BAB III
ANALISIS KASUS
Prosedur khusus lainnya seperti tes rantai globin dan analisis DNA dikerjakan
untuk mengidentifikasi genotip spesifik. Uji ini dapat dilakukan untuk tujuan
penelitian, untuk membedakan thalassemia- α carrier dari thalassemia-β carrier, untuk
mengidentifikasi gen pembawa sifat tersembunyi, atau melihat pola pewarisan
keluarga dengan gen yang banyak.8
Klasifikasi Thalasemia8
Jenis-jenis thalasemia.
1. Thalasemia alfa.
34
Mempengaruhi produksi rantai globin α. Rantai α globin dikodekan oleh dua gen
yang terkait erat pada kromosom 16.
a. Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier. Tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan
fungsi normal
b. Delesi pada dua rantai alfa
Adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2
dan peningkatan dari HbH.
c. Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai penyakit HbH . Disertai dengan anemia hipokromik mikrositer.
Banyak terbentuk HbH.
d. Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran
hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Bila dilakukan pemeriksaan
didapatkan kadar Hb adalah 80-90% HbBarts.
2. Thalasemia beta
Thalasemia disebabkan oleh kesalahan genetik atau mutasi yang terjadi pada
kromosom tubuh dari lahir, pada kromosom 11. Merupakan thalasemia yang paling
35
parah. Penderita akan mengalami sakit selama 1-2 tahun. Disebut juga dengan coolys
anemia. Mempengaruhi produksi rantai globin β. Rantai globin β dikodekan oleh gen
tunggal pada kromosom 11, bentuknya diatur oleh locus control region (LCR).
1. Thalasemia beta mayor
Kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin.
Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
Penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita
mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang
mengecil (mikrositer)
2. Thalasemia beta intermedia
Kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta
globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat
mutasi gen yang terjadi.
3. Thalasemia beta minor
Penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin
mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil
(mikrositer). Mutasi pada salah satu dari 2 gen β, kadar hemoglobin normal, tidak
memerlukan transfusi darah, pada wanita hamil, terkadang butuh transfusi, ukuran sel
darah mengecil, pemberian zat besi perlu diawasi.
Gejala 8
Thalasemia merupakan salah satu dari penyakit gangguan pembentukan
hemoglobin yang akan memberikan gejala: anemia, lesu, kurang nafsu makan, wajah
pucat, imunitas kurang, nilai eritrosit abnormal, hemolisis berlebihan, pembesaran
limpa, mengalami kerapuhan tulang atau penipisan tulang, jantung bekerja lebih
keras, dan Fascies cooley’s (ciri khas thalassemia mayor, yakni batang hidung masuk
ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras
untuk mengatasi kekurangan hemoglobin).
36
1. Anamnesis
- Splenomegali
- Batu empedu
- Kardiomiopati
- Hemopoiesis ekstramedular
- Ulkus maleolar
2. Pemeriksaan Fisik
- Facies Thalassemia
- Pucat,
- Ikterik +/-
- Hepatosplenomegali sedang-berat
3. Laboratorium
37
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Retikulosit
- Indeks eritrosit (MCV MCH, MCHC, RDW) bila tidak ada cell counter, lakukan uji
resistensi osmotik 1 tabung (fragilitas)
. Analisis hemoglobin:
- Elektroforesis Hemoglobin
Atau
- Metoda HPLC (Beta short variant Biorad): analisis kualitatif dan kuantitatif
Pada pasien ini, perempuan usia 44 tahun didapatkan keluhan utama badan
lemas bertambah 2 hari SMRS Pasien merasa lemas, pandangan berkunang-kunang
ada, rasa sempoyongan ada . Riwayat Thalasemia beta minor sejak usia 6 tahun
dengan tidak kontrol teratur. Pada pasien ini tidak didapatkan riwayat penyakit yang
sama dengan keluarga pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : TD : 100/70. N : 90 x permenit isi dan tekanan
cukup. RR : 20 x per menit. T=36,5 C. Facies cooley tidak ada. Conjunctiva palpebra
pucat ada. Sclera icteric ada. Hepar 1 jari bpx bac. Lien Schuffner V. Palmar pucat
ada. Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan Kesan : Anemia mikrositik
hipokrom, retikulositosis, trombositosis.hiperbilirubinemia (Bilirubin total: 22,1
mg/dL, Bilirubin direk : 5,5 mg/dL, Bilirubin indirek: 16,6 mg/dL). Ferritin serum :
2558 mg%. Pada pemeriksaan Rontgen Calvaria terdapat hair on air. Penegakkan
diagnosa Thallasemia beta didapatkan kadar hasil elektroforesa Hb. Hb A2 : 48,4 %.
Hb F : 35,6 %. Diagnosa banding Thallasemia beta intermedia dapat dibuktikan
dengan uji analisa DNA. Dipikirkan suatu kelainan hemoglobinopati Hb E yang
bersamaan dengan Thallassemia Beta minor yang diderita pasien karena nilai Hb A2
yang sangat meningkat. Karena itu, direncanakan pemeriksaan analisa DNA.
Pada anamnesa didapatkan adanya keluhan mata dan tubuh menguning sejak
2 bulan SMRS. Tubuh semakin kuning. Pasien mengeluh nyeri pada ulu ati. Rasa
40
nyeri seperti tertusuk-tusuk. Nyeri menjalar sampai ke belakang punggung. Mual ada,
muntah ada 1x, setengah gelas isi sisa olahan makanan.Nafsu makan turun. Os hanya
makan setengah porsi per kali makan. 3 x per hari. Demam tidak ada. BAK coklat
seperti teh. BAB tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
epigastrium (+) , murphy sign (+). Pada pemeriksaan penunjang Laboratorium
didapatkan bilirubin total 22,1 mg/dL, bilirubin direk 5,5 mg/dL, bilirubin indirek
16,6 mg/dL, SGOT 107 U/L, SGPT 148 U/L, Retikulosit 2,8%, LDH 641 U/L. Icterik
pada pasien ini dipikirkan sebagai akibat dari proses hemolitik pada penderita
Thalassemia yang diperberat dengan keadaan kolelitiasis atau suatu kolesistitis. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan alkali phosphatase 92 U/L, Gamma GT 105
U/L, Protein total 7,2 g/dL, Serum Iron 62 ug/dL, TIBC 228 ug/dL, Ferritin
2553ng/mL. Pada pemeriksaan USG didapatkan kolelitiasis multipel tanpa obstruktif
biliaris dan splenomegali Pada hasil pemeriksaan tersebut dapat dipikirkan suatu
icterus e.c prehepatik e.c anemia hemolitik e.c Thallasemia.
Meskipun terapi transfusi adalah kausa utama terjadinya kelebihan besi pada
Thallassemia yang berbantung pada transfusi, transfusi sekali pada Thallasemia yang
tidak bergantung pada transfusi menyumbang peran yang lebih sedikit pada status
16
kelebihan besi.14 8 Sama halnya dengan Thalasemia yang bergantung pada
transfusi, kelebihan besi pada thalasemia yang tidak bergantung pada transfusi
diterapi dengan terapi kelasi besi yang diindikasikan bila konsentrasi besi melewati
ambang batas yang berakibat meningkatnya komplikasi dari kelebihan besi. Ambang
batas ini mencakup angka Liver Iron Concentration ≥ 5 mg/g , Feritin serum ≥ 800
7
ng/mL pada pasien yang berusia > 10 tahun ( atau 15 tahun pada penyakit Hb H).
Kelebihan besi muncul di saat asupan besi meningkat secara menetap pada suatu
periode, sebagai respon dari transfusi sel darah merah atau meningkatnya absorpsi
besi pada traktus gastrointestinal. Kedua hal ini dijumpai pada Thalasemia, dengan
transfusi pada thalasemia yang bergantung pada transfusi pada thalasemia mayor
dan penyerapan besi pada traktus gastrointestinal pada Thalasemia yang tidak
41
bergantung pada transfusi Di saat keadaan transfusi teratur pada Thalasemia mayor
sebagai kausa kelebihan besi karena tubuh kekurangan mekanisme untuk
mengekskresikan kelebihan besi, Akumulasi besi toksik untuk banyak organ,
menyebabkan kegagalan jantung, sirosis, kanker hati, retardasi perkembangan dan
abnormalitas fungsi endokrin multipel. 14
Pada anamnesa didapatkan adanya keluhan mata dan tubuh menguning sejak
2 bulan SMRS. Tubuh semakin kuning. Pasien mengeluh nyeri pada ulu ati. Rasa
nyeri seperti tertusuk-tusuk. Nyeri menjalar sampai ke belakang punggung. Mual ada,
muntah ada 1x, setengah gelas isi sisa olahan makanan. Nafsu makan turun. Os
hanya makan setengah porsi per kali makan. 3 x per hari. Demam tidak ada. BAK
coklat seperti teh. BAB tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri
tekan epigastrium (+) , murphy sign (+). Pada pemeriksaan penunjang Laboratorium
didapatkan bilirubin total 22,1 mg/dL, bilirubin direk 5,5 mg/dL, bilirubin indirek
16,6 mg/dL, SGOT 107 U/L, SGPT 148 U/L, Retikulosit 2,8%, LDH 641 U/L. Icterik
pada pasien ini dipikirkan sebagai akibat dari proses hemolitik pada penderita
Thalassemia yang diperberat dengan keadaan kolelitiasis atau suatu kolesistitis. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan alkali phosphatase 92 U/L, Gamma GT 105
U/L, Protein total 7,2 g/dL, Serum Iron 62 ug/dL, TIBC 228ug/dL, Ferritin
2553ng/mL. Pada pemeriksaan USG didapatkan kolelitiasis multipel tanpa obstruktif
biliaris dan splenomegali Pada hasil pemeriksaan tersebut dapat dipikirkan suatu
icterus e.c prehepatik e.c Thallasemia.
Pemantauan klinis dan hematologi Transfusi Darah pada Penderita
8
Thalassemia Intermedia. Transfusi darah pada penderita thalassemia intermedia
diberikan atas indikasi, sebagai berikut : Gangguan pertumbuhan, kondisi stres
sementara : kehamilan, infeksi, manifestasi klinis anemia, gagal jantung kongestif,
ulkus tungkai
Pemantauan Besi pada Penderita Thalassemia Intermedia:
. Setiap transfusi: rata rata asupan besi
. Setiap 3 bulan: dosis kelasi dan frekuensi, fungsi hati, feritin serial
42
kelasi besi adalah menyeimbangkan keuntungan terapi besi dengan efek yang tidak
diinginkan dari kelebihan kelasi besi. Penyesuaian dosis penting dilakukan untuk
menghindari efek kelasi besi yang berlebihan, yaitu serum besi yang terlalu turun.
Tantangan kedua terapi kelasi adalah untuk mencapai keteraturan regimen terapi pada
sepanjang hidup penderita , karena penghentian terapi walau pada waktu pendek
dapat mengakibatkan efek yang merusak. Pada saat kenyamanan dan tolerabilitas
individual terhadap kelator sangatlah penting dalam mencapai tujuan ini. Faktor-
faktor lain seperti efek psikologis, keluarga dan dukungan institusi juga berakibatkan
pada akibat dan keluaran. 12
(Exjade@) 30 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang tinggi
(Ferriprox@)
45
yang dilakukan pada daerah endemis malaria harus dipersiapkan dengan baik dan
melakukan perawatan paska operasi splenektomi yang benar karena apabila pasien
terinfeksi dengan malaria maka perjalanan penyakitnya akan lebih berat.
trombositopenia. Ini hanya dikerjakan apabila terdapat kontra indikasi absolut pada
tindakan splenektomi.
Pada gambaran darah pasien paska splenektomi ditandai oleh adanya Howell
jolly bodies, netrofilia, basofilia, limfositosis, monositosis, dan trombositosis.
Peningkatan jumlah trombosit ini akan menyebabkan komplikasi tromboembolik
terutama pada pasien tua dan pasien dengan imobilisasi yang lama. Kejadian
tromboembolik ini lebih sedikit pada tindakan parsial splenektomi.18
Pada pasien ini didapatkan keluhan utama badan lemas bertambah 2 hari
SMRS Pasien merasa lemas, pandangan berkunang-kunang ada, rasa sempoyongan
ada . Riwayat Thalasemia beta minor 40 tahun yang lalu dengan tidak kontrol teratur.
Pada pasien ini tidak didapatkan riwayat penyakit yang sama dengan keluarga pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : TD : 100/70. N : 90 x permenit isi dan tekanan
cukup. RR : 20 x per menit. T=36,5 C. Facies cooley tidak ada. Conjunctiva palpebra
pucat ada. Sclera icteric ada. Hepar 1 jari bpx bac. Lien Schuffner V. Palmar pucat
ada. Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan Kesan : Anemia mikrositik
hipokrom, retikulositosis, trombositosis.hiperbilirubinemia (Bilirubin total: 22,1
mg/dL, Bilirubin direk : 5,5 mg/dL, Bilirubin indirek: 16,6 mg/dL). Ferritin serum :
2558 mg%. Penegakkan diagnosa Thallasemia beta didapatkan kadar hasil
elektroforesa Hb. Hb A2 : 48,4 %. Hb F : 35,6 %. Diagnosa banding Thallasemia beta
intermedia dapat dibuktikan dengan uji analisa DNA. Dipikirkan suatu kelainan
hemoglobinopati Hb E yang bersamaan dengan Thallassemia Beta minor yang
50
diderita pasien karena nilai Hb A2 yang sangat meningkat. Karena itu, direncanakan
pemeriksaan analisa DNA.
Pada anamnesa didapatkan adanya keluhan mata dan tubuh menguning sejak
2 bulan SMRS. Tubuh semakin kuning. Pasien mengeluh nyeri pada ulu ati. Rasa
nyeri seperti tertusuk-tusuk. Nyeri menjalar sampai ke belakang punggung. Mual ada,
muntah ada 1x, setengah gelas isi sisa olahan makanan.. Nafsu makan turun. Os
hanya makan setengah porsi per kali makan. 3 x per hari. Demam tidak ada. BAK
coklat seperti teh. BAB tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri
tekan epigastrium (+) , murphy sign (+). Pada pemeriksaan penunjang Laboratorium
didapatkan bilirubin total 22,1 mg/dL, bilirubin direk 5,5 mg/dL, bilirubin indirek
16,6 mg/dL, SGOT 107 U/L, SGPT 148 U/L, Retikulosit 2,8%, LDH 641 U/L. Icterik
pada pasien ini dipikirkan sebagai akibat dari proses hemolitik pada penderita
Thalassemia yang diperberat dengan keadaan kolelitiasis atau suatu kolesistitis. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan alkali phosphatase 92 U/L, Gamma GT 105
U/L, Protein total 7,2 g/dL, Serum Iron 62 ug/dL, TIBC 228ug/dL, Ferritin
2553ng/mL. Pada pemeriksaan USG didapatkan kolelitiasis multipel tanpa obstruktif
biliaris dan splenomegali Pada hasil pemeriksaan tersebut dapat dipikirkan suatu
icterus e.c prehepatik e.c Thallasemia.
Pada pasien ini didapatkan kadar feritin darah 2558 mg% ( melebihi ambang
batas Feritin serum ≥ 800 ng/mL pada pasien yang berusia > 10 tahun). Menandakan
suatu iron overload yang dipikirkan dapat mengendap di sejumlah organ. Pada
pemantauan yang telah dilakukan pada pasien ini telah terjadi komplikasi ke
kandung empedu (pada USG didapatkan kolelitiasis multipel) yang dipikirkan suatu
akibat dari penumpukkan pigmen hemosiderin akibat pemecahan eritrosit yang
berlebihan. Hal ini dapat terjadi karena proses turn over sel darah merah yang sangat
tinggi. Ditandai dengan peningkatan LDH (641 U/L). Dipertimbangkan tindakan
kolesistektomi pada pasien kolelitiasis multipel pada pasien.
Pada pasien ini didapatkan hiperurisemia ( 10,7 mg/dL ) sebagai akibat
penghancuran sel darah merah yang terus menerus ( hemolisis). Pada penatalaksanaan
51