0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan16 halaman
Dokumen ini membahas tentang ibu nifas pneumonia. Ringkasannya adalah:
1. Ibu nifas pneumonia adalah infeksi paru-paru yang terjadi pada ibu saat masa nifas.
2. Tanda dan gejalanya antara lain demam, sesak napas, dan batuk.
3. Penyebabnya adalah masuknya kuman ke paru-paru, seperti bakteri dan virus.
Deskripsi Asli:
Makalah ibu nifas dengan pneumonia penanganan serta cara pencegahannya dan pengertian tanda gejala etiologi
Dokumen ini membahas tentang ibu nifas pneumonia. Ringkasannya adalah:
1. Ibu nifas pneumonia adalah infeksi paru-paru yang terjadi pada ibu saat masa nifas.
2. Tanda dan gejalanya antara lain demam, sesak napas, dan batuk.
3. Penyebabnya adalah masuknya kuman ke paru-paru, seperti bakteri dan virus.
Dokumen ini membahas tentang ibu nifas pneumonia. Ringkasannya adalah:
1. Ibu nifas pneumonia adalah infeksi paru-paru yang terjadi pada ibu saat masa nifas.
2. Tanda dan gejalanya antara lain demam, sesak napas, dan batuk.
3. Penyebabnya adalah masuknya kuman ke paru-paru, seperti bakteri dan virus.
OLEH KELOMPOK 8 1. ANISA IBRAHIM MAHIM 2. RIBKA FARIDA TAHIK 3. YUSTI MNUNE 4.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
KUPANG 2022 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Postpartum/masa nifas merupakan masa pulih kembali mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil, yaitu kira- kira 6-8 minggu. Pada masa post partum ibu banyak mengalami kejadian seperti perubahan fisik, psikologis untuk menghadapi masa nifas yang bila tidak ditangani segera, akan dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu di waktu masa nifas/masa peurperium (Indriyani, 2013). Masa peurperium/masa nifas merupakan masa mengembalikan alat genitalia interna kedalam keadaan normal, dengan tenggang waktu sekitar 42 hari atau enam minggu dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Puerperium dibagi menjadi 3 yaitu puerperium dini, pueperium intermedial, dan remote puerpuerium (Indriyani, 2013). Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate 24 jam pertama dan early postpartum period (minggu pertama) sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late postpartum period (minggu kedua-minggu ke enam). Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP (Haemorrhage Postpartum) (Indriyani, 2013). Perdarahan paska persalinan biasanya terjadi pada masa postpartum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan di kain pada alas tidur. Manifestasi klinis pada perdarahan adalah klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr (Purwoastuti & Walyani, 2015). Tempat yang baik sebagai tempat tumbuhnya kuman adalah di daerah bekas insersio (pelekatan) plasenta. Insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol karena banyaknya vena yang di tutupi oleh trombus. Selain itu, kuman juga dapat masuk melalui serviks, vagina dan perineum. Terjadinya infeksi dapat terjadi karena manipulasi penolong yang tidak steril atau pemeriksaan dalam berulang- ulang, alat-alat tidak steril, infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat yang terkontaminasi oleh kuman dan virus, infeksi nosokomial rumah sakit, infeksi intrapartum dan hubungan seksual akhir kehamilan yang menyebabkan ketuban pecah dini (Purwoastuti & Walyani, 2015). Infeksi masa nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genital pada waktu persalinan dan nifas. Menurut john comittee on Maternal Weifare (Amerika serikat ). Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi nifas antara lain demam, sakit di daerah infeksi, warna kemerahan, fungsi organ terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas terbagi menjadi 2 yaitu: Infeksi lokal dan infeksi umum. Infeksi lokal warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada luka, lochia bercampur nanah, mobilitas terbatas, suhu badan meningkat. Infeksi umum sakit dan lemah, suhu badan meningkat, pernafasan meningkat dan sesak, kesadaran gelisah sampai menurun bahkan koma, gangguan involusi uteri, lochia berbau, bernanah dan kotor (Purwoastuti & Walyani, 2015). Penyebaran infeksi nifas pada perineum bisa terjadi di vulva, vagina, serviks dan endometrium. Adapun infeksi yang penyebarannya melalui pembuluh darah yaitu: Septikemia, piemia dan tromboflebilitis (Purwoastuti dan Walyani, 2015). Di negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena risiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi, lebih sering terjadi sering terjadi pada masa setelah persalinan. Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, di samping ketidak tersediaan pelayanan atau rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas (Purwoastuti & Walyani, 2015). Menurut WHO, 2010 (World Health Organization), di seluruh dunia setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Sehingga, 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan, persalinan, dan nifas. Diperkirakan bahwa kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Berdasarkan laporan (Depkes tahun, 2010 ). Angka Kematian Ibu di Indonesia 125 per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) disebabkan beberapa faktor yaitu perdarahan karena eklamsia, infeksi, abortus dan partus lama (SKRI, 2012). Secara nasional angka kejadian infeksi pada kala nifas berkembang kearah infeksi akut. Asuhan pada masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Infeksi merupakan salah satu penyebab secara langsung terjadinya kematian ibu di Indonesia (SKRI, 2012). Berdasarkan data laporan Indikator Kesehatan Ibu Kabupaten Bondowoso tahun 2016, pada bulan Desember data Dinas Kesehatan Bondowoso menyebutkan komplikasi kebidanan yang ditangani sejumlah 2.143 yaitu infeksi yang terjadi pada masa nifas. Persalinan NAKES di fasilitas kesehatan sejumlah 7.333 dan pelayanan pada ibu nifas sejumlah 7.333. Tahun 2016 Indikator Kesehatan Ibu, menyebutkan komplikasi kebidanan yang ditangani di Kecamatan Prajekan sebanyak 74 kasus dengan infeksi masa nifas, dan pelayanan ibu nifas sejumlah 233 kasus (DinKes Bondowoso, 2016). Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari 2017, yang di peroleh dari hasil wawancara dengan kepala bidan Puskesmas Kecamatan Prajekan, bahwa Kecamatan Prajekan terdiri dari 6 desa diantaranya: desa Prajekan kidul, Prajekan lor, Tarum, Sempol, Walidono dan Cangkring. Pada tiap desa memiliki bidan desa, pada tahun 2016 dengan jumlah kelahiran ibu dengan primipara sejumlah 152 0rang (Data Pukesmas Prajekan, 2017). Bersadarkan Penelitian Kurnia, Tripriadi, & Andrini (2013) dengan judul “Gambaran Penderita Infeksi Luka Operasi Pada Pasien Pasca Operasi Bersih (Clean) Di RSUD Arrifin Achmad Provinsi Riau”. Penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa prevalensi infeksi luka operasi bedah dalam penelitian ini adalah 13 pasien dari 192 pasien. Sedangkan penelitan yang dilakukan Rusmawati (2013) dengan judul “Surveillance Kejadian Infeksi Daerah Operasi (IDO) Di RSUD Panembahan Senopati Bantul”. Penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa sebanyak 87% pasien yang mendapatkan tindakan pembedahan terkena infeksi superfisial dan 13% terkena infeksi deep incisionserta mikroorganisme terbanyak penyebab infeksi daerah operasi yaitu staphylococcus aureus sebanyak 40%. Penelitian yang dilakukan Wardoyo, Tjoa, Ocvyanty & Moehario (2014) dengan judul “Infeksi Luka Operasi (ILO) di Bangsal Kebidanan dan Kandungan RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM). Penelitian ini didapatkan hasil bahwa insidens ILO bangsal Kebidanan dan Kandungan pada Agustus–Oktober 2011 dilaporkan 4,4% serta E. Coli merupakan organisme penyebab ILO terbanyak. Berbagai hambatan terjadi pada perilaku pencegahan infeksi masa nifas sehingga ibu tidak bisa merawat bayinya. Faktor penghambat tersebut adalah perilaku ibu yang kurang baik. Hal ini juga dapat disebabkan antara lain, karena rendahnya pengetahuan ibu mengenai manfaat pencegahan infeksi yang baik dan benar. Kurangnya pelayananan konseling pencegahan infeksi dan dukungan dari petugas kesehatan, peresepsi-peresepsi sosial budaya yang menentang perilaku pencegahan infeksi masa nifas secara tidak baik (Notoatmodjo, 2010). Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor , seperti pengetahuan, sikap, motivasi, dan lingkungan. Perilaku diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman serta faktor di luar orang tersebut (lingkungan) baik fisik maupun non fisik, kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, di persepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak, dan akhirnya terjadilah perwujudan niat berupa perilaku (Notoatmodjo, 2010). Peran petugas kesehatan dalam pencegahan infeksi masa nifas sangat diperlukan yaitu dengan memberikan informasi mengenai pentingnya mencegah terjadinya infeksi kepada ibu postpartum. Pemberian informasi dan edukasi pencegahn infeksi dapat dilakukan melalui penyuluhan, konseling, dan pendampingan. Petugas kesehatan diharapkan dapat mendukung keberhasilan dalam mencegah terjadinya infeksi masa nifas, mengurangi kebiasaan masyarakat memberikan pendidikan kesehatan tentang perilaku yang baik dalam mencegah terjadinya infeksi. Berdasarkan fenomena yang terjadi di Wilayah Puskesmas Prajekan pada bulan Mei tahun 2017 bahwa jumlah ibu postpartum dengan primipara sebanyak 60 orang. Dari 60 orang tersebut berada di tiap-tiap desa, yaitu kecamatan prajekan. Peran petugas kesehatan yang kemungkinan kurang perhatian dapat berdampak pada ibu postpartum dalam pecegahan infeksi masa nifas. Dari data tersebut maka penelti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan Peran Petugas Keshatan Dengan Perilaku Pencegahan Infeksi Masa Nifas Pada Ibu Postpartum Primipara Di Wilayah Puskesmas Prajekan “. B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi ibu nifas pneumonia 2. Apa tanda dan gejala ibu nifas pneumonia 3. Apa penyebab ibu nifas pneumonia 4. Konsep dasar perawatan luka perinium 5. Konsep dasar nutrisi perawatan luka perinium C. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi ibu nifas pneumonia 2. Untuk mengetahui tanda dan gejala ibu nifas pneumonia 3. Untuk mengetahui penyebab ibu nifas pneumonia 4. Untuk mengetahui konsep dasar perawatan luka perinium ibu nifas pneumonia 5. Untuk mengetahui konsep dasar nutrisi perawatan luka perinium ibu nifas pneumonia BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian 1. Definisi Masa nifas (puerperum) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil, Lama masa nifas ini, yaitu 6-8 minggu. Nifas dibagi dalam tiga periode, yaitu: a) Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan b) Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetal c) Puerperium remote, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi, waktu untuk sehat sempurna mungkin beberapa minggu, bulan atau tahun (Bahiyatun, 2009). 2. Lokea Lokea keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai dengan 3 atau 4 minggu postpartum. Perubahan lokea terjadi dalam tiga tahap, yaitu lokea rubra, serosa, dan alba. Lokea rubra merupakan darah pertama yang keluar dan berasal dari tempat lepasnya plasenta. Setelah beberapa hari, lokea berubah warna menjadi kecoklatan yang terdiri dari darah dan serum yang berisi leukosit dan jaringan yang disebut lokea serosa. Pada minggu kedua, lokea berwarna putih kekuningan yang terdiri dari mukus serviks, leukosit, dan jaringan (Bahiyatun, 2009). 3. Hygiene Personal Ibu Sering membersihkan area perineum akan meningkatkan kenyamanan dan mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering menggunakan air hangat yang dialirkan(dapat ditambah larutan antiseptik) ke atas vulva perineum setelah berkemih atau defekasi, hindari penyemprotan langsung. Pasien yang selalu istirahat ditempat tidur (misal, hipertensi, post seksio sesaria) harus dibantu mandi setiap hari dan mencuci daerah perineum dua kali sehari dan setiap eliminasi. Setelah ibu mampu mandi sendiri (dua kali sehari), biasanya daerah perineumdicuci sendiri, pengganti pembalut hendaknya sering dilakukan, setidaknya setelah membersihkan perineum atau setelah berkemih atau defekasi. Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura, atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering. Tindakan membersihkan vulva dapat memberi kesempatan untuk melakukan inspeksi secara seksama daerah perineum. postpartum, seorang ibu akan rentan terhadap infeksi. Untuk itu menjaga kebersihan sangat penting untuk mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungannya. Ajari ibu untuk membersihkan daerah genetalnya dengan sabun dan air bersih setiap kali setelah berkemih dan defekasi. Sebelum dan sesudah membersihkan genetalia, ia harus mencuci tangan sampai bersih. Pada waktu mencuci luka (episiotomi), ia harus mencucinya dari arah depan ke belakang dan mencuci daerah anusnya yang berakhir. Ibu harus mengganti pembalut sedikitnya dua kali sehari. Alat kelamin wanita ada dua, yaitu alat kelamin luar dan alat kelamin dalam. Vulva adalah alat kelamin luar wanita yang terdiri dari berbagai bagian, yaitu kommissura anterior, kommissura interior, lbia mayora, labia minora, klitoris, prepusium klitoris, orifisiun uretrs, orifisiun vagina, perineummanterior, dan perineumposterior. Robekan perineum terjadi pada semua persalinan, dan biasanya robekan terjadi di daris tengah dan dapat meluas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Perineum yang dilalui bayi biasanya mengalami peregangan, lebam, dan traum. Rasa sakit pada perineum semakin parah jika perineum robek atau disayat pisau bedah. Seperti semua luka baru, area episiotomi atau luka sayatan membutuhkan waktu untuk sembuh, yaitu 7 hingga 10 hari (Bahiyatun, 2009). 4. Infeksi Masa Nifas Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi pasca persalinan. Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi angka kematian ibu (AKI). Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas ke saluran urinari payudara dan pembedahan merupakan penyebab terjadinya AKI tinggi. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari suhu pembengkakan takikardia dan malaise. Gejala lokalnya berupa uterus lembek, kemerahan, rasa nyeri pada payudara, atau adanya disuria. Ibu beresiko infeksi postpartum karena adanya luka pada bekas pelepasan plasenta, laserasi pada saluran genetal, termasuk episiotomi pada perineum, dinding vagina, dan serviks. Infeksi pasca seksio sesuatu mungkin terjadi, Penyebab infeksi adalah bakteri endogen dan eksogen. Persalinan lama, ruptur membran, episiotomi, dan seksio sesaria. Gejala klinis endometritis tampak pada hari ke-3 post partum disertai suhu yang mencapai 390C dan takikardia, sakit kepala, kadang terdapat uterus yang lembek. Ibu yang ngalami kondisi ini harus diisolasi(Bahiyatun, 2009). 5. Tanda Bahaya Masa Nifas Tanda bahaya dalam masa nifas menurut Bahiyatun (2009) terdiri dari: a. Lelah dan sulit tidur b. Adanya tanda infeksi puerperalis (demam) c. Nyeri/panas saat berkemih, nyeri d. Sembelit, hemoroid e. Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, dan edema f. Lokea berbau bsuuk, sangat banyak (lebih dari 2 pembalut dalam 1 jam) dan disertai nyeri abdomen g. Puting susu pecah dan mamae bengkak h. Sulit menyusui i. Rabun senja j. Edema, sakit, panas pada tungkai B. Konsep dasar perawatan luka perineum 1. Definisi Luka pada perineum atau episiotomi merupakan daerah yang sulit dijaga agar tetap bersih dan kering. Pengamatan dan perawatan khusus di perlukan untuk menjamin daerah tersebut agar dapat sembuh dengan cepat dan harus selalu di lakukan inspeksi yang tujuannya untuk mengetaui apakah ada tanda-tanda infeksi atau peradangan pada daerah tersebut (Moloku, 2013). 2. Penyebab Faktor penyebab terjadinya infeksi pada ibu yaitu bisa berasal dari perlukaan pada jalan lahir yang merupakan media yang baik untuk berkembang kuman. Hal ini diakibatkan oleh daya tahan tubuh ibu rendah setelah melahirkan, perawatan yang kurang baik dan kebersihan yang kurang terjaga (BKKBN, 2004) (Moloku, 2013). 3. Patofisiologi terjadinya infeksi perineum Handayani (2011) menyatakan, Luka pada perineum merupakan luka yang rentan terjadi infeksi dimana bakteri yang berperan dalam sebagian besar infeksi yang terjadi pada masa nifas adalah spesies steptekokus atau stafilokokus. Bakteri steptikokus memiliki bentuk seperti rantai dan memiliki sifat hemolitik atau non hemolitik, aeron atau non aerob. Bakteri stephylococus memiliki struktur seperti anggur spesies yang paling berpengaruh adalah S.aureus atau pyogenes. Stafilokokus adalah penyebab infeksi luka perineum,karena bakteri ini merupakan koagulase positif, membentuk bekuan pada plasma yang dapat menyebabkan mordibitas sistemik yang meluas(Myles, 2009). 4. Komplikasi Luka perineum yang tidak dilakukan perawatan dengan baik akan menimbulkan dampak infeksi, yaitu kondisi perineum yang terkena lokhea dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum. Komplikasi, memunculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir. Gejala infeksi cukup mudah untuk dilihat, yaitu berupa rasa panas dan perih pada tempat yang terinfeksi, perih saat buang air kecil, demam dan keluar cairan seperti keputihan yang berbau (Damarini, 2013). 5. Proses penyembuhan luka Penyembuhan luka dapat terjadi secara : a. Per Priman yaitu penyembuhan yang terjadi setelah segera diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan. b. Per Sekunden yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan perprimam. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. Biasanya dijumpai pada luka-luka dengan kehilangan jaringan. Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam dengan pembentukan jaringan granulasi. c. Per Tertiam atau priman tertunda yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan (4-7 hari). 6. Bentuk penyembuhan luka Dalam penatalaksanaan bedah penyembuhan luka, luka digambarkan sebagai penyembuhan melalui instensi pertama, kedua, atau ketiga. a. Penyembuhan melalui instensi pertama (penyatuan primer). Luka dibuat secara aseptik, dengan pengrusakan jaringan minimum, dan penutupan dengan baik, seperti dengan suture, sembuh dengan sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama, ketika luka sembuh melalui intensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan perut minimal. b. penyembuhan melalui intensi kedua (Granulasi). Pada luka dimana terjadi pembentukan pus (supurasi) atau dimana tepi luka tidak saling merapat, proses perbaikannya kurang sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama. c. penyembuhan melalui intensi ketiga (suture sekunder). Jika luka dalam baik yang belum disuture atau terlepas dan kemudian disture kembali nantinya, dua permukaan granulasi yang berlawanan disambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas. C. Konsep Dasar Nutrisi untuk luka perineum 1. Definisi Nutrisi Nutrisi pada dasarnya adalah bahan-bahan makanan yang biasa kita konsumsi sehari-hari. Akan tetapi, nutrisi bukan berarti makanan, melainkan sesuatu yang terkadung dalam maknan tersebut. Nutrisi bisa berasal dari makanan atau cairan (minuman), yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh.(Yani, 2013) Nutrisi dibutuhkan oleh manusia untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, dan pemeliharaan kesehatan. Dengan kata lain, tubuh manusia memerlukan nutrisi (makanan) untuk mempertahankan kelangsungan fungsinya. Kebutuhan nutrisi ini diperlukan sepanjang kehidupan manusia, meskipun jumlah nutrisi yang diperlukan oleh setiap orang berbeda-beda, sesuai dengan kakteristiknya (seperti jenis kelamin, usia, aktivitas, dan lain-lain). Pemenuhan kebutuhan nutrisi sebenarnya bukan karena untuk menghilangkan rasa lapar, tetapi karena memiliki banyak fungsi, Umumnya, fungsi dari nutisi adalah sebagai sumber energi, memelihara jaringan tubuh, mengganti sel tubuh yang rusak, mempetahankan vitalitas tubuh, dan sebagainya. Dengan demikian, dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal yang perlu diperhatikan adalah zat gizinya(nutrien). Hal ini karena nutrien diabsorbsi di saluran pencernaan, yang kemudian didistribusikan ke sel-sel tubuh. 2. Jenis Nutrisi a. Karbohidrat Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen, dan oksigen. Zat karbohidrat dapat ditemukan dalam makanan yang mengandung zat tepung, gula, atau makanan berserat. Misalnya, roti, mie, nasi, dan makanan yang berasal dari biji-bijian (seperti ubi, padi, jagung, gandum, dan singkong/ketela). Karbohidrat berperan sebagai sumber tenaga atau energi, melindungi protein agar tidak dibakar sebagai penghasil energi, mengatur metabolisme lemak dan protein agar mencegah terjadinya ketosis dan pemecahan protein yang berlebihan, serta membantu pengeluaran feses. b. Lemak Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri atas gabungan gliserol dan asam-asam lemak. Zatmakanan yang mengandung lemak terdiri atas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Asam lemak tak jenuh akan lebih mudah terurai dalam tubuh sehingga tidak mengakibatkan penumpukan atau penggumpalan dalam pembuluh darah. Sedangkan asam lemak jenuh berlaku sebaliknya. c. Protein Protein adalah jenis makanan yang mengandung asam amino. Protein banyak terdapat pada jenis makanan daging-dagingan, kacang-kacangan, beragam produk kedelai, telur, serta beragam produk susu dan olahannya, seperti keju dan es krim. Protein berguna bagi perumbuhan, perkembangan, dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Protein juga berfungsi sebagai bahan pembentuk senyawa kimia seperti enzim yang berperan penting dalam mengatur berbagai proses yang berperan penting dalam mengatur berbagai proses yang terjadi di dalam tubuh, mengatur keseimbangan kadar asam basa dalam sel, dan sebagai media perambatan implus saraf. Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor, misalnya suatu protein yang bertindak sebagai reseptor penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata. d. Vitamin Vitamin adalah bahan organik yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh, dan berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh. Zat makanan ini dibutuhkan tubuh dalam porsi sedikit. Mestipun begitu, kekurangan zat makanan berupa vitamin akan mengganggu keseimbangan tubuh sehingga tubuh dapat menderita sariawan, bahkan penuaan dini. e. Mineral Mineral merupakan unsur esensial bagu fungsi normal sebagian enzim, dan sangat penting dalam pengendalian sistem cairan tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan lunak, cairan, dan rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. f. Air Air merupakan komponen terbesar dalam struktur tubuh manusia. Kurang lebih 60-70% berat badan orang dewasa berupa air. Sehingga, air sangat diperlukan oleh tubuh, terutama bagi mereka yang melakukan olahraga atau aktivitas berat. g. Mineral Mineral merupakan unsur esensial bagu fungsi normal sebagian enzim, dan sangat penting dalam pengendalian sistem cairan tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan lunak, cairan, dan rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. h. Air Air merupakan komponen terbesar dalam struktur tubuh manusia. Kurang lebih 60-70% berat badan orang dewasa berupa air. Sehingga, air sangat diperlukan oleh tubuh, terutama bagi mereka yang melakukan olahraga atau aktivitas berat. 3. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi a. Faktor yang meningkatkan kebutuhan nutrisi : 1. Pertumbuhan yang cepat, seperti bayi, anak-anak, remaja, dan ibu hamil. 2. Selama perbaikan jaringan atau pemulihan kesehatan karena proses suatu penyakit. 3. Peningkatan suhu tubuh. 4. Aktivitas yang meningkat. 5. Stes. 6. Terjadi infeksi b. Faktor yang menurunkan kebutuhan nutrisi : 1. Penurunan laju pertumbuhan, misalnya lansia. 2. Penurunan basal metabolisme. 3. Hipotermi. 4. Jenis kelamin. 5. Gaya hidup pasif. 4. Konsumsi Tinggi Protein untuk luka perineum 1. Definisi Protein sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka perineum karena pengganti jaringan yang rusak akan sangat membutuhkan protein untuk proses regenerasi sel baru. Protein bertanggung jawab sebagai zat untuk blok pembangun otot, jaringan tubuh, maka untuk tahap penyembuhan luka dibutuhkan asupan protein setiap hari (Supiati, 2015). Sumber protein dapat diperoleh dari nabati yang menyumbang asam amino sederhana dan lebih mudah diserap oleh tubuh (Lebang, 2015). Penyembuhan luka dengan penilaian kualitas jahitan perineum dalam masa nifas sangat diharapakan untuk menghindarkan ibu nifas dari bahaya infeksi atau keluhan fisiologis yaitu dengan cara penambahan asupan konsumsi tinggi protein dalam menu makan kesehariannya Sumber perbaikan jaringan dan regenerasi tubuh harus mempunyai suplai protein sebanyak 100 gram perhari agar dapat menetralisir penyembuhan luka dengan baik (Boyle, 2009). Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani dan protein nabati. Protein hewani merupakan protein yang sempurna yaitu protein yang mengandung asam amino esensial lengkap. Sedangkan protein nabati merupakan jenis protein yang tidak sempurna karena mengandung asam amin esensial atau kandungan asam amino esensialnya sangat rendah (hanya 1 atau 2 macam saja), sehingga dinilai tidak dapat menjamin berbagai keperluan pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan berbagai jaringan pada tubuh. Protein hewani antara lain terdapat pada telur, daging, ikan, udang, kerang, susu dan keju. Sedangkan protein nabati banyak terkandung dalam tahu, tempe, kacang-kacangan, jagung, dan lain-lain. c. Manfaat tinggi protein Penyembuhan luka dengan penilaian kualitas jahitan perineum dalam masa nifas sangat diharapkan untuk menghindarkan ibu nifas dari bahaya infeksi atau keluhan fisiologis yaitu dengan cara penambahan asupan atau konsumsi tinggi protein dalam menu makan kesehariannya. Salah satu nutrisi yang paling berperan penting dalam proses penyembuhan luka ialah protein. Hayu (2013) Luka perineum pada masa nifas jika tidak dijaga dapat menyebabkan infeksi, maka dari itu luka perineum perlu dijaga betul dan dipastikan penyembuhannya berjalan normal. Salah satu aspek yang berperan penting dalam penyembuhan luka perineum ialah asupan nutrisi, terutama protein yang bertanggung jawab dalam proses penyembuhan luka (dari hasil penelitian Komala Y pada tanggal 7 Febuari 2017 di Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Ija (2009) yang menyatakan bahwa bila ibu nifas mampu melakukan perawatan luka dengan benar selama dirumah, ditunjang dengan normal sesuai masa penyembuhan luka, resiko terjadinya infeksi masa nifas dapat dihindari. Peneliti menunjukan pengaruh konsumsi tinggi protein terhadap kualitas penyembuhan luka perineum rata-rata luka perineum sembuh dengan kualitas yang baik terjadi pada hari ke 5. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2014), menunjukan bahwa penyembuhan luka dipengaruhi oleh faktor diantaranya gizi terutama protein yang berperan untuk pergantian jaringan yaitu dengan pemberian protein