Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN PERSALINAN PRETERM DENGAN

KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM

DI RSUD KOTA BOGOR

TAHUN 2018

Kelompok 2

MARLIN HERLINA TAMBUNAN

UNIVERSITAS NASIONAL FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN

Jl. RM. Harsono No.1, RT.9/RW.4, Ragunan, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12550
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS)

di Indonesia 2001-2010, bahwa Visi dari MPS adalah kehamilan dan

persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup

dan sehat. (Syaifuddin 2002).

Misi MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian maternal dan

neonatal melalui pemantauan sistem kesehatan untuk menjamin akses

terhadap intervensi yang cost effective berdasarkan bukti ilmiah yang

berkualitas, memberdayakan wanita, keluarga dan masyarakat melalui

kegiatan yang mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, serta

menjamin agar kesehatan maternal dan neonatal dipromosikan dan

dilestarikan sebagai prioritas program pembangunan nasional. (Syaifuddin

2002).

Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah

menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran

hidup, dan angka kematian neonatal menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup.

(Syaifuddin 2002).
Menurut World Health Organization (WHO) menunjukkan di

Indonesia terdapat Angka Kematian Ibu sekitar 307 per 100.000 kelahiran

hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi di Indonesia 35 per 1000 kelahiran

hidup. (Azrul Azwar : 2005).

Tingginya Angka Kematian Bayi tersebut disebabkan oleh asfiksia

neonatorum (49-60 %), infeksi (24-34 %), permaturus/BBLR (15-20 %),

trauma persalinan (2-7 %) dan cacat bawaan (1-3%). (Manuaba, 1998 : 5).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas

spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin

meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih

lanjut (Manuaba, 1998 : 319). Berbagai kemungkinan yang menyebabkan

terjadinya asfiksia neonatorum diantaranya persalinan preterm, lilitan tali

pusat, gangguan pusat pernafasan, faktor ibu dan banyak faktor lainnya.

Namun faktor yang dominan adalah persalinan preterm. (JPKN-NR, 2007 :

108). Persalinan preterm merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan

37 minggu atau kurang (Wiknjosastro, 2002 : 312) atau bayi yang lahir

dengan berat badan kurang dari 2.500 gram (Mochtar, 1998 : 218).

Di Propinsi Jabar Barat tahun 20017 Angka Kematian Bayi berkisar

28,5 orang per 1000 kelahiran hidup (Dinkes jabar 2017). Sedangkan di

Kota Bogor terdapat angka kematian bayi pada tahun 2017 adalah 13,48 per

1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Kota Bogor, 2017).


Di RSUD Kota Bogor pada tahun 2017 angka kejadian persalinan

preterm sebanyak 64 dari 1242 persalinan dan terdapat 39 kasus asfiksia.

Sedangkan pada tahun 2017 Angka kejadian persalinan preterm 53 dari 690

persalinan dan terdapat 36 kasus asfiksia dari jumlah persalinan preterm

tersebut (Medical Record RSUD Kota Bogor) dan 16 dari 36 kasus asfiksia

tersebut mengalami kematian.

Kesulitan utama dalam persalinan preterm adalah perawatan bayi

preterm yang semakin muda usia kehamilan semakin besar morbiditas dan

mortalitas, karena disamping harapan hidup perlu dipikirkan pula kualitas

bayi tersebut. (Syaifuddin, 2002). Persalinan Preterm menimbulkan resiko

neonatal seperti gangguan pernapasan dan suhu tubuh yang tidak stabil.

(Surasmi, 2003 : 42). Hal tersebut merupakan hal yang berbahaya karena

mempunyai dampak potensial meningkatkan kematian bayi.

Melihat dampak negatif persalinan preterm tidak saja terhadap

kematian perinatal tetapi juga terhadap morbiditas, potensi generasi akan

datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa. Maka

Indonesia harus bertekad untuk menurunkan angka kejadian persalinan

preterm, yang bila berhasil akan mempengaruhi angka kematian bayi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan prsalinan preterm dengan

kejadian asfiksia neonatorum.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian adalah : Apakah terdapat hubungan antara

persalinan preterm dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kota

Bogor tahun 2018.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan persalinan preterm dengan kejadian

asfiksia neonatorum di RSUD Kota Bogor tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahui distribusi frekuensi persalinan preterm di RSUD

Kota Bogor tahun 2018.

1.3.2.2 Diketahui distribusi frekuensi asfiksia neonatorum di RSUD

Kota Bogor tahun 2018.

1.3.2.3 Diketahui hubungan persalinan preterm dengan kejadian

asfiksia neonatorum di RSUD Kota Bogor tahun 2018.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis

mengenai kasus persalinan preterm dan kejadian asfiksia neonatorum

serta meningkatkan pengalaman penulis dalam bidang penelitian.

1.4.2 Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan khususnya petugas

ruang kebidanan dan perinatologi RSUD Kota Bogor terhadap

persalinan preterm dan kejadian asfiksia neonatorum.

1.4.3 Sebagai studi pendahuluan bagi peneliti selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan persalinan preterm

dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kota Bogor tahun 2018.

Dengan variabel independen persalinan preterm dan dependen asfiksia

neonatorum. Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Kota Bogor pada

bulan Januari sampai dengan April 2018. Pengumpulan data dilakukan di

Medical Record RSUD Kota Bogor. Data yang dikumpulkan menggunakan

studi dokumentasi sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah survey

analitik dengan pendekatan restropektif dengan rancangan penelitian

casecontrol.
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Persalinan Preterm

2.1.1.1 Definisi

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan

37 minggu atau kurang. (Wiknjosastro, 2002 : 312).

Persalinan preterm dapat didefinisikan sebagai persalinan yang

terjadi dibawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat

badan janin kurang dari 2500 gr. (Manuaba, 1998 : 221).

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan

kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau berat badan janin

kurang dari 2.500 gram. (Saifuddin, 2001 : 300).

2.1.1.2 Etiologi

Etiologi persalinan preterm sering kali diketahui. Namun

beberapa kondisi medik mendorong untuk dilakukan tindakan sehingga

terjadi persalinan preterm.

Faktor-faktor tersebut diantaranya :


1) Hipertensi

2) Perdarahan anterpartum seperti pada solusio plasenta, plasenta previa

3) Perkembangan janin terlambat

4) Janin mati

5) Ketuban pecah dini

6) Hidramnion, kehamilan gemili

7) Plasenta yang kurang baik

8) Riwayat pernah melahirkan prematur atau keguguran (Wiknjosastro,

2002 : 312).

Namun selain faktor kondisi medik di atas, ada juga faktor-faktor

kondisi umum yang mempengaruhi persalinan preterm, diantaranya:

1) Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi

2) Anemia

3) Umur hamil terlalu muda kurang dari 20 tahun atau terlalu tua diatas

35 tahun.

4) Perokok berat, dengan lebih dari 10 batang/hari. (Manuaba, 1998 :

222).
2.1.1.3 Pencegahan

Langkah-langkah yang dapat diambil untuk pencegahan

persalinan preterm adalah :

1) Perbaiki keadaan sosial ekonomi

2) Cuti hamil

3) Antenatal care

4) Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan

5) Mengusahakan makan lebih baik pada masa hamil

6) Menghindarkan kerja berat selama hamil.

(Wiknjosastro, 2002 : 315).

2.1.1.4 Pertolongan persalinan preterm

Pertolongan persalinan preterm dilakukan dengan trauma yang

minimal mungkin.

Penyulit yang dihadapi diantaranya :

1) Trauma persalinan menimbulkan perdarahan intracranial

2) Gangguan pernafasan karena aspirasi air ketuban


3) Asfiksia neonatorum

4) Mudah terjadi infeksi neonatus. (Manuaba, 1998 : 222).

2.1.1.5 Tanda dan Gejala Bayi Preterm

1) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu

2) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram

3) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm

4) Kuku panjangnya belum melewati ujung jari

5) Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas

6) Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm

7) Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm

8) Rambut lanugo masih banyak

9) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang

10) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya,

sehingga seolah-olah tidak teraba tulang

11) Tumit mengkilap, telapak kaki halus


12) Alat kelamin bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum

kurang, testis belum turun ke dalam skrotum. Untuk bayi perempuan

klitoris menonjol, labia minora belum tertutup oleh labia mayora

13) Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya

lemah

14) Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks

isap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisnya

lemah

15) Jaringan kelenjer mamae kurang akibat pertumbuhan otot dan

jaringan lemak masih kurang

16) Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit. (Surasmi, 2003 : 32).

2.1.2 Asfiksia neonatorum

2.1.2.1 Definisi

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir

tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan

(Mocthar, 1998 : 427).

Definisi lain, asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang

tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2


dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam

kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998 : 319).

2.1.2.2 Penilaian Bayi Baru Lahir

Segera setelah lahir, letakkan bayi di atas kain bersih dan kering

yang disiapkan pada perut bawah ibu. Segera lakukan penilaian awal

dengan menjawab 4 pertanyaan ;

1. Apakah bayi cukup bulan ?

2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?

3. Apakah bayi menangis atau bernapas ?

4. Apakah tonus otot bayi baik?

Jika bayi cukup bulan dan air ketuban bercampur mokonium dan

tidak menangis atau tidak bernapas atau megap-megap dan atau tonus

otot tidak baik lakukan langkah resusitasi.

Dalam bagan alur manajemen bayi baru lahir dapat dilihat alur

penatalaksanaan BBL. Untuk BBL yang langsung menangis atau

bernapas spontan dan teratur dilakukan asuhan BBL normal.


PERSIAPAN
PENILAIAN :

1. Apakah bayi cukup bulan?

2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ?

3. Apakah bayi menangis atau bernapas ?

4. Apakah tonus bayi baik ?


Bayi cukup bulan, ketuban jernih, menangis atau bernapas, tonus otot baik
Bayi tidak cukup bulan, dan atau tidak menangis atau tidak bernapas atau megap-megap dan atau
tonus otot tidak baik
A

Manjemen bayi baru lahir normal


B

Manjemen asfiksia Bayi Baru Lahir


C

Manjemen Air Ketuban Bercampur Mekonium


Air ketuban bercampur mekonium
BAGAN ALUR;

MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR

2.1.2.3 Etiologi

1) Faktor bayi :

(1) Persalinan preterm (sebelum 37 minggu)

(2) Persalinan dengan tindakan (sunsang, bayi kembar, distosia bahu,

eksraksi vakum, ekstraksi forcep)

(3) Kelainan bawaan (congenital)


(4) Air ketuban bercampur mekonium

2) Faktor ibu :

(1) Preeklampsi dan eklampsi

(2) Plasenta previa atau solusio plasenta

(3) Partus lama atau macet

(4) infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

3) Faktor tali pusat

(1) Lilitan tali pusat

(2) Tali pusat pendek

(3) Simpul tali pusat

(4) Prolapsus tali pusat (JPKN-NR, 2007 : 108).

2.1.2.4 Patofisiologi

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah

rangsangan terhadap Nervus Vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi

lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka nervus vagus

tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervus


simpatikus. Denyut jantung janin menjadi cepat akhirnya irregular dan

menghilang.

Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekoneum keluar

sebagai tanda janin dalam asfiksia.

– Jika DJJ normal dan ada mokeneum : janin mulai asfiksia

– Jika DJJ lebih 160 kali per menit dan ada mekoneum : janin sedang

asfiksia

– Jika DJJ kurang dari 100 klai per menit dan ada mekoneum : janin dalam

keadaan gawat. (Mochtar, 1998 : 428).

Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi

pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia

berlanjut gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai

menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-

angsur dan bayi memasuki periode apnu primer. Biasanya pemberian

rangsangan dan oksigen selama periode ini dapat merangsang pernafasan

spontan. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan

megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah

bayi juga menurun dan bayi terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin

lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnu skunder. Bayi

sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan

upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila


resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai

dengan segera. (Saifudin, 2001 : 347).

2.1.2.5 Gambaran Klinis

Ada dua macam yaitu :

1). Asfiksia livida (biru)

2). Asfiksia pallida (putih)

Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida


Warna kulit Pucat Kebiru-biuran
Tonus otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi rangsangan Negatif Positif
Bunyi jantung Tidak teratur Teratur
Prognosis Jelek Lebih baik

(Mochtar, 1998 : 428).

2.1.2.6 Diagnosis

Untuk dapat menegakkan diagnosis gawat janin dapat ditetapkan

melakukan pemeriksaan sebagai berikut :

1). In utero

(1) Denyut jantung janing (DJJ) dengan frekuensi lebih dari 160 atau

kurang dari 100 kali per menit


(2) Mekoneum dalam air ketuban (pada letak kepala)

(3) Analisa air ketuban/amnioskopi

(4) Kardiotografi

(5) Ultrasonografi

2). Setelah bayi lahir

(1) Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas

(2) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala

neurologik seperti kejang, nistagmus dan menangis kurang baik

atau tidak menangis. (Mocthar, 1998 : 428).

Dalam gawat janin sangat penting untuk dapat menyelamatkan

karena dengan demikian dapat membatasi morbiditas dan mortalitas

perinantal. Jika terdapat asfiksia, tingkatannya perlu dikenal untuk dapat

melakukan resusitasi perinantal. Jika terdapat asfiksia, tingkatannya perlu

dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna.

Cara penilaian bayi baru lahir adalah setelah lahir, letakkan bayi di

atas kain bersih dan kering yang disiapkan pada perut bawah ibu. Segera

lakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan ;

1) Apakah bayi cukup bulan ?


2) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?

3) Apakah bayi menangis atau bernapas ?

4) Apakah tonus otot bayi baik?

Jika bayi cukup bulan dan air ketuban bercampur mokonium dan

tidak menangis atau tidak bernapas atau megap-megap dan atau tonus

otot tidak baik lakukan langkah resusitasi.

Dalam bagan alur manajemen bayi baru lahir dapat dilihat alur

penatalaksanaan BBL. Untuk BBL yang langsung menangis atau

bernapas spontan dan teratur dilakukan asuhan BBL normal.

2.1.2.7 Penanganan

1). Jangan dibiarkan bayi kedinginan (balut dengan kain), bersihkan mulut

dan jalan napas

2). Lakukan resusitasi

Tindakan resusitasi bayi lahir mengikuti tahapan-tahapan yang

dikenal sebagai ABC resusitasi

(1). A (Airway) = memastikan saluran napas terbuka

a) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi

b) Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trachea


c) Bila perlu, masukkan pipa endotrachea (pipa ET) untuk

memastikan saluran pernapasan terbuka

(2). B (Breath) = Memulai pernapasan

a) Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernapasan

b) Memakai VTP, seperti sungkup dan bola, pipa ET, mulut ke

mulut

(3). C (Circulation) = Mempertahankan sirkulasi darah

a) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara

kompresi dada dan pengobatan. (Saifuddin, 2001 : 350).

b) Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari

postpartum, jadi kepala dapat direndahkan, supaya lendir yang

membuat pernapasan dapat keluar

c) Kalau ada dugaan perdarahan otak berikan injeksi Vit. K1-2 mg

d) Berikan transfuse darah melalui tali pusat atau pemberian

glukosa. (Mocthar, 1998 : 429).

2.1.2.8 Profilaksis (pencegahan)

Yang harus diperhatikan untuk mencegah asfiksia neonatorum

adalah :
1). Hindari forseps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta

pemberian pituitarin dalam dosis tinggi

2). Bila ibu anemis, perbaikan keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan

O2 dan darah segar

3). Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan

menunggu terlalu lama pada kala II. (Mocthar, 1998 : 429).

2.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian dalam tinjauan teoritis di atas, banyak faktor

yang menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum. Salah satu

penyebabnya adalah persalinan preterm (JPKN – NK, 2007 : 108). Maka

dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen yang akan di teliti

adalah persalinan preterm dan yang menjadi variabel dependen adalah

asfiksia neonatorum.

Gambar 1.1

Hubungan Persalinan Preterm dengan Kejadian Asfiksia

Neonatorum di RSUD Kota Bogor tahun 2018.

Variable Independen
Kejadian Asfiksia Persalinan Preterm
Neonatorum VariableDependen
2.3 Hipotesa Penelitian

Ha = Terdapat hubungan antara persalinan preterm dengan kejadian

asfiksia neonatorum

Ho = Tidak ada hubungan antara persalinan preterm dengan kejadian

asfiksia neonatorum.

2.4 Definisi Operasional

Definisi Alat Hasil Skala


No Variabel Cara Ukur
Operasional Ukur Ukur Ukur
1. Persalinan Persalinan yang Study Checklist 1. Nominal
preterm terjadi pada dokumentasi Preterm
kehamilan < dari (medical
37 minggu record) 2. Tidak

(antara 20-37 preterm

mg) atau BB
janin < dari 2500
gr
2. Asfiksia Keadaan bayi Study Checklist 1. Nominal
neonatorum yang tidak dapat dokumentasi Asfiksi
bernafas spontan (medical a
dan tertatur record)
segera setelah 2. Tidak

lahir dengan nilai Asfiksi

Apgar ≤ 6 a
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat survey analitik dengan rancangan penelitian

casecontrol yaitu penelitian survey analitik yang menyangkut bagaimana

faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective.

(Notoadmodjo, 2002 : 150) untuk menilai hubungan persalinan preterm

dengan kejadian asfiksia neonatorum.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota Bogor. Adapun pemilihan

tempat ini berdasarkan atas pertimbangan berikut :

1). RSUD Kota Bogor sebagai rumah sakit pendidikan

2). Belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai hubungan

persalinan preterm dengan kejadian asfiksia neonatorum.

3.2.2 Waktu
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Januari

sampai dengan April tahun 2019

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi kasus penelitian ini adalah seluruh bayi yang lahir dengan

persalinan preterm yang asfiksia dan bukan asfiksia sedangkan populasi

kontrol adalah seluruh bayi dengan persalinan aterm yang asfiksia dan

bukan asfiksia di RSUD Kota Bogor tahun 2018.

3.3.2 Sampel

Sampel kasus diambil secara total sampling yaitu keseluruhan

populasi (53 kasus), sedangkan sampel kontrol diambil secara sistematik

sampling.

Menurut Sugiyono (2015), untuk menentukan sampel yang jumlah

populasinya sudah diketahui maka perhitungannya dapat menggunakan

rumus Slovin:

N
n= 2
1+ N (d )

Keterangan:

n = Jumlah sampel yang diperlukan

N = Jumlah populasi
d = Nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data

sekunder melalui study dokumentasi catatan rekam medik ruang kebidanan

dan perinatologi pada bayi yang dilahirkan dengan asfiksia dan tidak

asfiksia yang disebabkan oleh persalinan preterm di RSUD Kota Bogor

dengan menggunakan checklist.

Dalam penelitian ini variabel independen dan variabel dependen

diidentifikasi melalui catatan rekam medik. Dari rekam medik tersebut

dicatat kejadian asfiksia neonatorum yang disebabkan oleh persalinan

preterm.

3.5 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

3.5.1 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data, dengan

maksud agar data yang dikumpulkan memiliki sifat yang jelas. Adapun

langkah-langkah dalam pengolahan data, yaitu :

1) Editing, yaitu pemeriksaan data yang didapat dan diperiksa apakah

terdapat kekeliruan atau kemungkinan tidak lengkap atau tidak sesuai.


2) Koding, yaitu pemberian kode atau tanda pada tiap – tiap data dengan

angka.

3) Tabulating, yaitu menjumlahkan dan menyusun data dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi .

4) Entry data, yaitu memasukkan data ke dalam master tabel disesuaikan

dengan teknik analisis yang digunakan.

3.5.2 Analisa Data

Analisa data yang dilakukan adalah :

1). Analisa Univariat

Merupakan analisa yang dilakukan untuk mengetahui distribusi

frekuensi tiap variabel yaitu persalinan preterm dan kejadian asfiksia

neonatorum.

2). Analisa Bivariat

Merupakan analisa yang dilakukan untuk melihat hubungan antara dua

variabel yaitu persalinan preterm dan kejadian asfiksia neonatorum, yang

dilakukan dengan uji statistic Chi-Square.

Rumus Chi-Square(X2)

K
( fo−fh )2
x =∑
2

i=1 fh
Rumus Chi Square (x²) adalah

Keterangan :

x2 : chi = kuadrat

fo : frekuensi yang diobservasi

fh : frekuensi yang diharapkan

Kesimpulan Ha diterima bila nilai x2 hitung lebih besar dari

nilaix2 tabel (Hastono, 1999).

Untuk interprestasi hasil dengan menggunakan atas kekuatan (α)

= 0,05, CI = 95%. Jika probabilitas (ρ value) lebih kecil dari α (0,05)

berarti terdapat hubungan paritas ibu bersalin dengan persalinan inersia

uteri sedangkan bila probabilitas (ρ value) lebih besar dari α (0,05)

berarti tidak terdapat hubungan paritas ibu bersalin dengan persalinan

inersia uteri. Untuk mengetahui besarnya faktor risiko maka digunakan

Odds Ratio (OR) dengan interprestasi sebagai berikut:

a. Bila nilai OR = 1, berarti variable yang diduga faktor risiko

tersebut tidak ada pengaruhnya dalam terjadi efek, atau kata lain ini

bersifat netral.

b. Bila nilai OR > 1, dan rentang interval tidak mencapai angka 1,

berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko terjadinya efek.

c. Bila nilai OR < 1, dan rentan interval tidak mencakup angka 1,

berarti variabel yang diteliti dapat mengurangi terjadinya efek

(Sastroasmoro, 2011).
Untuk menjawab tujun penelitian ini yaitu memperoleh

informasi tentang hubungan usia ibu bersalin dengan kejadian

persalinan dengan Asfeksia Neonaturum di RSUD Kota Bogor

Tahun 2018. Variabel yang diukur adalah:

(X) : Paritas ibu bersalin sebagai variabel independen

(Y) : Kejadian persalinan inersia uteri sebagai variabel depen

Anda mungkin juga menyukai