. Anestesi imbang
Merupakan teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi obat-
obatan baik obatanestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional untuk mencapai
trias anestesi secara optimal. (Mangku, 2010).
Pada Kasus Asuhan Kepenataan Anestesi Tindakan Operasi AKA dengan General
Anestesi dilakukan dengan pemasangan ETT (Endotracheal Tube). Intubasi Trakhea
adalah tindakan memasukkan pipa trakhea kedalam trakhea melalui rima glotis, sehingga
ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakhea antara pita suara dan bifurkasio
trakhea (Latief, 2007).

Tindakan intubasi trakhea merupakan salah satu teknik anestesi umum inhalasi, yaitu
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah
menguap melalui alat/ mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.

Ukuran ETT

Usia Diameter (mm) Jarak sampai bibir


Premature 2.0 – 2,5 10 cm
Neonates 2,5 – 3,5 11 cm
1 – 6 bulan 3.0 – 4.0 11 cm
6 bulan – 1 tahun 3,5 – 4.0 12 cm
1 – 4 tahun 4.0 – 5.0 13 cm
4 – 6 tahun 4,5 – 5,5 14 cm
6 – 8 tahun 5.0 – 5,5 15 – 16 cm
8 – 10 tahun 5,5 – 6.0 16 – 17 cm
10 – 12 tahun 6.0 – 6,5 17 – 18 cm
12 – 14 tahun 6,5 – 7.0 18 – 22 cm
Dewasa Wanita 7.0 – 8.0 20 – 24 cm
Dewasa pria 7,5 – 8,5 20 – 24 cm
Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai
rumus (Latief, 2007):

Diameter (mm) = 4 + Umur/4 = tube diameter (mm)

Rumus lain: (umur + 2)/2

Ukuran panjang ET = 12 + Umur/2 = panjang ET (cm)

Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar
dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat
besarnya jari kelingkingnya.
Pipa endotrakheal terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya di
daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral
nilon atau besi (Non Kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa
endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya
digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan
krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit
adalah trachea.
4. RUMATAN ANESTESI
Berdasarkan status fisik pasien pra anestesi, ASA (The American Society of
Anesthesiologists) membuat klasifikasi yang membagi pasien ke dalam 5 kelompok atau
kategori sebagai berikut :
a) ASA I : Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
b) ASA II : Pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
c) ASA III : Pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan
karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa
d) ASA IV : Pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik berat yang secaara
langsung mengancem kehidupannya
e) ASA V : Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi ataupun tidak dalam 24 jam pasien
akan meninggal.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat (CITO) dengan


mencantumkan tanda darurat (E = Emergency), misalnya ASA I E atau ASA III E.

5. RESIKO

Menurut Nolan (2005) komplikasi pemasangan Laringeal Mask Airway (LMA):


a. Komplikasi Mekanikal (kinerja LMA sebagai alat) :
• Gagal insersi (0,3 – 4%)
2) Ineffective seal (<5%)
3) Malposisi (20 – 35%)
b. Komplikasi Traumatik (kerusakan jaringan sekitar) :
1) Tenggorokan lecet/nyeri tenggorokan (0 – 70%)
2) Disfagia (4 – 24%)
3) Disartria (4 – 47%)
c. Komplikasi Patofisiologi (efek penggunaan LMA pada tubuh) :
1) Batuk (<2%)
2) Muntah (0,02 – 5%)
3) Regurgitasi yang terdeteksi (0-80%)
4) Regurgitasi klinik (0,1%)

6. WEB OF CAUTION (WOC)

WEB OF CAUTION (WOC) OSTEOMIELITIS

Sumber : Overdoff, 2002: 571; Rose, 1997:980; Reeves, 2001:273


WEB OF CAUTION (WOC) ABOVE KNEE AMPUTATION (AKA)

Fraktur Multipel, Kehancuran Jaringan


Lunak luas, Penyakit Vaskuler, Infek Respon Lokal
Respon Fisiologis
yang berat, Tumor, Keganasan dan
deformitas ekstremitas bawah
Ketidakmampuan
Ansietas
melakukan
Respon sistemik
pergerakan kaki

Hematologi; Anemia; Hambatan


Penurunan Kompresi
Hipotrombositopenia Mobilitas Resiko
Imunitas Saraf
Trauma Tinggi

Nyeri

Intervensi Bedah Amputasi

Dukacita Penurunan

Respon Psikologis Pasca Bedah Kemampuan Gerak


Pemenuhan
Informasi Hilangnya Organ
Respon Sistemik Respon Lokal Ekstremitas

Kerusakan
Gangguan
Kehilangan Darah Kerusakan Integritas Kulit
Perawatan
Pasca Bedah Jaringan Saraf
Diri
Resiko Infeksi
Resiko Syok
Hipovolemi Nyeri
k

Sumber Mutaqin, 2012


D. TINJAUAN TEORI ASKAN PEMBEDAHAN KHUSUS

1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap yang sistematis dalam pengumpulan data tentang individu,
keluarga, dan kelompok (Carpenito dan Moyet, 2007 dalam Haryanto 2008).
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek fisiologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual.
a. Data Subjektif
Data yang didapatkan dari pasien
b. Data Objektif
Data yang yang didapatkan dari observasi petugas kesehatan.
2. MASALAH KESEHATAN ANESTESI

Penilaian klinis mengenai respon manusia terhadap kondisi kesehatan/kehidupan, atau


kerentanan untuk respon tersebut, oleh pasien. Berikut diagnose masalah kesehatan pada
Tn. A dengan Osteomyelitis Kronik Tibia Dextra :
a) Resiko infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
b) Koping individu tidak efektif (ansietas) berhubungan dengan krisis situasional
c) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
d) Risiko jatuh berhubungan dengan efek obat anestesi dan post pembedahan

3. RENCANA INTERVENSI

Pada tahap ini penata anestesi membuat rencana Tindakan kepenataan anestesi
untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaaan kepenataan
anestesi adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan langkah langkah pemecahan masalah
dan prioritasnya.
Pelaksanaan kepenataan anestesi terdapat tiga jenis implementasi yaitu :

a. Implentasi yang diprakarsai sendiri oleh penata anestesi untuk memberikan


pelayanan secara mandiri
b. Colaborative adalah tindakan penata anestesi atas dasar Kerjasama sesama
tim kesehatan lainnya.
c. Dependent adalah tindakan penata anestesi atas dasar rujukan dari profesi
lainnya Berikut intervensi kepenataan anestesi pada Tn. A dengan Osteomylitis
Kronik Tibia :
1. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
NOC : Pengendalian Resiko
 Kriteria hasil:
a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat
c. Menghindari penjalaran terhadap ancaman Kesehatan
NIC: Pengendalian Infeksi

a) Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut jantung, penampilan


luka, sekresi urin, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, malaise).
b) Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan.
c) Ajarkan teknik mencuci tangan dengan benar.
d) Ajarkan kepada pasien dan keluarga tanda/gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya ke pusat kesehatan.
e) Pertahankan teknik isolasi, bila diperlukan.
2. Koping individu tidak efektif (ansietas) berhubungan dengan krisis situasional
 Kriteria hasil :
 Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang.
 Mengkaji situasi terbaru dengan akurat mendemonstrasikan
ketrampilanpemecahan masalah.
 Intervensi :

a. Kaji tingkat ansietas pasien, tentukan bagaimana pasien menangani


masalahnyasebelumnya dan sekarang
Rasional : Mengidentifikasi keterampilan untuk mengatasi keadaannya sekarang.

b. Berikan informasi yang akurat

Rasional : Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan


pada pengetahuannya
c. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan masalah yang
dihadapinyaRasional : Kebanyakan pasien mengalami permasalahan yang
perlu diungkapkan dan diberi respon.
d. Catat perilaku dari orang terdekat atau keluarga yang meningkatkan peran
sakitpasien
Rasional : Orang terdekat mungkin secara tidak sadar memungkinkan
pasien untuk mempertahankan ketergantungannya.
3. Risiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan Perdarahan
 Kriteria Hasil :
a) Tanda – tanda vital pasien dalam batas normal
b) Perdarahan terkontrol
c) Nadi dalam batas yang diharapkan (N : 70-88 x/menit)
d) Irama jantung dalam batas yang diharapkan (Reguler)
e) Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan (RR : 16-24 x/menit)
f) Nilai Hb normal
 Intervensi :
 Observasi
a) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nad, frekuensi
napas, TD, MAP)
b) Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
c) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
d) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
e) Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya
DOTS (deformity/deformitas, open wound/luka terbuka, tendemess/nyeri
tekan, swelling/bengkak)
 Terapeutik
a. Pertahankan jalan napas paten
b. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
c. Persiapkan Intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
d. Berikan posisi syok (modified Trendelenberg)
e. Pasang jalur IV Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
f. Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung
 Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberlan infus cairan, kristalold 1 – 2 L pada dewasa
b) Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
c) Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu:
4. Risiko jatuh berhubungan dengan efek obat anestesi dan post pembedahan
 Kriteria hasil :
 Pasien sadar penuh
 Pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan
 Intervensi :
1. Monitor tanda – tanda vital
Rasional : Untuk memantau secara continue, mempertahankan kestabilan system
respirasi dan sirkulasi
2. Pantau penilaian Bromage score
Rasional : Mengatasi/mengobati masalah pada pasca bedah
3. Angkat rel samping setiap saat
Rasional : Hal ini untuk menjamin keamanan pasien meski tanpa adanya
kejadianjatuh dari bed
4. Pasang gantungan berwarna kuning peringatan resiko jatuh
Rasional : Mencegah insiden pasien jatuh selama di Recovery Room
5. Edukasi pasien dan keluarga tentang resiko jatuh pada post operasi karena
masihdalam pengaruh obat bius
Rasional : Orientasi realitas dapat membantu mencegah atau mengurangi jatuh
4. EVALUASI
Evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Nanda nic-noc aplikasi jilid 1. Jakarta: Mediaction

Brunner and Suddarth. (2010). Buku Ajar Bedah, Ed. 6, EGC, Jakarta

Black & Hawks. (2014). Keperawatan medical bedah. Indonesia: Cv . Pentasada Media

Edukasi. Brunner & Suddarth. (2015). Buku ajar keperwatan medical bedah, edisi 8 vol 3.

Jakarta: EGC Boulton, T B. (2012). Anestesiologi Edisi 10. Jakarta : EGC

Carpenito dan Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Jakarta

Diagnosa Keperawatan SDKI. Asuhan Keperawatan Risiko Syok


[D.0036] https://mediaperawat.id/asuhan-keperawatan-resiko-syok-d-
0036/

Freire, LFL, Gavilanes, JMG, Caillagua, YSS, López, JAM, Velasco, SJS, Vargas, AMA, &
Ramírez, AVC. (2019). Osteomielitis: pendekatan diagnostik terapeutik. Arsip Farmakologi dan
Terapi Venezuela , 38 (1), 53-62.

Hatzenbuehler, J. and T. Pulling. (2011). Diagnosis and management of osteomielitis, Am, Fam.
Physician. 84(9): p. 325-360.

Mangku Gde & Senephati, Tjokorda GA. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia Reanimasi. Jakarta:
indeks

Pramono, Ardi. (2017). Buku Kuliah Anestesi. Jakarta

Reyes, H., Navarro, P., Jiménez, E., & Reyes, H. (2001). Osteomielitis: tinjauan dan pembaruan. Jurnal
Fakultas Kedokteran , 24 (1), 47-54.

Topazian RG. (2002). Osteomielitis of jaws. In Topazian RG, Goldberg MH (eds). Oral and
maxilliofacial infections, 3rd ed. Pp 251-286. Philadelphia, PA: Saunders
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI


PASIEN Tn. A DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI ABOVE KNEE
AMPUTATION (OSTEOMYELITIS KRONIK TIBIA DEXTRA)
DENGAN TINDAKAN GENERAL ANESTESI
DI RUANG IBS RSO PROF DR. R. SOEHARSO SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

FARANZANDI H.F SADEWA

2019040053

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

ITS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2022
I. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : Belum menikah
Golongan darah :O
Alamat : Ungaran, Jawa Tengah
No. CM : 003403XXX
Diagnosa medis : Osteomyelitis Kronik Tibia
Dextra Tindakan Operasi : Above Knee Amputation
(AKA) Tanggal MRS : 01 Oktober 2022
Tanggal pengkajian : 03 Oktober 2022
Jam Pengkajian : 15.30
Jaminan :
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. W
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa
Hubungan dg Klien : Orang
Tua
Alamat : Ungaran, Jawa Tengah
Riwayat
Kesehatan
3) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Kaki kanan merasakan sakit dan bengkak semakin membesar
b. Saat pengkajian
Kaki kanan terlihat bengkak
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan 2018 menjalani operasi pada kaki kanannya namun
setelah operasi tidak kunjung membaik melainkan bertambah bengkak
dan kesulitan untuk berjalan. Pada tanggal 1 Oktober 2022 pasien
dirawat inap dan dijadwalkan operasi tanggal 03 Oktober 2022 di RSO
Prof Dr. R. Soeharso Surakarta
5) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,
kardiovaskuler, perdarahan tidak normal, asma, anemia
6) Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler, perdarahan tidak normal,
asma, anemia
7) Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan didalam keluarganya
tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit sistemik
8) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Iya
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah? Tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? Tidak
9) Riwayat pengobatan/konsumsi obat
- Obat yang pernah dikonsumsi: Paracematol
- Obat yang sedang dikonsumsi: Tidak ada
10) Riwayat Alergi : Tidak
11) Kebiasaan
Merokok : Tidak
Alkohol : Tidak
Kopi/teh/soda : Tidak
b. Pola Kebutuhan Dasar
1) Udara atau oksigenasi
Sebelum sakit
 Gangguan pernafasan : Tidak ada
 Alat bantu pernafasan: Tidak ada
 Sirkulasi udara : Normal
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak

ada Saat ini

 Gangguan pernafasan : Tidak ada


 Alat bantu pernafasan: Tidak ada
 Sirkulasi udara : Normal
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak ada
2) Air/Minum
Sebelum sakit
 Frekuensi : ± 5-6 gelas sehari
 Jenis : Air putih
 Cara : Minum dengan gelas
 Minum terakhir : Saat dirumah
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak

ada Saat ini

 Frekuensi : ± 3-4 gelas sehari


 Jenis : Air putih
 Cara : Minum dengan gelas
 Minum terakhir : Jam 07.00 WIB
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak ada
3) Nutrisi/makanan
Sebelum sakit
 Frekuensi : ± 3-4 kali sehari
 Jenis : Nasi
 Porsi : 1 porsi
 Diet khusus : Tidak ada
 Makanan yang disukai : Nasi goreng
 Napsu makan : Baik
 Puasa terakhir : Tidak
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak

ada Saat ini

 Frekuensi : ± 3-4 kali sehari


 Jenis : Nasi
 Porsi : 1 porsi
 Diet khusus : Tidak ada
 Makanan yang disukai : Nasi goreng
 Napsu makan : Baik
 Puasa terakhir : Iya
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak ada
4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit
 Frekuensi : ± 1-2 kali sehari
 Konsistensi : Padat
 Warna : Kuning kecoklatan
 Bau : Berbau
 Cara (spontan/dg alat) : Spontan
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak

ada Saat ini

 Frekuensi : 1 kali sehari


 Konsistensi : Padat
 Warna : Kuning kecoklatan
 Bau : Berbau
 Cara (spontan/dg alat) : Spontan
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak ada
b) BAK
Sebelum sakit
 Frekuensi : ± 6-7 kali sehari
 Konsistensi : Cair
 Warna : Kuning
 Bau : Berbau ringan/tidak menyengat
 Cara (spontan/dg alat) : Spontan
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak

ada Saat ini

 Frekuensi : ± 5-6 kali sehari


 Konsistensi : Cair
 Warna : Kuning
 Bau : Berbau ringan/tidak menyengat
 Cara (spontan/dg alat) : Spontan
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak ada
5) Pola Aktivitas dan Istirahat
a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0 : Mandiri, 1 : Alat bantu, 2 : Dibantu orang lain, 3 : Dibantu orang lain dan
alat, 4 : Tergantung total

b) Istirahat dan
Tidur Sebelum
sakit
 Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak
 Berapa jam anda tidur :malam 22.00 WIB, siang Tidak

Saat ini

 Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak


 Berapa jam anda tidur: malam 21.00 WIB, siang 13.00 WIB
6) Interaksi Sosial
 Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok,
teman : Baik
7) Pemeliharaan Kesehatan
 Rasa Aman dan Rasa Nyaman : Pasien merasa aman dan nyaman
bila berada di dekat keluarganya
 Pemanfaatan pelayanan kesehatan : Jika pasien sakit, pasien akan
datang ke dokter
8) Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam
kelompok sosialsesuai dengan potensinya.
 Konsumsi vitamin : ± 2-3 kali seminggu
 Imunisasi : Tidak
 Olahraga : ± 3-4 kali seminggu
 Upaya keharmonisan keluarga: Hubungan dengan keluarga baik
 Stres dan adaptasi : Dengan tidur
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
 Kesadaran : komposmetis
 GCS : Verbal : 5 Motorik : 6 Mata : 4
 Penampilan : tampak sakit sedang
 Tanda-tanda Vital : Nadi = 85 x/menit, Suhu = 36 C, TD = 110/60
mmHg, RR = 20 x/menit
 Skala Nyeri: 4 BB : 55 Kg, TB : 165 Cm
b. Pemeriksaan 6B
1) B1 (BREATH)
a. Wajah:
☑Normal □ Dagu Kecil □ Edema
□Gigi palsu □Gigi goyang □ Gigi maju
□ Kumis/ jenggot □ mikrognathia □ Hilangnya gigi
b. Kemampuan membuka mulut < 3 cm □Ya ☑Tidak

c. Jarak Thyro - Mental < 6 cm ☑Ya □Tidak

d. Cuping hidung □Ya ☑Tidak


e. Mallampati Skor : □ I ☑ II □ III □ IV

f. Tonsil : □ T0 ☑ T1 □ T2 □ T3 □ T4
g. Kelenjar tiroid : ukuran 2- 4 cm intensitas
h. Obstruksi Jalan Napas
☑Tidak ditemukan □ Tumor □ Gigi maju □ Stridor

i. Bentuk Leher : ☑ Simetris □ Asimetris


 Mobilitas Leher : Normal
 Leher pendek : □Ya ☑Tidak

 Dapatkah pasien menggerakkan rahang ke depan? ☑ Ya □ Tidak


 Dapatkah pasien melakukan ekstensi leher dan kepala?
☑ Ya □ Tidak

 Apakah pasien menggunakan collar? □ Ya ☑Tidak


j. Thorax
 Bentuk thorax : Pulmonal
 Pola napas : Sinus Rhythm
 Retraksi otot bantu napas : Normal
 Perkusi paru : ☑ sonor □ hipersonor □ dullness
 Suara napas :□ronchi □wheezing ☑vesikuler
□bronchial □bronkovesikular
2) B2 (BLOOD)
 Konjungtiva : □ anemis ☑ tidak
 Vena jugularis : pembesaran □ ya ☑ tidak
 BJ I : □ tunggal □ ganda ☑ regular □ irreguler

 BJ II : □ tunggal □ ganda ☑ regular □ irregular


 Bunyi jantung tambahan : BJ III □ murmur
3) B3 (BRAIN)
 Kesadaran : ☑ kompomentis □ apatis □ delirium □ somnolen
□ sopor □ koma
 GCS : Verbal : 5 Motorik : 6 Mata : 4
 Reflek fisiologis
a. Reflek bisep (+)
b. Reflek trisep (+)
c. Reflek brachiradialis (+)
d. Reflek patella (+)
e. Reflek achiles (+)
 Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu.
a. Reflek babinski (+)
b. Reflek chaddok (+)
c. Reflek schaeffer (+)
d. Reflek oppenheim (+)
e. Reflek gordon (+)
4) B4 (BOWEL)
 Frekuensi peristaltic usus : 10 x/menit
 Titk Mc. Burney : □ nyeri tekan □ nyeri lepas
 Borborygmi : □Ya ☑ Tidak □ nyeri menjalar

 Pembesaran hepar : □Ya ☑ Tidak

 Distens : □Ya ☑Tidak


 Asites : □ shiffing dullness □ undulasi
5) B5 (BLADER)
 Buang air kecil : ☑ Spontan □Tidak

 Terpasang kateter : ☑Ya □ Tidak

 Gagal ginjal : □Ya ☑ Tidak


 Infeksi saluran kemih : □Ya ☑ Tidak
 Produksi urine : ± 60-100 cc
 Retensi urine : □Ya ☑ Tidak

6) B6 (BONE)
a) Pemeriksaan Tulang Belakang
Kelainan tulang belakang : Kyposis (-), Scoliosis (-), Lordosis (-),
Perlukaan (-), infeksi (-), mobilitas (terbatas), Fibrosis (-), HNP (-)
b) Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Atas
 Inspeksi
 Otot antar sisi kanan dan kiri (asimetris), deformitas (+)
Fraktur (-), lokasi fraktur : tidak ada, jenis fraktur : tidak
ada, terpasang gips(-), Traksi (-), atropi otot (-) IV line:
terpasang di tangan kanan 2 line, ukuran abocatch : 20G,
tetesan : 10 tpm
 ROM: ………………..
 Lainnya:……………..
 Palpasi
 Perfusi : Tidak ada kemerahan, tidak ada tanda-tanda
infeksi dan tidak ada lesi
 CRT : 3 detik
 Edema : (1 – 4)
 Lakukan uji kekuatan otat : ( 1 – 5 )
 Lainnya:………………

Ekstremitas Bawah :

 Inspeksi
 Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-), lokasi fraktur : tidak ada, jenis fraktur : tidak
ada, kebersihan luka: tidak ada, terpasang gips (-), Traksi
(-), atropi otot (-) IV line: tidak terpasang
 ROM: ………………..
 Lainnya:………………
 Palpasi
 Perfusi : Terdapat kemerahan, ada tanda-tanda infeksi, tidak
ada lesi
 CRT: 3 detik
 Edema : (1- 4)
 Kekuatan otot : (1 – 5)
 Lainnya:………………
 Kesimpulan palpasi ekstermitas :
- Edema :

- Uji Kekuatan Otot :


3. Data Penunjang Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL UNIT NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 16.2 gr/dl 11.5 - 15.0
Leukosit 8160 /uL 4000 – 10000
Eritrosit 5.27 Juta/uL 3.5 – 5.5
Trombosit 269 10³ /µL 150 – 500
Hematrokrit 46 % 37.0 – 47.0
MCV 87.1 fL 80.0 – 100.0
MCH 30.7 Pg 26.0 – 34.0
MCHC 33.9 g/dL 32.0 – 36.0
Golongan Darah O
LED
LED 1 Jam L 7 mm/jam <10
LED 2 Jam 23 mm/jam <20
HITUNG JENIS
LEUKOSIT
Basofil 1 % 0–1
Eosinofil H 14 % 1–3
Segmen 53 % 50 – 70
Limfosit 26 % 20 – 40
Monosit 5 % 2–8
Ratio NL H 2.04 < 3.13
ALC 2122 /uL > 1500
HEMOSTASIS
PTT 13.0 detik 9.3 – 11.4
INR 1.22
APTT 30.4 detik 24.5 – 32.8
IMUNOLOGI
HbSAg Kualitatif Negative Negative
HIV Non Non Reactive
Reactive
Antigen SARS-COV-2 Negative Negative

b. Pemeriksaan Radiologi

c. Lain-lain :…………………………………………………………………..
Hasil pemeriksaan : ………………………………………………………..
4. Terapi saat ini
- Midazolam
- Fentanyl
- Propofol
- Atracurium
- Ondansentron
- Dexamethasone
- RL 500 ml
- Koloid (Gelafusal Gelatin Polysuccinate) 500 ml
- Koktail (Drip RL 500 ml)
 Tranexamic Acid
 Ascorbid Acid
 Phytomenadione
 Carbazochrome Sodium Sulfonate
5. Kesimpulan Status Fisik (ASA)
ASA II
6. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor Penyulit : Tidak ada
b. Jenis Anestesi : General Anestesi
c. Indikasi : Lokasi pembedahan berada pada eksteremitas bagian bawah
d. Teknik Anestesi : Menggunakan ETT (Endotracheal Tube)
e. Indikasi : Operasi sedang
1) Analisa Data
NO Symptom Etiologi Problem
I PRE ANESTESI
1 DS : Pembentukan Resiko Infeksi
 Pasien mengatakan post Abses Tulang
op 2018 kaki kanannya
bertambah bengkak
 Pasien mengatakan
sulit untuk berjalan

DO :
Hasil CT Scan Arteriografi
Extremitas Inferior Dextra
:
 Tampa kos fibula
memendek gemuk dan fusi
dengan os tibia pada aspek
superior
 Tampak nonunion
dengan fragmen distal
memendek dan
membesar
 Tampak soft tissue edema
dengan soft tissue mass
yang melinkar melingkupi
os tibia et fibula bentuk
bulat dengan diameter1.k
17,5 cm
 Kaki kanan pasien tampak
bengkak
2. DS : Krisis Koping individu
 Pasien selalu situasional tidak efektif
menanyakan tentang (ansietas)
keadaannya.
 Pasien mengatakan khawatir
dengan tindakan operasi
DO :
 Pasien tampak gelisah,
tidak tenang
 Wajah pasien tampak tegang
II INTRA ANESTESI
NO Symptom Etiologi Problem
1. DO : Perdarahan Resiko Syok
Hipovolemik
 Pasien resiko perdarahan
 Pasien terpasang infus 2
jalur
 Pasien diberikan
Koloid (Gelafusal
Gelatin Polysuccinate)
500 ml
 Pasien diberikan Koktail
(Drip RL 500 ml)
Koktail :
 Tranexamic Acid
 Ascorbid Acid
 Phytomenadione
 Carbazochrome Sodium
Sulfonate
 EBV : BB x 75
55 x 75
= 4.125
20 % : 825
 ABL : (HT – 30) x 3 x EBV
100
(46 – 30) x 3 x 4125
100
= 1.980
 Nilai Hb 16,2 g/dL
 Nilai Ht 46%
 Perdarahan 500 cc
 Hasil TTV :
TD : 88/58 mmHg
HR : 56 x/menit
RR : 20 x/menit
SPO2 : 99%
Suhu : 36
III PASCA ANESTESI
NO Symptom Etiologi Problem
DS: Efek obat anestesi Resiko Jatuh
Pasien mengatakan
masih mengantuk
DO:
- Pasien setelah
pembiusan belum
sadar penuh
- Hasil TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 68 x/menit
RR : 20 x/menit
SPO2 : 99%
II. Problem (Masalah)
a. PRE ANESTESI
1. Prioritas tinggi (mengancam nyawa)
2. Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)
3. Prioritas rendah (situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari
suatu penyakit yang secara spesifik)
Alasan prioritas : karena operasi yang tidak mendesak ataupun darurat

b. INTRA ANESTESI
1. Prioritas tinggi (mengancam nyawa)
2. Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)
3. Prioritas rendah (situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari
suatu penyakit yang secara spesifik)
Alasan prioritas : Karena resiko perdarahan bisa menyebabkan syok hipovolemik

c. PASCA ANESTESI
1. Prioritas tinggi (mengancam nyawa)
2. Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)
3. Prioritas rendah (situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari
suatu penyakit yang secara spesifik)
Alasan prioritas : Pemantauan pasien yang belum sadar penuh
I. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
1) Pra Anestesi

Nama : Tn. A No. CM : 00340xxx


Umur : 23 tahun Dx : Osteomyelitis Kronik Tibia Dextra

Jenis kelamin : Laki-Laki Ruang : IBS


No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama &
(Masalah) Tujuan Intervensi Paraf
1 Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan 1. Memonitor tanda S: Pasien
Infeksi b/d tindakan keperawatan gejala infeksi sitemik dan gejala infeksi mengatakan kaki
Pembentukan Resiko Infeksi dan local sitemik dan local kanannya masih
Abses Tulang teratasi dengan 2. Inspeksi kulit dan 2. Menginspeksi bengkak dan
kriteria hasil: mukosa terhadap kulit dan mukosa kesulitan untuk
 Pasien bebas kemerahan terhadap berjalan
dari gejala 3. Cuci tangan setiap sebelum kemerahan
dan tanda dan sesudah tindakan 3. Mencuci tangan O: Pasien tampak

infeksi keperawatan setiap sebelum koperatif

 Menghindari 4. Pertahankan teknik dan sesudah Luka pasien sudah tidak


penjalaran asepsis pada pasien tindakan bereaksi diberikan
ancaman beresiko keperawatan antibiotic maka
kesehatan 5. Lakukan perawatan luka 4. Mempertahankan dilakukan tindakan
6. Lakukan tindakan teknik asepsis pembedahan
pembedahan, jika pada pasien Hasil TTV :
semakin parah beresiko TD : 110/60
7. Kolaborasi dengan 5. Melakukan N : 85 x/menit
dokter dalam pemberian
terapi antibiotic
perawatan luka RR : 20 x/menit
6. Melakukan Suhu : 36°C
Tindakan SPO2 : 99%
pembedahan
A: Masalah
7. Berkolaborasi
Resiko Infeksi
dengan dokter
belum teratasi
anestesi untuk
pemberian
antibiotic P: Lanjutkan intervensi
• Monitor tanda dan
gejala infeksi sitemik
dan local
• Lakukan tindakan
pembedahan
• Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antibiotic

2. Koping Setelah 1. Kaji tingkat ansietas 1. Mengkaji tingkat S:


individu tidak dilakukan pasien,tentukan ansietas pasien - Pasien
efektif tindakan bagaimana pasien 2. Memberikan mengatakan
(ansietas) keperawatan menangani masalahnya informasi yang cemas berkurang
berhubungan diharapkan ansietas sebelumnya dan sekarang akurat - Pasien
dengan krisis berkurang dengan 2. Berikan informasi 3. Memberikan mengatakan siap
situasional kriteria hasil : yang akurat kesempatan pada dilakukan
- Tampak rileks dan 3. Berikan kesempatan klien untuk Tindakan operasi
melaporkan ansietas pada klien untuk mengungkapkan
O:
berkurang. mengungkapkan masalah masalah yang
- Pasien tampak
- Mengkaji situasi yang dihadapinya dihadapinya
lebih rileks
terbaru dengan 4. Catat perilaku dari 4. Mencatat perilaku
akurat orang terdekat atau dari orang terdekat
A : Masalah ansietas
mendemonstrasikan keluarga yang atau keluarga yang teratasi
ketrampilan meningkatkan peran meningkatkan
P:
pemecahan masalah sakit pasien peran sakit pasien
- Hentikan
intervensi
- Lanjutkan
Tindakan
operasi
ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE- ASSESMEN
Tanggal : 2022
Kesadaran :Compos Mentis Pemasangan IV line : □1 buah ☑ 2 buah □ ……….
Tekanan darah: 110/60 mmHg, Nadi : 85 x/mnt. Kesiapan mesin anestesi : ☑ Siap/baik □ ………
RR : 20 x/mnt Suhu : 36 C 0
Kesiapan Sumber gas medik : ☑ Siap/baik □ ………
SaturasiO2 : 99%
Kesiapan volatile agent : ☑ Siap/baik □ ………
Gambaran EKG : Sinus Rhythm
Kesiapan obat anestesi parenteral : ☑ Siap/baik □ ………

Kesiapan obat emergensi : ☑ Siap/baik □ ………

Penyakit yang diderita : ☑ Tidak ada □ Ada, sebutkan……………


Penggunaan obat sebelumnya: ☑ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………

Gigi palsu : ☑Tidak ada □ Ada , permanen □ Ada,sudah dilepas


Alergi : ☑ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Kontak lensa : ☑ Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.

Asesoris : ☑ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………


CATATAN LAINNYA:
1) Intra Anestesi
Nama : Tn. A No. CM : 0034XXX
Umur : 23 Tahun Dx : Osteomyelitis Kronik

Jenis kelamin : Laki-Laki Ruang : IBS


No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama
(Masalah) Tujuan Intervensi &
Paraf
1 Resiko Syok Setelah dilakukan 1. Monitor status 1. Memonitor status S: -
Hipovolemik tindakan kardiopulmonal (frekuensi kardiopulmonal O:
b/d Perdarahan keperawatan, dan kekuatan nad, (frekuensi dan
 Pasien terpasang
Resiko Syok frekuensi napas, TD, MAP) kekuatan nadi,
infus 2 jalur
Hipovelemik dapat 2. Monitor respon pupil frekuensi napas,
teratasi dengan 3. Pertahankan jalan TD, MAP)  Pasien diberikan

kriteria hasil : napas paten 2. Memonitor Koloid (Gelafusal

 Tanda – tanda 4. Pasang infus 2 line respon pupil Gelatin

vital pasien 5. Cek Hb cito, jika 3. Mempertahankan Polysuccinate) 500

dalam batas perdarahan jalan nafas paten ml

normal melebihi/mendekati EBV 4. Memasang infus  Pasien diberikan


 Perdarahan dan ABL 2 line Koktail (Drip
terkontrol 6. Kolaborasi transfusi darah, 5. Mengecek hb RL 500 ml)
 Nadi dalam jika Hb dibawah nilai cito, jika
Koktail :
batas yang normal perdarahan
diharapkan (N : 7. Kolaborasi dengan melebihi/mendeka  Tranexamic

70-88 x/menit) dokter anestesi dalam ti EBV dan ABL Acid


 Irama jantung pemberian cairan dan 6. Memberikan  Ascorbid Acid
dalam batas farmakologi transfusi darah,
yang jika hb dibawah
 Phytomenadione
diharapkan nilai normal
 Carbazochrome
(Reguler) 7. Berkolaborasi
Sodium
 Frekuensi nafas dengan dokter
Sulfonate
dalam batas anestesi dalam
yang pemberian cairan  EBV : BB x 75
diharapkan dan farmakologi
55 x 75
(RR : 16-24
= 4.125
x/menit)
 Nilai Hb 20 % : 825
normal
 ABL : (HT – 30) x
3 x EBV

100

(46 – 30) x 3 x 4125

100

= 1.980

 Nilai Hb 16,2 g/dL

 Nilai Ht 46%

Perdarahan 500

cc

Hasil TTV
TD : 88/58

HR : 56
RR : 20 x/menit
SpO2 : 99%

Temperature : 36°C

A: Masalah Resiko
Syok Hipovolemik
belum teratasi

P: Lanjutkan
intervensi
 Monitor status
kardiopulmonal
(frekuensi dan
kekuatan nad,
frekuensi napas,
TD, MAP)
 Pertahankan
jalan nafas paten
 Cek Hb cito jika
perdarahan
melebihi/mendekati
EBV dan ABL
 Kolaborasi transfusi
darah, jika hb
dibawah nilai
normal
 Kolaborasi dengan
dokter anestesi
dalam pemberian
cairan dan
farmakologi
1) Pasca Anestesi
Nama : Tn. A No. CM : 0034XXX
Umur : 23 tahun Dx : Osteomyelitis Kronik Tibia (D)
Jenis kelamin : Laki-Laki Ruang : IBS

No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama


(Masalah) Tujuan Intervensi &
Paraf
1 Risiko Jatuh Setelah dilakukan 1. Jaga posisi imobilitas pasien 1. Menjaga posisi S: Pasien mengatakan
b/d Efek Obat tindakan 2. Pasang sticker identifikasi imobilitas masih mengantuk

Anestesi keperawatan fall risk. pasien


O: Terpasang
Resiko Jatuh 3. Jaga keamanan 2. Memasang sticker
pengaman di kanan dan
teratasi pasien selama identifikasi fall
kiri pasien
dengan kriteria hasil: transportasi risk.
 Pasien aman 4. Pantau penggunaan 3. Menjaga Hasil TTV :

selama dan obat anestesi dan efek keamanan pasien TD : 90/60


setelah yang timbul. selama mmHg N: 68

pembiusan transportasi x/menit

 Selama operasi 4. Memantau RR: 20 x/menit


SPO2 : 99 %
tidak penggunaan obat
bangun/tenang anestesi dan
A : Resiko
 Pasien aman efek yang
terjatuh teratasi
tidak jatuh timbul.
sebagian

P : Pindahkan
ke bangsal
PASCA ANESTESI

CATATAN PASIEN DI KAMAR PEMULIHAN :


Waktu masuk RR: Pk…….
Penata anestesi pengirim :
Penata anestesi penerima :
Tanda Vital : □TD: mmHg□Nadi:x/menit □RR: x/menit □Temperatur : 0
C
Kesadaran : □ Sadar betul □Belum sadar □Tidur dalam
Pernafasan : □ Sponta □Dibantu □VAS
Penyulit Intra operatif :
Instruksi Khusus :

S S S
Frekuensi

Frekuensi

Tekanan

SKALA C STEWARD C C
darah
napas

ALDRETTE
nadi

NYERI O O BROMAGE SCORE O


SCORE SCORE
(Lingkar) R R R
E E E
28 220 Gerakan penuh dari
20 200 0 Saturasi O2 Pergerakan
26 180 Tungkai
1
12 160 Tak mampu
8 180 140 2 Pernafasan
Pernapasan
160 120 3 ekstensi tungkai
140 100 4 Tak mampu fleksi
120 80 5 Sirkulasi Kesadaran
100 60 Lutut
6
80 40 7 Tak mampu fleksi
60 20 Aktifitas
8 motorik pergelangn kaki
0
9
10 Kesadaran
Lama Masa Pulih :
Menginformasikan keruangan untuk menjemput pasien :
1. Jam : Penerima : 2. Jam : Penerima : 3. Jam :
Penerima :

KELUAR KAMAR PEMULIHAN


Pukul keluar dar RR : Pk. ke ruang: □ rawat inap □ ICU □ Pulang □ lain-lain:
SCORE ALDRETTE :
SCORE STEWARD:
SCORE BROMAGE:
SCORE PADSS (untuk rawat jalan): □ not
applicable SCORE SKALA NYERI: □ Wong Baker:

Nyeri : □ tidak □ ada


Risiko jatuh : □ tidak beresiko □ resiko rendah □ resiko tinggi
Risiko komplikasi respirasi : □ tidak □ ada
Rsiko komplikasi kardiosirkulasi □ tidak □ ada
Rsiko komplikasi neurolgi : □ tidak □ ada
Lainya

INSTRUKSI PASCA BEDAH:


Pengelolaan nyeri :
Penanganan mual/ muntah :
Antibiotika :
Obat-obatan lain :
Infus :
Diet dan nutrisi :
Pemantauan TTV : Setiap Selama
Hasil pemeriksaan penunjang/obat/barang milik pasien) yang diserahkan melalui perawat ruangan/ICU :

Anda mungkin juga menyukai