TINJAUAN PUSTAKA
Umur
5 11 tahun
Hemogloblin (gr/dl)
11,5
12 14 tahun
12,0
3. Etiologi Anemia
Menurut Price (2006).11 penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai
berikut :
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena :
a) Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b) Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemia pernisiosa dan anemi asam folat.
c) Fungsi sel induk ( stem sel ) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemi aplastik dan leukemia.
d) Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah :
4
Anemia sideroblastik
Anemia aplastik
Anemia mieloptisik
Anemia pada keganasan hematologi
Anemia diseritropoietik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
c. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
3. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
b. Bentuk non-megaloblastik
yang dicairkan di dalam eritrosit, misalnya pada anemia yang kekurangan zat
besi dalam talasemia.
Peningkatan MCHC (hiperkromia) terdapat pada keadaan di mana
hemoglobin yang abnormal terkonsentrasi di dalam eritrosit, seperti pada
pasien luka bakar dan sferositosis bawaan.
MCHC tersebut mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume
eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi
zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau
dari hemoglobin dan hematokrit.
Berikut nilai rujukan normal MCHC :
Dewasa : 32 36 %,
Nilai MCHC tidak lepas kaitannya dengan indeks eritrost yang lain, yaitu
MCH dan MCV. Kami akan menjelaskan mengenai indeks eritrosit
tersebut. Indeks eritrosit yaitu batasan berupa ukuran dan isi hemoglobin
eritrosit. Indeks eritrosit terdiri atas : isi/volume atau ukuran eritrosit (MCV :
Mean Corpuscular Volume atau volume eritrosit rata-rata), berat
(MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin atau hemoglobin eritrosit rata-rata),
konsentrasi (MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration kadar
hemoglobin
eritrosit
rata-rata),
dan
perbedaan
ukuran
(RDW : RBC Distribution Width atau luas distribusi eritrosit). Indeks eritrosit
dilakukan secara umum dalam mengindentifikasi anemia atau sebagai
pemeriksaan penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia.
Thalassemia
Keracunan Timah
Jika MCV tinggi, artinya sel makrositik atau ukurannya lebih besar dari sel
normal. Sel makrositik ditemukan pada :
Anemia pernisiosa
Peminum alkohol
10
11
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pucat merupakan tanda yang khas pada
penderita anemia, tetapi tidak semua penderita anemia tampak pucat, terutama
bila masih berupa anemia ringan. Selain pucat, dapat juga ditemukan kelainan
lain pada kulit. Bila ditemukan hiperpigmentasi pada kulit maka dapat
dicurigai adanya anemia fanconi, pada jaundice atau kuning dapat dicurigai
anemia hemolitik baik akut maupun kronis, hepatitis, dan anemia aplastik,
sedangkan bila ditemukan ptekie atau purpura, dapat dicurigai adanya anemia
hemolitik autoimun dengan trombositopenia, sindrom hemolitik uremik,
aplasia, atau infiltrasi sumsum tulang.16
Pada pemeriksaan kepala dan leher dapat ditemukan kelainan pada
bentuk yaitu tulang frontal, maksila dan malar yang menonjol, yang
merupakan karakteristik dari thalassemia, dan seringkali diikuti dengan sclera
ikterik. Selain itu dapat juga ditemukan stomatitis singularis dan glositis,
biasanya pada penderita anemia defisiensi besi.16
Untuk pemeriksaan dada, bunyi jantung abnormal dapat ditemukan
bila anemia yang dialami cukup berat sehingga terjadi gangguan kerja pada
jantung atau adanya gagal jantung kongesti. Bila limpa teraba atau terjadi
pembesaran limpa, maka dapat dicurigai adanya proses hemolitik, infeksi,
keganasan, atau hipertensi portal.16
Tanda khas yang dapat ditemukan pada ekstremitas berupa spoon
nails, merupakan tanda adanya defisiensi besi. Sedangkan pada anemia
aplastik fanconi biasanya ditemukan displasia alat gerak radius.16
Tabel 3. Tanda atau Gejala pada Pemeriksaan Fisik pada Anak
Penyakit
Pucat
Perdarahan
Organomegali
12
Anemia Defisiensi
Anemia Hemolitik Akut
Anemia Aplastik
ITP
Anemia Pasca Perdarahan
Anemia Hemolitik Kronik
Leukemia Akut
Thalassemia dengan Hipersplenisme
Hemosiderosis Hati
Metastasis Tumor
Penyakit Infeksi Kronik
+
+
+
-/+
+/++
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-/+
+
+
+
-/+
-/+
+
-/+
+
+
-/+
-/+
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sangat penting dilakukan untuk menentukan
tingkat keparahan dan menentukan etiologi pasti dari anemia. Pemeriksaan
yang dilakukan antara lain pemeriksaan darah lengkap (Hb, Ht, Eritrosit,
MCV, MCH, MCHC, Retikulosit, Hitung Jenis, dan Trombosit), pemeriksaan
apusan darah tepi untuk melihat morfologi dari sel daarh merah, dan
pemeriksaan tambahan lain sesuai dengan diagnosis banding yang didapatkan
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.5
Pemeriksaan lanjutan berupa TIBC ( Total Iron Binding Capacity),
ferritin, FEP ( Free Erythrocyte Protophyrin ) dilakukan bila dicurigai adanya
anemia defisiensi besi pada pasien. Selain itu dapat juga dilakukan
pemeriksaan occult blood pada tinja untuk mengetahui adanya perdarahan
pada saluran cerna dan endoskopi jika diperlukan.5
Pemeriksaan sumsum tulang, absorpsi vitamin B12/ Schilling test,
pemeriksaan kadar vitamin B12 dan folat dalam serum, dan analisis gaster
setelah injeksi histamin dilakukan pada penderita anemia dengan diagnosis
banding defisiensi vitamin B12. Pemeriksaan sumsum tulang berupa aspirasi
dan biopsi pada umumnya dilakukan jika ada kecurigaan anemia aplastik atau
leukemia.5
Eritrosit normal berbentuk bulat pipih dan tidak berinti, tampak seperti
bentuk bikonkaf. Pada umumnya tampak berwarna merah dengan inti pucat
sebesar 1/3 diameter sel jika dilakukan pewarnaan Giemsa.17
Mikrositik
Eritrosit lebih kecil dari ukuran normal dengan MCV <70 fl. Pada
umumnya sel mikrositik juga tampak hipokromik/pucat. Biasanya ditemukan
pada anemia defisiensi Fe, keracunan timbal, thalassemia, anemia penyakit
kronik, dan anemia sideroblastik.
Makrositik
14
Eritrosit lebih besar dari ukuran normal dengan MCV >100 fl. Dapat
ditemukan pada neonatus normal, kelaianan kromosom (trisomi 21), defisiensi
B12, defisiensi folat, hipotiroid, gangguan liver, pre-leukemia, dan
penggunaan obat-obatan antikonvulsi, antidepresan, estrogen, antiretroviral,
serta kemoterapi.
Sel target
Eritrosit berbentuk seperti tetesan air atau buah pir (pear shaped).
Dapat ditemukan pada mielofibrosis.
Ht
Leukosit
N/
Trombosit
N
Hitung Jenis
N/segmenter
Retikulosit
N /
MCV
RDW
Anemia
Aplastik
Limpositosis
Relatif
N/
ITP
N/
N/
N /
ADB
15
Leukemia
Akut
Thalassemia
Minor
Thalassemia
Mayor
Anemia
Hemolitik
/ N /
N/
N/
N /
Dominasi satu
sel
N
/ N /
N normoblast
N Normoblast
6. Terapi Anemia
Anemia sendiri bukan merupakan diagnosis akhir tetapi merupakan
gejala, sehingga terapi pada anemia harus didasarkan pada penyebab /
etiologi dari anemia yang diderita. Pasien yang memiliki anemia berat
sebaiknya diberikan transfusi darah sementara evaluasi untuk menegakkan
diagnosis dan etiologi dilakukan.18
16
zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron
merupakan sumber utama zat besi.
3. Kebutuhan Zat Besi
Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Umur, jenis kelamin dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat
mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadaan depot Fe memegang peranan
yang penting pula.
Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi
disebabkan oleh pertumbuhannya. Bayi dilahirkan dengan 0,5 gram besi,
sedang dewasa kira-kira 5 gram, untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8
gram besi harus diabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertama kehidupan.
Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk
menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu
untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg
besi harus diabsorbsi.
Menstruasi
Penyebab tersering pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat
menstruasi.
20
Malabsorpsi besi
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya
mengalami perubahan secara histologis dan fungsional.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya
anemia defisiensi Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan
kehilangan besi 0,5 mg. Perdarahan dapat karena ulkus peptikum, infeksi
cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS, indometasin).
4. Kehamilan
Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan oleh kebutuhan
besi oleh fetus untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat
laktasi.
5. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan
anemia pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
6. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan.
Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin
1,8-7,8 mg/hari.
7. Iatrogenic blood loss
Terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya untuk pemeriksaan
laboratorium.
8. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi, pada keadaan ini kadar Hb dapat turun drastis
hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
9. Latihan yang berlebihan
Pada orang yang berolahraga berat kadar feritin serumnya akan kurang dari
10 ug/dl.
21
1-2 tahun
2-5 tahun
5 tahun remaja
Penyebab
Berat Badan Lahir Rendah
Gemeli
Asi Eksklusif tanpa suplemen besi
Susu formula rendah besi
Anemia selama kehamilan
Asupan kurang
Infeksi Berulang
Obesitas
Malabsorpsi
Asupan kurang
Kebutuhan meningkat
Perdarahan
Asupan berkurang
Perdarahan oleh karena infeksi
Iron depletion
Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe
serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi
besi non heme.
Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini
ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum
rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah
8. Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi
Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu
diperhatikan oleh penderita dan keluarga, yang ringan diagnosa ditegakkan
hanya dari laboratorium. Gejala yang umum adalah pucat. Pada Anemia
defisiensi besi dengan kadar 6-10 g/dl terjadi kompensasi kompensasi yang
efektif sehingga gejalanya hanya ringan.23
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat
kekurangan besi seperti: 23
Anamnesis untuk mencari faktor predisposisi dan etiologi, antara lain: bayi
berat lahir rendah (BBLR), bayi kurang bulan, bayi yang baru lahir dari ibu
anemia, bayi yang mendapat susu sapi sebelum usia 1 tahun, dan lain-lain
sebagainya.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya gejala pucat menahun
tanpa disertai adanya organomegali, seperti hepatomegali dan
splenomegali.
Pada penderita anemia defisiensi Fe dapat ditemukan pemeriksaan
laboratorium sebagai berikut :
1. Apus darah tepi Gambaran morfologi darah tepi akan ditemukan
keadaan hipokrom, mikrositer, anisositosis, poikilositosis
2. Leukosit : jumlahnya normal, pada anemia defisiensi Fe yang kronis
dapat ditemukan granulositopenia ringan
3. Trombosit : meningkat 2 - 4 kali dari nilai normal
4. Apus sumsum tulang : hiperplasia sistem eritropoietik dan
berkurangnya hemosiderin.
23
Menurut Lankowsky
Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya
dengan asam askorbat (jus buah).
Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.
Pemakaian PASI yang mengandung besi.
C. Anemia Hemolitik
1. Definisi Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik ialah anemia yang disebabkan karena kecepatan
penghancuran sel darah merah (eritrosit) lebih besar dari pada normal. Pada
anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit
100-120 hari). Pada anemia hemolitik keadaan anemi terjadi karena
meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan
ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit. Untuk
mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut,
penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari
normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 1520 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun bila sumsum tulang tidak
mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemia.25
Penghancuran Sel darah merah dalam sirkulasi dikenal dengan
hemolisis yang dapat disebabkan karena gangguan pada sel darah merah itu
sendiri yang memperpendek umurnya (instrinsik) atau perubahan lingkungan
yang menyebabkan penghancuran eritrosit.11
Gambar 4. Anemia Hemolitik
27
25
1.
membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding ikterus.
Kelainan radiologis ditemukan pada anak yang telah lama menderita penyakit
ini. 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
b. Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% eritrositnya berbentuk oval. Penyakit ini diturunkan
secara dominan menurut hukum Mendel. Hemolisis tidak seberat sferositosis.
Splenektomi biasanya dapat mengurangi hemolisis.
c. A-beta lipoproteinemia
Pada penyakit ini terjadi kelainan bentuk eritrosit. Diduga kelainan bentuk ini
disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
d. Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.
2.
a.
Defisiensi Glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase(G-6PD)
Defisiensi G-6PD ditemukan pada berbagai bangsa di dunia. Kekurangan
enzim ini menyebabkan glutation tidak tereduksi. Glutation dalam keadaan
tereduksi diduga penting untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi,
terutama obat-obatan. Penyakit ini diturunkan secara dominan melalui
kromosom X. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada:
b.
c.
Defisiensi glutation
29
e.
Hemoglobinopatia
terbanyak di antara
intrekorpuskuler.
golongan
anemia
hemolitik
dengan
penyebab
2.
3.
sering terjadi pada daerah dengan endemik malaria. Di Afrika ppada area
ekuator, eliptospirosis terjadi sekitar 20,6%. Bentuk lain dari penyakit ini
ditemukan pada Asia Tenggara yang ditemukan sekitar 30% darai populasi.
Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal. 27
Defisiensi G6PD dilaporkan di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi
terjadi pada daerah tropis dan subtropis. Telah dilaporkan lebih dari 350
varian. Ada banyak variasi pada expresi klinis pada varian enzim. 27
Talassemia merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling
sering terjadi di dunia, sanagt umum terjadi di sepanjang sabuk talasemia
yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Gen talassemia
sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik
manusia yang paling prevalen. Di beberapa Asia Tenggara sebanyak 40% dari
populasi memiliki satu atau lebih gen talasemia. Daerah geografi dimana
talassemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan Plasmodium
falciparum dulunya merupakan endemik. 27
Insiden anemia hemolitik autoimun kira-kira 1 dari 80.000 populasi.
Pada perempuan predominan terjadi tipe idiopatik. Tipe sekunder terjadi
peningkatan pada umur 45 tahun dimana variasi idiopatik terjadi sepanjang
hidup. 27
Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah
eritroblastosis fetalis pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh trnsfer
transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia
hemolitik isoimun. Eritroblastosis fetalis disebut Hemolitik Disease of the
Newborn (HDN).28
4. Patogenesis Anemia Hemolitik
Proses hematopoesis pada embrio janin terjadi diberbagai tempat,
termasuk hati, limpa,timus,kelenjar getah bening, dan sumsum tulang. Sejak
lahir sepanjang sisa hidupnya terutama di sumsum dan sebagian kecil di
kelenjar getah bening.29
Dalam keadaan normal, sel-sel darah merah yang sudah tua
difagositosis oleh sel-sel retikuloendotelial, dan hemoglobin diuraikan
menjadi komponen-komponen esensialnya. Besi yang didapat dikembalikan
ke transferin untuk pembentukan sel darah merah baru dan asam-asam amino
dari bagian globin molekul dikembalikan ke kompartemen asam amino
32
umum. Cincin protoporfirin pada heme diuraikan di jembatan alfa metana dan
karbon alfanya dikeluarkan sebagai karbon monoksida melalui ekspirasi.
Tetrapirol yang tersisa meninggalkan sel retikuloendotelial sebagai bilirubin
indirek dan menjadi hati, tempat zat ini terkonjugasi untuk ekskresi di
empedu. Dui usus, biliruin glukoronida diubah menjadi urobilinogen untuk
eksresi di tinja dan urin.25
Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravaskuler. Pada
hemolisis intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah.
Sel-sel darah merah juga dapat mengalami hemolisis intravaskuler disertai
pembebasan hemoglobin dalam sirkulasi. Tetramer hemoglobin bebas tidak
stabil dan cepat terurai menjadi dimer alfa-beta, yang berikatan dengan
haptoglobulin dan disingkarkan oleh hati. Hemoglobin juga dapat teroksidasi
menjadi methemoglobin dan terurai menjadi gugus globin dan heme. Sampai
pada tahap tertentu, heme bebas dapat terikat oleh hemopeksin dan atau
albumin untuk selanjutnya dibersihkan oleh hepatosit. Kedua jalur ini
membantu tubuh menghemat besi untuk menunjang hematopoiesis. Apabila
haptoglobin telah habis dipakai, maka dimer hemoglobinyang tidak terikat
akan di eksresikan oleh ginjal sebagai hemoglobin bebas, methemoglobin,
atau hemosiderin.30
Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskuler. Pada
hemolisis ekstravaskuler destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem
retikuloendotelial karena sel eritrosit yang telah mengalami perubahan
membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga
difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag.25
Sejumlah bahan dan kelainan dengan kemampuan dapat merusak
eritrosit yang dapat menyebabkan destruksi prematur eritrosit. Di antara yang
paling jelas telah di pastikan adalah antibodi yang berikatan dengan anemia
hemolitik. Ciri khas penyakit ini adalah dengan uji Coombs direk positif, yang
menunjukkan imunoglobulin atau komponen komplemen yang menyelubungi
permukaan eritrosit. Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek
pediatrik adalah penyakit hemolitik bayi baru lahir( eritroblastosis fetalis) atau
HDN yang disebabkan oleh transfer transplasenta antibodi ibu yang aktif
terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun.25
Pada Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) sering terjadi ketika
ibu dengan Rh(-) mempunyai anak dari seorang pria yang memiliki Rh(+).
Ketika Rh bayi (+) seperti ayahnya, masalah dapat terjadi jika sel darah merah
33
si bayi dengan Rh(+) sebagai benda asing. Sistem imun ibu kemudian
menyimpan antibodi tersebutketika benda asing itu muncul kembali, bahkan
pada saat kehamilan berikutnya. Sekarang Rh ibu terpapar.28
Pada anemia hemolitik autoimun, antibodi abnormal ditujukan kepada
eritrosit, tetapi mekanisme patogenesisnya belum jelas. Autoantibodi mungkin
dihasilkan oleh respon imun yang tidak serasi terhadap antigen eritrosit. Atau,
agen infeksi dapat dengan sesuatu cara mengubah membran eritrosit sehingga
menjadi asing atau antigenik terhadap hospes.25
5. Diagnosis Anemia Hemolitik
Semua jenis anemia hemolitik ditandai dengan: 30
1. Peningkatan laju destruksi sel darah merah
2. Peningkatan kompensatorik eritropoiesis yang menyebabkan retikulositosis
3. Retensi produk destruksi sel darah merah oleh tubuh termasuk zat besi.
Karena zat besi dihemat dan mudah di daur ulang, regenerasi sel darah
merah dapat mengimbangi hemolisis. Oleh karena itu, anemia ini hampir
selalu berkaitan dengan hiperplasia aritroid mencolok di dalam sumsum
tulang dan meningkatnya hitung retikulosit di darah tepi. Apabila anemia berat
dapat terjadi hematopoiesis ekstramedularis di limpa, hati, dan kelenjar getah
bening. Apapun mekanismenya, hemolisis intravaskuler bermanifestasi
sebagai hemoglobinemia, hemoglobinuria, jaundice dan hemosiderinuria.30
Gejala umum penyakit ini disebabkan oleh adanya penghancuran
eritrosit dan keaktifan sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi
terhadap penghancuran tersebut. Bergantung pada fungsi hepar, akibat
pengancuran eritrosit berlebihan itu dapat menyebabkan peninggian kdar
bilirubin atau tidak. Sumsum tulang dapt membentuk 6-8 kali lebih banyak
eritropoietik daripada biasa, sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak sekali
eritrosit berinti, jumlah retikulosit meninggi, polikromasi. Bahkan sering
terjadi eritropoiesis ekstrameduler. Kekurangan bahan sebagai pembentuk
seperti vitamin, protein dan lain-lain atau adanya infeksi dapat menyebabkan
gangguan pada keseimbangan antara penghancuran dan pembentukan sistem
eritropoietik, sehingga keadaan ini dapat menimbulkan krisis aplastik.25
Limpa umumnya membesar karena organ ini menjadi tempat
penyimpanan eritrosit yang dihancurkan dan tempat pembuatan sel darah
34
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan : 31
Pemeriksaan penunjang
Hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit, DDR, hapusan darah tepi, analisa
Hb, Coombs test, tesfragilitas osmotik, urin rutin, feses rutin,pemeriksaan
enzim-enzim.31
Pada beberapa tipe anemia hemolitik seperti talassemia, sumsum tulang tidak
dapat membentuk sel darah merah yang sehat. Sel darah merah yang terbentuk
dapat dihancurkan sebelum waktunya. Transplantasi darah dan sumsum tulang
mungkin dapat dipertimbangkan untuk mengobati jenis anemia hemolitik
ini.transplantasi ini mengganti stem sel yang rusak dengan stem sel yang sehat
dari donor. 32
Perubahan pola hidup
Jika seseorang menderita anemia hemolitik dengan antibodi reaktif terhadap
dingin, coab untuk hindari temperatur dingin. Seseorang yang lahir dengan
defisiensi G6PD harus menghindari hal yang dapat mencetuskan anemia
misalnya fava beans, naftalena, dan obat-obatan tertentu.3
D. Anemia Aplastik
1. Definisi Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan salah satu bentuk anemia yang disertai oleh
pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan
primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya
infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang.33
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya
sistem keganasan hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan
sumsum tulang.34
Gambar 5. Anemia Aplastik
2. Faktor didapat
Sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lanilla
dihubungkan dengan:
Bahan Kimia:33
1. Hidrokarbon siklik: benzena & trinitrotoluena
2. Insektisida: chlorade atau DDT
3. Arsen anorganik
Obat-obatan :
Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas
utamanya; efeknya tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua
pengguna. Berbeda dengan hal tersebut, reaksi idiosinkronasi pada
kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik tanpa hubungan
dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu
penelitian internasional berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara
kuantitatif menilai pengaruh obat, terutama analgesic nonsteroid,
sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa psikotropika, penisilamin,
allopurinol, dan garam emas.34
Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan kausatif: obat tertentu
dapat digunakan untuk mengatasi gejala pertama dari kegagalan sum-sum
(antibiotic untuk demam atau gejala infeksi virus) atau memprovokasi gejala
pertama dari penyakit sebelumnya (petechiae akibat NSAID yang diberikan
pada pasien thrombositopenia). Pada konteks penggunaan obat secara total,
reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang terjadi
dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun
dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000
pengobatan dan kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit
39
dari itu (resiko selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan kasus
kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan
epidemic anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan
peningkatan frekuensi kegagalan sum-sum tulang). Perkiraan resiko
biasanya lebih rendah ketika penelitian berdasarkan populasi.36
Akibat kehamilan
Pada kehamilan kadang-kadang ditemikan pansitopenia yang disertai aplasia
sumsum tulang yang berlangsungnya bersifat sementara. Mungkin ini
disebabkan oleh estrogen dengan predisposisi genetik, adanya zat
penghambat dalam darah atau tidak adanya perangsang hematopoiesis.
Anemia ini sembuh setelah terminasi kehamilan dan dapat kambuh lagi pada
kehamilan berikutnya.35
Infeksi :
Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya
anemia aplasia, dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari
etiologi pada kebanyakan kejadian. Pasien biasanya pria muda yang sembuh
dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya; pansitopenia
biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C,
non-G) dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi.
Kegagalan hepar fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis
seronegatif dan kegagalan sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini.
Anemia aplastik terkadang terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus
Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum pada sebagian pasien,
beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus B19,
penyebab krisis aplastik transient pada anemia hemolitik dan beberapa
PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan
sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering
terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun
sembuh kembali setelah infeksi berakhir.36
Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi
dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA
dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan
40
41
Didapat
virus
hipoplasia.
tertentu
Kongenital
Fanconi
Defisiensi pankreas pada anak-anak
Kelainan herediter pada jalur folat
42
43
pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram
(apoptosis). 34
6. Manifestasi Klinis Anemia Aplastik
Anemia aplastik mungkin muncul mendadak atau perlahan-lahan.
Hitung jenis darah menentukan manifestasi klinis. Anemia menyebabkan
fatig, dispneadan jantung berdebar-debar. Trombositopenia menyebabkan
mudah memar dan perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentana
terhadap infeksi. Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan demam.35
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan
gejala yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia
eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia
antara lain lemah, dyspnoe deffort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lainlain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang
akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga
mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat
sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit,
selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala
awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau
pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.37
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada
pemeriksaan rutin Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel).
Pada tabel terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan
keluhan yang paling sering dikemukakan.35
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi.
Pada tabel 7 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti
sedangkan pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien.
Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian
kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun.
Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.35
Tabel 7. Keluhan Pasien Anemia Apalastik &
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik
Jenis Keluhan
Jenis Pemeriksaan
%
44
Fisik
Pendarahan
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung
83
80
69
36
33
29
26
23
19
13
Pucat
Pendarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
Hepatomegali
Splenomegali
100
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0
Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia
aplastik dapat ditegakkan. 34
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya
memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya
trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan
mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.Plasma darah
biasanya
mengandung growth
factor hematopoiesis,
termasuk
erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni
myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang
dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.37
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula
dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel
hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin
menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain
daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan
kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah
hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan
normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.37
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik
ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan
hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah
perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual
hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan biopsi
dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis. 34
c. Laju endap darah
Laju endap darah selalu meningkat. Ditemukan bahwa 62 dari 70
kasus (89%) mempunyai laju enap darah lebi dari 100 mm dalam jam
pertama.35
d. Faal Hemostasis
46
47
Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu
sindrom myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus
sindroma myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri
dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu
pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya
poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Het), prekursor
eritroid sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran
disformik serta sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada
myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat
berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat
menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit
unilobuler).37
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia
aplastik yaitu dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel
48
blast atau dengan adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang.
Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan
hipertrofi gusi.34
Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik.
Hairy cell leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya
splenomegali dan sel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang.37
Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya
disebabkan oleh sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau
hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang normoselular jelas
membedakannya dengan anemia aplastik.36
9. Penatalaksanaan Anemia Aplastik
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat
granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk
menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk
memperbaiki keadaan pasien.37
Manajemen awal Anemia Aplastik: 37
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang
diduga menjadi penyebab anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang
dibutuhkan.
Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai
yang dibutuhkan.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila
organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang
menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh
bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit
dari donor yang belum mendapat terapi G-CSF.
Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan
histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan
yaitu transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG,
siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid.34
49
Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit
berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada
orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. 35
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3.
Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit
dibawah 20.000/mm3sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit
donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan
pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor
diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).37
a. Terapi Imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte
globulin(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A
(CSA). ATG atau ALG diindikasikan pada : 37
Anemia aplastik bukan berat
Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan
granulosit lebih dari 200/mm3.
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan
mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada
sel asal dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap
hemopoiesis.37
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi
reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama
dengan kortikosteroid.Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya
dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.33
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison.
Kombinasi ATG, siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka
remisi sebesar 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan
metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.37
50
besar
darah
secara
mendadak
dapat
Pingsan
Pusing
Haus
Berkeringat
Denyut nadi yang lemah dan cepat
Pernafasan yang cepat
Pengaruh lambat
Beberapa jam setelah perdarahan terjadi pergeseran cairan ekstraseluler
dan intravaskuler yaitu agar isi iontravaskuler dan tekanan osmotik
dapat dipertahankan tetapi akibatnya terjadi hemodilati. Gejala yang
ditemukan adalah leukositosis (15.000-20.000/mm3) nilai hemoglobin,
eritrosit dan hematokrit merendah akibat hemodilasi. Untuk
mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi sistem eritropoenik
menjadi hiperaktif, kadang-kadang terlihat gejala gagal jantung. Pada
orang dewasa keadaan hemodelasi dapat menimbulkan kelainan cerebral
dan infark miokard karena hipoksemia. Sebelum ginjal kembali normal
akan ditemukan oliguria atau anuria sebagai akibat berkurangnya aliran
ke ginjal. 40
F. Anemia Megaloblastik
54
55
Purin
Deoksitimidilat monofosfat (tDMP)
Metionin, dibentuk oleh peralihan
metiltetrahidrofolat ke homosistein
dari
gugus
metil
dari
N5-
Vitamin B12
Kobalamin adalah vitamin yang memiliki susunan komponen
organometalik yang kompleks, dimana atom cobalt terletak dalam inti cincin,
struktur yang mirip porfirin darimana heme terbentuk. Tidak seperti heme,
kobalamin tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus dipenuhi dari
makanan. Sumber utama hanya dari daging dan susu. Kebutuhan sehari
minimal untuk kobalamin sekitar 2,5g. 42
Selama pencernaan dalam lambung, kobalamin dalam makanan
dikeluarkan dalam bentuk-bentuk kompleks, yang stabil dengan pengikat
gaster R. Saat memasuki duodenum, ikatan kompleks kobalamin-R dicerna,
dan menghasilkan kobalamin, yang kemudian terikat pada faktor intrinsik
(FI), suatu glikoprotein dengan berat 50-kDa yang dihasilkan oleh sel-sel
parietal dari lambung. Sekresi dari faktor intrinsik umumnya sejalan dengan
asam lambung. 42
Ikatan kompleks kobalamin-FI dapat melawan proteolitik dan terus
menuju ileum distal, dimana reseptor spesifik terdapat pada fili mukosa dan
menyerap kompleks tersebut. Reseptor pengikat kompleks kobalamin-FI akan
dibawa masuk ke sel mukosa ileum, dimana FI kemudian dimusnahkan dan
kobalamin dipindahkan ke protein pengangkut lain, yaitu transkobalamin (TC)
II. Kompleks kobalamin-TC II lalu masuk ke dalam sirkulasi, menuju hati,
sumsum tulang, dan sel-sel lain. 42
Normalnya sekitar 2 mg kobalamin disimpan dalam hati, dan 2 mg lagi
disimpan dalam jaringan seluruh tubuh. Kurang lebih dibutuhkan 3-6 tahun
bagi individu normal untuk menjadi kekurangan kobalamin bila absorpsi
dihentikan secara tiba-tiba. 42
Pemeriksaan Laboratorium
mengalami
Khusus 45
1.
2.
3.
Transfusi PRC 10-15 ml/kgBB, bila ada infeksi atau tanda gagal
jantung yang mengancam
4.
Bila ada infeksi harus segera diatasi, karena selama infeksi sumsum
tulang sering tidak memberikan respons dengan pemberian hematinik
Suportif 43
- transfusi bila ada hipoksia
- suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa
Defisiensi B12
61
Sianokobalamin
Dosis : 100 g IM / hari selama 6-7 hari. bila ada perbaikan klinis dan
ada respon retikulosit dalam 1 minggu, dosis diturunkan 100 g IM
selang sehari sebanyak 7 dosis, kemudian tiap 3 - 4 hari selama 2 3
minggu (dosis total 1,8 2 mg B12 dalam 5 6 minggu). Pada saat ini
kelainan hematologis harus mencapai normal. Setelah kelainan
hematologis normal, pada anemia pernisiosa diberikan sianokobalamin
100 g IM / bulan seumur hidup
Hidroksokobalamin
Diretensi dalam tubuh lebih baik daripada sianokobalamin. 28 hari
setelah injeksi, hidroksokobalamin diretensi 3 kali lebih banyak
daripada sianokobalamin.
Preparat : 100 g /ml atau 1000 g/ml
Dosis : 1000 g IM setiap 5 minggu atau 1000 g setiap hari IM
selama 1 2 minggu, lalu tiap 3 bulan
Respon terapi terhadap vitamin B12 dan folat
Gejala klinis membaik sebelum didapatkan perubahan hematologis.
Respon awal adalah peningkatan retikulosit pada hari 2 3 dan
maksimum pada hari ke 5 8. Dapat ditemukan normoblast pada
SADT. Peningkatan hematokrit terjadi setelah 5 7 hari terapi. Pada
anemia tanpa komplikasi, hematokrit terjadi normal dalam 4- 8
minggu. Hipersegmentasi leukosit berkurang secara bertahap dan
menghilang dalam 14 hari. Trombosit normal dalam waktu 1 minggu.
Pada sumsum tulang, eritropoiesis membaik dalam 24 jam terapi.
Setelah 6 10 jam terapi, megaloblast berkurang dan dalam 24 48
jam maturasi eritrosit menjadi normoblastik.
63