Anda di halaman 1dari 21

31

BAB III
ANALISIS KASUS

Untuk menegakkan diagnosis thalassemia diperlukan langkah pendekatan


diagnosis. Riwayat penderita dan keluarga sangat penting dalam mendiagnosis
thalassemia, karena pada populasi dengan ras dan etnik tertentu terdapat frekuensi
yang tinggi jenis gen abnormal thalassemia yang spesifik. Pemeriksaan fisik
mengarahkan ke diagnosis thalassemia, bila dijumpai gejala dan tanda pucat yang
menunjukkan anemia, ikterus yang menunjukkan hemolitik, splenomegali yang
menunjukkan adanya penumpukan (pooling) sel abnormal, dan deformitas skeletal,
terutama pada thalassemia-β, yang menunjukkan ekpansi rongga sumsum tulang,
pada thalassemia mayor. 8
Penderita sindrom talassemia umumnya menunjukkan anemia mikrositik
hipokrom. Kadar hemoglobin dan hematokrit menurun, tetapi hitung jenis eritrosit
biasanya secara disproporsi relatif tinggi terhadap derajat anemia, yang menyebabkan
MCV yang sangat rendah. MCHC biasanya sedikit menurun. Pada thalassemia mayor
yang tidak diobati, relative distribution width (RDW) meningkat karena anisositosis
yang nyata. Namun, pada thalassemia minor RDW biasanya normal; hal ini
membedakannya dengan anemia defisiensi besi. Pada pewarnaan Wright eritrosit
khas mikrositik dan hipokrom, kecuali pada fenotip pembawa sifat tersembunyi. Pada
thalassemia-β heterozigot dan HbH disease, eritrosit mikrositik dengan poikilositosis
ringan sampai dengan menengah. Pada thalassemia-α0 heterozigot terdapat mikrositik
dan hipokrom ringan, tetapi kurang poikilositosis. Pada thalassemia-β homozigot dan
heterozigot berganda, dapat ditemukan poikilositosis yang ekstrim, termasuk sel
target dan eliptosit, dan juga polikromasia, basophillic stippling, dan RBC. Hitung
retikulosit meningkat, menunjukkan sumsum tulang merespons proses hemolitik.
Pada HbH Disease, hitung retikulosit dapat mencapai 10%. Pada thalassemia-β
homozigot hitung retikulosit kurang lebih 5%; hal ini secara tidak proporsional relatif
32

rendah terhadap derajat anemia. Penyebabnya paling mungkin akibat eritropoiesis


inefektif.5
Sumsum tulang penderita thalassemia-β yang tidak diobati menunjukkan
hiperselularitas yang nyata dengan hiperplasia eritroid yang ekstrim. Hemopoiesis
ekstramedula terlihat menonjol. Namun HbH disease kurang menunjukkan
hiperplasia eritroid. Sementara itu,thalassemia heterozigot hanya menunjukkan
hiperplasia eritroid ringan. Eritrosit thalassemia yang mikrositik hipokrom memiliki
fragilitas osmotik yang menurun. Hal ini digunakan sebagai dasar dari variasi one-
tube tes fragilitas osmotik sebagai uji tapis pembawa sifat thalassemia pada populasi
di mana thalassemia sering dijumpai. Namun, tes ini tidak dapat membedakannya
dengan anemia defisiensi besi, karena pada pada anemia defisiensi besi ditemukan
fragilitas osmotik yang menurun. 8
Elektroforesis dengan selulosa asetat pada pH basa penting untuk menapis
diagnosis hemoglobin H, Bart's, Constrant Spring, Lepore, dan variasi lainnya. HbH
dan Bart's cepat bergerak pada selulosa asetat pada pH basa tetapi pada pH asam
hanya mereka merupakan hemoglobin yang bermigrasi ke kutub anoda. Peningkatan
HbA, dengan elektroforesis hemoglobin dapat dilakukan pada uji tapis thalassemia-p
minor yang diukur dengan menggunakan mikrohematografi. Nilai HbA, Peningkatan
HbF yang ditemukan pada thalassemia-β, dan varian thalassemia-α lainnya dapat
dideteksi juga dengan elektroforesis.8

Tabel 1. Tipe Hemoglobin Thallassemia9


33

Tabel 2. Jumlah Hemoglobin Thallassemia 10

Varian kombinasi antara Hb E dan B thallassemia adalah akibat pewarisan alel


genetik salah satu orang tua dengan alel B Thallassemia dan HB E dari orang tua
yang lain. Hemoglobin E adalah hasil subtitusi asam amino Guanin menjadi alanin
pada kromosom ke 26 pada gen rantai Beta yang mempoduksi Hb abnormal.11

Prosedur khusus lainnya seperti tes rantai globin dan analisis DNA dikerjakan
untuk mengidentifikasi genotip spesifik. Uji ini dapat dilakukan untuk tujuan
penelitian, untuk membedakan thalassemia- α carrier dari thalassemia-β carrier, untuk
mengidentifikasi gen pembawa sifat tersembunyi, atau melihat pola pewarisan
keluarga dengan gen yang banyak.8

Klasifikasi Thalasemia8
Jenis-jenis thalasemia.
1. Thalasemia alfa.
34

Mempengaruhi produksi rantai globin α. Rantai α globin dikodekan oleh dua gen
yang terkait erat pada kromosom 16.
a. Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier. Tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan
fungsi normal
b. Delesi pada dua rantai alfa
Adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2
dan peningkatan dari HbH.
c. Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai penyakit HbH . Disertai dengan anemia hipokromik mikrositer.
Banyak terbentuk HbH.
d. Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran
hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Bila dilakukan pemeriksaan
didapatkan kadar Hb adalah 80-90% HbBarts.

 Thalasemia alfa mayor.


• Terjadi pada bayi sejak dalam kandungan.
• Terjadi apabila seseorang tidak punya gen perintah produksi protein globin
anemia parah dan penyakit jantung.
 Thalasemia alfa minor.
• Termasuk ke dalam thalasemia ringan.
• Tidak menyebabkan gangguan pada fungsi kesehatan lain.
• Dialami oleh wanita yang mengalami anemia ringan.
• Akan diwariskan kepada keturunan.

2. Thalasemia beta
Thalasemia disebabkan oleh kesalahan genetik atau mutasi yang terjadi pada
kromosom tubuh dari lahir, pada kromosom 11. Merupakan thalasemia yang paling
35

parah. Penderita akan mengalami sakit selama 1-2 tahun. Disebut juga dengan coolys
anemia. Mempengaruhi produksi rantai globin β. Rantai globin β dikodekan oleh gen
tunggal pada kromosom 11, bentuknya diatur oleh locus control region (LCR).
1. Thalasemia beta mayor
Kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin.
Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
Penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita
mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang
mengecil (mikrositer)
2. Thalasemia beta intermedia
Kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta
globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat
mutasi gen yang terjadi.
3. Thalasemia beta minor
Penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin
mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil
(mikrositer). Mutasi pada salah satu dari 2 gen β, kadar hemoglobin normal, tidak
memerlukan transfusi darah, pada wanita hamil, terkadang butuh transfusi, ukuran sel
darah mengecil, pemberian zat besi perlu diawasi.

Gejala 8
Thalasemia merupakan salah satu dari penyakit gangguan pembentukan
hemoglobin yang akan memberikan gejala: anemia, lesu, kurang nafsu makan, wajah
pucat, imunitas kurang, nilai eritrosit abnormal, hemolisis berlebihan, pembesaran
limpa, mengalami kerapuhan tulang atau penipisan tulang, jantung bekerja lebih
keras, dan Fascies cooley’s (ciri khas thalassemia mayor, yakni batang hidung masuk
ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras
untuk mengatasi kekurangan hemoglobin).
36

Diagnosis thalassemia intermedia mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik


dan laboratorium, seperti diuraikan di bawah ini, yang dikutip dari Panduan
Penatalakasanaan Thalassemia Intermedia Perhimpunan Hematologi & Transfusi
Darah Indonesia (PHTDI) Juli 2008.12, 13

1. Anamnesis

- Usia tersering >1,8-67 tahun (dapat terjadi pada usia2-18tahun)

- Adanya tanda dan gejala anemia dengan atau tanpa riwayat

- Splenomegali

- Batu empedu

- Trombosis (DVT , stroke, fetal loss syndrome APS)

- Kardiomiopati

- Hemopoiesis ekstramedular

- Penyakit hati kronik

- Ulkus maleolar

- Kelainan endokrin /diabetes melitus

2. Pemeriksaan Fisik

- Facies Thalassemia

- Pucat,

- Ikterik +/-

- Hepatosplenomegali sedang-berat

- Gangguan pertumbuhan tulang +/-

3. Laboratorium
37

- Darah tepi lengkap

- Hemoglobin

- Hematokrit

- Retikulosit

- Sediaan apus darah tepi : anemia mikrositer, hipokrom, anisositosis, poikilositosis,


sel eritrosit muda (normoblast), fragmentosit, sel target.

- Indeks eritrosit (MCV MCH, MCHC, RDW) bila tidak ada cell counter, lakukan uji
resistensi osmotik 1 tabung (fragilitas)

. Analisis hemoglobin:

- Elektroforesis Hemoglobin

- Hb varian kualitalif (elektroforesis celluloseacetat membrane)

- HbA2 kuantitatif (metoda mikrokolom)

- HbF (alkali denaturasi modifikasi Betke 2 menit)

- HbH inclusion bodies (pewarnaan supravital/retikulosit)

Atau

- Metoda HPLC (Beta short variant Biorad): analisis kualitatif dan kuantitatif

4. Radio imajing (tentative)

- MRI : untuk melihat hematopoisis ekstramedular

- MRI T2* : untuk melihat iron overload pada jantung

5. Pemeriksaan Komplikasi Penyakit Thalassemia

- Splenomegali Pemeriksaan fisik atau USG


38

- Kolelitiasis: USG / CT scan

- Hemopoiesis ekstramedular: Foto rontgen (X ray)

- Kelainan tulang: X ray /MRI

- Trombosis (DVT, Stroke, APS): USG duplex, angiografi, hemostasis

- Kelainan jantung : Eko kardiografi atau T2* MRI

- Kelainan hati: LIC/Liver lron Concentration (biopsi atau T2* MRI)

Penderita thalassemia dewasa diawali dengan penentuan kadar hemoglobin dan


adanya pansitopenia (penurunan Hb progresif <7 g/dl,leukopeni < 3000/ ul
trombositopeni < 80.000/ ul) yang menunjukkan adanya hipersplenisme.
Berdasarkan kadar hemoglobin (7 - 9 gr/dL), ditentukan langkah penatalaksanaan
selanjutnya, yaitu :
1. Hb < 7 grldl Disertai dengan Splenomegali Masif:
Pada kondisi ini splenektomi merupakan pilihan.
Imunoprofilaksis pra splenektomi merupakan keharusan, mencakup:
. vaksinasi anti meningococus
. vaksinasi anti hemophilus influensa
. Pasca splenektomi diberikan antibiotika profilaksis antibiotik (penisilin oral)
Hipersplenisme : Pada keadaan ini splenektomi merupakan pilihan pengobatan.
3. Pasca splenektomi bila Hb < 7 gr :
Pada keadaan ini penanganan komplikasi merupakan keharusan, mencakup:
- batu empedu: kolesistektomi
- infeksi: antibiotika
- hiperurikemia / Gout: allopurinol
- aterogenesis: pemantauan lanjut sesuai tatalaksana aterogenesis
- ulkus tungkai: perawatan luka
- diabetes melitus: sesuai dengan tatalaksana diabetes melitus
39

- hiperkoagulasi dan trombosis: antiagregasi trombosit dan antikoagulan oral


- osteoporosis:bisfosfonat,dll
- kelainan hati: obat antivirus
- iskemia serebral:terapi sesuai dengan tatalaksana baku
- eritropoeisis heterotropik:hidroksiurea
- hemokromatosis: terapi kelasi besi
4. Pasca splenektomi bila Hb > 7 gr o/o
Pada kondisi ini transfusi darah merah pekat .
Hb < 7grldl Tanpa Splenomegali

Pada pasien ini, perempuan usia 44 tahun didapatkan keluhan utama badan
lemas bertambah 2 hari SMRS Pasien merasa lemas, pandangan berkunang-kunang
ada, rasa sempoyongan ada . Riwayat Thalasemia beta minor sejak usia 6 tahun
dengan tidak kontrol teratur. Pada pasien ini tidak didapatkan riwayat penyakit yang
sama dengan keluarga pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : TD : 100/70. N : 90 x permenit isi dan tekanan
cukup. RR : 20 x per menit. T=36,5 C. Facies cooley tidak ada. Conjunctiva palpebra
pucat ada. Sclera icteric ada. Hepar 1 jari bpx bac. Lien Schuffner V. Palmar pucat
ada. Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan Kesan : Anemia mikrositik
hipokrom, retikulositosis, trombositosis.hiperbilirubinemia (Bilirubin total: 22,1
mg/dL, Bilirubin direk : 5,5 mg/dL, Bilirubin indirek: 16,6 mg/dL). Ferritin serum :
2558 mg%. Pada pemeriksaan Rontgen Calvaria terdapat hair on air. Penegakkan
diagnosa Thallasemia beta didapatkan kadar hasil elektroforesa Hb. Hb A2 : 48,4 %.
Hb F : 35,6 %. Diagnosa banding Thallasemia beta intermedia dapat dibuktikan
dengan uji analisa DNA. Dipikirkan suatu kelainan hemoglobinopati Hb E yang
bersamaan dengan Thallassemia Beta minor yang diderita pasien karena nilai Hb A2
yang sangat meningkat. Karena itu, direncanakan pemeriksaan analisa DNA.
Pada anamnesa didapatkan adanya keluhan mata dan tubuh menguning sejak
2 bulan SMRS. Tubuh semakin kuning. Pasien mengeluh nyeri pada ulu ati. Rasa
40

nyeri seperti tertusuk-tusuk. Nyeri menjalar sampai ke belakang punggung. Mual ada,
muntah ada 1x, setengah gelas isi sisa olahan makanan.Nafsu makan turun. Os hanya
makan setengah porsi per kali makan. 3 x per hari. Demam tidak ada. BAK coklat
seperti teh. BAB tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
epigastrium (+) , murphy sign (+). Pada pemeriksaan penunjang Laboratorium
didapatkan bilirubin total 22,1 mg/dL, bilirubin direk 5,5 mg/dL, bilirubin indirek
16,6 mg/dL, SGOT 107 U/L, SGPT 148 U/L, Retikulosit 2,8%, LDH 641 U/L. Icterik
pada pasien ini dipikirkan sebagai akibat dari proses hemolitik pada penderita
Thalassemia yang diperberat dengan keadaan kolelitiasis atau suatu kolesistitis. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan alkali phosphatase 92 U/L, Gamma GT 105
U/L, Protein total 7,2 g/dL, Serum Iron 62 ug/dL, TIBC 228 ug/dL, Ferritin
2553ng/mL. Pada pemeriksaan USG didapatkan kolelitiasis multipel tanpa obstruktif
biliaris dan splenomegali Pada hasil pemeriksaan tersebut dapat dipikirkan suatu
icterus e.c prehepatik e.c anemia hemolitik e.c Thallasemia.

Meskipun terapi transfusi adalah kausa utama terjadinya kelebihan besi pada
Thallassemia yang berbantung pada transfusi, transfusi sekali pada Thallasemia yang
tidak bergantung pada transfusi menyumbang peran yang lebih sedikit pada status
16
kelebihan besi.14 8 Sama halnya dengan Thalasemia yang bergantung pada
transfusi, kelebihan besi pada thalasemia yang tidak bergantung pada transfusi
diterapi dengan terapi kelasi besi yang diindikasikan bila konsentrasi besi melewati
ambang batas yang berakibat meningkatnya komplikasi dari kelebihan besi. Ambang
batas ini mencakup angka Liver Iron Concentration ≥ 5 mg/g , Feritin serum ≥ 800
7
ng/mL pada pasien yang berusia > 10 tahun ( atau 15 tahun pada penyakit Hb H).
Kelebihan besi muncul di saat asupan besi meningkat secara menetap pada suatu
periode, sebagai respon dari transfusi sel darah merah atau meningkatnya absorpsi
besi pada traktus gastrointestinal. Kedua hal ini dijumpai pada Thalasemia, dengan
transfusi pada thalasemia yang bergantung pada transfusi pada thalasemia mayor
dan penyerapan besi pada traktus gastrointestinal pada Thalasemia yang tidak
41

bergantung pada transfusi Di saat keadaan transfusi teratur pada Thalasemia mayor
sebagai kausa kelebihan besi karena tubuh kekurangan mekanisme untuk
mengekskresikan kelebihan besi, Akumulasi besi toksik untuk banyak organ,
menyebabkan kegagalan jantung, sirosis, kanker hati, retardasi perkembangan dan
abnormalitas fungsi endokrin multipel. 14
Pada anamnesa didapatkan adanya keluhan mata dan tubuh menguning sejak
2 bulan SMRS. Tubuh semakin kuning. Pasien mengeluh nyeri pada ulu ati. Rasa
nyeri seperti tertusuk-tusuk. Nyeri menjalar sampai ke belakang punggung. Mual ada,
muntah ada 1x, setengah gelas isi sisa olahan makanan. Nafsu makan turun. Os
hanya makan setengah porsi per kali makan. 3 x per hari. Demam tidak ada. BAK
coklat seperti teh. BAB tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri
tekan epigastrium (+) , murphy sign (+). Pada pemeriksaan penunjang Laboratorium
didapatkan bilirubin total 22,1 mg/dL, bilirubin direk 5,5 mg/dL, bilirubin indirek
16,6 mg/dL, SGOT 107 U/L, SGPT 148 U/L, Retikulosit 2,8%, LDH 641 U/L. Icterik
pada pasien ini dipikirkan sebagai akibat dari proses hemolitik pada penderita
Thalassemia yang diperberat dengan keadaan kolelitiasis atau suatu kolesistitis. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan alkali phosphatase 92 U/L, Gamma GT 105
U/L, Protein total 7,2 g/dL, Serum Iron 62 ug/dL, TIBC 228ug/dL, Ferritin
2553ng/mL. Pada pemeriksaan USG didapatkan kolelitiasis multipel tanpa obstruktif
biliaris dan splenomegali Pada hasil pemeriksaan tersebut dapat dipikirkan suatu
icterus e.c prehepatik e.c Thallasemia.
Pemantauan klinis dan hematologi Transfusi Darah pada Penderita
8
Thalassemia Intermedia. Transfusi darah pada penderita thalassemia intermedia
diberikan atas indikasi, sebagai berikut : Gangguan pertumbuhan, kondisi stres
sementara : kehamilan, infeksi, manifestasi klinis anemia, gagal jantung kongestif,
ulkus tungkai
Pemantauan Besi pada Penderita Thalassemia Intermedia:
. Setiap transfusi: rata rata asupan besi
. Setiap 3 bulan: dosis kelasi dan frekuensi, fungsi hati, feritin serial
42

. Setiap 6 bulan (pada anak): pertumbuhan dan perkembangan seksual


. Setiap tahun: muatan besi hati, fungsi jantung (ekokardiografi), M RI jantung T2*,
fungsi hati, ferritin serial.

Gambar 1 Metabolisme besi bebas dalam tubuh15

Hepsidin adalah protein inflamasi yang bertanggung jawab untuk mengatur


masuknya besi ke dalam tubuh , menyingkirkan besi dari sirkulasi dan
mengkondisikan besi untuk dimasukkan ke dalam makrofag dan sel- sel hati. Hal ini
juga menurunkan absorpsi besi di usus.14 Pada keadaan rendahnya kadar hepsidin
pada darah pada keadaan NTDT, kelebihan besi diserap di usus dengan meningkatnya
pemindahan dari sistem retikuloendotelial. Hasil akhirnya adalah peningkatan kadar
besi bebas secara drastis dalam sirkulasi, yang memicu terjadinya kerusakan oksidatif
yang berujung pada kerusakan organ. 15
43

Gambar 2 Proses hemosiderosis akibat transfusi dan penyerapan besi di usus5


Distribusi dan konsekuensi kelebihan besi karena transfusi. Absensi kelebihan
besi, ambilan besi ke dalam sel dikontrol oleh interaksi transferin dan reseptornya,
terutama pada prekursor sel darah merah., hepatosit dan sel-sel yang aktif membelah.
Pada keadaan kelebihan besi, transferin menjadi tersaturasi dan spesimen besi yang
tidak berikatan dengan transferin menjadi berada pada plasma dinamakan besi plasma
yang tidak terikat transferin. (plasma non transferrin bound iron, or NTBI). Distribusi
ambilan NTBI secara fundamental berbeda dengan ambilan transferin ke sel, hal ini
berkaitan dengan kanal kalsium. Kerusakan organ pada kelebihan besi merefleksikan
pola ambilan besi dari NTBI. Sebagian jaringan terpisah dengan mekanisme
kelebihan besi ini seperti otot rangka. Tetapi jaringan-jaringan lain, seperti otot
jantung, jaringan endokrin dan hepatosit mengikat besi secara cepat. Besi ini
kemudian disimpan dalam bentuk feritin dan hemosiderin yang dapat dilihat pada
MRI. Kelebihan besi pada miokardium mengindikasi terjadinya gagal jantung kaena
kardiomiopati pada pasien yang tidak mendapat terapi kelasi besi segera pada dekade
kedua kehidupan7
Terapi kelasi besi bertujuan untuk mengimbangi akumulasi besi dari transfusi
darah dengan meningkatkan ekskresi besi di urine dan faeces. Jika kelasi besi
terlambat atau tidak adekuat, tubuh tertantang untuk melakukan ekskresi yang cukup.
Besi diperuntukan untuk fungsi fisiologis yang esensial, kunci tantangan pada terapi
44

kelasi besi adalah menyeimbangkan keuntungan terapi besi dengan efek yang tidak
diinginkan dari kelebihan kelasi besi. Penyesuaian dosis penting dilakukan untuk
menghindari efek kelasi besi yang berlebihan, yaitu serum besi yang terlalu turun.
Tantangan kedua terapi kelasi adalah untuk mencapai keteraturan regimen terapi pada
sepanjang hidup penderita , karena penghentian terapi walau pada waktu pendek
dapat mengakibatkan efek yang merusak. Pada saat kenyamanan dan tolerabilitas
individual terhadap kelator sangatlah penting dalam mencapai tujuan ini. Faktor-
faktor lain seperti efek psikologis, keluarga dan dukungan institusi juga berakibatkan
pada akibat dan keluaran. 12

Untuk pengobatan Muatan Berlebih Besi5, 16,17


Ada beberapa pilihan obat yang direkomendasikan untuk terapi kelasi :
Deferasirox Dosis awal 20 mg/kg/hari pada pasien yang cukup sering mengalami
transfusi

(Exjade@) 30 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang tinggi

10-15 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang


rendah

DFO 20-40 mg/kg (anak-anak), < 50-60 mg/kg (dewasa).

(Desferal@) Pada pasien anak < 3 tahun, direkomendasikan untuk mengurangi


dosis dan melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tulang 75 mg/kg/hari. Dapat dikombinasikan dengan
DFO bila DFO sebagai tidak efektif.

Deferiprone 75 mg/kg/hari. Dapat dikombinasikan dengan DFO bila DFO sebagai


tidak efektif.

(Ferriprox@)
45

Didapatkan kadar Ferritin 2553ng/mL Pasien diberikan obat kelator besi


dengan tujuan mengikat besi di sirkulasi sehingga tidak mengendap di organ dalam
manusia, sehingga terjadi kelainan organ-organ tersebut. Diberikan preparat
Deferipon 3x 1500 mg ( BB : 63 Kg). Dilakukan pemantauan kadar asupan besi
setiap kali transfusi. Dilakukan pemeriksaan echocardiografi didapatkan fungsi
jantung yang masih normal, ( EF : 61%, ukuran jantung masih normal, tidak ada
penumpukkan besi yang terlihat pada echocardiografi). Direncanakan untuk
pemeriksaan MRI T2, dan pemantauan Echokardiografi setiap tahun.

Hipersplenisme adalah suatu keadaan dimana terdapat pansitopenia (anemia,


leukopenia dan trombositopenia), sumsum tulang normal atau hiper selular, terdapat
pembesaran limpa (splenomegali) dan terdapat perbaikan klinis setelah dilakukan
pengangkatan limpa. Splenomegali dapat disebabkan oleh kongesti vaskular akibat
peningkatan tekanan vena, histiofagositik hiperplasia, infiltrasi selular yang lain atau
karena adanya sel darah merah yang tidak normal seperti sel sabit atau sel darah
merah yang dilapisis antibodi pada anemla hemolitik autoimun yang tidak dapat
difagosit oleh sel-sel mononuklear seperti pada limpa yang normal. Sitopenia ini
tidak dapat dikoreksi dengan perbaikan dari hipertensi portal. Splenomegali dapat
disebabkan oleh kongesti seperti pada hipertensi porta atau oleh infiltrasi selular pada
leukemia, hemopoisis ekstramedular, atau amiloidosis. Sedangkan penyakit Gaucher
dan mielofibrosis, splenomegali dihubungkan dengan adanya sekuestrasl hipersplenik
dari sel normal. Berdasarkan patogenesis terjadinya hipersplenisme maka etiologi
splenomegali pada hipersplenisme dapat dikelompokkan dalam 6 kategori yaitu
akibat kongesti, kelainan imunologik akibat infeksi baik karena virus, bakteri, jamur
maupun parasit, karena adanya inflamasi/autoimun, kelainan infiltratif adanya
hemolisis ataupun karena iatrogenik. Pada penyakit- penyakit tertentu akan terjadi
pembesaran limpa yang masif. Terapi hipersplenisme sangat berhubungan dengan
patogenesis terjadinya hipersplenisme tersebut.Keputusan untuk mengambil tindakan
harus betul-betul diperhitungkan untung ruginya, misalnya tindakan splenektomi
46

yang dilakukan pada daerah endemis malaria harus dipersiapkan dengan baik dan
melakukan perawatan paska operasi splenektomi yang benar karena apabila pasien
terinfeksi dengan malaria maka perjalanan penyakitnya akan lebih berat.

Indikasi splenektomi sebagai prosedur emergensi adalah trauma abdomen dan


adanya tanda-tanda robekan pada limpa. Splenektomi juga diindikasikan pada
splenomegali yang menyebabkan nyeri pada perut kiri atas. Splenektomi juga
diindikasikan sebagai terapi pada sitopenia yang fungsional. Ada laporan kasus
dimana melaporkan terdapat perbaikan sitopenia sampai ke nilai normal dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu setelah tindakan splenektomi; sedangkan
laporan kasus yang lain melaporkan tidak ada perbaikan sitopenia setelah tindakan
splenektomi. Transplantasi hati ortotopik memperbaiki sitopenia pada banyak pasien
sirosis hepatis.

Splenektomi parsial dikerjakan untuk mengurangi risiko trombositosis setelah


tindakan splenektomi dan kejadian sepsis yang berat akibat tidak adanya fungsi
filtrasi dari limpa. Bagaimanapun derajat trombositosis paska splenektomi akan
berkurang dengan bertambahnya waktu paska splenektomi. Pengecilan limpa dapat
juga dilakukan dengan ligasi beberapa arteri lienalis atau dengan melakukan
embolisasi arteri lienalis dengan partikel - partikel gelfoam. Tindakan embolisasi ini
menyebabkan terjadinya infark pada limpa sehingga mengurangi aktifitas dari limpa
tersebut. Embolisasi arterial ini dapat dilakukan secara perkutaneus atau intravaskular
tetapi pasien harus diawasi ketat sampai beberapa hari sampai dan beberapa minggu
untuk mendeteksi tanda-tanda akut intraabdomen akibat cedera limpa karena infark.
Tindakan embolisasi arterial pada anak-anak dengan trombositopenia rekuren
memperbaiki jumlah trombosit pada 70% pasien.mengurangi nyeri perut.18

Terapi radiasi pada pembesaran limpa hanya digunakan secara terbatas.


Tindakan radiasi limpa digunakan pada kasus sitopenia yang berat terutama
47

trombositopenia. Ini hanya dikerjakan apabila terdapat kontra indikasi absolut pada
tindakan splenektomi.

Pada gambaran darah pasien paska splenektomi ditandai oleh adanya Howell
jolly bodies, netrofilia, basofilia, limfositosis, monositosis, dan trombositosis.
Peningkatan jumlah trombosit ini akan menyebabkan komplikasi tromboembolik
terutama pada pasien tua dan pasien dengan imobilisasi yang lama. Kejadian
tromboembolik ini lebih sedikit pada tindakan parsial splenektomi.18

Dipertimbangkan penatalaksanaan splenektomi parsial pada pasien bila dalam


pemantauannya terdapat hipersplenisme yang membuat penurunan Hb progresif <7
g/dl,leukopeni < 3000/ ul trombositopeni < 80.000/ ul).18

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat di


atas normal. Dapat terjadi karena peningkatan metabolisme asam urat (overproduksi),
penurunan pengeluaran asam urat urin atau gabungan keduanya. Batasan yang
dipakai adalah > 7 mg% pada laki-laki dan > 6% pada perempuan. Hiperurisemia
yang berkepanjangan dapat menyebabkan pirai atau penumpukan pada jaringan
ginjal. Untuk menilai apakah hiperurisemia tersebut merupakan overproduksi ataupun
penurunan ekskresi asam urat urin, perlu pemeriksaan lanjutan yaitu pemeriksaan
kadar asam urat urine 24 jam. Kadar asam urat urine 24 jam untuk pasien yang tidak
pantang purin adalah > 800 mg% dipikirkan suatu tanpa hiperekskresi asam urat.
Batasan overproduksi adalah > 1000 mg% pada kadar asam urat 24 jam 19.
Pada pasien ini didapatkan hiperurisemia ( 10,7 mg/dL ) dipikirkan sebagai
akibat penghancuran sel darah merah yang terus menerus ( hemolisis). Pada
penatalaksanaan diberikan Allopurinol untuk menghindari deposisi asam urat di
jaringan. Dan dilakukan pemantauan kadar asam urat serum setiap bulan untuk
pemantauan dosis. Perlu diperiksa pemeriksaan kadar asam urat urine 24 jam untuk
memastikan apakah kelainan ini merupakan akibat overproduksi ataupun
hiperekskresi asam urat di urine.
48

Tabel 3 Algoritme penentuan Diabetes Mellitus20

Dipikirkan suatu penumpukkan besi yang menyebabkan kelainan hormonal


seperti Diabetes Melitus ( prediabetes) setelah uji Gula Darah Puasa pasien yang
didapatkan pada tanggal 29 Januari 2017 adalah 118 mg%. Setelah dilakukan uji
tapis kedua ( Gula darah puasa dan 2 jam post prandial) didapatkan hasil yang
normal. Pada pasien ini direncanakan pemantauan gula darah puasa dan 2 jam post
prandial, Hb A1 C periodik ( 3 bulan sekali). Mengingat kecepatan membuat
diagnosa komplikasi akan menolong survival rate pasien.
Osteoporosis adalah kelainan skeletal sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang mudah fraktur. Osteoporosis dibagi 2
kelompok osteoporosis primer ( involusional) dan osteoporosis sekunder.
Osteoporosis primer tidak diketahui penyebabnya. Osteoporosis primer dibagi
menjadi 2 yaitu Osteoporosis pasca menopause ( tipe 1 ), osteoporosis tipe 2
( osteoporosis senilis). Sedangkan osteoporosis sekunder yang diketahui
penyebabnya. 21
49

Gambar 3 Klasifikasi BMD menurut WHO21


BMD : -2,3 pada vertebrae Lumbal 4. Kesan : Osteopenia vertebrae Lumbal 4
Hal ini dapat dipikirkan suatu proses penuaaan alamiah dan juga perlu dipikirkan
suatu hemopoeisis ekstrameduler di tulang-tulang. Direncanakan pemantauan berkala
BMD setiap tahun untuk memantau resiko osteoporosis. Diberikan terapi CaCO3 500
mg per 8 jam po dan Vit D 1 tab per 8 jam po .

Pada pasien ini didapatkan keluhan utama badan lemas bertambah 2 hari
SMRS Pasien merasa lemas, pandangan berkunang-kunang ada, rasa sempoyongan
ada . Riwayat Thalasemia beta minor 40 tahun yang lalu dengan tidak kontrol teratur.
Pada pasien ini tidak didapatkan riwayat penyakit yang sama dengan keluarga pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : TD : 100/70. N : 90 x permenit isi dan tekanan
cukup. RR : 20 x per menit. T=36,5 C. Facies cooley tidak ada. Conjunctiva palpebra
pucat ada. Sclera icteric ada. Hepar 1 jari bpx bac. Lien Schuffner V. Palmar pucat
ada. Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan Kesan : Anemia mikrositik
hipokrom, retikulositosis, trombositosis.hiperbilirubinemia (Bilirubin total: 22,1
mg/dL, Bilirubin direk : 5,5 mg/dL, Bilirubin indirek: 16,6 mg/dL). Ferritin serum :
2558 mg%. Penegakkan diagnosa Thallasemia beta didapatkan kadar hasil
elektroforesa Hb. Hb A2 : 48,4 %. Hb F : 35,6 %. Diagnosa banding Thallasemia beta
intermedia dapat dibuktikan dengan uji analisa DNA. Dipikirkan suatu kelainan
hemoglobinopati Hb E yang bersamaan dengan Thallassemia Beta minor yang
50

diderita pasien karena nilai Hb A2 yang sangat meningkat. Karena itu, direncanakan
pemeriksaan analisa DNA.
Pada anamnesa didapatkan adanya keluhan mata dan tubuh menguning sejak
2 bulan SMRS. Tubuh semakin kuning. Pasien mengeluh nyeri pada ulu ati. Rasa
nyeri seperti tertusuk-tusuk. Nyeri menjalar sampai ke belakang punggung. Mual ada,
muntah ada 1x, setengah gelas isi sisa olahan makanan.. Nafsu makan turun. Os
hanya makan setengah porsi per kali makan. 3 x per hari. Demam tidak ada. BAK
coklat seperti teh. BAB tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri
tekan epigastrium (+) , murphy sign (+). Pada pemeriksaan penunjang Laboratorium
didapatkan bilirubin total 22,1 mg/dL, bilirubin direk 5,5 mg/dL, bilirubin indirek
16,6 mg/dL, SGOT 107 U/L, SGPT 148 U/L, Retikulosit 2,8%, LDH 641 U/L. Icterik
pada pasien ini dipikirkan sebagai akibat dari proses hemolitik pada penderita
Thalassemia yang diperberat dengan keadaan kolelitiasis atau suatu kolesistitis. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan alkali phosphatase 92 U/L, Gamma GT 105
U/L, Protein total 7,2 g/dL, Serum Iron 62 ug/dL, TIBC 228ug/dL, Ferritin
2553ng/mL. Pada pemeriksaan USG didapatkan kolelitiasis multipel tanpa obstruktif
biliaris dan splenomegali Pada hasil pemeriksaan tersebut dapat dipikirkan suatu
icterus e.c prehepatik e.c Thallasemia.
Pada pasien ini didapatkan kadar feritin darah 2558 mg% ( melebihi ambang
batas Feritin serum ≥ 800 ng/mL pada pasien yang berusia > 10 tahun). Menandakan
suatu iron overload yang dipikirkan dapat mengendap di sejumlah organ. Pada
pemantauan yang telah dilakukan pada pasien ini telah terjadi komplikasi ke
kandung empedu (pada USG didapatkan kolelitiasis multipel) yang dipikirkan suatu
akibat dari penumpukkan pigmen hemosiderin akibat pemecahan eritrosit yang
berlebihan. Hal ini dapat terjadi karena proses turn over sel darah merah yang sangat
tinggi. Ditandai dengan peningkatan LDH (641 U/L). Dipertimbangkan tindakan
kolesistektomi pada pasien kolelitiasis multipel pada pasien.
Pada pasien ini didapatkan hiperurisemia ( 10,7 mg/dL ) sebagai akibat
penghancuran sel darah merah yang terus menerus ( hemolisis). Pada penatalaksanaan
51

diberikan Allopurinol untuk menghindari deposisi asam urat di jaringan. Dan


dilakukan pemantauan kadar asam urat serum setiap bulan untuk pemantauan dosis.
Dipikirkan suatu penumpukkan besi yang menyebabkan kelainan hormonal seperti
Diabetes Melitus setelah uji Gula Darah Puasa pasien yang didapatkan pada tanggal
sebanyak 118 mg%. Setelah dilakukan uji tapis kedua ( Gula darah puasa dan 2 jam
post prandial) didapatkan hasil yang normal. Pada pasien ini direncanakan
pemantauan gula darah puasa dan 2 jam post prandial, Hb A1 C periodik ( 3 bulan
sekali). Mengingat kecepatan membuat diagnosa komplikasi akan menolong survival
rate pasien.
Pasien diberikan obat kelator besi dengan tujuan mengikat besi di sirkulasi
sehingga tidak mengendap di organ dalam manusia, sehingga terjadi kelainan organ-
organ tersebut. Diberikan preparat Deferipon 3x 1500 mg ( BB : 63 Kg). Dilakukan
pemantauan kadar asupan besi setiap kali transfusi.
Dilakukan pemeriksaan echocardiografi didapatkan fungsi jantung yang
masih normal, ( EF : 61%, ukuran jantung masih normal, tidak ada penumpukkan
besi yang terlihat pada echocardiografi). Direncanakan untuk pemeriksaan MRI T2,
dan pemantauan Echokardiografi setiap tahun.
BMD : -2,3 pada vertebrae Lumbal 4. Kesan : Osteopenia vertebrae Lumbal 4
Hal ini dapat dipikirkan suatu proses penuaaan alamiah dan juga perlu dipikirkan
suatu hemopoeisis ekstrameduler di tulang-tulang.
Direncanakan pemantauan berkala BMD setiap tahun. dipertimbangkan
penatalaksanaan splenektomi parsial pada pasien bila dalam pemantauannya terdapat
hipersplenisme yang membuat penurunan Hb progresif <7 g/dl,leukopeni < 3000/ ul
trombositopeni < 80.000/ ul).

Anda mungkin juga menyukai