DISUSUN OLEH :
2019040053
2022
A. KONSEP TEORI PENYAKIT
1. DEFINISI
Osteomielitis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang berawal
dari infeksi ruang medula dan dengan cepat melibatkan sistem haversian, kemudian
meluas sehinggan melibatkan periosteum daerah sekitar. Kondisi ini dapat dikategorikan
menjadi akut, subakut dan kronis, tergantung pada gambaran klinis.
Agen penyebab osteomielitis umumnya terkait dengan faktor risiko tertentu yang
mendukung pertumbuhan mikroorganisme tertentu. Di antara agen infeksi yang paling
sering dikaitkan dengan penyakit ini adalah agen bakteri seperti Staphylococcus aureus.
Namun, dalam beberapa kasus, terutama bila ada beberapa jenis gangguan sistem
kekebalan atau penyakit kronis yang melemahkan, agen etiologi yang terlibat mungkin
bakteri atipikal atau agen jamur (Freire, LFL, Gavilanes, 2019).
Osteomielitis akut sering diasosiasikan dengan perubahan inflamasi pada tulang yang
disebabkan oleh bakteri patogen dengan gejala terjadi dalam waktu 2 minggu setelah
infeksi. Pada osteomielitis kronis, nekrosis tulang dapat terjadi hingga 6 minggu pasca
infeksi (Schmitt, S.K, 2017).
Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup
atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Penatalaksaan pada pasien osteomielitis
antara lain adalah tindakan pembedahan, yang mana tindakan ini dilakukan jika tidak
menunjukkan respon 2 terhadap antibiotik (Suratun dkk, 2008). Untuk teknik operasi
pada pasien osteomyelitis kronis yang sudah tidak bisa diobati dengan antibiotik tindakan
terakhir yang dilakukan adalah AKA (amputasi).
Amputasi adalah tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian
ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakanyang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh pasien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti menimbulkan komplikasi infeksi.
Dari teknik penyembuhan menggunakan teknik operatif dari tindakan post operatif
tersebut tentu menimbulkan adanya suatu permasalahan yang meliputi gangguan kapasitas
fisik dan kemampuan fungsional, yaitu adanya keluhan nyeri akibat incise serta nyeri
gerak, oedema, keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS), penurunan kekuatan otot, serta
penurunan aktivitas kegiatan sehari-hari (AKS). Dengan demikian selain bertujuan
menghilangkan penderitaan, mengatasi nyeri merupakan salah satu upaya menunjang
proses penyembuhan (Wirjoatmodjo, 2009). Kelainan yang timbul pascabedah juga dapat
terjadi akibat tindakan luka bedah, akibat anestesi, atau akibat faktor lain. Faktor lain ini
termasuk status imunologi seperti komorbiditas atau masalah psikologis (Syamsuhidayat,
2005).
2. ETIOLOGI
Masuknya bakteri staphylococcus hingga ke tulang dapat melalui beberapa cara, yaitu:
1. Melalui aliran darah: Bakteri dari bagian tubuh lain dapat menyebar ke tulang
melalui aliran darah.
2. Melalui jaringan atau sendi yang terinfeksi: Kondisi ini memungkinkan bakteri
bisa menyebar ke tulang di dekat jaringan atau sendi yang terinfeksi.
3. Melalui luka terbuka: Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh jika terdapat luka
terbuka seperti patah tulang terbuka atau kontaminasi langsung saat bedah
ortopedi.
Staphylococcus Aureus merupakan penyebab 70-80% osteomielitis. Organisme
patogenik lainnya yang sering di jumpai yaitu Proteus, Pseudomonas, dan Escherichia
Coli. Infeksi dapat terjadi melalui: (Suratun dkk, 2008)
a) Penyebaran ematogen dari fokus infeksi di yempat lain: tonsil yang terinfeksi,
infeksi gigi, infeksi saluran napas bagian atas.
b) Penyebaran infeksi jaringan lunak: ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus
vaskular.
c) Kontaminasi langsung dengan tulang: fraktur terbuka, cedera traumatik (luka
tembak, pembedahan tulang).
3. TANDA DAN GEJALA
Manifestasi klinis meliputi demam, bengkak, nyeri, dan keterbatasan gerak. Tulang
yang paling terpengaruh adalah tibia, tulang paha dan pada tingkat lebih rendah dari
tungkai atas. Kekambuhan infeksi terjadi pada pasien dengan fraktur dan perubahan
keselarasan segmen fraktur. Diperkirakan bahwa tulang terinfeksi antara 1 dan 2% dari
operasi musculoskeletal (Reyes, H., Navarro, P, 2001).
Gejala osteomielitis dapat terjadi secara akut atau kronis. Berikut ini adalah
penjelasannya:
1) Osteomielitis Akut
Osteomielitis jenis ini terjadi secara mendadak dan berkembang dalam waktu 7
sampai 10 hari.
2) Osteomielitis Kronis
Osteomielitis kronis dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala selama beberapa
bulan bahkan tahun, sehingga terkadang sulit untuk dideteksi. Osteomielitis jenis
ini juga dapat terjadi akibat osteomielitis akut yang sulit ditangani dan terjadi
secara berulang untuk waktu yang lama.
4. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS/PEMERIKSAAN PENUNJANG TERKAIT
1. Laboratorium
Hitung darah lengkap (CBC) berguna untuk mengevaluasi leukositosis dan
anemia. Leukositosis sering terjadi pada osteomielitis akut sebelum terapi. Jumlah
leukosit jarang melebihi 15.000/µL secara akut dan biasanya normal pada osteomielitis
kronis.
2. Radiografi Konvesional
Radiografi konvensional adalah pemeriksaan pencitraan awal pada presentasi
osteomielitis akut. Hal ini membantu untuk menginterpretasikan radiografi saat ini dan
lama bersama-sama.
Temuan radiografi termasuk penebalan atau peninggian periosteal, serta
penebalan kortikal, sklerosis, dan ketidakteraturan. Perubahan lain termasuk hilangnya
arsitektur trabekular, osteolysis, dan pembentukan tulang baru.
3. CT Scan
Computed tomography (CT) berguna untuk memandu biopsi jarum pada
infeksi tertutup dan untuk perencanaan pra operasi untuk mendeteksi kelainan tulang,
benda asing, atau tulang nekrotik dan jaringan lunak.
CT Scan dapat membantu dalam penilaian integritas tulang, gangguan kortikal,
dan keterlibatan jaringan lunak. Ini juga dapat mengungkapkan edema. Fistula
intraosseous dan defek kortikal yang mengarah ke saluran sinus jaringan lunak juga
ditunjukkan pada CT.
4. MRI
5. Biopsi Tulang
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan osteomielitis antara lain
(Suratun dkk, 2008) :
1) Daerah yang terkena diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyaman dan
mencegah terjadinya fraktur.
2) Lakukan rendaman air hangat selama 20 menit beberapa kali sehari untuk
mengingkatakan aliran darah.
3) Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi
4) Berdasarkan hasil kultur, dimulai pemberian antibiotik intravena. Jika infeksi
tampak terkontrol dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan.
5) Pembedahan dilakukan jika tidak menujukkan respon terhadap antibiotic
6) Lakukan irigasi dengan larutan salin fisiologis steril 7-8 hari pada jaringan purulen
dan jaringan nekrotik di angkat. Terapi antibiotic dilanjutkan.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit ini antara lain (Suratun dkk, 2008):
a. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen
b. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang.
c. Lingkungan operasi dan teknik operasi dapat menurunkan insiden osteomielitis 4)
Pemberian antibiotik profilaksis pada pasien pembedahan
d. Teknik merawat luka aseptik pada pasca operasi
B. PERTIMBANGAN ANESTESI
1. DEFINISI ANESTESI
Anestesi dan reanimasi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tatalaksana
untuk mematikan rasa. Rasa nyeri, rasa tidak nyaman pasien, dan rasa lain yang tidak
diharapkan.
Anestesiologi adalah ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk menjaga atau
mempertahankan hidup pasien selama mengalami “kematian” akibat obat anestesia
(Mangku 2010). Anestesi berarti “hilangnya rasa atau sensasi”.
Istilah yang digunakan para ahli saraf dengan maksud untuk menyatakan bahwa terjadi
kehilangan rasa secara patologis pada bagian tubuh tertentu, atau bagian tubuh yang
dikehendaki (Boulton, 2012).
2. JENIS ANESTESI
Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari sensasi yang meliputi sensasi
sakit/nyeri, rabaan, suhu, posisi/propioseptif. General anesthesia atau anestesi umum
adalah tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar,
dan menyebabkan amnesia yang bersifat reversibel dan dapat diprediksi. Tiga pilar
anestesi umum atau yang disebut trias anestesi meliputi hipnotik atau sedative, yaitu
membuat pasien tertidur atau mengantuk/tenang, analgesia atau tidak merasakan
sakit, dan relaksasi otot yaitu kelumpuhan otot skelet (Pramono, 2017).
General anestesi suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti
oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesia (Mangku,
2010). General anestesi menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk ke jaringan
otak dengan tekanan setempat yang tinggi. Selama masa induksi pemberian obat bius
harus cukup untuk beredar didalam darah dan tinggal di jaringan tubuh.
3. TEKNIK PADA GENERAL ANESTESI
A. General anestesi intravena
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan
menyuntikan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena
(Mangku, 2010). Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui
jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetic maupun relaksan atau
pelumpuh otot (Majid, Judha, Istianah, 2011). Ketika hanya obat IV diberikan tunggal
untuk induksi dan pemeliharaan anestesi, digunakan istilah “anestesi intravena total”
(TIVA). Obat yang digunakan untuk pemeliharaan anestesi harus dimetabolisme
dengan cepat menjadi substansi nonaktif atau dibuang untuk mencegah akumulasi dan
penundaan pemulihan; selain juga menghindari efek samping yang tidak
menyenangkan (Gwinnutt, 2014).
B. Anestesi umum inhalasi
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan
jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau
cairan yangmudah menguap melalui alat/mesin anestesi langsung ke udara
inspirasi (Mangku, 2010). Obat anestesi inhalasi yang pertama kali di kenal
dan digunakan untuk membantu pembedahan ialah N2O, dan saat ini
merupakan anestesi inhalasi yang umum digunakan (Latief, 2002).
C. Anestesi imbang
Merupakan teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi obat-
obatan baik obatanestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional untuk mencapai
trias anestesi secara optimal. (Mangku, 2010).
Pada Kasus Asuhan Kepenataan Anestesi Tindakan Operasi AKA dengan General
Anestesi dilakukan dengan pemasangan ETT (Endotracheal Tube). Intubasi Trakhea
adalah tindakan memasukkan pipa trakhea kedalam trakhea melalui rima glotis, sehingga
ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakhea antara pita suara dan bifurkasio
trakhea (Latief, 2007).
Tindakan intubasi trakhea merupakan salah satu teknik anestesi umum inhalasi, yaitu
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah
menguap melalui alat/ mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
Ukuran ETT
Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar
dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat
besarnya jari kelingkingnya.
Pipa endotrakheal terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya di
daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral
nilon atau besi (Non Kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa
endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya
digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan
krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit
adalah trachea.
4. RUMATAN ANESTESI
Berdasarkan status fisik pasien pra anestesi, ASA (The American Society of
Anesthesiologists) membuat klasifikasi yang membagi pasien ke dalam 5 kelompok atau
kategori sebagai berikut :
a) ASA I : Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
b) ASA II : Pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
c) ASA III : Pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan
karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa
d) ASA IV : Pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik berat yang secaara
langsung mengancem kehidupannya
e) ASA V : Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi ataupun tidak dalam 24 jam pasien
akan meninggal.
5. RESIKO
Nyeri
Dukacita Penurunan
Kerusakan
Gangguan
Kehilangan Darah Kerusakan Integritas Kulit
Perawatan
Pasca Bedah Jaringan Saraf
Diri
Resiko Infeksi
Resiko Syok
Hipovolemi Nyeri
k
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap yang sistematis dalam pengumpulan data tentang individu,
keluarga, dan kelompok (Carpenito dan Moyet, 2007 dalam Haryanto 2008).
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek fisiologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual.
a. Data Subjektif
Data yang didapatkan dari pasien
b. Data Objektif
Data yang yang didapatkan dari observasi petugas kesehatan.
2. MASALAH KESEHATAN ANESTESI
3. RENCANA INTERVENSI
Pada tahap ini penata anestesi membuat rencana Tindakan kepenataan anestesi
untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaaan kepenataan
anestesi adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan langkah langkah pemecahan masalah
dan prioritasnya.
Pelaksanaan kepenataan anestesi terdapat tiga jenis implementasi yaitu :
Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Nanda nic-noc aplikasi jilid 1. Jakarta: Mediaction
Brunner and Suddarth. (2010). Buku Ajar Bedah, Ed. 6, EGC, Jakarta
Black & Hawks. (2014). Keperawatan medical bedah. Indonesia: Cv . Pentasada Media
Edukasi. Brunner & Suddarth. (2015). Buku ajar keperwatan medical bedah, edisi 8 vol 3.
Freire, LFL, Gavilanes, JMG, Caillagua, YSS, López, JAM, Velasco, SJS, Vargas, AMA, &
Ramírez, AVC. (2019). Osteomielitis: pendekatan diagnostik terapeutik. Arsip Farmakologi dan
Terapi Venezuela , 38 (1), 53-62.
Hatzenbuehler, J. and T. Pulling. (2011). Diagnosis and management of osteomielitis, Am, Fam.
Physician. 84(9): p. 325-360.
Mangku Gde & Senephati, Tjokorda GA. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia Reanimasi. Jakarta:
indeks
Reyes, H., Navarro, P., Jiménez, E., & Reyes, H. (2001). Osteomielitis: tinjauan dan pembaruan. Jurnal
Fakultas Kedokteran , 24 (1), 47-54.
Topazian RG. (2002). Osteomielitis of jaws. In Topazian RG, Goldberg MH (eds). Oral and
maxilliofacial infections, 3rd ed. Pp 251-286. Philadelphia, PA: Saunders
LAPORAN KASUS
DISUSUN OLEH :
2019040053
2022
I. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : Belum menikah
Golongan darah :O
Alamat : Ungaran, Jawa Tengah
No. CM : 003403XXX
Diagnosa medis : Osteomyelitis Kronik Tibia
Dextra Tindakan Operasi : Above Knee Amputation
(AKA) Tanggal MRS : 01 Oktober 2022
Tanggal pengkajian : 03 Oktober 2022
Jam Pengkajian : 15.30
Jaminan :
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. W
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa
Hubungan dg Klien : Orang
Tua
Alamat : Ungaran, Jawa Tengah
Riwayat
Kesehatan
3) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Kaki kanan merasakan sakit dan bengkak semakin membesar
b. Saat pengkajian
Kaki kanan terlihat bengkak
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan 2018 menjalani operasi pada kaki kanannya namun
setelah operasi tidak kunjung membaik melainkan bertambah bengkak
dan kesulitan untuk berjalan. Pada tanggal 1 Oktober 2022 pasien
dirawat inap dan dijadwalkan operasi tanggal 03 Oktober 2022 di RSO
Prof Dr. R. Soeharso Surakarta
5) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,
kardiovaskuler, perdarahan tidak normal, asma, anemia
6) Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler, perdarahan tidak normal,
asma, anemia
7) Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan didalam keluarganya
tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit sistemik
8) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Iya
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah? Tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? Tidak
9) Riwayat pengobatan/konsumsi obat
- Obat yang pernah dikonsumsi: Paracematol
- Obat yang sedang dikonsumsi: Tidak ada
10) Riwayat Alergi : Tidak
11) Kebiasaan
Merokok : Tidak
Alkohol : Tidak
Kopi/teh/soda : Tidak
b. Pola Kebutuhan Dasar
1) Udara atau oksigenasi
Sebelum sakit
Gangguan pernafasan : Tidak ada
Alat bantu pernafasan: Tidak ada
Sirkulasi udara : Normal
Keluhan : Tidak ada
Lainnya : Tidak
b) Istirahat dan
Tidur Sebelum
sakit
Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak
Berapa jam anda tidur :malam 22.00 WIB, siang Tidak
Saat ini
f. Tonsil : □ T0 ☑ T1 □ T2 □ T3 □ T4
g. Kelenjar tiroid : ukuran 2- 4 cm intensitas
h. Obstruksi Jalan Napas
☑Tidak ditemukan □ Tumor □ Gigi maju □ Stridor
6) B6 (BONE)
a) Pemeriksaan Tulang Belakang
Kelainan tulang belakang : Kyposis (-), Scoliosis (-), Lordosis (-),
Perlukaan (-), infeksi (-), mobilitas (terbatas), Fibrosis (-), HNP (-)
b) Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (asimetris), deformitas (+)
Fraktur (-), lokasi fraktur : tidak ada, jenis fraktur : tidak
ada, terpasang gips(-), Traksi (-), atropi otot (-) IV line:
terpasang di tangan kanan 2 line, ukuran abocatch : 20G,
tetesan : 10 tpm
ROM: ………………..
Lainnya:……………..
Palpasi
Perfusi : Tidak ada kemerahan, tidak ada tanda-tanda
infeksi dan tidak ada lesi
CRT : 3 detik
Edema : (1 – 4)
Lakukan uji kekuatan otat : ( 1 – 5 )
Lainnya:………………
Ekstremitas Bawah :
Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-), lokasi fraktur : tidak ada, jenis fraktur : tidak
ada, kebersihan luka: tidak ada, terpasang gips (-), Traksi
(-), atropi otot (-) IV line: tidak terpasang
ROM: ………………..
Lainnya:………………
Palpasi
Perfusi : Terdapat kemerahan, ada tanda-tanda infeksi, tidak
ada lesi
CRT: 3 detik
Edema : (1- 4)
Kekuatan otot : (1 – 5)
Lainnya:………………
Kesimpulan palpasi ekstermitas :
- Edema :
b. Pemeriksaan Radiologi
c. Lain-lain :…………………………………………………………………..
Hasil pemeriksaan : ………………………………………………………..
4. Terapi saat ini
- Midazolam
- Fentanyl
- Propofol
- Atracurium
- Ondansentron
- Dexamethasone
- RL 500 ml
- Koloid (Gelafusal Gelatin Polysuccinate) 500 ml
- Koktail (Drip RL 500 ml)
Tranexamic Acid
Ascorbid Acid
Phytomenadione
Carbazochrome Sodium Sulfonate
5. Kesimpulan Status Fisik (ASA)
ASA II
6. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor Penyulit : Tidak ada
b. Jenis Anestesi : General Anestesi
c. Indikasi : Lokasi pembedahan berada pada eksteremitas bagian bawah
d. Teknik Anestesi : Menggunakan ETT (Endotracheal Tube)
e. Indikasi : Operasi sedang
1) Analisa Data
NO Symptom Etiologi Problem
I PRE ANESTESI
1 DS : Pembentukan Resiko Infeksi
Pasien mengatakan post Abses Tulang
op 2018 kaki kanannya
bertambah bengkak
Pasien mengatakan
sulit untuk berjalan
DO :
Hasil CT Scan Arteriografi
Extremitas Inferior Dextra
:
Tampa kos fibula
memendek gemuk dan fusi
dengan os tibia pada aspek
superior
Tampak nonunion
dengan fragmen distal
memendek dan
membesar
Tampak soft tissue edema
dengan soft tissue mass
yang melinkar melingkupi
os tibia et fibula bentuk
bulat dengan diameter1.k
17,5 cm
Kaki kanan pasien tampak
bengkak
2. DS : Krisis Koping individu
Pasien selalu situasional tidak efektif
menanyakan tentang (ansietas)
keadaannya.
Pasien mengatakan khawatir
dengan tindakan operasi
DO :
Pasien tampak gelisah,
tidak tenang
Wajah pasien tampak tegang
II INTRA ANESTESI
NO Symptom Etiologi Problem
1. DO : Perdarahan Resiko Syok
Hipovolemik
Pasien resiko perdarahan
Pasien terpasang infus 2
jalur
Pasien diberikan
Koloid (Gelafusal
Gelatin Polysuccinate)
500 ml
Pasien diberikan Koktail
(Drip RL 500 ml)
Koktail :
Tranexamic Acid
Ascorbid Acid
Phytomenadione
Carbazochrome Sodium
Sulfonate
EBV : BB x 75
55 x 75
= 4.125
20 % : 825
ABL : (HT – 30) x 3 x EBV
100
(46 – 30) x 3 x 4125
100
= 1.980
Nilai Hb 16,2 g/dL
Nilai Ht 46%
Perdarahan 500 cc
Hasil TTV :
TD : 88/58 mmHg
HR : 56 x/menit
RR : 20 x/menit
SPO2 : 99%
Suhu : 36
III PASCA ANESTESI
NO Symptom Etiologi Problem
DS: Efek obat anestesi Resiko Jatuh
Pasien mengatakan
masih mengantuk
DO:
- Pasien setelah
pembiusan belum
sadar penuh
- Hasil TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 68 x/menit
RR : 20 x/menit
SPO2 : 99%
II. Problem (Masalah)
a. PRE ANESTESI
1. Prioritas tinggi (mengancam nyawa)
2. Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)
3. Prioritas rendah (situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari
suatu penyakit yang secara spesifik)
Alasan prioritas : karena operasi yang tidak mendesak ataupun darurat
b. INTRA ANESTESI
1. Prioritas tinggi (mengancam nyawa)
2. Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)
3. Prioritas rendah (situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari
suatu penyakit yang secara spesifik)
Alasan prioritas : Karena resiko perdarahan bisa menyebabkan syok hipovolemik
c. PASCA ANESTESI
1. Prioritas tinggi (mengancam nyawa)
2. Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)
3. Prioritas rendah (situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari
suatu penyakit yang secara spesifik)
Alasan prioritas : Pemantauan pasien yang belum sadar penuh
I. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
1) Pra Anestesi
100
100
= 1.980
Nilai Ht 46%
Perdarahan 500
cc
Hasil TTV
TD : 88/58
HR : 56
RR : 20 x/menit
SpO2 : 99%
Temperature : 36°C
A: Masalah Resiko
Syok Hipovolemik
belum teratasi
P: Lanjutkan
intervensi
Monitor status
kardiopulmonal
(frekuensi dan
kekuatan nad,
frekuensi napas,
TD, MAP)
Pertahankan
jalan nafas paten
Cek Hb cito jika
perdarahan
melebihi/mendekati
EBV dan ABL
Kolaborasi transfusi
darah, jika hb
dibawah nilai
normal
Kolaborasi dengan
dokter anestesi
dalam pemberian
cairan dan
farmakologi
1) Pasca Anestesi
Nama : Tn. A No. CM : 0034XXX
Umur : 23 tahun Dx : Osteomyelitis Kronik Tibia (D)
Jenis kelamin : Laki-Laki Ruang : IBS
P : Pindahkan
ke bangsal
PASCA ANESTESI
S S S
Frekuensi
Frekuensi
Tekanan
SKALA C STEWARD C C
darah
napas
ALDRETTE
nadi