Anda di halaman 1dari 4

● ANEMIA HEMOLITIK

Anemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan jumlah masa eritrosit yang ditunjukkan oleh
penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit. Sintesis hemoglobin memerlukan
ketersediaan besi dan protein yang cukup dalam tubuh. Protein berperan dalam pengangkutan besi
ke sumsum tulang untuk membentuk molekul hemoglobin yang baru ( Nasruddin dkk, 2021)
Anemia hemolitik autoimun Anemia ini bervariasi dari yang ringan sampai yang berat (mengancam
jiwa). Terdapat keluhan Fatigue dapat terlihat bersama gagal jantung kongestif dan angina. Apabila
pasien mempunyai penyakit dasar seperti LES atau Leukemia Limfositik Kronik, gambaran klinis
penyakit tersebut dapat terlihat. Pemeriksaan Laboratorium ditemukan kadar HB yang bervariasi dari
ringan sampai berat (HT< 10%) Retikulositosis dan Sferositosis biasanya dapat terlihat pada apusan
darah tepi . Anemia hemolitik karna kekurangan enzim Manifestasi klinik beragam mulai dari anemia
hemolitik neonatus berat sampai ringan, hemolisis yang terkompensasi dengan baik dan tampak
pertama pada dewasa. Polikromatofilia dan mikrositosis ringan menggambarkan angka kenaikan
retikulosit. Manifestasi klinis sangat beragam tergantung dari jenis kekurangan enzim, defesiensi
enzim glutation reduktase kadang-kadang disertai trombopenia dan leukopenia dan sering disertai
kelainan neurologis, Defesiensi piruvatkinase khasnya ada peninggan kadar 2,3 difosfogli serat.

● EPIDEMIOLOGI
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 melaporkan insiden
anemia di Indonesia adalah 21,7 %. Anemia hemolitik mewakili sekitar 5% dari
semua anemia. Insiden AIHA berkisar 1-3 kasus per 100.000 orang per tahun,
dengan prevalensi 17/100.000 orang pertahun. Angka kematian AIHA berkisar
antara 20-50%, bergantung kepada penyakit yang mendasari munculnya penyakit
AIHA (Zanella dan Barcellini, 2014; Michel, 2011).
Penyakit ini ditemukan dengan insiden keseluruhan adalah 17 dari 100.000 populasi / tahun
di Kaukasia. Lebih dari 70% kasus baru terjadi setiap tahun pada pasien di atas 40 tahun.
Insiden puncak adalah antara 60 dan 70 tahun dan frekuensi gangguan ini biasanya lebih
banyak pada wanita daripada pria. Rasio pria terhadap wanita adalah 40:60.2 Laporan
karakteristik demografi pasien AIHA di Indonesia masih sedikit, yakni oleh Wirawan dan
Pusparini pada tahun 1995 – 1998 ada 18 kasus, dan menurut riset kesehatan dasar tahun
2013 ada 21,7% pasien di Indonesia dengan anemia yang 5% nya adalah AIHA.
● PATOFISIOLOGI
Menurut cara terjadinya, AIHA dibagi menjadi AIHA primer atau
idiopatik dan AIHA yang didasari oleh penyakit lain yang disebut sebagai AIHA
sekunder. Kejadian AIHA sekunder lebih sering dibandingkan dengan AIHA
primer. AIHA bisa terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada
individu setengah baya dan lebih tua (Michel, 2014).
Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) diklasifikasikan menjadi AIHA
tipe hangat, AIHA tipe dingin, dan AIHA tipe campuran. Sekitar 70% kasus
AIHA adalah tipe hangat. AIHA tipe hangat terjadi akibat eritrosit yang dilapisi
oleh molekul IgG mengalami reaksi autoantibodi sel dan difagositosis oleh
makrofag secara optimal pada suhu 370C. AIHA tipe dingin eritrosit diselubungi oleh molekul IgM
pada suhu rendah yaitu 00 - 40C dan mengaktifkan sistem
komplemen pada permukaan eritrosit sehingga menyebabkan terjadinya lisis
intravaskular (De Loughery, 2013; Park, 2016)
Patofisiologi
Anemia merupakan suatu penyakit yang ditandai penurunan kadar
hemoglobin ( Hb ) dan sel darah merah ( eritrosit ) dibawah normal. Pria
dikatakan anemia apabila kadar Hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan
eritrosit kurang dari 41 %. Begitupun dengan wanita, apabila kadar
hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37 %. Anemia
bukan merupakan suatu penyakit, melainkan dari suatu bentuk
pencerminan keadaan penyakit akibat adanya gangguan fungsi tubuh yang
mana hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen mengalami
penurunan.Banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya.Sehingga
mengalami penurunan pada kapasitas sel darah merah dalam mengangkut
oksigen.
Anemia menurut (Putri, 2013) mencerminkan adanya kegagalan sum
–sum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau kedua nya.
Kegagalan sum –sum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak di
ketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis
(dekstruksi), hal ini dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal yang menyebabkan
dekstruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagostik
atau dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai efek samping proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan dekstruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma.
Konsentrasi normal nya 1mg/dL atau kurang, bila kadar diatas 1,5 mg/dL
akan mengakibatkan interik pada sklera.

● PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menentukan derajat anemia dan pengujian
defisiensi zat besi, yang dapat menggunakan pemeriksaan laboratorium. Penentuan derajat
anemia dapat dilakukan melalui pemerik saan darah rutin, seperti pemeriksaan HB, Ht, hitung
jumlah RBC, bentuk RBC, jumlah retikulosit sementara uji defisiensi zat besi melalui
pemeriksaan feritin serum, kejenuhan transferin dan protoporfirin eritrosit (Yuli dan Ertiana,
2018).
Pemeriksaan laboratorium untuk anemia umumnya meliputi:
a) Hitung darah lengkap (CBC) Menentukan tingkat keparahan dan jenis anemia apakah
anemia mikrositik atau sel darah merah berukuran kecil, anemia normositik atau sel darah
merah berukuran normal, atau anemia makrositik atau sel darah merah berukuran besar dan
biasanya merupakan tes pertama yang bisa dilakukan. b) Informasi tentang sel darah lainnya
seperti sel darah putih dan trombosit juga disertakan dalam laporan CBC. Pengukuran jumlah
hemoglobin, yang merupakan cerminan akurat dari jumlah sel darah merah (RBC) dalam
darah. Hasil hitung Hemoglobin dan Hematokrit biasanya menjadi indikator penegakan
diagnosa anemia.
c) Tes Hemoglobin Tinja Untuk mendeteksi perdarahan dari lambung atau usus (tes Guaiac
tinja atau tes darah samar tinja).
d) Apusan Darah Tepi
e) Tingkat Zat Besi dapat menginformasikan apakah anemia mungkin terkait dengan
kekurangan zat besi atau tidak.
f) Tingkat transferin untuk mengevaluasi protein yang mengangkut zat besi dalam tubuh.
g) Feritin untul mengevaluasi total besi yang tersedia dalam tubuh
- Tes Coombs dilakukan untuk mendeteksi antibodi (IgG atau C3) yang melekat pada
permukaan sel darah merah. Sel darah merah yang memiliki antibodi yang melekat
apabila diinkubasi dengan serum anti-human akan mengalami proses aglutinasi

● Anemia hemolitik autoimun atau autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah kondisi klinis di
mana antibodi imunoglobulin G (IgG) dan atau imunoglobulin M (IgM) berikatan dengan antigen
permukaan sel darah merah dan memulai penghancuran sel darah merah melalui sistem
komplemen dan sistem retikuloendotelial. Anemia hemolitik autoimun adalah bagian dari
anemia hemolitik imun yang diklasifikasikan sebagai autoimun, alloimun atau diinduksi oleh
obat berdasarkan stimulus antigenik yang bertanggung jawab terhadap respon imun. Anemia
hemolitik autoimun ditandai dengan produksi autoantibodi yang langsung menyerang sel darah
merah. Biasanya autoantibodi ini ditujukan terhadap antigen dengan insidensi tinggi, namun
seringkali mereka menunjukkan reaktivitas terhadap sel darah merah alogenik.

● PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang
a. Anemia aplastik
- Tranplantasi sumsum tulang
- Peberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG )
b. Anemia pada penyakit ginjal
- Pada pasien dialysis harus ditanganidengan pemberian besi dan asam folat
- Ketersediaan eritropeotin rekombinan
c. Anemia pada penyakit kronis Pada anemia tidak menunjukan gejala dan memerlukan
penanganan khusus. Besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb
meningkat
d. Anemia pada defiensi besi
- Penyebab dari defisiensi besi
- Menggunakan preparat besi oral
e. Anemia megaloblastik
- Difisiensi vitamin B12 dengan pemberian vitamin B12 yang dapat diberikan dengan injeksi
B12.
- Terapi Vitamin B12 diberikan pada pasien selama hidup untuk mencegah kekambuhan
anemia.
f. Anemia defisiensi asam folat penangananya dengan diet dan penambahan asam folat 1
mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorsi(Safira, 2019).

● KOMPLIKASI
a. gagal jantung
b. mengalami kejang
c. daya konsentrasi mengalami penurunan
d. perkembangan otot memburuk
Komplikasi anemia menurut (Sugeng, 2013)adalah
1. Kelelahan berat, bila anemia mencukupi parah sesorang mungkin
merasa sangat lelah sehingga tidak bisa menyelesaikan tugas sehari –
hari.
2. Komplikasi kehamilan, wanita hamil dengan anemia defiensi folat
mungkin lebih cenderung mengalami komplikasi, seperti kelahiran
premature.
3. Masalah jantung, anemia dapat menyebabkan detak jantung cepat atau
ireguler (aritmia). Bila seseorang menderita anemia, jantung harus
memompa lebih banyak darah untuk mengimbangi kekuranganoksigen
dalam darah. Hal ini menyebabkan jantung membesar atau gagal
jantung.
4. Kematian ̧beberapa anemia turunan, seperti anemia sel sabit, bisa
menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa. Kehilangan banyak
darah dengan cepat mengakibatkananemiaakut dan berat dan bisa
berakibat fatal.(Safira, 2019).

● PENCEGAHAN
a. Memenuhi kebutuhan zat besi seperti mengkonsumsi makanan tinggi zat besi, yaitu daging,
kacang-kacangan, sayuran hijau gelap dan buah-buahan
b. Mencukupi kebutuhan folat, yang dapat ditemui pada buah sayuran hijau gelap, kacang
polong, kacang tanah, gandum, nasi dll
c. Mencukupi vitamin B12 dengan banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin
B12, yaitu daging, susu, sereal dll
d. Mencukupi vitamin C, terdapat pada buah-buahan jus, brokoli, tomat, melon, stroberi, karena
makanan ini membantu penyerapan zat besi (Lingga,2019

Pencegahan Anemia antara lain :


a. Mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi dengan memenuhi
makanan – makanan seperti : kacang- kacangan, hati, tahu, ikan, daging
merah.
b. Mengkonsumsi makanan yang dapat membantu menyerap zat besi.
Dibutuhkan kandungan nutrisi seperti vitamin C seperti : jus jruk,
brokoli, buah dan sayuran.
c. Hindari minum teh atau kopi ketika makan . Minuman ini dapat
mencegah tubuh untuk menyerap zat besi.
h. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin B12. Seperti hati spi,
tiram, telur, daging, susu (Amirudin Ali et al., 2012).

Anda mungkin juga menyukai