Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL

HUBUNGAN PERAWATAN LUKA PERINEUM OLEH IBU NIFAS


DENGAN MASA PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa post partum adalah masa dimulainya setelah plasenta keluar dan
berakhir dengan kembalinya kondisi ibu seperti sebelum hamil, pada masa ini
berlangsung selama 3 minggu atau lebih tepatnya selama 42 hari (Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2016). Pada masa ini selain rentan
terhadap resiko terjadinya perdarahan juga rentan terkena infeksi postpartum.
Masa nifas merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan ibu maupun bayi.
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan, dan 40% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (YP
Rahayu, 2012).
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu kehamilan,persalinan dan
nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas yang terjadi oleh sebab
apapun. Morbiditas puerpuralis adalah kenaikan suhu badan sampai 380C atau
lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum. Secara umum infeksi
puerpuralis adalah sekitar 1-3%, secara proposional angka infeksi menurut jenis
infeksi adalah infeksi jalan lahir 25-55% dari kasus infeksi, infeksi mamma 5-
10% dari kasus infeksi dan infeksi campuran adalah 2-5% dari kasus infeksi
(Rustam Mochtar, 2011). Faktor penyebab lain terjadi infeksi nifas diantaranya,
adanya beberapa bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pasca persalinan, daya
tahan tubuh yang kurang, perawatan nifas yang kurang baik, kurang
gizi/malnutrisi, anemia, hygene yang kurang baik, serta kelelahan. Upaya yang
dilakukan dengan pemberian asuhan pada ibu dan bayi dengan baik pada masa
nifas diharapkan dapat mencegah kejadian infeksi yang akan berakibat menjadi
komplikasi lebih lanjut, untuk itu perlu diperhatikannya kebersihan, nutrisi,
perawatan pada luka perineum (Bahiyatun, 2009).
Di Indonesia indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan
masyarakat adalah AKI. Target AKI di Indonesia pada tahun 2016 adalah 102
kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu
(AKI) (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup (BKKBN, 2016). Jumlah kasus maternal yang

1
2

disebabkan karena infeksi di Kabupaten Kediri tahun 2013 mencapai 29 jiwa dan
tahun 2014 meningkat menjadi 31 jiwa, tahun 2015 masih tetap 31 jiwa yang
mengalami infeksi, tahun 2016 dan tahun 2017 kejadian infeksi nifas. Salah satu
faktor yang pendukung infeksi genetalia di masyarakat yaitu ibu nifas tidak
memperhatikan cara perawatan luka genetalia karena pada ibu nifas terutama dari
kalangan ekonomi menengah kebawah memiliki pengetahuan yang kurang dalam
perawatan luka perineum sehingga mempengaruhi lama penyembuhan luka selain
itu nyeri pada daerah perineum membuat ibu takut mendekati luka.
Akibat perawatan perineum yang tidak adekuat dapat mengakibatkan
kondisi perineum yang kena lokhea dan lembab akan sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada
perineum. Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi juga
menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah
ukuran dari luka itu sendiri. Baik panjang maupun kedalaman luka (Yeye dan Lia,
2010). Luka jahitan perineum di masa nifas perlu dilakukan perawatan yang lebih
intensif dibandingan ibu nifas yang tidak mengalami jahitan luka perineum.
Kurangnya tindakan aseptik saat melakukan penjahitan, hygiene pasien yang
kurang serta pemenuhan nutrisi yang kurang optimal menjadi faktor predisposisi
luka jahitan perineum ke arah kejadian infeksi (WHO, 2013).
Pada masa nifas diperlukan nutrisi bermutu tinggi dengan cukup kalori,
protein, cairan serta vitamin. Faktor nutrisi akan mempengaruhi proses
penyembuhan luka jalan lahir. Banyak ibu nifas melakukan pantang makanan
disebabkan oleh bebeapa faktor diantaranya : 1) faktor predisposisi yait meliputi :
pengetahuan, pendidikan pengalaman, pekerjaan, usia, dan ekonomi. Dampak dari
perilaku pantang makanan pada ibu nifas adalah kekurangan gizi, yang berdampak
pada ASI yang tidak lancar, lambatnya kembalinya kondisi tubuh pasca nifas, dan
lamanya proses penyembuhan luka. adanya budaya pantang makan sangat
berpengaruh besar terhadap kesehatan ibu dan bayi pada masa nifas (Ardita,2013).
Proses penyembuhan luka terdapat tiga fase, yaitu : fase inflamasi (1
sampai 4 hari) ,fase proliferasi (5 sampai 20 hari), dan fase maturasi (21 sampai
sebulan atau setahun) (Ismail, 2012). Dalam proses penyembuhan luka sebaiknya
mendapatkan asuhan yang baik, apabila tidak mendapatkan asuhan yang baik,
maka besar kemungkinan infeksi pada luka jahitan, perawatan luka bekas jahitan
penting dilakukan karena jaringan yag terbuka dapat menjadi pintu masuk kuman
dan menimbulkan infeksi. Tanda yang tampak adalah ibu menjadi panas, luka
basah dan jahitan terbuka, bahkan ada yang mengeluarkan bau busuk dari jalan
lahir (vagina) untuk itu penting dilakukan perawatan luka perineum agar tidak
terjadi infeksi, komplikasi bahkan kematian ibu post partum
Penelitian yang dilakukan oleh Darling B. jiji1 dan Bazil Alfred Benjamin
tahun 2014 dengan judul Pengetahuan dan Sikap Ibu Postnatal Tentang Perawatan
Diri Setelah Anak lahir di Pusat Maternitas di Madurai didapatkan hasil
pengetahuan ibu tentang perawatan diri setelah melahirkan sebesar 46% memiliki
pengetahuan yang memadai, 47% sudah cukup pengetahuan yang memadai dan
dan 7% responden yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup
Agustin Dwi Syalfina dalam penelitian tahun 2016 tentang “faktor yang
berpengaruh terhadap penyembuhan luka perineum pada ibu nifas” didapatkan
3

hasil responden sebagian besar berumur 20-35 tahun (68,8 %). Responden
berumur 20-35 tahun memiliki proporsi sama antara penyembuhan luka pada
perineum lama dan normal, akan tetapi dalam hal pendidikan sebagian besar SD-
SMP sebesar 68,4% mengalami penyembuhan luka perineum yang lama dan
31,6% mengalami penyembuhan luka perineum yang normal.
Penelitian yang dilakukan Mardi Hartono tahun 2013 tentang “Hubungan
Antara Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Personal Hygiene pada Luka Perineum
dengan Penyembuhan Luka Fase Proliferasi di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggot
Kota Pekalongan” didapatkan hasil bahwa responden yang termasuk dalam
kategori sembuh sebanyak 24 orang dan responden dalam kategori belum sembuh
sebanyak 16 orang, dan respon dalam kategori luka sembuh mayoritas memiliki
pengetahuan baik dan cukup dari pada responden kategori belum sembuh.
Sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu nifas tentang
personal hygiene pada luka perineum dengan penyembuhan luka fase proliferasi.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri tahun 2017 kejadian
infeksi nifas tertinggi berada diwilayah kerja puskesmas wonorejo sejumlah 7
dilanjutkan wilayah puskesmas Blabak sejumlah 3 dari data tersebut dilakukan
kunjungan ke wilayah Kerja Puskesmas Wonorejo didapatkan kejadian infeksi
nifas akibat mastitis sejumlah 4, Luka perineum sejumlah 2 dan 1 infeksi nifas
akibat perdarahan pasca persalinan. Sedangkan Infeksi nifas yang terjadi di
Wilayah Kerja Blabak sejumlah 3 terjadi akibat kurangnya perawatan ibu dalam
melakukan perawatan luka perineum. Dari Data Dinas Kesehatan Kabupaten
Kediri 2016 didapatkan jumlah ibu hamil tertinggi berada di Wilayah Kerja
Puskesmas Blabak sebanyak 1240 orang dan tahun 2017 sebanyak 1225 ibu hamil
(Dinkes Kabupaten Kediri, 2016 dan 2017). Berdasarkan fenomena di atas maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Perawatan Luka
Perineum oleh Ibu Nifas dengan Masa Penyembuhan Luka Perineum”
1.2 Rumusan Masalah
“Adakah hubungan perawatan luka perineum oleh ibu nifas dengan masa
penyembuhan luka perineum?”
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui hubungan perawatan luka perineum oleh ibu nifas dengan masa
penyembuhan luka perineum.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi perawatan luka perineum yang dilakukan oleh ibu nifas
b. Mengidentifikasi masa penyembuhan luka perineum
c. Menganalisis hubungan perawatan luka perineum oleh ibu nifas dengan
masa penyembuhan luka perineum

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi :
4

1.4.1 Manfaat teoritis


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-
kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis


a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan peneliti mengenai perawatan luka perineum dan masa
penyembuhan luka perineum.
b. Bagi tempat penelitian
Sebagai sarana informasi bagi bidan dalam melaksanakan asuhan kepada
ibu nifas
c. Bagi Lembaga Pendidikan
Sebagai sarana pendidikan bagi mahasiswa dalam melaksanakan penelitian
yang lebih lanjut.
d. Bagi Responden
Memberikan informasi kepada responden tentang perawatan luka perineum
yang benar.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nifas
2.1.1 Definisi Masa Nifas
Post partum atau biasa disebut masa nifas. Masa nifas dinyatakan sebagai
masa 6 minggu setelah melahirkan, merupakan periode penyesuaian setelah
kehamilan yang memungkinkan ibu untuk menyusui dan tubuh ibu dapat kembali
kekeadaan sebelum hamil.
(Ralph C Benson, 2009).
Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung
kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2015).
Masa Nifas dimulai setelah 2 jam kelahiran plasenta sampai 6 minggu (42
hari) (Pitriani Risa,dkk. 2014). Pada fase ini kita melakukan observasi perubahan
fisiologis dan psikologis yang terjadi pada ibu untuk mengetahui kemungkinan
masalah yang terjadi pada masa nifas sehingga masalah diketahui sedini mungkin
untuk menghindari komplikasi lebih lanjut (Indriyani.dkk, 2016).

2.1.2 Periode Masa Nifas / Postpartum


Periode adaptasi diantaranya :
a. Periode Immediate Postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini
sering terjadi banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri.
Oleh karena itu ibu harus teratur melakukan pemeriksaan kontraksi uterus,
pengeluaran lochea,tekanan darah, dan suhu.
b. Periode Early Postpartum
Fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan lochea tidak berbau busuk,tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
c. Periode Late Postpartum
Pada periode ini tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari
serta konseling KB.
(Indriyani.dkk, 2016).

2.1.3 Tahapan Masa Nifas


Menurut Sulistyawati.Ari,2009 membagi masa nifas dibagi dalam 3 tahap, yaitu:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi,keluarga berencana,menyusui,pemberian imunisasi kepada bayinya
dan perawatan bayi sehat serta memberikan pelayanan keluarga berencana.
6

2.1.4 Tujuan Asuhan Nifas


a. Untuk memastikan kesehatan fisik dan untuk mendeteksi adanya
penyimpangan dari normal.
b. Sebuah metode pemeriksaan dari ujung kepala sampai ujung kaki (to-to-
toe), yang disertai dengan diskusi kesehatan ibu.
c. Interprestasi tentang temuan akan bergantung pada :
1) Apakah wanita mengalami kehamilan normal dan kelahiran
pervaginam secara spontan
2) Masalah kesehatan atau obstetri yang sudah ada sebelumnya
3) Masalah yang terjadi sebelumnya (De bvi dan Yulianti, 2012).

2.1.5 Perubahan Fisiologis Masa Nifas


a. Involusi uteri dan bagian lain pada saluran genetalia
b. Permulaan laktasi
c. Perubahan fisiologis dalam sistem tubuh lain
(De bvi dan Yulianti, 2012).
Beberapa perubahan pada bentuk tubuh terjadi pada masa nifas, hal tersebut
merupakan proses yang wajar selama perubahan tersebut dalam batas normal.
Oleh karena itu kita harus mengetahui proses fisiologi yang dialami ibu nifas,
antara lain :
a. Sistem reproduksi dan struktur terkait
1) Uterus
Involusi terjadi tepat setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus, penurunan volume intra uterin yang sangat besar
mengakibatkan intensitas kontraksi meningkat,tonus otot uterus ikut
meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang.
2) Tempat plasenta
Setelah plasenta dan ketuban keluar terjadi pertumbuhan endometrium ke
atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik yang mencegah
pembentukkan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan
luka.
3) Lochea
Lochea mula-mula berwarna merah kemudian merah tua kecoklatan yang
mengandung bekuan darah. Lockea dibedakan menjadi tiga yaitu lokea
rubra, lokea serosa, lokea alba
4) Serviks
Segera melunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam pasca partum,
serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali
kebentuk semula.
5) Vagina dan perineum
Estrogen pasca partum menurun berperan dalam penipisan mukosa
vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula yang sangat meregang
akan kembali bertahap keukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu
setelah bayi lahir.
7

6) Topangan otot panggul


Struktur penopangan uterus vagina bisa mengalami cedera sewaktu
melahirkan masalah ginekologi dapat timbul dikemudian hari.
(Indriyani.dkk, 2016).
b. Sistem endokrin
Terjadinya penurunan hormon seiring keluarnya plasenta/hormon yang
diproduksi plasenta, IMD dianjurkan agar kadar proglaktin serum yang
tinggi pada wanita ikut berperan penting dalam menekan ovulasi.
c. Abdomen
Setelah melahirkan masih tampak seperti hamil, sampai 6 minggu dinding
abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil.
d. Sistem urinarius
Perubahan hormonal masa hamil menyebabkan fungsi ginjal meningkat,
fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah melahirkan.
Diperlukan waktu 8 minggu supaya hipotonia selama hamil,dilatasi ureter
serta pelvis ginjal dapat kembali kekeadaan sebelum hamil.
e. Sistem cerna
Nafsu makan ibu meningkat setelah melahirkan, kelebihan anastesi bisa
memperlambat pengembalian tonus otot dan motilitas ke keadaan normal,
defekasi tertunda selama 2-3 hari post partum yang disebabkan karena
tonus otot yang menurun selama proses persalinan dan post partum awal.
f. Payudara
Pada ibu yang tidak menyusui sekresi dan ekskresi kolostrum menetap
selama beberapa hari setelah melahirkan, 3 sampai 4 hari kemudian terjadi
pembengkakan (engoorgement), tegang dan memerah. Pada ibu menyusui
sebelum memulai laktasi payudara teraba lunak dan keluar cairan
kekuningan/kolostrum setelah laktasi payudara mulai teraba keras dan
hangat bila disentuh.
g. Sistem kardiovaskuler
terjadi perubahan volume darah tergantung pada kehilangan darah saat
persalinan, kerja jantung yang meningkat saat hamil akan bertambah
meningkat selama 30-60 menit persalinan sebagai bentuk manifestasi
kehilangan darah,tanda vital mulai kembali kekeadaan normal secara
bertahap, varises ditungkai atau disekitar anus (hemoroid) sering di jumpai
pada wanita hamil akan mengecil dengan cepat setelah melahirkan.
h. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama masa puerperium merupakan kebalikkan
adaptasi neurologis yang terjadi wanita saat hamil dan disebabkan karena
trauma saat persalinan dan melahirkan.
i. Sistem muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi saat hamil berlangsung
secara terbalik pada masa postpartum yang mencakup hal-hal yang
membantu relaksasi dan perubahan ibu akibat pembesaran rahim.
j. Sistem integumen
Kulit yang meregang pada masa kehamilan mungkin memudar tetapi tidak
hilang seluruhnya, rambut halus yang tumbuh saat hamil biasanya akan
8

menghilang setelah wanita melahirkan tetapi tidak pada rambut kasar


biasanya akan menetap, konsentrasi kekuatan kuku biasanya kembali ke
keadaan sebelum hamil.
(Indriyani.dkk, 2016).

2.1.6 Perubahan Psikologis Masa Nifas


Selain adaptasi fisiologis, adaptasi psikologis juga dibutuhkan ibu nifas.
Adaptasi psikologis ibu nifas merupakan fase yang bertahap yang harus dilalui
oleh ibu. Kegagalan dalam adaptasi ini memberikan dampak yang cukup penting
bagi ibu dan keluarga sehingga perawat perlu pendampingan dalam memberikan
arahan.
a. Fase Taking-In
Berlangsung pada hari ke 1-2 setelah melahirkan.
1) Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain.
2) Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan pada tubuhya
3) Ibu akan mengulang-ulang pengalamannya waktu melahirkan.
4) Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan
tubuh ke kondisi normal.
5) Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan
peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan merupakan tanda proses
pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal.
b. Fase Taking Hold
Berlangsung pada hari ke 2-4 setelah melahirkan.
1) Ibu memperhatikan kemampuannya menjadi orang tua dan meningkatkan
tanggung jawab atas bayinya.
2) Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAB, BAK
dan daya tahan tubuh.
3) Ibu berusaha untuk menguasai beberapa keterampilan merawat bayi
seperti menggendong, menyusui demandikan dan mengganti popok.
4) Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan kritikan untuk
dirinya sendiri.
5) Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak
mampu membesarkan bayinya.
c. Fase letting Go
1) Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan dan
perhatian dari pihak keluarga.
2) Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan
memahani kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam
kebebasan dan hubungan social.
3) Depresi postpartum sering terjadi pada fase ini.
(Pitriani Risa dkk, 2014).
9

2.1.7 Kebutuhan Masa Nifas


Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan pada masa nifas maka
ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi yaitu :
a. Kebutuhan Nutrisi
Nutrisi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan
metabolismenya. Kebutuhan gizi masa nifas 25% peningkatan tiga kali dari
kebutuhan biasanya dikarenakan berguna untuk proses penyembuhan dan
untuk memproduksi air susu yang cukup. Wanita dewasa memerlukan kalori
2.200k kalori sedangkan kebutuhan kalori ibu nifas sama dengan wanita
dewasa + 700 k kalori (Endang dan Elizabeth, 2015).

b. Kebutuhan Cairan
Fungsi cairan adalah sebagai pelarut zat gizi yang dikonsumsi dalam proses
metabolisme tubuh. Kegunaan cairan bagi tubuh menyangkut beberapa
fungsi berikut :
1) Fungsi sistem perkemihan
2) Keseimbangan dan keselarasan berbagai proses di dalam tubuh
a) Pengaturan tekanan darah
b) Perangsang produksi sel darah merah : pembentukkan sel darah
oleh sumsung tulang belakang memerlukan hormon eritropoietin
yang diproduksi oleh ginjal
3) Sistem urinarius
(Endang dan Elizabeth, 2015).

c. Kebutuhan Ambulasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan.
2 jam setelah persalinan normal ibu harus sudah bisa melakukan mobilisasi,
dilakukan secara perlahan dan bertahap memberikan jarak antara aktivitas
dan istirahat diawali dengan gerakkan miring kanan-miring kiri.
Pada sebagian kasus persalinan dengan sectio setelah pembedahan pasien
dapat turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan, paling sedikit dua
kali. Waktu ambulasi diatur agar analgetik yang baru diberikan dapat
mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan
bantuan. Dengan ambulasi dini, trombosis vena dan emboli paru jarang
terjadi (Sulistyawati, 2015).

d. Kebutuhan Eliminasi BAK/BAB


1) Miksi
Kebanyakkan pasien sudah bisa melakukan BAK secara spontan dalam 8
jam setelah persalinan, namun kadang pasien yang mengalami trauma
jalan lahir sukar mengalami kesulitan BAK, jika dalam waktu 3 hari ibu
tidak dapat kencing maka dapat dilakukan cara alternatif kompres air
hangat pada vesica urinaria dan kateterisasi.
10

2) Defekasi
BAB pada ibu nifas sudah dapat dilakukan satu hari pasca persalinan,
bila 3-4 hari BAB tidak dapat dilakukan maka berikan obat rangsang per
oral atau per rektal.
(Endang dan Elizabeth, 2015).

e. Kebersihan Diri
1) Kebersihan pakaian
Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar dan menyerap keringat
karena pada masa nifas produksi keringat meningkat sebagai upaya
menghilangkan ekstra volume saat hamil.
2) Rambut
Perubahan secara tiba-tiba yang dialami ibu nifas juga ikut membuat
kerontokan pada rambut ibu hal ini diakibatkan karena gangguan
perubahan hormon sehingga rambut menjadi lebih tipis dan mudah
rontok meskipun demikian kebanyakkan akan pulih setelah beberapa
bulan.
3) Kebersihan kulit
Dengan mandi lebih sering dan jaga kulit tetap kering dapat menjaga
kebersihan kulit meskipun jumlah keringat yang meningkat.
4) Kebersihan vulva dan sekitarnya
Dengan membersihkan daerah vulva dan sekitarnya dapat menghindari
kejadian infeksi pada luka yang terbuka, meningkatkan rasa nyaman dan
mempercepat penyembuhan.
(Endang dan Elizabeth, 2015).

f. Kebutuhan Istirahat dan Tidur


1) Istirahat malam
Selama dua malam ibu nifas memerlukan obat tidur yang ringan guna
menghilangkan perhatian ibu pada rasa nyeri yang dirasakannya setelah
dua hari berikutnya obat tidur tidak dibutuhkan ibu lagi karena ibu sudah
dapat beradaptasi dengan keadaannya saat ini.
2) Istirahat siang
Pada hari pertama ibu nifas yang berada dirumah sakit banyak
mengalami gangguan setiap kali istirahat siang hal ini dkarena aktivitas
rumah sakit yang teratur, tamu yang datang untuk itu ibu harus dapat
mengatur sendiri jam istirahat siangnya.
3) Tidur
Dengan istirahat dan tidur yang cukup tubuh dapat berfungsi dengan
optimal untuk mengembalikan kondisi tubuh seperti sebelum hamil
(Endang dan Elizabeth, 2015).
g. Kebutuhan Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jari kedalam vagina tanpa
11

rasa nyeri (Sulistyawati, 2015). Berhubungan seks berbahaya apabila pada


saat mulut rahim masih terbuka udara dapat masuk pembuluh darah menuju
jantung hal ini dapat mengakibatkan kematian mendadak.
h. Kebutuhan Perawatan Payudara
Perawatan payudara pada ibu nifas telah dimulai saat ibu hamil mulai dari
cara menyusui,posisi penyusui, perawatan putting tenggelam, perawatan
payudara keras, menjaga payudara tetap kering dan bersih, sampai kepada
menggunakan bra yang menyokong payudara (Endang dan Elizabeth, 2015).
i. Latihan Senam Nifas
Senam nifas merupakan latihan gerakan atau senam yang dilakukan dengan
teratur oleh ibu setelah melahirkan yang bertujuan untuk memperlancar
proses involusi uteri,mempercepat kepulihan,mencegah komplikasi,
memperkokoh otot,memperbaiki sirkulasi darah dan menghindari
pembengkakan pada ekstermitas (Indriyani dkk, 2016).
j. Rencana KB
Rencana KB sangatlah penting bagi ibu nifas karena secara tidak langsung
KB dapat mengoptimalkan ibu dapat memberikan kasih sayang pada
anaknya serta mengistirahatkan alat kandungan ibu, KB dibutuhkan oleh ibu
agar ibu punya waktu untuk merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan
keluarga (Endang dan Elisabeth, 2015).

2.1.8 Kunjungan Masa nifas


Kunjungan pada masa nifas yang bertujuan untuk :
a. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
b. Melakukan pencegahan pada kemungkinan komplikasi nifas dan bayi
c. Mendeteksi masalah yang terjadi masa nifas
d. Menanggani komplikasi masa nifas
1) Kunjungan 1 mulai 6-8 jam setelah persalinan mencegah terjadinya
perdarahan,mendeteksi perdarahan,memberikan konseling,pemberian
ASI ekslusif,mengajarkan dan mempererat hubungan ibu dan bayi,
menjaga bayi agar tetap hangat
2) Kunjungan 2 mulai 6 hari setelah persalinan memastikan involusi uteri,
menilai adanya tanda infeksi nifas,memastikan nutrisi,cairan dan
istirahat,cara menyusui dan tanda penyulit,memberikan konseling nutrisi
bayi,menjaga bayi agar tetap hangat.
3) Kunjungan 3 mulai 2 minggu setelah persalinan memastikan involusi
uteri, menilai adanya tanda penyulit dan infeksi, memastikan nutrisi,
cairan dan istirahat dan konseling asuhan pada bayi ibu nifas
4) Kunjungan 4 mulai 6 minggu setelah persalinan menanyakan pada ibu
tentang penyulit yang dialami dan bayi, memberikan konseling KB
secara dini (Endang dan elizabeth, 2015).
2.1.9 Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas
a. Dukungan
Ibu dalam masa nifas membutuhkan dukungan dari petugas kesehatan atau
bidan untuk memberikan asuhan kesehatan atau asuhan kebidanan.
12

b. Informasi konseling
Pengasuhan anak, pemberian ASI, oerubahan fisik, tanda-tanda infeksi
kontrasepsi, higiene, sex.
c. Rasa takut
Memberikan dukungan biasanya ibu takut kehilangan suami.
(Rahayu YP dkk, 2012)

2.1.10 Perawatan Diri Masa Nifas


Pada masa nifas ibu akan beradaptasi baik secara fisiologis maupun
psikologis. Selain hal tersebut ibu juga harus menjalankan perannya sebagai ibu
terhadap perawatan bayi baru lahir. Guna menunjang kompetensi ibu nifas, maka
petugas kesehatan diharapkan memberikan pendidikan kesehatan yang optimal
terkait kondisi tersebut. Selanjutnya ada beberapa kompetensi yang dapat
didemontrasikan dan harus dipahami ibu nifas dalam perawatan diri setelah pasca
salin. Dalam buku Edukasi Postnatal oleh Diyan Indriyani.dkk, 2016 Hal tersebut
meliputi :
a. Mobilisasi Dini
Merupakan suatu tindakan agar secepat mungkin membimbing ibu nifas
bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk
berjalan. Ibu melakukan gerakan dan jalan-jalan ringan.
b. Perawatan Payudara
Merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan teratur untuk
memelihara kesehatan payudara yang dilakukan dengan tujuan utuk
mempersiapkan laktasi pada waktu postpartum. Kegiatan yang diberikan
yaitu memberikan tindakan pada payudara yaitu massage yang dilakukan
hari ke-2 setelah melahirkan minimal 2 kali dalam sehari.
c. Pijat Oksitosin
Merupakan solusi utnuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI yang
merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin
dengan cara memijat pada sepanjang tulang belakang (Vertebrae)
d. Teknik Menyusui yang Benar
Yaitu cara memberikan ASI kepada bayi dengan pelekatan sehingga
proses penyusui optimal karena posisi ibu dan dan bayi dapat memberikan
rangsangan pengeluaran ASI dan bayi dapat menghisap putting dengan
benar.
e. Perawatan perineum
Merupakan suatu kegiatan pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan
daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi.
f. Personal Hygiene Selama Masa Nifas
Merupakan suatu kegiatan ibu untuk mengurangi resiko infeksi dan untuk
meningkatkan perasaan nyaman yang dilakukan dengan cara mandi 2 kali
sehari, mengganti pakaian dan tempat tidur serta lingkungan ibu.
g. Senam Nifas
13

Untuk mencapai pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya latihan masa


nifas dilakukan seawal mungkin dengan catatan ibu menjalani persalinan
normal dan tidak ada penyulit selama post partum (Sulistyawati, 2015).

2.1.11 Perkembangan Kemampuan Ibu Nifas


Tenaga kesehatan sangat berperan penting untuk mengoptimalkan
kemampuan ibu nifas untuk merawat diri dan bayi dapat optimal melalui edukasi,
komunikasi dan informasi (KIE) pada ibu nifas dan keluarga.
Pokok kemampuan ibu nifas berdasarkan tiga fase yaitu :
1. Immediately postpartum fase yaitu memahami adaptasi maternal masa nifas
sehingga ibu memahami kenyaman diri
2. Early postpartum fase memahami perawatan diri dan bayi baru lahir
3. Late postpartum fase memahami perawatan diri, bayi baru lahir dan
perkembangan bayi
Mengingat tiga fase ini maka perlu dilakukan program yang dapat memantau
kondisi kesehatan ibu dan bayi misal kunjungan ulang ibu nifas di layanan
kesehatan maupun dalam bentuk home care.
(Indriyani dkk, 2016).

2.2 Luka Perineum


2.2.1 Definisi
Luka perineum adalah luka karena adanya robekan jalan lahir baik karena
ruptur maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin. Ruptur perineum
adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. Robekan jalan
lahir merupakan luka atau robekkan jaringan yang tidak teratur (Endang dan
elizabeth, 2015).

Gambar 2.1 Anatomi Perineum


2.2.2 Robekan Perineum
Merupakan luka pada proses persalinan akibat adanya trauma yang tidak
disengaja. (Alimul Aziz, 2008)
Terjadi karena :
a. Proses persalinan, kepala janin terlalu cepat lahir dan tidak sempat
diikuti dengan adanya penahan perineum.
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Pada proses persalinan yang sebelumnya pada perineum adanya bekas
jahitan perineum sehingga banyak jaringan parut.
d. Pada persalinan dengan distosia bahu (Sarwono, 2011).
14

2.2.3 Macam-Macam Luka Perineum


a. Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya
jaringan secara alamiah karena proses desakan janin atau bahu pada
saat proses persalinan. Banyak ruptur biasanya tidak teratur sehingga
jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan.
b. Episiotomi adalah tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lender vagina cincin selaput darah,jaringan pada
septum rektovaginal, otot-otot dan pasial perineum dan kulit sebelah
depan perineum yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi
(Taufan dkk, 2014).
Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episisotomi dan rupture
yang sering dijumpai dalam proses persalinan yaitu :
1) Episiotomi medial
2) Episiotomi mediolateral
Ruptur yang sering ditemukan meliputi :
1) Tuberositas ischia
2) Arteri pudenda interna
3) Arteri rektalis inferior

Gambar 2.2 Tipe-tipe Episiotomi dan Ruptur

2.2.4 Derajat perlukaan pada perineum


Tindakan pemantauan yang penting untuk dilakukan adalah
memperhatikan dan menemukan penyebab perdarahan dari laserasi atau
roekan perineum dan vagina. Penilaian perluasan laserasi perineum dan
penjahitan laserasi perineum atau episiotomi diklasifikasikan berdasarkan
luas robekkan. :
15

Tabel 2.2 Derajat Luas Robekan Perineum


Derajat Robekan
Derajat 1. Mukosa Vagina
Satu 2. Komisura Posterior
3. Kulit perinem
Derajat 1. Mukosa Vagina
Dua 2. Komisura Posterior
3. Kulit perinem
4. Otot perineum
Derajat 1. Mukosa Vagina
tiga 2. Komisura Posterior
3. Kulit perinem
4. Otot perineum
5. Otot sfingter ani
Derajat 1. Mukosa Vagina
empat 2. Komisura Posterior
3. Kulit perinem
4. Otot perineum
5. Otot sfingter ani
6. Dinding depan rectum
Sumber : Sondakh, 2013

2.2.5 Tindakan pada luka perineum


a. Derajat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi
luka baik.
b. Derajat II : jahit dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum
ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan dibawahnya.
c. Derajat III : penolong persalinan tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi laserasi perineum. Maka hendaknya segera merujuk ke
fasilitas rujukan (Endang dan elizabeth, 2015).

2.2.6 Proses penyembuhan luka perineum


a. Fase-fase penyembuhan luka
1) Fase inflamasi,
Fase inflamasi berlangsung selama 4 sampai 5 hari postpartum selama
waktu ini luka memperlihatkan tanda-tanda klasik peradangan seperti
kemerahan, panas,nyeri dan pembengkakan, selama fase ini terdapat
dua peristiwa utama yaitu hemolisis dan fagositosis (Barbara dan
Billie, 2006).
2) Fase proliferatif, berlangsung 5-20 hari
Fase proliferasi dimulai stadium peradangan dan berlanjut selama 21
hari. Selama fase ini pembentukan pembuluh darah yang baru
berlanjut disepanjang luka (angiogenesis atau neovaskularisasi).
Pembuluh darah baru penyebar disepanjang luka dan memperbanyak
diri.
16

3) Fase maturasi, berlangsung 21 hari sampai sebulan atau tahunan.


Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan
kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya
gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru
terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan
berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Selama proses ini
dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah
digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada
akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira –
kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6
bulan setelah penyembuhan (Ismail, 2012).
b. Proses Penyembuhan Luka Perineum
Penyembuhan luka merupakan proses penggantian dan perbaikan
fungsi jaringan yang rusak. Kerusakkan jaringan yang mengaktifkan
pembekuan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
dari pembuluh darah didaerah luka yang menyebabkan edema dan
bengkak serta nyeri. Dalam 24 jam pertama terdapat neutrofil dan
makrofag yang membersihkan bakteri dan membersihkan sisa luka.
Selanjutnya terjadi pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis)
dan makrofag yang tinggi ikut meningkatkan fibroblas yang biasa
berproliferasi pada hari ke 2-4 pasca cedera. Pada kondisi ideal
epitelisasi luka berlangsung dalam 48-72 jam hal ini juga
berkonstribusi menutupnya luka dimulai dengan kontraksi tepi luka
yang akan mengurangi ukuran luka melalui kerja miofibroblas (Boyle,
2009).
itensi primer

Luka bersih jahitan awal jaringan parut halus


Itensi Sekunder

Luka bercelah Granulasi epitelium tumbuh di


atas jaringan parut
itensi tersier

Luka granulasi yang jahitan lambat dengan


meningkat jaringan parut lebih luas
Gambar 2.3 Penyembuhan luka
17

Menurut Mansjoer dkk dalam buku kapita selekta (2008) dan Boyle Mauren
(2009) lingkup proses penyembuhan luka dapat terjadi sebagai berikut :
a. Per primer adalah proses utama yang dilalui penyembuhan luka yang
terjadi ketika disatukannya (approximated) tepi luka dengan cara
menjahit luka. Jika luka dijahit, terjadi penutupan jaringan yang
disatukan dan tidak ada ruang yang kosong. Menyembuhan melalui
penyatuan primer atau itensi pertama ini dibuat secara aseptic dengan
pengrusakan jaringan minimum dan penutupan dengan baik.
Pada kondisi ideal, epitelialisasi luka berlangsung dalam 48-72 jam hal
lain juga berkontribusi terhadap menutupnya luka yang akan
mengurangi ukuran luka melalui kerja miofibroblas.
b. Per sekunder adalah luka jahitan yang rusak tepian lukanya yang
dibiarkan terbuka dan penyembuhan terjadi dari bawah melalui jaringan
granulasi dan kontraksi luka. Jika luka perineum tidak bersatu dan atau
jika terdapat defisit jaringan, akan mengakibatkan ruang kosong
sehingga membutuhkan proses penyembuhan sekunder dengan
pembentukkan jaringan granulasi dan kontraksi luka sehingga
mengakibatkan peningkatan jumlah densitas jaringan parut fibrosa
akibatnya penyembuhan ini membutuhkan waktu yang lama.
c. Per tetrier atau primer tertunda yaitu luka yang terbuka selama beberapa
hari setelah dilakukan tindakan debridemen. Setelah diyakini bersih tepi
luka dipertautkan (4-7 hari). Respon inflamasi berlangsung dan terjadi
peningkatan pertumbuhan darah baru ditepian luka setelah beberapa
hari luka baru dijahit.
Luka pembedahan dapat terbuka karena beberapa alasan dibawah ini :
a. Infeksi
b. Meningkatnya kadar cairan (mis., hematoma)
c. Adanya benda asing
d. Proses penyakit yang telah ada
(Boyle Mauren, 2009)
18

Cedera jaringan

Diskontiunitas jaringan dan pembuluh darah

Aktivitas arachidonic acid mediated pada


komplemen luka, pembekuan dan hemolisis

- Pengeluaran flug fibrin dan trombospodin


- Sel radang

Vasokonstriksi dan koagulasi

Aktivitas granulasi platelet

Terjadi granulasi alpa yang mengeluarkan sitokai sebagai faktor pertumbuhan


sel dan nitrogen untuk sel-sel non inflamasi ( sel fibroblas dan sel endothelial )

Pembentukan jaringan granulasi, kontraksi luka

Pembentukan jaringan baru, remodeling dan penutupan luka

Gambar 2.4 Bagan Proses Penyembuhan Luka


c. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
1) Usia : kecepatan dalam perbaikan sel berlangsung sejalan dengan
proses pertumbuhan dan kematangan usia seseorang. Namun pada
proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat
memperlambat proses penyembuhan luka. Penurunan fungsi hati pada
usia lanjut dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah
(Maghfuri, 2015).
2) Nutrisi : merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel,
terutama karena adanya zat gizi yang ada didalamnya. Misalnya vitamin
A diperlukan dalam proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis
protein terdapat dalam sayur, buah, daging, hati ayam ikan susu dan
telur. Vitamin B komplek sebagai kofaktor pada sistem enzim yang
mengatur metabolisme protein, karbohidrat, lemak yang terdapat dalam
sayur-sayuran. vitamin C berperan sebagai fibroblas dan mencegah
adanya infeksi serta membentuk kapiler darah yang terdapat dalam
buah-buahan seperti nanas, pepaya, jeruk dll. Vitamin K yang
membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan
darah yang terdapat dalam sayur brokoli, kedelai, sawi, buah bit lobak
hijau.
19

3) Penurunan suplai oksigen sangat merugikan akibat suplai darah yang


berkurang antara lain suplai darah yang buruk dan dapat mengakibatkan
hipoksia pada tempat yang mengalami luka. Oksigen sangat berperan
penting dalam pembentukan kolagen, kapiler-kapiler atau jaringan baru
dan perbaikan sel epitel serta pengendalian infeksi.
4) Stress juga mempengaruhi dalam penyembuhan luka diduga bahwa
ansietas dan stres dapat mempengaruhi imun. Stres dapat
mengakibatkan perubahan vaskular yang menyebabkan berkurangnya
kadar oksigen dan jaringan serta dapat mempengaruhi sekresi hormon
(norepinefrin) juga mempengaruhi sekresi kortikosteroid yang dapat
menghambat produksi dan fungsi leukosit dalam penyembuhan luka
(Damayanti, 2015).
5) Cairan
Kekurangan cairan pada tubuh dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka karena mengurangi tingkat kesadaran sehingga
tubuh akan mengalami dehidrasi, dehidrasi menyebabkan berkurangnya
kadar oksigen dalam tubuh yang sangat dibutuhkan saat proses
penyembuhan. Sebaiknya cairan yang dikonsumsi ibu minimal 3 liter
tiap harinya. Bisa cairan dari putih. Sari buah,susu, sup serta aktivitas
yang ibu lakukan selama masa nifas.
6) Obat anti inflamasi
a) Daun sirih : obat yang digunakan untuk luka perineum dimana
kandungan dari daun sirih sendiri mengandung bahan kimia yaitu
minyak atsiri yang terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol,
eugenol, metileugenol, karvakrol. Sepertiga dari minyak atsiri terdiri
dari fenol dan sebagian besar adalah kavikol yang memberikan bau
khas daun sirih dan memiliki daya membunuh bakteri lima kali lipat
dari fenol biasa sehingga dapat digunakan untuk mempercepat
proses penyembuhan luka (kurniarum, 2015).
b) Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk
bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah
luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi
intravaskular (Baroroh, 2011).
c) Analgesik : senyawa yang dalam dosis terapeutik akan mengurangi
dan menekan nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum (Hidayat,
2010).
d) Zat besi (Fe) : Untuk mengirimkan oksigen serta sintesis kolagen
(Aziz, 2016).
e) Pengobatan kortiko steroid dan chemotherapy serta radiotherapy
dapat memperlambat penyembuhan luka dan merusak jaringan sehat
(Maghfuri, 2015).

2.3 Perawatan Luka Perineum


Perawatan/asuhan dengan pengobatan merupakan aspek yang saling
berdekatan karena dengan pengobatan yang dilakukan setiap hari tidak mungkin
dilakukan tanpa adanya perawatan.
20

Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan


daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara
kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ genetalia seperti pada waktu
sebelum hamil (Sujiyantini dkk, 2011).
Vagina dan perineum mengalami perubahan setelah post partum, yaitu akan
kembali seperti semula 6-8 minggu melahirkan Pada tiga minggu post partum,
keadaan vaskularisasi,edema serta hipertropi akibat kehamilan dan persalinan
akan berkurang secara nyata (Solehati dan Eli, 2015).
Bidan berperan menjelaskan pada ibu dan suaminya tentang perawatan luka
perineum selama masa nifas:
a. Anjurkan ibu untuk tidak menggunakan tampon selama masa nifas karena
resiko infeksi
b. Jelaskan perkembangan perubahan lochea dari rubra ke serosa dan lanjut
menjadi alba
c. Anjurkan ibu untuk menyimpan dan melaporkan jika terjadi bekuan darah
berlebih serta pembalut yang dipenuhi darah.
d. Ajari ibu mengganti pembalut setiap kali berkemih, defekasi dan setelah
mandi
e. Ibu dapat menggunakan kompres air es yang bungkus untuk mencegah
edema
f. Ajari ibu menggunakan botol perineum yang diisi air hangat
g. Ajari ibu cara perawatan perineum dari arah depan kebelakang untuk
mencegah kontaminasi
h. Ajari langkah-langkah memberikan rasa nyaman pada area haemoroid
i. Jelakan pentingnya mengosongkan kandung kemih secara adekuat
j. Identifikasi gejala ISK. Jelaskan penting asupan cairan adekuat setiap hari.
(Taufan dkk, 2014).

2.3.1 Lingkup Perawatan Luka Perineum


Lingkup perawatan ditujukan untuk mencegahan infeksi organ-organ
reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk
melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada
peralatan penampung lochea (pembalut).
Menurut Hamilton (2000) dalam buku edukasi postnatal (2016), lingkup
perawatan perineum adalah :
a. Mencegah kontaminasi dari rektum
b. Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma
c. Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.

2.3.2 Waktu Perawatan Luka Perineum


Menurut Depkes (2007), waktu perawatan perineum adalah :
a. Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah
terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan
yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan
21

penggantian pembalut demikian pula pada perineum, perineum perlu


dibersihkan.
b. Setelah buang air kecil
Setelah buang air kecil kemungkinan terjadi kontaminasi air seni pada
rektum akibat akibtnya akan memicu bakteri, sehingga perlu dilakukan
pembersihan perineum.
c. Setelah buang air besar
Pada saat buat buang air besar, perineum juga perlu dibersihkan karena
adanya kotoran pada anus yang mengandung berbagai macam bakteri.
(Indriyani.dkk, 2016).

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum


1) Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses
penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat
membutuhkan protein.
2) Obat-obatan
a) Steroid : dapat menyamarkan adanya infeksi dengan mengganggu
respon inflamasi normal.
b) Antikoagulan : dapat menyebabkan hemoragi
c) Antibiotik spektrum luas/spesifik : efektif bila diberikan segera
sebelum pembedahan dilakukan untuk antisipasi kontaminasi
bakteri, tidak efektif jika diberikan setelah luka tertutup (koagulasi
intravaskular).
3) Keturunan
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi proses penyembuhan luka.
Contoh : kemampuan dalam sekresi insulin yang dapat dihambat,
sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat terjadi
penipisan protein-kalori.
4) Sarana dan prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasaranan mejadi
faktor yang juga mempengaruhi penyembuhan luka contoh : penyediaan
antiseptik.
5) Budaya dan keyakinan
Budaya dan keyakinan juga mempengaruhi penyembuhan luka
perineum, contohnya tarak makan telur,ikan,daging,ayam hal ini akan
mempengaruhi asupan gizi yang dikonsumsi ibu (Taufan dkk, 2014).
22

2.3.4 Dampak dari Perawatan Luka Perineum


Perawatan yang dilakukan dengan baik dapat menghindari dari hal berikut:
1) Infeksi
Perineum yang terkena lokea dan lembab akan sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi
pada perineum.
2) Komplikasi
Munculnya infeksi dapa merambat pada saluran kencing ataupun jalan
lahir yang berakibat muculnya komplikasi.
3) Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya
kematian pada ibu post partum karena pada saat ini kondisi ibu masih
rentan terserang infeksi.
(Indriyani.dkk, 2016).
2.3.5 Cara Perawatan Luka Perineum Ibu Nifas
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan
tujuan baik disadari maupun tidak (Wawan dan dewi M, 2011).
1) Membersihkan : bersihkan perineum dengan sabun dan air hangat
minimal satu kali sehari, bersihkan dari simfisis pubis sampai daerah
anus, ganti pembalut setiap kali BAK atau BAB atau minimal empat
kali sehari, cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pembalut, kaji
jumlah dan tanda lokea pada setiap penggantian pembalut.
2) Es kemasan/Ice Pack : tempatkan bungkusan es pada perineum dari
bagian depan kebelakang, selama dua jam untuk mengurangi
pembentukkan edema dan meningkatkan rasa nyaman, setelah dua jam
pertama post partum memberikan efek anastesi.
3) Sitz Bath (duduk berendam) : tipe alat dirancang untuk duduk bere
ndam,siapkan tempat duduk berendam dengan diberikan desinfektan,isi
air hangat setang sampai sepertiganya, anjurkan ibu untuk
menggunakannya dua kali sehari selama 15- 20 menit.
4) Pemakaian salep : penggunaan salep untuk mengurangi nyeri diberikan
sesuai instruktur dokter, mengurangi nyeri episisotomi dengan cara
konsumsi makanan yang berserat dengan begitu tinja yang akan keluar
tidak menjadi keras dan ibu dapat mengejan serta pada minggu pertama
post partum ibu dianjurkan berbaring tengurap untuk mempermudah
sirkulasi darah ke perineum dan menghindari pergeseran pada otot
perineum (Desmawati, 2011).

2.3.6 Standar Operasional Prosedur Perawatan Perineum


a. Alat-alat perawataan luka perineum
1) Kapas steril
2) Pembalut bersih
3) Air hangat/air bersih dan antiseptik
4) Celana dalam yang bersih, handuk bersih
23

b. Cara kerja
1) Melakukan cuci tangan.
2) Ibu mengatur posisi yang nyaman : dikamar mandi
3) Ibu membuka baju bagian bawah.
4) Membersihkan paha bagian atas keringkan (kiri dan kanan)
5) Bersihkan lipatan bagian luar dengan tangan kiri secara hati-hati
lipatan kulit. Usap dari luka ke arah anus dengan kapas steril dan
air bersih. Ulangi sampai beberapa kali.
6) Regangkan lipatan bagian luar dengan tangan kiri. Tangan kanan
membersihkan dari area bulu kemaluan sampai ke lubang tempat
buang air besar (anus) dengan satu kali usapan lakukan 2 sampai 3
kali dengan kapas steril dan air bersih. Gunakan kapas yang
berbeda untuk area yang dibersikan yaitu lipatan bagian dalam
(labia minora, klitoris dan oripicium vagina)
7) Tuangkan air hangat atau air bersih ke area perineum dan
keringkan dengan handuk.
8) Merubah posisi ibu.
9) Bersihkan area anus dari kotoran dan feses jika ada. Bersihkan dari
arah depan (vagina) ke belakang (anus) dengan kapas dan air
bersih. Ulangi dengan kapas yang berbeda sampai bersih.
10) Keringkan dengan handuk. Pasang pembalut pada celana dalam.
11) Pasang celana dalam yang sudah dipasang pembalut
12) Pakai pakaian bawah
13) Cuci tangan
14) Dokumentasi

2.3.7 Hubungan Perawatan Luka dengan Terjadinya Penyembuhan Luka


Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk
menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu
yang dalam masa antara kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya
organ genetalia seperti pada waktu sebelum hamil (Sujiyantini dkk, 2011).
Yang tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya infeksi sehubungan
dengan penyembuhan jaringan luka jalan lahir.
Dari hasil penelitian Dwi Basuki, Luluk Farida pada tahun 2009
dipasuruan dengan judul “Gambaran Proses Penyembuhan Luka Perineum
Ibu Nifas Hari ke 1 sampai 14 di BPS Umi Nadifah Pelintahan Kecamatan
Pandaan Pasuruan” didapatkan hasil bahwa sebagian besar penyembuhan
luka perineum adalah cepat sebanyak 8 responden (50%) dengan faktor
yang mempengaruhi yaitu usia, penanganan jaringan, hemoragi,
hipovolemia,faktor lokal edema defisit nutrisi,personal hygiene, defisit
oksigen, medikasi dan overaktivitas dan lamanya penyembuhan luka
dipengaruhi oleh pengetahuan, sebagian besar responden berpendidikan
SMA sudah menerima dan mengerti tentang apa yang dilakukan sehingga
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan luka perineum ibu nifas sangat
menentukan lama penyembuhan luka perineum (Basuki D dan Luluk farida,
24

2009). Sedangkan dari hasil penelitian Viska Windah Yuni, Ari Andayani
Kartika Sari pada tahun 2014 di Semarang dengan judul “Hubungan
Perawatan Luka Perineum Pada Ibu Nifas dengan Lama Penyembuhan Luka
Jahitan Perineum Ibu Nifas di Puskesmas Susukan Kabupaten Semarang”
didapatkan hasil bahwa perawatan luka dalam kategori kurang terjadi pada 9
orang (2 orang mengalami lama penyembuhan luka kurang dan 7 orang
mengalami penyembuhan luka sedang), pada perawatan luka sedang 17
orang (12 orang kategori penyembuhan luka adalah sedang dan 5 orang
penyembuhan luka kategori baik). Perawatan luka perineum dalam kategori
sedang terjadi pada ibu nifas yang memiliki kategori pendidikan kurang dan
kurangnya sumber informasi yang didapat. Selain itu paritas dan pekerjaan
juga mempengaruhi ibu nifas dalam melakukan perawatan perineum
sehingga dapat disimpulkan bahwa cara perawatan luka perineum kurang
maka dapat membuat kesembuhan luka tidak menjadi baik (Yuni dkk,
2014).
Sebuah penelitian di daerah jawa timur pada tahun 2011 tentang
waktu penyembuhan luka perineum pada ibu nifas dipengaruhi oleh status
nutrisi yang dikonsumsi ibu. Dari 19 responden, 65,22% asupan gizinya
tidak terpenuhi dengan baik, luka perineum belum sembuh pada hari ke 7
post partum, dan 17,39 % dapat sembuh sebelum hari ke 7 post partum,
sedangkan dari 4 responden yang asupan gizinya terpenuhi dengan baik
diperoleh 17,39 % luka perineum sembuh sebelum hari ke 7 post partum,
dan tidak didapatkan luka perineum sembuh setelah hari ke 7 post partum
(Munawaroh, 2011). Sehingga Kecepatan penyembuhan luka perineum
dipengaruhi oleh kebutuhan dasar ibu nifas yaitu tentang gizi. Pengetahuan
Ibu yang baik mengenai gizi pada ibu nifas akan mempermudah ibu dalam
memenuhi kebutuhan gizinya serta perilaku ibu dalam melakukan perawatan
dapat mempercepat proses penyembuhan luka perineum.
25

2.4 Kerangka Konsep

Ibu nifas Luka Perineum setelah Masa penyembuhan


1. Sistem reproduksi melahirkan luka perineum

2. Sistem Endokrin Ruptur


3. Abdomen 1. Primer
4. Sistem Urinarius
5. Sistem Cerna 2. Sekunder
6. Payudara, Sistem Episiotomi
Kardiovaskuler, 3. Tersier
7. Sistem Neurologi,
Sistem
Muskuloskeletal
8. Sistem Integumen

Faktor-faktor yang
Perawatan Luka Perineum mempengaruhi
Oleh Ibu Nifas penyembuhan luka :

Standar Operasional 1. Usia


Prosedur 2. Nutrisi
3. Oksigen
4. Stress
5. Cairan
6. Obat
Kriteria perawatan luka perineum
- Baik jika nilainya ≥75 %
- Cukup jika nilainya 56-74 %
- Kurang jika nilainya <55 %

Keterangan :
: Dipengaruhi
: Tidak Diteliti
: Diteliti
: Berhubungan

Gambar 2.5 Kerangka Konsep


Kerangka Konsep “Hubungan Perawatan Luka Perineum Oleh Ibu Nifas dengan
Masa Penyembuhan Luka Perineum di Wilayah Kerja Puskesmas Blabak
Kecamatan Kandat Kabupaten Kediri”
26

2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah hasil suatu penelitian pada hakikatnya adalah suatu jawaban
atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian
(Notoatmodjo, 2010).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan perawatan luka perineum
oleh ibu nifas dengan masa penyembuhan luka perineum
27

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain Penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab
riset pertanyaan dan untuk mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin
timbul selama proses riset (Nursalam, 2011).
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik yang
tujuannya mencari fenomena kesehatan itu terjadi dengan cara menganalisis faktor
resiko dan faktor efek. Pendekatan yang dilakukan cross sectional. Artinya,
subjek penelitian hanya dilakukan pengumpulan data sekali saja yaitu perawatan
luka perineum yang dilakukan oleh ibu nifas kemudian peneliti melakukan
observasi masa penyembuhan luka yang sudah terjadi.

3.2 Kerangka Operasional


Populasi
Ibu postpartum dalam masa perawatan luka perineum hari ke 1-4

Non Probability Sampling :


consecutive sampling

Sampel
Sebagian ibu postpartum dalam masa perawatan luka perineum

Pengumpulan Data

\
Perawatan luka perineum oleh ibu Nifas : Penyembuhan luka perineum :
Wawancara dengan Kuesioner Lembar Observasi

Pengolahan data :
Editing, Coding, Skoring, Tabulasi, Data Entry

Analisis Data menggunakan Uji Korelasi Spearman dengan cara manual dan
komputerisasi

Pembahasan, Kesimpulan, Saran

Skripsi
Gambar 3. 1. Kerangka Operasional “Hubungan Perawatan Luka Perineum Oleh Ibu Nifas dengan
Masa Penyembuhan Luka Perineum di Wilayah Kerja Puskesmas Blabak Kecamatan Kandat
Kabupaten Kediri”
28

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling


3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2016). Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh ibu nifas hari ke 1-4

3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. (Sugiyono, 2016). Peneliti tidak harus meneliti keseluruhan sampel atau
total populasi karena berbagai keterbatasan yang ada. Peneliti sebaiknya
menggunakan sampel sebagai bagian populasi atau sampel, sampel yang baik
adalah sampel yang mampu mewakili populasi penelitian (I Ketut Swarjana,
2014). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu nifas wilayah kerja
Puskesmas Blabak Kecamatan Kandat Kabupaten Kediri.
Rumus Slovin :
N
n =
{1+ N (d2)}

Keterangan
1 Faktor kejiwaan
N = besar populasi
n = besar sampel atau gangguan
psikisMalaise
d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan berdasarkan rumus di
2 Fatigue
atas, maka besar sampel dihitung 0,05
3 Nausea dan
3.3.3 Teknik Sampling Vomiting
Teknik sampling merupakan 4 Diareteknik pengambilan sampel. Untuk
menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai
5 Nyeri punggung
teknik sampling yang digunakan (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini cara
pengambilan sampel menggunakanbawah nonprobability sampling dengan teknik
consecutive sampling, yakni suatu 6 teknik
Sakit penetapan
kepala sampel dengan cara memilih
7 Vertigosampai kurun waktu tertentu sehingga
sampel yang memenuhi kriteria penelitian
jumlah sampel terpenuhi (Hidayat, 2014).1.
2. Kelainan
3.4 Kriteria Sampel organik
Untuk mendapatkan data sesuai dengan fokus penelitian ini, maka peneliti
menentukan responden penelitian dengan kriteria N sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi : n =
Kriteria inklusi adalah kriteria atau
{1+ciri-ciri
N (d2)} yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).
1) Bersedia menjadi responden.
2) Ibu post partum dengan persalinan pervaginam dengan luka
episiotomi derajat 82 Faktor kejiwaan
atau gangguan
psikisMalaise
9 Fatigue
10 Nausea dan
Vomiting
11 Diare
29

3) Ibu post partum hari ke-1 sampai ke-4


4) Ibu postpartum yang tidak memiliki riwayat langsung dengan
penyakit diabetes melitus atau kekurangan gizi
5) Ibu postpartum yang dapat membaca dan menulis
b. Kriteria eksklusi :
Kriteria eksklusi adalah ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil
sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).
Ibu post partum yang tidak ada saat waktu dan tempat penelitian

3.5 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri,sifat, atau
ukuran yang dimiliki atau didapat oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012).

3.5.1 Variabel bebas (Independent Variable)


Variabel bebas atau independen sering disebut juga variabel yang
mempengaruhi.Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya
atau berubahnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2011). Variabel
independen dalam penelitian ini adalah perawatan luka perineum oleh ibu nifas.

3.5.2 Variabel terikat (Dependent Variable)


Variabel terikat atau dependen sering juga disebut variabel output (hasil).
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel independen (bebas) (Sugiyono, 2011). Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah masa penyembuhan luka perineum.

3.6 Definisi Operasional Variabel


Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi Skala
Variabel Parameter Instrument Kriteria
Operasional Data
Independen: Hasil Jawaban Dalam Standar Kuesioner Ordinal Baik ≥ 75%
perawatan ibu nifas dari Operasional Prosedur Cukup 56%- 74%
luka perineum sejumlah Perawatan luka Kurang ≤ 55%
pada ibu nifas wawancara yang perineum ibu nifas : sumber : (Budiman
dilakukan pada 1. Alat-alat dan Agus, 2013).
hari ke 2-4 ibu perawatan luka
nifas tentang perineum
perawatan luka 2. Prosedur/ Cara
perineum

Dependen : Penilaian Masa Penyembuhan Lembar Ordinal Baik jika


Masa terhadap kondisi Luka perineum observasi menunjukkan luka
Penyembuhan luka perineum Primer Masa bertaut dan kering
luka perineum ibu nifas hari ke - Luka bertaut Penyembuhan pada hari ke 2-4
2-4 yang dilihat - Luka mengering luka perineum
dari masa Sekunder Kurang baik jika luka
penyembuhan - Luka Terbuka terbuka dan terdapat
luka Primer, - Defisit jaringan kehilangan jaringan
sekunder pada hari ke-4
30

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.8 Alat Pengumpulan Data


Alat/Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2012).
Pada saat mengumpulkan data perlu dilihat alat ukur pengumpulan data agar
dapat memperkuat hasil penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan alat
pengumpulan data berupa kuesioner untuk mengukur Perawatan luka perineum
yang dilakukan ibu nifas dan lembar observasi penyembuhan luka, sarung tangan
steril dan senter untuk mendapatkan data penyembuhan luka.

3.9 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data
yang akan dilakukan dalam penelitian (Hidayat, 2014).

3.9.1 Metode Dalam Penelitian


a. Wawancara : wawancara dilakukan dengan bantuan kuesioner untuk
mendapatkan data perawatan luka perineum oleh ibu nifas
b. Observasi : observasi dilakukan dengan bantuan lembar observasi untuk
mendapatkan data masa penyembuhan luka.

3.9.2 Prosedur penelitian

3.10Metode Pengolahan Data


3.10.1 Teknik Pengolahan Data
Sebelum dianalisis, data diolah terlebih dahulu. Kegiatan mengolah data meliputi :
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali data yang diperoleh atau
dikumpulkan (Hidayat, 2014). Editing dilakukan di tempat pengumpulan data
yaitu melihat lembar kuesioner dan lembar observasi kemudian
kelengkapannya.

b. Coding
Setelah semua data di edit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean
atau koding yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi
angka atau bilangan
Memberikan dengan memberikan kode pada setiap responden :
Responden 1 = R1 dan seterusnya untuk responden lainnya
c. Scoring
Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu
diberikan nilai. Penelitian ini memberikan skor berdasarkan nilai yang
diperoleh mengenai perawatan luka perineum oleh ibu nifas.
Kategori
1) Baik : jika nilainya ≥ 75 %
2) Cukup : jika nilainya 56-74 %
31

3) Kurang : jika nilainya < 55 %


Penilaian masa penyembuhan luka pada hari ke 2-4 ibu nifas
1) Baik : Luka bertaut dan kering
2) Kurang : Luka terbuka dan defisit jaringan/kehilangan jaringan
d. Tabulating
Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel jawaban-jawaban yang telah
diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel sesuai dengan tujuan
peneliti (Hidayat, 2014). Data yang ada direkapitulasi dalam bentuk tabel.
e. Data Entry
Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk angka
dimasukkan ke dalam komputer. Hasil rekapitulasi yang sudah dalam bentuk
tabel kemudian di entry ke dalam komputer untuk dianalisis sehingga didapat
kesimpulan penelitian.

3.10.2 Teknik Analisis Data


Pada penelitian ini menggunakan alat ukur lembar kuesioner untuk menilai
perawatan luka perineum yang dilakukan oleh ibu nifas yang terdiri dari 17
pertanyaan, setiap perawatan yang dilakukan ibu dengan benar diberi skor 1 dan
skor 2 untuk critical point sedangkan perawatan yang tidak dilakukan dengan
benar oleh ibu diberi skor 0 selanjutkan dilakukan pengukuran masa
penyembuhan luka perineum dengan klasifikasi :
a. Primer dengan tanda luka menutup dan kering
b. Sekunder dengan tanda luka terbuka dan terdapat kehilangan jaringan
Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan analisis data yang
dibagi menjadi 2 tahap yaitu :
a. Analisis Univariate
Analisis ini digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel bebas
dan terikat yang bertujuan untuk melihat variasi masing-masing variabel
(Dahlan, 2012).
Analisis univariate adalah analisis yang bertujuan mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian yaitu mendeskripsikan perawatan luka
perineum yang dilakukan oleh ibu dan masa penyembuhan luka perineum.
Untuk data numerik digunakan nilai mean, rata-rata, median dan standar
deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan presentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).
Setelah data terkumpul maka data deskriptif dipersentasikan dengan tabel
khusus yang menggambarkan penyebaran atau distribusi suatu variabel :
1) Frekuensi usia responden
2) Frekuensi makanan yang dikonsumsi ibu nifas
3) Frekuensi Aktifitas ibu nifas
4) Frekuensi waktu istirahat ibu nifas
5) Frekuensi konsumsi cairan
6) Frekuensi konsumsi obat
7) Frekuensi perawatan luka perineum oleh ibu nifas
8) Frekuensi hubungan perawatan luka perineum oleh ibu nifas dengan
masa penyembuhan luka
32

b. Analisis Bivariate
Analisis ini digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara variabel
terikat dengan variabel bebas yang diduga berhubungan atau berkorelasi
(Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi
spearman rank yang merupakan untuk mengukur tingkat atau keeratan hub
ungan antara dua variabel yang berskala ordinal (Hidayat, 2014). Caranya
sebagai berikut :
1) Membuat hipotesis
Ha :Ada hubungan antara perawatan luka perineum oleh ibu nifas
dengan masa penyembuhan luka perineum
H0 :Tidak ada hubungan antara perawatan luka perineum oleh ibu
nifas dengan masa penyembuhan luka perineum.
2) Membuat tabel 3.2 penolong untuk menghitung rangking

NO Perawatan luka Masa Penyembuhan Rank Rank Ai - Bi d2


Perineum luka perineum
(Ai) (Bi) (Ai) (Bi) (d)

3) Menentukan rs (nilai korelasi spearman rank) dengan rumus :


4) Menentukan nilai rs hitung dengan rumus :

6 d2
rs = 1-
n (n2 – 1)

Keterangan :
rs : nilai korelasi Spearman Rank
2 :
d selisih setiap pasangan Rank
n : jumlah pasangan Rank untuk Spearman (5 < n < 30)

5) Menentukan nilai rs tabel Spearman


6) Menentukan Z hitung dengan rumus :
rs
Z hitung =
1/ √n - 1
15 Faktor kejiwaan atau
7) Memuat kesimpulan gangguan psikisMalaise
Apabila Z hitung 16
> Z Fatigue
tabel maka Ho ditolak artinya signifikan
Apabila Z hitung < Z tabel maka Ho diterima artinya tidak signifikan.
17 Nausea dan Vomiting
Taraf signifikan 5% harga Z tabel : Z 0,475 : 1,96
18 Diare
19 Nyeri punggung bawah
20 Sakit kepala
21 Vertigo
7.
8. Kelainan organik

N
33

3.10.3 Penyajian Hasil


Merupakan cara bagaimana untuk menyajikan data sebaik-baiknya agar
mudah dipahami oleh pembaca (Hidayat, 2014).
Dalam penelitian menyajikan hasil penelitian dapat dituangkan dalam
bentuk tabel, teks (textular) dan dalam bentuk grafik (Notoatmojo, 2010). Pada
penelitian ini peneliti menggunakan bentuk tabel umum dan tabel khusus.

Tabel 3.3 Distribusi frekuensi Berdasarkan Usia Ibu


NO Usia (tahun) Frekuensi Persen %
1. < 20
2. 20– 35
3. > 35
Jumlah

Tabel 3.4 Distribusi frekuensi Berdasarkan nutrisi ibu nifas


NO Nutrisi perbaikkan sel Frekuensi Persen %
1. Vitamin A
2. Vitamin B kompleks
3. Vitamin C
4. Vitamin K
Jumlah

Tabel 3.5 Distribusi frekuensi Berdasarkan Aktivitas Ibu nifas


NO Aktivitas Frekuensi Persen %
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
Jumlah

Tabel 3.6 Distribusi frekuensi Berdasarkan waktu istirahat ibu nifas


NO Istirahat Frekuensi Persen %
1. 8 jam/hari
2. Lebih dari 8 jam/hari
3. Kurang dari 8 jam/hari
Jumlah

Tabel 3.7 Distribusi frekuensi Berdasarkan konsumsi cairan


NO Konsumsi cairan Frekuensi Persen %
1. 3 liter/ hari
2. Lebih dari 3 liter/ hari
3. Kurang dari 3 liter/ hari
Jumlah
34

Tabel 3.8 Distribusi frekuensi Berdasarkan konsumsi obat-obatan oleh ibu


nifas
NO Konsumsi obat-obatan Frekuensi Persen %
1. Daun sirih
2. Zat besi (Fe)
3. Kortiko steroid
4. dll
Jumlah

Tabel 3.9 Distribusi frekuensi Berdasarkan Perawatan Luka Perineum oleh


ibu nifas
NO Perawatan Luka Oleh Ibu Frekuensi Persen %
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
Jumlah

Tabel 3.10 Distribusi frekuensi Berdasarkan Masa Penyembuhan Luka


Perineum
NO Masa penyembuhan luka Frekuensi Persen %
1. Primer
2. Sekunder
Jumlah

Tabel 3.11 Distribusi Hubungan Perawatan Luka Perineum oleh Ibu Nifas
dengan Masa Penyembuhan Luka Perineum
Perawatan Masa Penyembuhan luka
Luka Perineum Jumlah
Perineum Baik Kurang Baik
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah

3.11Etika Penelitian
Penelitian ini menggunakan obyek manusia, untuk itu diperlukan suatu
inform consent dari ibu pospartum yang dijadikan responden. Dalam hal ini hak
responden harus dilindungi. Peneliti melakukan penelitian dengan menekan
masalah etik yang meliputi :
1) Lembar Persetujuan menjadi Responden (Informed Consent)
Lembar persetujuan diberikan sebelum melakukan penelitian. Informed
consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden, tujuan
pemberiannya agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan
mengetahui dampaknya (Hidayat, 2014). Jika responden bersedia diteliti
35

harus menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika tidak bersedia diteliti


maka peneliti harus tetap menghargai hak responden.
2) Tanpa Nama (anonimity)
Nama ibu postpartum yang menjadi responden tidak perlu dicantumkan
dalam lembar observasi, peneliti cukup menuliskan nomer kode pada masing-
masing lembar pengumpulan data dalam bentuk R1, R2.
3) Kerahasiaan (confidentiality)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti
(Hidayat, 2014).
4) Menjaga Hak Privasi Responden (Privacy)
Pada sebuah penelitian, posisi peneliti dalam etika penelitian lebih rendah.
dibandingkan dengan responden. Oleh sebab itu dalam melakukan observasi
atau memperoleh informasi dari responden harus menjaga privasi mereka
seperti ruangan dilakukan pemeriksaan. Untuk itu peneliti harus
menyesuaikan diri dengan responden tentang waktu dan tempat dilakukannya
observasi, sehingga responden tidak merasa diganggu privasinya.

2.6 Rencana sumber daya berasal dari orang tua dan Saudara yang berasal
dari keluarga Wirausaha
36

DAFTAR PUSTAKA
Bahiyatun. 2009.[online].Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal.Jakarta:
EGC.
Baroroh, dkk.2011. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Sesar di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Jurnal Nasional
Pharmacy vol 13 ISSN 1693-3591.

Basuki D. Dan Luluk farida. 2009. Gambaran Proses Penyembuhan Luka


Perineum Ibu Nifas Hari ke 1 sampai 14 di BPS Umi Nadifah Pelintahan
Kec. Pandaan Pasuruan. Skripsi.Pasuruan.

Budiman, Riyanto Agus. 2013. Kapita Selekta Kuesioner. Jakarta: Salemba


Medika.
Boyle, Maureen. 2009. Pemulihan Luka. Jakarta: EGC.
Darling B, dkk.2014. Knowledge And Attitude Of Postnatal Mothers Regarding
Self Care After Childbirth In Selected Maternity Centres In Madurai.
Journal Of Science vol 4 ISSN 2277-3290.
Desmawati. 2011. Intervensi Keperawatan Maternitas Pada Asuhan Keperawatan
Perinatal. Jakarta : TIM.

Dinas Kesehatan Kabupaten kediri. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Kediri


Jawa timur 2016.Kediri. Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri.

Dwi, Agustin.2016. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Penyembuhan Luka


Perineum Pada Ibu Nifas. Jurnal Nasional Prosiding IAKMI Jawa Barat.
ISBN 978-602-19582-7-8.

Endang dan elizabeth, 2015. ilmu obstetri ginekologi sosial yogyakarta :


Pustakabaru Press.

Hidayat, Alimul Aziz. 2014. Metode Penelitian kebidanan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika.
_______________,(2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Indriyani, Diyan. Dkk. 2016. Edukasi Postnatal.Yogyakarta : Trans medika.
37

Kurniarum,2015. Efektifitas Daun Sirih Untuk Penyembuhan Luka Perineum Ibu


Nifas. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan INTEREST Yogyakarta. Vol 4 no.
2: 162-167.

Maghfuri, Ali. 2015. Keterampilan Dasar Perawatan Luka Bagi Pemula. Jakarta :
TIM.

Mansjoer, Arif dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Mardi, dkk. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Personal
Hygiene Pada Luka Perineum dengan Penyembuhan luka fase proliferasi
di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan. Jurnal Kesehatan
vol. 4

Notoatmojo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan.Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

__________,Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Nugroho, Taufan dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3 nifas. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Pitriani, Risa. Rika Andriyani. 2014. Ibu Nifas Normal. Yogyakarta : C.V Budi
Utama.

Purwoastuti,elisabeth. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.


Yogyakarta: Pustaka Baru.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2016. Buku Ajar Kesehatan
Ibu dan Anak. Jakarta: Pusdiklatnakes Kementerian Kesehatan RI.
Ralph C Benson, 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Bedah Kebidanan.Jakarta: Bina Pustaka.


WHO.2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan. Jakarta: Kemenkes.

Sondakh, J. J S. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.


Jakarta: Erlangga.
38

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed


Methods). Bandung : Alfabeta.
________,2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung : Alfabeta.
Sulistyawati, Ari. 2015.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.Jakarta :
Fitramaya.
Swarjana, I Ketut.2014. Metodologi Penelitian Kesehatan.Yogyakarta: ANDI.

Yulianti, De bvi. 2012. Kebidanan Oxford. Jakarta: EGC.


Yuni, dkk. 2014. Hubungan Perwatan Luka Perineum Pada Ibu Nifas Dengan
Lama Penyembuhan Luka Jahitan Perineum Ibu Nifas Di Puskesmas
Susukan Kabupaten Semarang. Skripsi. Akademi Kebidanan Ngudi
Waloyo Semarang.
YP Rahayu, 2012. Buku Ajar Masa Nifas.Jakarta: Medika.
Wawan dan Dewi M, 2011. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai