Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu

mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan,

karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap keadaan

keluarga dan sekitarnya secara umum . Sehingga penilaian terhadap

status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak penting

untuk dilakukan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu

negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Sejak 2007 Indonesia

tercatat sebagai negara dengan AKI tertinggi di Asia Tenggara

dengan 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Lima tahun

kemudian, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2013)

menunjukkan AKI di Indonesia berada pada angka 359 kematian per

100.000 kelahiran hidup (Widiyani dan Rizqon, 2015). Hingga tahun

2015 angka tersebut masih jauh dari target MDGs yaitu 102 kematian

per 100.000 kelahiran hidup, dimana pada tahun tersebut AKI

Indonesia adalah 305 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Di salah

satu provinsi Indonesia yang memiliki AKI masih tinggi adalah di Jawa

Tengah yaitu dengan 437 kasus kematian ibu (Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2016).


Tingginya AKI di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor di

langsung yaitu akibat komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang

meliputi pendarahan, eklampsia dan infeksi persentase masing-

masing penyebab kematian tersebut adalah pendarahan (antepartum

dan postpartum) (34% sampai dengan 41,7%), eklampsia (23,1%

sampai dengan 24%) dan infeksi (11% sampai dengan 30%) (Tulas,

2016).

Infeksi sebagai penyebab kematian ibu, dapat terjadi karena

proses persalinan yang dialami oleh ibu. Ada dua teknik persalinan

yang dapat terjadi pada ibu yaitu persalinan spontan dan persalinan

sectio caesarea. Dari dua jenis persalinan ini akan menimbulkan

terjadinya luka dan luka yang tidak ditangani dengan serius akan

berakibat buruk bagi ibu yaitu kematian. Persalinan spontan adalah

persalinan yang lebih banyak dialami oleh ibu bersalin dibandingkan

persalinan sectio caesarea, namun tidak jarang pada persalinan

spontan ini dapat mengakibatkan terjadinya robekan perineum atau

bahkan sengaja dilakukan perlukaan (episiotomi) karena adanya

indikasi tertentu, seperti gawat janin, penyulit kelahiran pervaginam

(sungsang, distosia bahu, ekstarksi forceps, ekstraksi vacum),

jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat

kemajuan persalinan (Prawirohardjo, 2010).

Di seluruh dunia 2,7 juta kasus luka perineum pada ibu

bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050.
Di Amerika 26 juta ibu bersalin yang mengalami luka perineum, 40%

diantaranya mengalami luka perineum karena kelalaian bidannya dan

ini akan membuat beban biaya kira-kira 10 juta dolar pertahun. Di

Australia terdapat 20.000 ibu bersalin yang mengalami ruptur

perineum. Di Asia luka perineum merupakan masalah yang cukup

banyak dalam masyarakat, 50% terjadi di Asia (Handayani, 2014). Di

Indonesia luka perineum dialami oleh 75% ibu melahirkan pervaginam. Pada

tahun 2013 menemukan 57% ibu mendapat jahitan perineum (28% karena

episiotomi dan 29% karena robekan spontan) (Depkes RI, 2013).

Masa nifas adalah masa dimana daya tahan ibu yang rendah

setelah melahirkan, sehingga memerlukan perawatan yang baik

(Prawirohardjo, 2008). Lebih lagi ibu yang memiliki luka perineum, luka

perineum tersebut perlu mendapat perhatian serius, karena perawatan

perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi perineum

yang terkena lokhea dan lembab akan sangat menunjang

perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi

pada perineum. Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat

pada saluran kandung kencing ataupun pada jalan lahir yang dapat

berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kencing

maupun infeksi pada jalan lahir. Infeksi tidak hanya menghambat

proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan

pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari


luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka

(Puspitaningtyas, 2011).

Adapun faktor-faktor kesembuhan luka adalah diantaranya

terdapat faktor internal dan eksternal. Faktor internal, terdiri dari : usia,

penyakit sistemik, oksigenasi, psikofisiologi. Dan untuk faktor

eksternalnya adalah : nutrisi, personal hygiene, mikroba, obat-obatan

(Smeltzer, 2006). Hasil penelitian Endah Purwaningsih (2015) di

wilayah kerja Puskesmas Klaten Tengah Kabupaten Klaten, tentang

hubungan konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas dengan

penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan luka jahitan perineum

yang mengkonsumsi makanan protein hewani sebanyak 27

responden (79,4%), penyembuhan luka perineum yang baik 26

responden (76,5%). Dari uji analisis chi square didapatkan nilai p

0,001 (p<0,05).

Penelitian Trisnawati (2015) di Puskesmas Mergangsan

Yogyakarta tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

penyembuhan luka jahitan perineum pada ibu nifas diperoleh ada

hubungan pengetahuan dengan penyembuhan luka jahitan perineum

sebesar 0,004 < 0,05, hasil p value hubungan status gizi dengan

penyembuhan luka jahitan perineum sebesar 0,016 < 0,05, hasil p

value hubungan cara perawatan dengan penyembuhan luka jahitan

perineum sebesar 0,001 < 0,05. Selanjutnya penelitian Handayani &

Idiana (2012) di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


perineum pada ibu nifas diperoleh ada pengaruh pengetahuan

terhadap penyembuhan luka perineum (p value 0,001), ada pengaruh

gizi terhadap penyembuhan luka perineum (p value 0,002), ada

pengaruh vulva hygiene terhadap penyembuhan luka perineum (p

value 0,003). Ari Antini (2014) di Puskesmas Kabupaten Karawang

tentang efektifitas senam kegel terhadap waktu penyembuhan luka

perineum pada ibu post partum normal, diperoleh ada hubungan lama

penyembuhan luka antara ibu melakukan senam kegel dengan ibu

melakukan mobilisasi pada ibu post partum (p value 0,000).

Salah satu kebutuhan dasar ibu nifas yang harus dipenuhi

adalah kebersihan diri (personal hygiene), menjaga kebersihan bagi

ibu nifas sangatlah penting karena ibu nifas sangat rentan terhadap

kejadian infeksi, ibu perlu selalu menjaga kebersihan seluruh

tubuhnya, pakaian yang dikenakannya serta kebersihan

lingkungannya (Saefuddin, 2008).

Pengambilan data awal yang diperoleh dari Rumah Sakit

‘Aisyiyah Kudus dari pada tahun 2016 didapatkan 533 ibu nifas

dengan persalinan spontan sebanyak 378 mengalami luka perineum

dan dari 51 ibu nifas dengan persalinan vakum ekstraksi (VE)

sebanyak 51 ibu nifas mengalami luka perineum. Dari 378 kasus luka

perineum pada persalinan normal dan 51 kasus luka perineum pada

persalinan VE, diperoleh sebanyak 141 orang ibu nifas (32,9%)

mengalami infeksi luka perineum yang diakibatkan oleh berbagai

faktor salah satunya kebersihan diri yang kurang.


Berdasarkan survey pendahuluan di RS ‘Aisyiyah pada tanggal

28 Februari-3 Maret 2017 terhadap 10 responden, ditemukan

sebanyak 4 orang ibu nifas yang mengalami luka perineum masih

basah, tapi tertutup dan tidak ada tanda-tanda infeksi, dengan

personal hygienenya tidak segera mengganti pembalut ketika penuh

dengan darah nifas, membasuh/cebok alat genetalia dengan bersih

sesudah buang air kecil dan ada yang tidak mengkompres dengan

kassa betadine sesudah buang air kecil. Kemudian 2 orang ibu nifas

diketahui luka masih basah, terbuka dan ada tanda-tanda infeksi luka

perineum, diketahui personal hygienenya tidak segera mengganti

pembalut ketika sudah penuh darah nifas, tidak membasuh//cebok

alat genetalia dengan bersih sesudah buang air kecil dan tidak

mengkompres luka dengan kassa betadine. Selanjutnya 4 orang ibu

nifas diketahui bahwa luka perineumnya sudah kering, menutup

dengan baik dan tidak ada tanda-tanda infeksi, diketahui personal

hygienenya segera mengganti pembalut ketika penuh dengan darah

nifas, membasuh//cebok alat genetalia dengan bersih sesudah buang

air kecil, dan mengkompres dengan kassa betadine sudah buang air

kecil.

Mengingat penelitian tentang personal hygiene kurang spesifik

diteliti dan masih adanya kasus penyembuhan luka yang lambat,

maka penulis perlu melakukan penelusuran lebih mendalam tentang

“Hubungan antara personal hygiene dengan tingkat kesembuhan luka

perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus”


B. Rumusan Masalah

Dari uraian-uraian pada latar belakang penulis menentukan

sebuah rumusah masalah penelitian ini yaitu: apakah ada hubungan

antara personal hygiene dengan tingkat kesembuhan luka perineum

pada ibu nifas di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus?

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana personal hygiene ibu nifas yang mengalami luka

perineum?

2. Bagaimana tingkat kesembuhan luka perineum pada ibu nifas?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara personal hygiene

dengan tingkat kesembuhan luka perineum pada ibu nifas di

Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus.

2. Tujuan khusus

a. Untuk menggambarkan personal hygiene ibu nifas yang

mengalami luka perineum di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus.

b. Untuk menggambarkan tingkat kesembuhan luka perineum

pada ibu nifas di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Muhammadiyah Kudus


Sebagai bahan masukan yang bermanfaat untuk

pengembangan ilmu keperawatan tentang perawatan luka

perineum pada ibu nifas sehingga dapat meningkatkan mutu

asuhan keperawatan.

2. Bagi Rumah Sakit Aisyiyah Kudus

Mengoptimalkan fungsi perawat dalam penatalaksanaan

asuhan keperawatan kepada pada ibu nifas yang mengalami luka

perineum, dengan melakukan pemantauan atau kunjungan rumah

untuk melakukan perawatan luka jika keluarga dan ibu nifas

merasa kesulitan.

3. Bagi Ibu Nifas

Menjadi bahan informasi dan motivasi pentingnya

memperhatikan kebersihan diri terutama pada luka perineum

supaya tidak infeksi dan cepat sembuh.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi atau

bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya yang sifatnya lebih

besar dan bermanfaat bagi kemajuan keperawatan.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang hubungan antara personal hygiene dengan

tingkat kesembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit


‘Aisyiyah Kudus ini belum ditemukan dalam perpustakaan maupun

jurnal STIKes Muhammadiyah Kudus, namun dari sumber lain ada

beberapa penelitian serupa di antaranya:

Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

Nama/Tahun Judul Metode Hasil Perbedaan


Ari Antini/2014 Efektifitas Desain ada hubungan lama Penelitian
senam kegel quasi eksperimen. penyembuhan luka perbandingan
terhadap waktu Analisis bivariat antara ibu antara senam
penyembuhan menggunakan uji melakukan senam kegel dengan
luka perineum T. Sampel dalam kegel dengan ibu mobilisasi
pada ibu post penelitian melakukan
partum normal ini adalah ibu nifas mobilisasi pada ibu
di Puskesmas hari pertama post partum (p
Kabupaten terbagi atas value 0,000).
Karawang kelompok kontrol
dan kelompok
perlakuan
Trisnawati/ Faktor-faktor metode Survey Ada hubungan Jenis
2015 yang Analitik pengetahuan penelitian
berhubungan pendekatan waktu dengan yang
dengan Cross Sectional. penyembuhan luka digunakan,
penyembuhan Populasi adalah jahitan perineum variabel
luka jahitan ibu nifas 0-6 sebesar 0,004 < bebas yang
perineum pada minggu 0,05, hasil p value dipilih
ibu nifas di orang.Teknik hubungan status
Puskesmas pengambilan gizi dengan
Mergangsan sampel penyembuhan luka
Yogyakarta menggunakan jahitan perineum
Incidental sebesar 0,016 <
Sampling. Analisa 0,05, hasil p value
data menggunakan hubungan cara
chi square dan perawatan dengan
regresi logistic penyembuhan luka
berganda jahitan perineum
sebesar 0,001 <
0,05
Endah Hubungan Penelitian ibu nifas dengan Variabel
Purwaningsih/ konsumsi observasional luka jahitan bebas
2015 makanan analitik dengan perineum yang penelitian
protein hewani pendekatan cross mengkonsumsi adalah
pada ibu nifas sectional. Sampel makanan protein konsumsi
dengan ibu nifas dengan hewani sebanyak makanan
penyembuhan luka jahitan 27 responden protein
luka perineum perineum hari ke 3- (79,4%), hewani,
di Puskesmas 7 dengan teknik penyembuhan luka menggunakan
Klaten Tengah total sampling. perineum yang baik jenis
Kabupaten Analisis yang 26 responden penelitian
Klaten digunakan adalah (76,5%). Dari uji control group
chi square analisis chi square
didapatkan nilai p
0,001 (p<0,05).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa Nifas

1. Pengertian masa nifas

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta

dan berahir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu

(Suherni, 2009).

2. Klasifikasi masa nifas

Klasifikasi masa nifas menurut Rukiyah et al (2011), antara

lain :

a. Puerperium dini : masa kepulihan adalah saat-saat ibu

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.


b. Puerperium intermedial : masa kepulihan menyeluruh dari

organ organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu.

c. Remote puerperium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau

persalinan mempunyai komplikasi.

3. Perubahan fisikologi masa nifas

a. Sistem reproduksi

Selama masa nifas, alat-alat genetalia interna dan

eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan sebelum

hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genetalia ini dalam

keseluruhannya disebut involusio (Saleha, 2009). Involusi

uterus dapat digambarkan pada tabel berikut (Pudiastuti,

2011).

Tabel 2.1 Tabel Tinggi Fundus dan Berat Uteri Menurut

Involusi

Involusi Berat Uterus Tinggi Fundus Uterus


Bayi lahir 1000 gram Setinggi pusat
Uri lahir 750 gram 2 jari di bawah pusat
1 minggu 500 gram Pertengahan pusat dan
simfisis
2 minggu 350 gram Tidak teraba di atas simfisis
6 minggu 50 gram Bertambah kecil
8 minggu 30 gram Sebesar normal
Sumber: Anggraeni, 2010

Lochea yaitu cairan yang berasal dari luka kavum uteri

yaitu luka plasenta yang dikeluarkan melalui vagina pada


masa nifas. Klasifikasi Lochea menurut William yang dikutip

dari Anggraini (2010), yaitu:

1) Rubra (cruenta) 1-3 hari, merah kehitaman, terdiri dari

darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim,

lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan sisa mekoneum.

2) Sanguinolenta 4-7 hari, merah kecoklatan dan berlendir

Sisa darah bercampur lender.

3) Serosa 7-14 hari, kuning kecoklatan Lebih sedikit darah

dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan

robekan/ laserasi plasenta Alba >14 hari Putih

Mengandung leukosit, sel desidua dan sel epitel, selaput

lendir servik dan serabut jaringan yang mati.

b. Sistem percernaan

Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.

Hal ini umumnya disebabkan makanan padat dan kurang

serat selama persalinan. Di samping itu rasa takut untuk

buang air besar, sehubungan dengan jahitan perineum.

Namun buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah

persalinan (Suherni. at all, 2009).

c. Sistem perkemihan

Kandung kencing masa nifas mempunyai kapasitas

yang bertambah besar dan relative tidak sensitive terhadap

tekanan cairan intravesika. Urin dalam jumlah besar akan


dihasilkan dalam waktu 12-36 jam stelah melahirkan (Rukiyah.

at all, 2011).

d. Sistem muskuloskeletal

Ligamen-ligamen, fasia, diafragma pelvis yang

meregang sewaktu kehamilan dan persalinan berangsur

kembali seperti semula. Tidak jarang ligamen rotundum

mengendur, sehingga uterus jatuh ke belakang. Fasia jaringan

penunjang alat genetalia yang mengendur dapat diatasi

dengan latihan-latihan tertentu (Saleha, 2009).

e. Tanda-tanda Vital

Suhu badan di hari pertama post partum naik sedikit

(37,5–380C) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan,

kehilangan cairan dan kelelahan. Nadi normal orang dewasa

60-80 kali per menit sehabis melahirkan denyut nadi bisa lebih

cepat (Sulistyawati, 2009). Tekanan darah, pada umumnya

tidak berubah, kemungkinan turun karena ada perdarahan

setelah melahirkan dan meningkat karena terjadinya

preeklampsia postpartum. Pernapasan selalu berhubungan

dengan suhu dan nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal maka

pernapasan juga akan mengikutinya (Sulistyawati, 2009).

f. Sistem kardiovaskuler dan Sistem hematologi


Leukositosis adalah meningkatnya sel-sel darah putih

sampai banyak di masa persalinan. Leukosit tetap tinggi pada

hari pertama postpartum akan tetapi jumlah hemoglobin dan

hematokrit serta eritrosit sangat bervariasi pada awal-awal

masa nifas (Saleha, 2009).

g. Sistem Endokrin

Perubahan yang terjadi pada sistim endokrin antara lain

: perubahan hormon plasenta, hormon pituitary, kadar

esterogen dan hipotalamik pituatary ovarium (Sulistyawati,

2009).

4. Kebutuhan dasar ibu nifas

Kebutuhan dasar ibu nifas menurut Rukiyah at all (2011)

adalah sebagai berikut:

a. Nutrisi dan cairan

Kualitas dan jumlah makanan yang akan dikonsumsi

ibu sangat mempengaruhi produksi ASI dan pemulihan kondisi

ibu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup

kalori, tinggi protein dan banyak mengandung cairan.

b. Ambulasi dini

Ambulasi dini ialah kebijaksanaan agar secepat

mungkin bidan membimbing ibu nifas bangun dari tempat

tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk

berjalan.
c. Eliminasi

Ibu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam paska

melahirkan, namun jika dalam 8 jam paska melahirkan ibu

belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum melebihi

100 cc maka dibantu dengan kateterisasi. Akan tetapi jika

kandung kemih sudah penuh sebelum 8 jam maka kateterisasi

dapat dilakukan sesegera mungkin.

d. Kebersihan diri

Pada masa nifas seorang ibu sangat rentan terhadap

infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk

mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian,

tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap

dijaga.

e. Istirahat

Ibu harus memiliki waktu istirahat yang cukup, terutama

tidur. Ibu diharapkan meluangkan waktu untuk istirahat dan

mengerjakan pekerjaan rumah tangga perlahan-lahan. Waktu

tidur ibu harus terpenuhi 8 jam karena semua berhubungan

dengan pemulihan kondisi ibu dan produksi ASI.

f. Aktifitas seksual

Aktifitas seksual yang dapat dilaksanakan pada ibu

tergantung keputusan dari ibu dan pasangan karena kondisi

ibu yang masih belum pulih sepenuhnya.


g. Latihan/senam nifas

Setelah persalinan involusi pada hampir seluruh organ

wanita, untuk menjaga mengembalikan bentuk tubuh seperti

semula agar tidak terlihat lembek dan lemas yang disertai

adanya striae gravidarum maka ibu nifas perlu melakukan

latihan dan senam nifas.

B. Luka Perineum

1. Pengertian luka perineum

Luka perineum adalah luka pada perineum karena adanya

robekan jalan lahir (ruptur) baik terjadi karena proses alami

maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin

(Wiknjosastro, 2008).

2. Bentuk luka perineum

Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam

yaitu :

a. Ruptur perineum

Ruptur perineum adalah luka pada perineum yang

diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena

proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses

persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga

jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan (Prawihardjo,

2008).

b. Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum

untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat

sebelum keluarnya kepala bayi. Episiotomi, suatu tindakan

yang disengaja pada perineum dan vagina yang sedang

dalam keadaan meregang. Tindakan dilakukan jika perineum

diperkirakan akan robek teregang oleh kepala janin (Rohani at

all, 2011).

Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau

medial. Insisi medial mempunyai keuntungan karena tidak

banyak pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini

lebih mudah diperbaiki, akan tetapi beresiko perluasan insisi

ke rectum. Sehingga insisi mediolateral lebih sering digunakan

karena lebih aman (Liu, 2007)

Menurut Saefuddin (2008), pada proses persalinan

sering terjadi ruptur perineum yang disebabkan antara lain

kepala janin lahir terlalu cepat, persalinan tidak dipimpin

sebagaimana mestinya, riwayat jahitan pada perineum. Pada

persalinan dengan distosia bahu robekan perineum umumnya

terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala

janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari

biasanya sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke

belakang, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan

ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-


bregmatika, atau anak yang dilahirkan dengan pembedahan

vaginal (Herawati, 2010).

3. Derajat robekan perineum

Derajat robekan perineum menurut JNPK-KR (2012), yaitu:

a. Robekan derajat satu

Meliputi mukosa vagina, kulit perineum tepat di

bawahnya. Umumnya robekan tingkat 1 dapat sembuh sendiri

penjahitan tidak diperlukan jika tidak perdarahan dan menyatu

dengan baik.

b. Robekan derajat dua

Meliputi mucosa vagina, kulit perineum dan otot

perineum. Perbaikan luka dilakukan setelah diberi anestesi

lokal kemudian otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan

di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada

vagina dan kulit perineum ditutupi dengan mengikut sertakan

jaringan-jaringan di bawahnya.

c. Robekan derajat tiga

Meliputi mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum

dan otot spingterani eksternal. Pada robekan partialis denyut

ketiga yang robek hanyalah spingter.

d. Robekan derajat empat


Pada robekan yang total spingter recti terpotong dan

laserasi meluas sehingga dinding anterior rektum dengan

jarak yang bervariasi.

4. Perawatan perineum

Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk

menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus

pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai

dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum

hamil (Morison, 2012). Hal yang harus diperhatikan dalam

perawatan luka perineum menurut JNPK-KR (2012), antara lain

adalah:

a. Menjaga agar perineum selalu bersih dan kering

b. Menghindari pemberian obat tradisional

c. Menghindari pemakaian air panas untuk berendam

d. Mencuci luka dan perineum dengan air dan sabun 3-4 x sehari

Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan

anak mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah

infeksi, dan meningkatkan penyembuhan dengan prosedur

pelaksanaan menurut Hamilton dikutip dari vetos (2008) adalah

sebagai berikut:

a. Mencuci tangannya.

b. Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat.


c. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah

mengarah ke rectum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam

kantung plastik.

d. Berkemih dan BAB ke toilet.

e. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air.

f. Keringkan perineum dengan menggunakan tisu dari depan ke

belakang.

g. Pasang pembalut dari depan ke belakang.

h. Cuci kembali tangan.

5. Fase penyembuhan luka

Berikut ini adalah fase-fase penyembuhan luka:

a. Fase inflamasi

Berlangsung selama 1-4 hari (Walyani, 2015). Sumber

lain menyebutkan, fase inflamasi dimulai saat terjadi luka,

bertahan 2-3 hari. Pembuluh darah yang terputus akan

menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha

menghentikannya dengan cara vasokonstriksi dan reaksi

hemostatis (Sudjatmiko, 2009). Proses perbaikan terdiri dari

mengontrol perdarahan, mengirim darah dan sel ke area yang

mengalami cedra (inflamasi) dan membentuk sel-sel epitel

pada tempat cedera (Potter & Perry, 2006).

Kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan

keluarnya platelet yang berfungsi hemostatis. Platelet akan


menutupi vaskuler yang terbuka dan mengeluarkan substansi

vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler

mengalami vasokonstriksi selanjutnya terjadi penempelan

endotel yang akan menutup pembuluh darah kapiler (Potter &

Perry, 2006).

Sementara itu terjadi reaksi inflamasi, sel mast dalam

jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang

meningkatkan permebilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi

cairan disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan

edema dan pembengkakan (Sjamsuhidajat, 2010). Tepi luka

bagian luar secara normal mengalami inflamasi pada hari ke-2

sampai hari ke-3 tapi lama kelamaan inflamasi ini akan

menghilang (Suparyanto, 2011).

Fase ini ditandai dengan adanya kemerahan, hangat

pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai

hari ke-3/ke-4. Tanda dan gejala reaksi radang pada fase ini

berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa

hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor)

(Monica, 2011).

Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit

menembus dinding pembuluh darah menuju luka karena daya

kemotaksis. Leukosit kemudian mengeluarkan enzim hidrolitik

yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit


dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan

memakan kotoran luka dan bakteri.

b. Fase proliferasi (regenerasi)

Proses kegiatan yang penting pada fase ini adalah

memperbaiki dan menyembuhkan luka yang ditandai dengan

proliferasi sel. Sesudah terjadi luka fibroblast dan aktif

bergerak pada jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka,

kemudian berkembang (proleferasi) serta mengeluarkan

beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid,

fibronectin & profeoglycans) yang berperan dalam

membangun (rekonstruksi) jaringan baru (Monica, 2011).

Dengan munculnya jaringan baru sebagai hasil

rekonstruksi, fase proliferasi terjadi dalam waktu 3-24 hari

(Potter & Perry, 2006). Pada fase ini luka dipenuhi sel radang,

fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna

kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut

jaringan granulasi (Sjamsuhidajat, 2010). Jaringan granulasi

mulai mempertemukan daerah luka dimana luka bertemu atau

bertaut pada hari ke 7-10 (Afyalvin, 2014).

Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum

berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam

aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen

yang akan mempertautkan tepi luka (Sjamsuhidajat, 2010).


Pada fase ini terjadi sintesis kolagen dan pada fase ini

biasanya jahitan diangkat (bila digunakan benang yang tidak

diserap) (Sudjatmiko, 2009).

Pada fase ini kolagen memberikan kekuatan dan

integritas struktur pada luka. Selama periode ini luka mulai

tertutup oleh jaringan baru. Penampilan klinis pada fase ini

antara lain dasar luka merah cerah (granulasi dengan

vaskularisasi baik), adanya kulit baru (epitelisasi) berwarna

merah mudah pada tepi luka dan luka mulai tampak tertutup.

Fase proliferasi akan cepat terjadi bila tidak ada infeksi atau

kontaminasi pada fase inflamasi (Potter & Perry, 2006).

c. Fase maturasi (remodeling)

Maturasi merupakan tahap akhir proses penyembuhan

luka dan dapat memerlukan waktu sampai 1 tahun, yang

tergantung pada kedalaman dan luas luka (Potter & Perry,

2006). Fase ini terjadi peningkatan produksi maupun

penyerapan kolagen. Kekuatan luka meningkat sejalan

dengan reorganisasi kolagen sepanjang garis tegangan kulit

(Sudjatmiko, 2009).

Pembentuk kolagen terjadi juga pemecahan kolagen

oleh enzim kolagenase. Untuk mencapai penyembuhan yang

optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang

diproduksi dan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan


akan menimbulkan penebalan jaringan parut sebaliknya bila

produksinya berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan

parut dan luka akan selalu terbuka (Monica, 2011).

6. Kriteria kesembuhan luka

Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya

luka perineum dengan terbentuknya jaringan yang baru yang

menutupi luka perineum dalam jangka waktu 6-7 hari post partum.

Kriteria penilaian luka menurut Mas’adah (2010), adalah:

a. Baik, jika luka kering, perineum menutup dan tidak ada tanda

infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa).

b. Sedang, jika luka basah, perineum menutup, tidak ada tanda-

tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa).

c. Buruk, jika luka basah, perineum menutup/membuka dan ada

tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri,

fungsioleosa).

7. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses

penyembuhan luka menurut Potter & Perry (2006), yaitu:

a. Nutrisi/Gizi

Nutrisi adalah suatu proses organisme menggunakan

makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses

digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan

pengeluaran zat-zat yang digunakan untuk mempertahankan


kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ

serta menghasilkan energi (Supariasa, dkk, 2010).

Faktor gizi terutama protein akan sangat

mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka pada

perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan

protein (Kang Kapuk, 2012).

Wanita yang baru menjadi ibu hampir tidak dihindari

mengalami pola tidur yang kurang, nutrisi yang tidak adekuat,

dan stres psikologis. Memastikan bahwa wanita memiliki

pengetahuan yang cukup tentang nutrisi agar memungkinkan

mereka bukan saja untuk menjalani kehamilan yang sehat,

tetapi juga untuk mendapatkan sumber-sumber guna

mencapai kesehatan secara efisien setelah melahirkan,

merupakan salah satu cara menurunkan komplikasi postnatal.

Di Amerika Serikat juga ditemukan bahwa sebagian besar

wanita memiliki pengetahuan yang tidak adekuat mengenai

nutrisi untuk kehamilan dan pada masa nifas (Boyle , 2009)

Pada masa nifas terjadi perubahan fisiologis dan

anatomis di antaranya yaitu uterus, lochea, vagina, perineum,

dan payudara (Varney, 2009). Pada masa nifas mempunyai

beberapa kebutuhan dasar meliputi kebutuhan nutrisi,

aktivitas, istirahat, perawatan payudara, perawatan vulva,

eliminasi, dan latihan.


Selama kehamilan seorang calon ibu sangat dianjurkan

untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk memenuhi

pasokan nutrisi bagi ibu dan bayi. Kebutuhan nutrisi

meningkat selama kehamilan, namun tidak semua kebutuhan

nutrisi meningkat secara proporsional (Paath, 2009). Setelah

melahirkan kebutuhan gizi ibu nifas lebih banyak karena selain

untuk pembentukan ASI dalam proses menyusui juga berguna

dalam pemulihan kondisi setelah melahirkan. Periode

postnatal adalah waktu ketika banyak wanita memulai diet.

Bidan perlu memastikan bahwa wanita sadar apa yang tubuh

mereka butuhkan, dan bahwa nutrisi yang baik diperlukan baik

untuk penyembuhan dan mempertahankan kesehatan pada

waktu stres meningkat. Oleh karena itu tidak akan bermanfaat

menjalani diet sembarangan dan/atau mengurangi nutrien

yang diperlukan pada masa nifas (Boyle, 2009).

Ibu nifas dianjurkan untuk:

1) Makan dengan diet berimbang, cukup karbohidrat, protein,

lemak, vitamin dan mineral.

2) Mengkonsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari

pada 6 bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500 kalori dan

tahun kedua 400 kalori per harinya. Misal pada ibu

dengan kebutuhan kalori per harinya 1800 kalori artinya

plus tambahan 800 kalori sehingga kalori yang dibutuhkan


sebanyak 2600 kalori. Demikian pula pada 6 bulan

selanjutnya dibutuhkan rata-rata 2300 kalori dan tahun

kedua 2200 kalori. Asupan cairan 3 liter/hari, 2 liter

didapat dari air minum dan 1 liter dari cairan yang ada

pada kuah sayur, buah dan makanan yang lain.

Mengkonsumsi tablet besi 1 tablet tiap hari selama 40

hari.

3) Mengkonsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A

dalam bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas

ASI, meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan

kelangsungan hidup anak. Pada bulan-bulan pertama

kehidupan bayi bergantung pada vitamin A yang

terkandung dalam ASI.

Dengan terwujudnya semua makanan yang dianjurkan

untuk ibu nifas maka proses penyembuhan luka heating akan

semakin cepat sembuh dan kering (Suherni dkk, 2009).

b. Personal hygiene

Personal hygiene (kebersihan diri) dapat

memperlambat penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan

adanya benda asing seperti debu dan kuman. Adanya benda

asing, pengelupasan jaringan yang luas akan memperlambat

penyembuhan dan kekuatan regangan luka menjadi tetap

rendah (Johnson Ruth, dkk, 2008). Luka yang kotor harus


dicuci bersih. Bila luka kotor, maka penyembuhan sulit terjadi.

Kalaupun sembuh akan memberikan hasil yang buruk.

Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk

memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk

menjaga kesehatan fisik dan psikis. Menjaga personal

hygiene atau kebersihan tubuh pada masa nifas adalah suatu

tindakan yang dilakukan untuk menjaga agar tubuh kita tetap

bersih pada saat nifas (Wiknjosastro, 2008).

Pada prinsipnya kebersihan alat kelamin pada saat

nifas dilandasi beberapa alasan yaitu banyak darah dan

kotoran yang keluar dari alat kelamin, alat kelamin berada

dekat saluran buang air kecil dan buang air besar yang kita

lakukan setiap hari. Adanya luka di daerah perineum yang

terkena kotoran dapat terinfeksi, alat kelamin merupakan

organ terbuka yang mudah dimasuki kuman dan menjalar ke

rahim, dan kebersihan yang kurang terjaga di mana nifas,

bukannya hanya mengundang infeksi pada alat kelamin tapi

juga rahim (Muchtar, 2010).

Mandi diperlukan untuk menjaga kebersihan/higiene

terutama perawatan kulit, karena fungsi ekskresi dan keringat

bertambah. Dianjurkan menggunakan sabun lembut atau

ringan. Mandi berendam tidak dianjurkan.


Hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan personal

hygiene menurut Yulaikhah (2008), adalah:

1) Tidak mandi air panas

2) Tidak mandi air dingin

3) Pilih antara shower dan bak mandi sesuai dengan

keadaan personal

4) Wanita dianjurkan untuk defekasi teratur dengan

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat

seperti sayuran, selain itu, perawatan perineum dan

vagina dilakukan setelah BAK/BAB dengan cara

membersihkan dari depan ke belakang, menggunakan

pakaian dalam dari bahan katun, sering mengganti

pakaian dalam dan tidak melakukan pembilasan.

c. Tradisi

Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk

perawatan pasca persalinan masih banyak digunakan,

meskipun oleh kalangan masyarakat modern. Misalnya untuk

perawatan kebersihan genital, masyarakat tradisional

menggunakan daun sirih yang direbus dengan air kemudian

dipakai untuk cebok. Penggunaan ramuan obat untuk

perawatan luka dan teknik perawatan luka yang kurang benar

merupakan penyebab terlambatnya penyembuhan (Zury,

2011).
d. Pengetahuan

Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca persalinan

sangat menentukan lama penyembuhan luka perineum.

Apabila pengetahuan ibu kurang, terlebih masalah kebersihan

maka penyembuhan lukapun akan berlangsung lama (Zury,

2011).

e. Ambulasi dini

Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas

mungkin membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan

membimbingnya untuk berjalan. Ambulasi tidak

mempengaruhi penyembuhan luka perineum baik secara

spontan maupun episiotomi. Ambulasi dini tidak dibenarkan

pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru,

demam dan keadaan lain yang masih membutuhkan istirahat

(Cunningham, 2006). Mobilisasi dini atau aktivitas yang

dilakukan segera setelah beristirahat beberapa jam dengan

beranjak dari tempat tidur ibu (pada persalinan normal).

f. Cara perawatan

Perawatan yang tidak benar menyebabkan infeksi dan

memperlambat penyembuhan. Karena perawatan yang kasar

dan salah dapat mengakibatkan kapiler darah baru rusak dan

mengalami perdarahan.
g. Lingkungan

Lingkungan yang paling efektif untuk keberhasilan

penyembuhan luka ialah lambat dan hangat. Penyembuhan

luka yang efisien selama fase regeneratif bergantung pada

lingkungan yang lembab dan stabil. Lingkungan yang lembab

juga mengurangi terjadinya infeksi dan ada beberapa bukti

bahwa lingkungan tersebut dapat mengurangi nyeri akibat

luka (Boyle, 2009).

C. Personal Hygiene (Kebersihan Perorangan)

1. Pengertian

Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti

personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat.

Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara

kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik

dan psikis (Tarwoto & Wartonah, 2010), sedangkan menurut

Potter & Perry (2006), personal hygiene adalah suatu tindakan

untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk

kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah

kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan

kebersihan untuk dirinya.


2. Tujuan personal hygiene

Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), tujuan perawatan

personal hygiene adalah:

a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang.

b. Memelihara kebersihan diri seseorang.

c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang.

d. Pencegahan penyakit.

e. Meningkatkan percaya diri seseorang.

f. Menciptakan keindahan.

3. Macam-macam personal hygiene

Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan

memelihara kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk

kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki

personal hygiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga

kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan

mulut, rambut, mata, hidung, dan telinga, kaki dan kuku, genitalia,

serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya.

Menurut Potter dan Perry (2006) macam-macam personal

hygiene, adalah:

a. Perawatan kulit

Kulit merupakan organ aktif yang berfungsi pelindung,

sekresi, ekskresi, pengatur temperatur, dan sensasi. Kulit

memilki tiga lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan


subkutan. Epidermis (lapisan luar) disusun beberapa lapisan

tipis dari sel yang mengalami tahapan berbeda dari maturasi,

melindungi jaringan yang berada di bawahnya terhadap

kehilangan cairan dan cedera mekanis maupun kimia serta

mencegah masuknya mikroorganisme yang memproduksi

penyakit (Hidayat, 2008).

Kulit berfungsi sebagai pertukaran oksigen, nutrisi, dan

cairan dengan pembuluh darah yang berada dibawahnya,

mensintesa sel baru, dan mengeliminasi sel mati, sel yang

tidak berfungsi. Sirkulasi yang adekuat penting untuk

memelihara kehidupan sel. Kulit sering kali merefleksikan

perubahan pada kondisi fisik dengan perubahan pada warna,

ketebalan, tekstur, turgor, temperatur. Selama kulit masih utuh

dan sehat, fungsi fisiologisnya masih optimal (Potter & Perry,

2006).

Kulit yang baik akan dapat menjalankan fungsinya

dengan baik sehingga perlu dirawat. Pada masa yang modern

sekarang ini tersedia berbagai cara modern pula berbagai

perawatan kulit. Namun cara paling utama bagi kulit, yaitu

pembersihan badan dengan cara mandi. Perawatan kulit

dilakukan dengan cara mandi 2 kali sehari yaitu pagi dan

sore.Tentu saja dengan air yang bersih. Perawatan kulit

merupakan keharusan yang mendasar (Haines, 2012). Kulit


yang sehat yaitu kulit yang selalu bersih, halus, tidakada

bercak-bercak merah, tidak kaku tetapi lentur (fleksibel)

b. Perawatan mulut

Mulut beserta lidah dan gigi merupakan sebagian dari

alat pencerna makanan. Mulut berupa suatu rongga yang

dibatasi oleh jaringan lunak, dibagian belakang berhubungan

dengan tengggorokan dan di depan ditutup oleh bibir. Lidah

terdapat di dasar rongga mulut terdiri dari jaringan yang lunak

dan ujung-ujung syaraf pengecap. Gigi terdiri dari jaringan

keras yang terdapat di rahang atas dan bawah yang tersusun

rapi dalam lengkungan (Potter & Perry, 2006).

Makanan sebelum masuk ke dalam perut, perlu

dihaluskan, maka makanan tersebut dihaluskan oleh gigi

dalam rongga mulut. Lidah berperan sebagai pencampur

makanan, penempatan makanan agar dapat dikunyah dengan

baik dan berperan sebagai indera perasa dan pengecap.

Penampilan wajah sebagian ditentukan oleh tata letak gigi. Di

samping itu juga sebagai pembantu pengucapan kata-kata

dengan jelas dan terang (Haines, 2012).

Seperti halnya dengan bagian tubuh yang lain, maka

mulut dan gigi juga perlu perawatan yang teratur dan

seyogyanya sudah dilakukan sejak kecil. Untuk

pertumbuhangigi yang sehat diperlukan sayur-sayuran yang


cukup mineral seperti zat kapur, makanan dalam bentuk buah-

buahan yang mengandung vitamin A atau C sangat baik untuk

kesehatan gigi dan mulut. Gosok gigi merupakan upaya atau

cara yang terbaik untuk perawatan gigi dan dilakukan paling

sedikit dua kali dalam sehari yaitu pagi dan pada waktu akan

tidur. Dengan menggosok gigi yang teratur dan benar maka

plak yang ada pada gigi akan hilang. Hindari kebiasaan

menggigit benda-benda yang keras dan makan makanan yang

dingin dan terlalu panas (Hidayat, 2008).Gigi yang sehat

adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya, gigi tidak berlubang

dan didukung oleh gusi yang kencang dan berwarna merah

muda. Pada kondisi normal, dari gigi dan mulut

c. Perawatan mata, hidung dan telinga

Secara normal tidak ada perawatan khusus yang

diperlukan untuk membersihkan mata, hidung, dan telinga

selama individu mandi. Secara normal tidak ada perawatan

khusus yang diperlukan untuk mata karena secara terus-

menerus dibersihkan oleh air mata, kelopak mata dan bulu

mata mencegah masuknya partikel asing ke dalam mata.

Normalnya, telinga tidak terlalu memerlukan pembersihan.

Namun, telinga yang serumen terlalu banyak telinganya perlu

dibersihlkan baik mandiri atau dibantu oleh keluarga. Hygiene

telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran.


Bila benda asing berkumpul pada kanal telinga luar, maka

akan mengganggu konduksi suara. Hidung berfungsi sebagai

indera penciuman, memantau temperatur dan kelembapan

udara yang dihirup, serta mencegah masuknya partikel asing

ke dalam sistem pernapasan (Hidayat, 2008).

d. Perawatan rambut

Penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali

tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai

rambutnya. Menyikat, menyisir dan bershampo adalah cara-

cara dasar higienis perawatan rambut, distribusi pola rambut

dapat menjadi indikator status kesehatan umum, perubahan

hormonal, stress emosional maupun fisik, penuaan, infeksi

dan penyakit tertentu atau obat obatan dapat mempengaruhi

karakteristik rambut. Rambut merupakan bagian dari tubuh

yang memiliki fungsi sebagai proteksi serta pengatur suhu,

melalui rambut perubahan status kesehatan diri dapat

diidentifikasi (Hidayat, 2008).

Rambut membutuhkan perawatan yang baik dan

teratur, terutama pada wanita. Agar tidak mengalami banyak

kerontokan, antara lain karena kurangnya sanitasi atau

adanya infeksi jamur yang lazim disebut ketombe. Rata-rata

50-100 helai rambut dapat rontok dalam masa sehari. Oleh itu

rambut sebaik-baiknya perlu dicuci dengan shampo yang


mengandung anti ketombe yang cocok. Cuci rambut

sebaiknya dilakukan tiap 2 atau 3 hari dan minimal sekali

seminggu (Haines, 2012).

e. Perawatan kaki dan kuku

Kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian khusus

untuk mencegah infeksi, bau, dan cedera pada jaringan.

Tetapi seringkali orang tidak sadar akan masalah kaki dan

kuku sampai terjadi nyeri atau ketidaknyamanan. Menjaga

kebersihan kuku penting dalam mempertahankan personal

hygiene karena berbagai kuman dapat masuk kedalam tubuh

melalui kuku. Oleh sebab itu, kuku seharusnya tetap dalam

keadaan sehat dan bersih. Perawatan dapat digabungkan

selama mandi atau pada waktu yang terpisah.

Warnanya bisa berubah menjadi kuning atau opaque.

Kuku bisa menjadi lembek terutama kuku kaki akan menjadi

lebih tebal dan kaku serta sering ujung kuku kiri dan kanan

menusuk masuk ke jaringan disekitarnya (ungus incarnates).

Pengguntingan dilakukan setelah kuku direndam dalam air

hangat selama 5-10 menit karena pemanasan membuat kuku

menjadi lembek dan mudah digunting (Hidayat, 2008).

f. Perawatan genetalia

Perawatan genitalia merupakan bagian dari mandi

lengkap. Seseorang yang paling butuh perawatan genitalia


yang teliti adalah yang beresiko terbesar memperoleh infeksi.

Seseorang yang tidak mampu melakukan perawatan diri dapat

dibantu keluarga untuk melakukan personal hygiene (Hidayat,

2008).

4. Dampak personal hygiene

Dampak yang akan timbul jika kurangnya personal hygiene

menurut Tarwoto & Wartonah (2010), adalah :

a. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang

karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan

baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah munculnya

kuku pada rambut, gangguan integritas kulit, gangguan

membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan

ganguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal

hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan

dicintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan

interaksi sosial.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene

Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), sikap seseorang

melakukan personal hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor

antara lain :
a. Citra tubuh

Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang

tentang penampilan fisiknya. Personal hygiene yang baik akan

mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu.

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik

sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

b. Praktik sosial

Kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, dan

ketersediaan air panas atau air mengalir hanya merupakan

beberapa faktor yang mempengaruhi perawatan personal

hygiene. Praktik personal hygiene pada lansia dapat berubah

dikarenakan situasi kehidupan, misalnya jika mereka tinggal

dipanti jompo mereka tidak dapat mempunyai privasi dalam

lingkungannya yang baru. Privasi tersebut akan mereka

dapatkan dalam rumah mereka sendiri, karena mereka tidak

mempunyai kemampuan fisik untuk melakukan personal

hygiene sendiri.

c. Status sosio-ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti

sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo dan alat mandi yang

semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.

Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup.

Seseorang harus termotivasi untuk memelihara perawatan

diri. Seringkali pembelajaran tentang penyakit atau kondisi

yang mendorong individu untuk meningkatkan personal

hygiene. Misalnya pada pasien post operasi harus selalu

menjaga kebersihan luka bekas operasinya.

e. Budaya

Kepercayaan kebudayaan dan nilai pribadi

mempengaruhi personal hygiene. Orang dari latar

kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik perawatan diri

yang berbeda. Di sebagian masyarakat jika individu sakit

tertentu maka tidak boleh dimandikan.

f. Kebiasaan seseorang

Setiap individu mempunyai pilihan kapan untuk mandi,

bercukur dan melakukan perawatan rambut. Ada kebiasaan

orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan

diri seperti penggunaan shampo, dan lain-lain.

g. Kondisi fisik

Pada keadaan sakit, tentu kemampuan untuk merawat

diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.


D. Hubungan antar Personal Hygiene dengan Tingkat Kesembuhan

Luka Perineum

Penelitian yang dilakukan oleh Dina Dewi (2010) dengan judul

hubungan personal hygiene dengan kecepatan kesembuhan luka

perineum ibu post partum di seluruh wilayah kerja puskesmas

Singosari kabupaten Malang menyimpulkan ada hubungan yang

bermakna antara personal hygiene dengan perawatan luka perineum.

Kebersihan diri akan menghindarkan diri dari kuman atau

bakteri yang dapat menginfeksi tubuh manusia. Seseorang dengan

luka harus selalu menjaga kebersihan dirinya, sehingga tidak ada

kuman atau bakteri yang menempel pada kulit atau bahkan

menyerang luka yang ada pada diri seseorang tersebut, selain itu

perawatan pada daerah luka diperlukan untuk mencegah terinfeksinya

luka dari parasit yang dapat mennyebabkan perlambatan

penyembuhan luka. Luka yang kotor harus dicuci bersih, bila luka

kotor, maka penyembuhan sulit terjadi, kalaupun sembuh akan

memberikan hasil yang buruk. Jadi luka bersih lebih cepat dari pada

luka yang kotor (Henderson C Jones K, 2006).

Penelitian Dewi Khurniawati (2014) tentang hubungan vulva

hygiene dengan lama penyembuhan luka perineum di Wilayah kerja

Puskesmas Dlanggu Mojokerto, diperoleh hasil uji chi square

menunjukkan ρ = 0,028 dan α = 0,05 maka ρ < α berarti terdapat


hubungan pelaksaaan vulva hygiene dengan penyembuhan luka

perineum

Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan

meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu untuk

menjaga kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2

kali sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan

dimana ibu tinggal. Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat

perineum dengan baik menggunakan antiseptik dan selalu diingat

bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang. Jaga

kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi, baik

pada luka jahitan maupun kulit (Rahma, 2009).


E. Kerangka Teori

Ibu Inpartu

Robekan Episiotomi
spontan
Masa Nifas
Luka Perineum

Kebutuhan Ibu Nifas: Faktor-faktor yang


Nutrisi dan cairan mempengaruhi
Ambulasi dini penyembuhan luka:
Eliminasi Nutrisi/gizi
Personal Hygiene
Kebersihan diri Personal hygiene
Istirahat Tradisi
Senam nifas Pengetahuan
Ambulasi dini
Cara perawatan
Infeksi
Lingkungan
Tingkat Kesembuhan
Luka Perineum

Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi Tarwoto & Wartonah, 2010: Potter & Perry, 2006;

Wiknjosastro, 2008

Keterangan:

Diteliti :

Tidak diteliti :

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri,

sifat, dan ukuran yang dimiliki atau di dapatkan oleh satuan penelitian

tentang sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoadmodjo, 2010).

Variabel penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu:

1. Variabel bebas (independent)

Variabel Independent adalah variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

terikat (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini variabel

independent adalah personal hygine.

2. Variabel terikat (dependent)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono,

2013). Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah tingkat

kesembuhan luka perineum.


B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan

penelitian. Biasanya hipotesis dirumuskan dalam bentuk hubungan

antara dua variabel, variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo,

2010). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

berikut:

Ha : Ada hubungan personal hygiene dengan tingkat kesembuhan

luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus.

Ho : Tidak ada hubungan personal hygiene dengan tingkat

kesembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit

‘Aisyiyah Kudus.

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk

oleh generasi dari hal-hal yang khusus oleh karena konsep

merupakan abstraksi maka konsep tidak dapat langsung diamati atau

diukur (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konsep dalam

penelitian ini sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Personal Hygiene Tingkat kesembuhan luka perineum


Ibu Nifas pada ibu nifas Rumah Sakit ‘Aisyiyah
Kudus

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

D. Rancangan Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian analitik

korelasional yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui

jenis tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa

melakukan perubahan tambahan, atau manipulasi terhadap data

yang memang sudah ada (Nasehudin & Nanang, 2012). Menurut

jenis data yang akan dianalisa penelitian ini mengambil jenis

penelitian kuantitatif, penelitian kuantitatif adalah suatu bentuk

penelitian yang berfokus pada analisa data berupa angka, numerik

atau rasio, sehingga setiap data yang berbentuk pernyataan harus

diberikan nilai atau diubah dalam bentuk angka (Riwidikdo, 2013).

Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisa hubungan atau

korelasi antara personal hygiene dengan tingkat kesembuhan luka

perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus dalam

bentuk data angka.

2. Pendekatan waktu pengumpulan data

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan cross sectional yaitu yang dimaksud artinya penelitian

ini untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko

dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat artinya tiap subyek


penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran

dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada

pemeriksaan (Notoatmojdo, 2010). Pada penelitian ini baik data

dari variabel independen (personal hygiene) dan variabel

dependen (tingkat kesembuhan luka perineum) akan dikumpulkan

bersama-sama dalam sekali waktu.

3. Metode pengumpulan data

Data-data yang menyebar pada masing-masing sumber

data/subyek penelitian perlu dikumpulkan untuk selanjutnya ditarik

kesimpulan. Data adalah catatan atas kumpulan fakta (Saryono

dan Setiawan, 2010).

a. Data primer

Data primer atau data tangan pertama adalah data

yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan

menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data

langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari

(Riwidikdo, 2013). Data primer yang dikumpulkan adalah

personal hygiene menggunakan kuesioner dan tingkat

kesembuhan luka perineum menggunakan lembar observasi.

Adapun proses pengambilan data adalah sebagai berikut:

1) Peneliti mengurus perijinan dengan pihak STIKES

Muhammadiyah Kudus dan pihak Rumah Sakit ‘Aisyiyah

Kudus.
2) Peneliti bekerja sama dengan petugas kesehatan (bidan

dan perawat) lain untuk melakukan proses pengumpulan

data.

3) Setiap ibu nifas yang mengalami luka perineum

melakukan kunjungan ulang, ditawarkan atau disampaikan

kepadanya untuk bersedia menjadi responden.

4) Menyampaikan maksud dan tujuan penelitian pada

responden, kemudian melakukan proses pengumpulan

data.

5) Melakukan analisis data.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak

lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek

penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data

dokumentasi atau laporan yang telah tersedia (Riwidikdo,

2013). Peneliti mendapatkan data yang sekunder berupa data

ibu nifas yang mengalami luka perineum dan profil Rumah

Sakit ‘Aisyiyah Kudus.

4. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek atau obyek yang akan

diteliti (Sugiyono, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah

seluruh ibu nifas yang berada di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus

sepanjang bulan Mei 2017 dengan perkiraan 44 orang.

5. Sampel dan prosedur sampel penelitian


a. Sampel

Sampel adalah obyek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populsi (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam

penelitian ini adalah sebagian ibu nifas yang mengalami luka

perineum di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus sepanjang bulan

Mei 2017, berdasarkan perhitungan rumus sampel sebagai

berikut :

N
n= 2
1+ N ( d )

Keterangan :

n: Jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian

N: Jumlah populasi dalam penelitian

d: Taraf kesalahan dalam penelitian (diambil

0,05)

1: Angka mutlak

44
n=
1+ 44( 0,05 x 0,05)

44
n=
1+ 44(0,0025)

44
n=
1+0,11

44
n=
1 , 11

n=39,6 menjadi 40 orang sampel


b. Prosedur sampling

Teknik pengambilan sampel adalah proses

pengambilan sampel terhadap obyek yang diteliti. Teknik

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik accidental sampling, accidental sampling

adalah sampel dipilih hanya berdasarkan ketersediaannya

karena sampel berada pada tempat yang tepat dan waktu

yang tepat sesuai tujuan peneliti (Notoatmodjo, 2010). Dalam

penelitian ini peneliti memperhatikan kriteria dari sampel itu

sendiri yaitu:

1) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek

penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang

akan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah :

a) Ibu nifas yang mengalami luka perineum di Rumah

Sakit ‘Aisyiyah Kudus.

b) Bersedia menjadi responden dengan menandatangani

kesediaan menjadi responden.

c) Memiliki kemampuan mendengar dan berbicara serta

membaca dan menulis dengan baik karena responden

harus memahami lembar persetujuan dan kesediaan

menjadi responden serta mampu mengerti penjelasan


yang disampaikan peneliti dan bertanya jika tidak

paham.

2) Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau

mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari

studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013). Kriteria

eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a) Bersedia menjadi responden namun sudah pulang

dan belum mengisi alat pengumpul data.

b) Mengalami komplikasi yang membutuhkan

penanganan serius, misalnya infeksi perineum.

6. Definisi operasional variabel

Definisi operasional variabel adalah mendefinisikan variabel

secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati,

sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena

(Hidayat, 2010).

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Katego


Operasional ri
Independe
n Perawatan diri Kuesion Kurang Baik: Ordinal
Personal sendiri yang er 0-8
hygiene dilakukan untuk Cukup Baik:
mempertahankan 8-16
baik secara fisik Baik: 17-24
maupun psikologis
berupa kebersihan
rambut, gigi dan
mulut, kulit,
tangan dan kaki,
kebersihan
pakaian.

Dependen
Tingkat Proses pemulihan Lembar Buruk: jika O
kesembuha luka perineum observas nilai 0 rdinal
n luka yang diobservasi i Sedang: jika
perineum ketika melakukan luka nilai 1
kunjungan ulang Baik: jika nilai
2

7. Instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data

Instrumen penelitian adalah alat pengumpulan data dalam

penelitian (Sulistyaningsih, 2011). Instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kuesioner dan lembar observasi.

Kuesioner yang berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang

digunakan unuk memperoleh informasi dari responden dalam arti

laporan tentang pribadi atau hal-hal yang diketahui (Arikunto,

2012), dan teknik yang digunakan adalah angket. Lembar

observasi digunakan dalam proses pengamatan. Adapun isi dari

masing-masing instrumen penelitian itu sendiri adalah sebagai

berikut:

a. Kuesioner personal hygiene

1) Dalam kuesioner dimulai dengan data karakteristik

responden berupa kode responden, inisial nama, umur,

jumlah paritas, pendidikan terakhir dan pekerjaan.


2) Pertanyaan personal hygiene terdiri dari 22 pertanyaan

dengan menggunakan pilihan ganda, jika jawaban

responden benar maka diberikan skor 1 dan jika jawaban

salah diberikan skor 0. Berikut kisi-kisi kuesioner:

Inti pertanyaan Nomor Pertanyaan Jumlah


Pertanyaan
Kebersihan kulit 1,2,3 3
Kebersihan tangan 4,5 2
dan kuku
Kebersihan pakaian 6,7 2
Kebersihan handuk 8,9,10 3
Kebersihan vulva 11,12,13,14,15,16, 10
17,18,19,20,21,22

b. Lembar observasi

Berisi tentang kering/tidaknya luka,

membuka/menutupnya luka, ada /tidak adanya tanda-tanda

infeksi

8. Teknik pengolahan dan analisa data

a. Teknik pengolahan data

Dalam sebuah penelitian pengolahan data merupakan

salah satu langakah yang penting (Notoatmodjo, 2010). Data

yang sudah dikumpulkan masih dalam bentuk data mentah

(raw data), maka harus diolah sedemikian rupa sehingga

menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk

menjawab tujuan penelitian (Riyanto, 2010). Pengolahan data

terdiri atas empat tahapan, yaitu :

1) Editing (pemeriksaan data)


Editing adalah memriksa daftar pertanyaan yang

telah diserahkan oleh para pengumpul data. Tujuan dari

editing data mengurangi kesalahan dan kekurangan data

yang dikumpulkan (Notoatmodjo, 2010). Peneliti

melakukan editing dengan memeriksa kelengkapan

jawaban responden atas kuesioner dan pengisian lembar

observasi.

2) Coding (Pemberian kode)

Mengklasifikasi jawaban yang ada dan

mengelompokan menurut macamnya secara manual

(Hidayat, 2010).

a) Personal hygiene:

Kurang baik : kode 1

Cukup baik : kode 2

Baik : kode 3

b) Tingkat kesembuhan luka perineum:

Buruk : kode 1

Sedang : kode 2

Baik : kode 3

3) Processing (Memasukkan data)

Setelah melakukan perubahan data menjadi angka,

setelah itu data dari kuesionar dimasukkan dalam program

komputer.
4) Cleaning (Pembersihan data)

Pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan,

untuk melihat kemungkinan adanaya kesalahan pada

pemasukan kode, ketidak lengkapan, kemudian dilakukan

pembetulan atau koreksi.

b. Analisa data

Pada penelitian ini, data yang sudah diperoleh

kemudian dianalisa menggunakan analisa univariat dan

bivariat :

1) Analisa univariat

Analisa univariat yang dilakukan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam

analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan

presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).

Penentuan persentase (%) terhadap tiap variabel dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

f
%= x 100 %
N

Keterangan :

% : persentase hasil

f : frekuensi yang dihasilkan

N : jumlah seluruh

100% : nilai mutlak


2) Analisa bivariat

Analiisa yang digunakan untuk mengetahui interaksi

dua variabel, baik berupa komperatif, asosiati, maupun

korelatif (Saryono dan Setiawan, 2010). Analisa bivariat

pada penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

personal hygiene dengan tingkat kesembuhan luka

perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus”.

Analisa yang dipergunakan ini adalah tabulasin silang.

Untuk hubungan dan menguji hipotesis antar dua variabel

dengan jenis data kategorik dan skala ukur ordinal-ordinal

maka digunakan uji statistik “Spearman rho”.

Rumus Spearman rho:

6 ∑ d2
ρ= 1 −
N (N 2 − 1)

Keterangan :

 : Spearman rho

d : Jumlah ranking

N : Jumlah sampel

1 dan 6 : angka mutlak

(Swardjana, 2010)

Interpretasi hasil :

a) Jika p value > α (0,05 atau 5%) maka Ho diterima dan

Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan personal


hygiene dengan tingkat kesembuhan luka perineum

pada ibu nifas di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus.

b) Jika p value < α (0,05 atau 5%) maka Ho ditolak dan

Ha diterima yang berarti ada hubungan personal

hygiene dengan tingkat kesembuhan luka perineum

pada ibu nifas di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus.

Spearman rho adalah teknik analisis data terhadap

data yang ingin dilihat korelasinya namun tidak hanya itu,

tetapi tidak hanya itu karena Spearman rho juga mencari

koefisien kekuatan hubungan antara dua variabel. Berikut

adalah tabel kekuatan hubungan antara dua variabel:

Tabel 3.2
Koefisien dan Kekuatan Hubungan antara Dua
Variabel

Koefisien Kekuatan Hubungan


0,00 Sangat rendah
0,01-0,20 Rendah
0,21-0,40 Cukup
0,41-0,70 Kuat
0,71-1 Sempurna
Sumber: Swardjana, 2010

9. Etika penelitian

Etika penelitian menurut Hidayat (2010), adalah sebagai

berikut :

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan

antara peneliti dengan responden dengan memberikan lembar


persetujuan. Informed consent diberikan sebelum penelitian

dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar

responden mengerti maksud, tujuan serta dampaknya.

2. Anonimity (tanpa nama)

Anonimity yaitu memberikan jaminan dalam

penggunaan subyek penelitian melalui tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan

hanya menuliskan kode atau inisial pada lembar pengumpulan

data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Confidentiality merupakan masalah etika dengan

memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik

informasi maupun masalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

E. Jadwal penelitian

Terlampir
SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada :
Yth. Calon Responden Penelitian
Di
Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Raim Arie Styanti
NIM : E320163148
Adalah mahasiswa Progam Pendidikan S1 Keperawatan STIKES

Muhammadiyah Kudus bermaksud melakukan penelitian dengan judul

“Hubungan Personal Hygiene dengan Tingkat Kesembuhan Luka

Perineum pada Ibu Nifas di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus”.

Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam

menyelesaikan tugas akhir di Progam Pendidikan S 1 Keperawatan

STIKES Muhammadiyah Kudus.

Identitas dan informasi yang diberikan hanya untuk tujuan penelitian

serta dirahasiakan dan tidak diplubikasikan di media massa. Partisipasi

responden dalam penelitian ini bersifat bebas untuk ikut maupun tidak

tanpa ada paksaan atau sanksi apapun. Jika responden bersedia menjadi

peserta dalam penelitian ini silakan menandatangani lembar persetujuan

responden yang telah kami lampirkan.

Kudus,
2017

Raim Arie Styanti

LEMBAR PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Alamat :
Menyatakan bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan

oleh mahasiswa Progam Pendidikan S 1 Keperawatan STIKES

Muhammadiyah Kudus yang bernama Raim Arie Styanto dengan judul

“Hubungan Personal Hygiene dengan Tingkat Kesembuhan Luka

Perineum pada Ibu Nifas di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus”.

Saya memahami bahwa data yang dihasilkan merupakan rahasia

dan hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu

keperawatan dan tidak merugikan bagi saya, oleh karena itu saya

bersedia menjadi responden pada penelitian ini.

Kudus, 2017
Responden

________________

No:

Kode:
KUESIONER

Petunjuk pengisian:
Beri tanda () sesuai dengan keadaan ibu nifas yang mengalami luka
perineum

A. Identias Umum

1. Umur ibu saat ini:

< 20 tahun 20-35 tahun

> 35 tahun

2. Pendidikan terakhir ibu :

Tidak sekolah Tamat SD Tamat

SMP

Tamat SMA Tamat PT

3. Ibu sekarang sudah melahirkan anak yang ke :

1 2 >3

B. Personal Hygiene
Kebersihan Kulit
1. Berapa kali anda mandi dalam sehari?
a. 1 kali
b. 2 kali
2. Bagaimana cara anda mandi?
a. Mandi dengan air lalu menggosok kulit kemudian seluruh
tubuh disiram dengan air secukupnya
b. Mandi dengan air dan sabun dan menggosok kulit kemudian
seluruh tubuh disiram sampai bersih
3. Bagaimana kebiasaan anda dalam penggunaan sabun?
a. Memakai sabun sendiri
b. Memakai sabun bergantian dengan keluarga
Kebersihan Tangan dan Kuku
4. Bagaimana cara anda mencuci tangan?
a. Membasuh kedua tangan dengan air memakai wadah/
mangkuk lalu tangan dikeringkan dengan lap
b. Membasuh kedua tangan dengan air yang mengalir dan
menggosok kedua permukaan tangan dan sela-sela jari
dengan sabun dan disiram dengan air mengalir lalu tangan
dikeringkan dengan lap yang bersih
5. Apakah anda membersihkan kuku yang kotor dengan sabun saat
mandi?
a. Ya
b. Tidak
Kebersihan Pakaian
6. Apakah anda mengganti baju yang telah dipakai seharian sebelum
tidur?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah anda mengganti baju setelah berkeringat?
a. Ya
b. Tidak
Kebersihan Handuk
8. Bagaimana kebiasaan anda memakai handuk?
a. Memakai handuk bergantian dengan keluarga
b. Memakai handuk sendiri
9. Bagaimana anda meletakkan handuk yang telah dipakai mandi?
a. Digantung dalam kamar
b. Dijemur di luar/ dijemuran
10. Bagaimana keadaan handuk anda ketika mandi?
a. Kering
b. Lembab
Kebersihan Perineum
1 Sebelum merawat luka jahitan di kemaluan a. Ya b. Tidak
1 ibu, ibu melakukan cuci tangan dahulu
1 Cara ibu melepas pembalut dari depan a. Ya b. Tidak
2 (kemaluan) ke belakang (anus)
1 Ibu melakukan cebok dari depan (kemaluan) a. Ya b. Tidak
3 ke belakang (anus)
1 Ibu menghindari cebok dengan air a. Ya b. Tidak
4 hangat/berendam air hangat
1 Ibu cebok menggunakan air dan sabun a. Ya b. Tidak
5
1 Ibu cebok memakai air sari daun sirih (air a. Ya b. Tidak
6 rebusan daun sirih)
1 Ibu memakai kassa yang ditetesi betadin a. Ya b. Tidak
7 kemudian diletakkan pada luka jahitan di
kemaluan
1 Ibu mengganti pembalut minimal 2 kali/hari a. Ya b. Tidak
8
1 Ibu cebok minimal 3-4 kali/hari a. Ya b. Tidak
9
2 Selesai cebok, kemalua ibu selalu a. Ya b. Tidak
0 dikeringkan
2 Ibu mengganti celana 2 kali atau lebih dalam a. Ya b. Tidak
1 satu hari
2 Selesai cebok atau meraat luka jahitan, ibu a. Ya b. Tidak
2 cuci tangan

C. Lembar Observasi
N Tingkat Kesembuhan Luka Perineum Nilai
o
1 Baik, jika luka kering, perineum menutup dan tidak
ada tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri,
fungsioleosa)
2 Sedang, jika luka basah, perineum menutup dan
tidak ada tanda infeksi (merah, bengkak, panas,
nyeri, fungsioleosa)
3 Kurang, jika luka basah, perineum
menutup/membuka, dan ada tanda-tanda infeksi
(merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa)

TINDAKAN PERSALINAN DI RUMAH SAKIT ‘AISYIYAH KUDUS


JANUARI – DESEMBER 2016

Bulan Jenis Persalinan


Spontan Vacum Sectio Caesarea
Ekstraksi
2016 2- 2016 2- 2016 2-3/2017
3/2017 3/2017
Januari 34 52 0 7 31 64
Februari 30 57 6 2 28 63
Maret 43 10 6 2 35 5
April 51 8 39
Mei 56 4 58
Juni 55 4 57
Juli 35 6 80
Agustus 43 3 78
September 38 2 26
Oktober 46 3 62
Nopember 53 3 65
Desember 49 6 67
Total 533 1 51 11 626 132
19

Sebanyak 255 tidak mengalami Luka Perineum dari Total Persalinan


Spontan
Sebanyak 378 kasus Luka Perineum dari Total Persalinan Spontan
Sebanyak 51 kasus Luka Perineum dari Total Persalinan VE

Dari 378 kasus luka perineum pada persalinan normal dan 51 kasus luka
pada persalinan VE, sebanyak 141 orang ibu nifas mengalami infeksi luka
perineum (32,9%)
STUDI PENDAHULUAN

1. Apakah ibu segera mengganti pembalut jika pembalut penuh dengan darah nifas?
[ ] Ya [ ] Tidak
2. Apakah ibu membasuh//cebok alat genetalia dengan bersih sesudah buang air kecil? [ ] Ya [ ] Tidak
3. Apakah ibu mengkompres luka jahitan perineum dengan kassa betadine sesudah buang air kecil? [ ] Ya [ ] Tidak

No Inisial Nama Personal Hygiene Kondisi Luka


1 2 3
1 Ny. S Ya Ya Ya Kering Menutup Tidak Ada Infeksi
2 Ny. H Tidak Tidak Tidak Basah Terbuka Ada Infeksi
3 Ny. R Ya Ya Ya Kering Menutup Tidak Ada Infeksi
4 Ny. R Tidak Tidak Tidak Basah Terbuka Ada Infeksi
5 Ny. L Ya Ya Tidak Basah Menutup Tidak Ada Infeksi
6 Ny. W Ya Ya Tidak Basah Menutup Tidak Ada Infeksi
7 Ny. S Ya Ya Ya Kering Menutup Tidak Ada Infeksi
8 Ny. M Ya Ya Ya Kering Menutup Tidak Ada Infeksi
9 Ny. A Ya Ya Tidak Basah Menutup Tidak Ada Infeksi
10 Ny. E Ya Ya Tidak Basah Menutup Tidak Ada Infeksi

Kesimpulan:
- 4 orang luka perineumnya : Kering, Menutup dan Tidak Ada Infeksi => Personal higyiene : segera mengganti
pembalut jika pembalut penuh dengan darah nifas, membasuh/cebok alat genetalia dengan bersih sesudah buang
air kecil, mengkompres luka jahitan perineum dengan kassa betadine sesudah buang air kecil
- 2 orang luka perineumnya: Basah, Terbuka dan Ada Infeksi => Personal higyiene : tidak segera mengganti pembalut
jika pembalut penuh dengan darah nifas, tidak membasuh/cebok alat genetalia dengan bersih sesudah buang air
kecil, tidak mengkompres luka jahitan perineum dengan kassa betadine sesudah buang air kecil
- 4 orang luka perineumnya: Basah, Terbuka dan Tidak Ada Infeksi
=> Personal higyiene : Ada yang tidak segera mengganti pembalut jika pembalut penuh dengan darah nifas
Ada yang tidak membasuh/cebok alat genetalia dengan bersih sesudah buang air kecil
Ada yang tidak mengkompres luka jahitan perineum dengan kassa betadine sesudah buang air
kecil

Anda mungkin juga menyukai