Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu atau AKI merupakan jumlah kematian ibu yang
dihitung setiap 100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh proses
kehamilan, persalinan dan nifas, bukan disebabkkan oleh penyebab lain seperti
kecelakaan.( Kementerian Kesehatan RI)

Menurut WHO tahun 2014 angka kematian ibu di dunia mencapai 289.000
jiwa dengan angka terbesar terjadi di Afrika Utara yaitu 179.000 jiwa,
kemudian Asia Tenggara 16.000 dan Amerika Serikat 9.300 jiwa. Di Asia
Tenggara sendiri Indonesia merupakan Negara yang memiliki angka kematian
terbesar yaitu 190 jiwa, Vietnam 49 jiwa, Malaysia 29 jiwa, Brunei 27 jiwa,
dan Thailand 26 jiwa. Kematian ibu pada umumnya banyak terjadi di negara
berkembang hal ini karena kurang akses pelayanan kesehatan, kurangnya
fasilitas kesehatan, terlambatnya pertolongan persalinan disertai keadaaan
sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat yang masih tergolong rendah.
(WHO, 2014 dalam Nadyah, Firdayanti dan Indah, 2019).

Di Indonesia, berdasarkan hasil SUPAS tahun 2015 menunjukkan bahwa


angka kematian ibu di Indonesia yaitu sebanyak 305 kematian perempuan pada
saat hamil, saat melahirakan atau masa nifas per 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini lebih rendah dibandingan dengan hasil SP tahun 2010 yaitu 346 per
100.000 kelahiran hidup. (Profil Penduduk Indonesia Hasil Supas, 2015)

Di Jawa Barat, berdasarakan survey yang dilaksanakan Badan Pusat


Statistik Provinsi Jawa Barat pada tahun 2014 menunjukan bahwa angka
kematian ibu (AKI) di Provinsi Jawa Barat adalah 321,15 per 100.000 kelahiran
hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2016)
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat penyebab terbanyak dari
kematian ibu adalah proses persalinan dengan presentase kematian ibu
sebanyak 60,87%, waktu nifas sebanyak 30,43% dan waktu hamil sebanyak
8,70%. (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2016). Tingginya angka
kematian ibu di saat persalinan disebabkan karena pendarahan, infeksi dan
toksemia, komplikasi yang terjadi di saat persalinan seperti disproporsi
sefaloveik (CPD), plasenta previa, preeklamsi serta kelainan letak janin
sehingga dilakukan tindakan seksio sesarea (Depkes RI, 2010).

Persalinan merupakan proses alamiah yang diawali dengan kontraksi yang


menyebabkan dilatasi uterus, pengeluaran janin dan pengeluaran plasenta.
Persalinan ini dapat terjadi dengan spontan dan menggunakan kekuatan ibu,
atau dengan bantuan yang membutuhkan tenaga dari luar seperti persalinan
dengan Sectio Caesarea.(Mika Oktarina, 2016)

Di Indonesia berdasarakan hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan


kelahiran dengan sectio caesarea sebesar 17,6% dengan proporsi tertinggi di
DKI Jakarta sebesar 31,1%, Bali 30,2% dan terendah di Papua 6,7%.
Sedangkan di Jawa Barat sendiri Angka persalinan Sectio Caesarea tahun 2018
adalah sekitar 15,5%. Sectio Caesarea ini banyak dilakukan oleh masyarakat
yang bertempat tinggal di kota yakni sebesar 50,5% (Laporan Nasional
Riskesdas, 2018)

Sektio Caeserea adalah proses persalinan yang dilakukan melalui suatu


insisisi pada dinding perut, dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan
utuh serta berat diatas 500 gram. (Mitayani, 2013). Sectio Caesarea dilakukan
karena faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu terdiri dari kondisi medis yaitu
seperti adanya perdarahan pervaginam, distosia jaringan lunak, penyakit yang
menyertai ibu dan menyulitkan (penyakit jantung, paru, hipertensi) dan faktor
janin yaitu prolapsus tali pusat, insufisiensi plasenta, asidosis fetus, persalinan
berlarut dan perdarahan fetus (Nurfitriani, 2018). Sectio Caesarea ini dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi dianataranya adalah ruptur pada
dinding uteri atau masalah hoemostasis pada sirkulasi darah sehingga terjadi
perdarahan dan infeksi. (Mitayani, 2013).

Tindakan Sectio Caesarea yang dilakukan melalui insisi pada dinding perut
dapat menimbulkan luka akibat sayatan pada abdomen. Proses penyembuhan
pada luka ini tergantung pada lokasi, keparahan dan luasnya luka. Biasanya
proses penyembuhan luka pasca Sectio Caesarea adalah 1 minggu dengan
pemulihan Rahim kira-kira 3 bulan. (Ika Putri Damayanti, 2013).

Salah satu tindakan yang mempengaruhi proses penyembuhan luka adalah


mobilisasi dini. Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini
mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh untuk melakukan
peregangan yang berguna untuk membantu penyembuhan luka pada ibu Post
Sectio Caesarea (Rimayanti Simangunsong, Julia Rottie Minar dan Hutauruk,
2018).

Mobilisasi bertujuan untuk memperepat penyembuhan luka, memperbaiki


sirkulasi, mencegah statis vena, menunjang fungsi pernafasan optimal,
meningkatkan fungsi pencernaan, mengurangi komplikasi pasca bedah
mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi,
mempertahankan konsep diri pasien dan mempersiapkan pasien pulang (Sarah
Nadia dan Cut Mutia,2018).

Jika mobilisasi tidak dilakukan pada pasien pasca sectio caesarea maka
akan menyebabkan bahaya fisiologis dan psikologis. Bahaya fisiologis
mempengaruhi fungsi metabolisme normal, menurunkan laju metabolisme,
mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan protein menyebabkan
kesetidak seimbangan cairan elektrolit dan kalsium dan dapat menyebabkan
gangguan gastrointestinal seperti nafsu makan dan penurunan peristaltik
dengan kontisipasi dan impaksi (Nurfitriani, 2018).
Rumah Sakit Umum Dareah (RSUD) Cianjur merupakan Rumah Sakit
rujukan pertama di Kabupaten Cianjur dengan kasus persalinan sectio
caesareapada setiap tahunnya terus meningkat.Diketahui jumlah kasus
kejadian Sectio Caesarea pada tahun 2012-2014 mencapai 2.588 (20,57%)
kasus dari 12.579 total persalinan (Ati Nurwita dan Ratna Anggraeni, 2015).

Penelitian Indarmien Netty tahun 2013 didapatkan hasil penelitian


didapatkan 33 responden melakukan mobilisasi dini dengan baik dan 9
responden yang melakukan mobilisasi dini dengan tidak baik. Untuk
penyembuhan luka didapatkan 35 responden luka operasi seksio sesarea
sembuh dengan normal dan 7 responden tidak sembuh dengan normal dan
didapat p-value=0,028 yang berarti secara statistik menunjukan ada hubungan
yang bermakna antar mobilisasi dini dengan penyembuhan luka post operasi
seksio sesarea.

Berdasarkan data mengenai tingginya angka Sectio Caesarea dan


pentingnya mobilisasi pada klien Post Sectio Caesarea untuk penyembuhan
luka, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai Hubungan
Mobilisasi dengan Penyembuhan Luka pada Ibu Post Sectio Caesarea di RSUD
Cianjur.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan


masalah penelitian ini adalah Bagaimana Hubungan Mobilisasi dengan
Penyembuhan Luka pada Ibu Post Sectio Caesarea di RSUD Cianjur.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan mobilisasi dengan penyembuhan luka pada
ibu post Sectio Caesarea di RSUD Cianjur.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Post Sectio Caesarea
b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Post Sectio
Caesarea
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan Post Sectio
Caesarea
d. Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan Post Sectio
Caesarea
e. Melakukan evaluasi pada klien dengan Post Sectio Caesarea
f. Menganalisis hubungan mobilisasi dengan penyembuhan luka pada ibu
post Sectio Caesarea di RSUD Cianjur

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis

Anda mungkin juga menyukai