Anda di halaman 1dari 61

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anemia Pada Anak


1. Definisi Anemia
Anemia secara umum didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
penurunan massa sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin di dalam darah.7
Kadar hemoglobin yang didefinisikan sebagai anemia pada bayi dan anak
berbeda dengan dewasa. Batas bawah konsentrasi hemoglobin normal ketika
lahir adalah 14 g/dL dan akan mengalami penurunan sampai 11 g/dL pada umur 1
tahun (Tabel 1).8
Tabel 1. Karakteristik Sel Darah Merah pada Anak
Normal Red Blood Cell
Fetal Hb
Age
Size Mean Corpuscular
(%)
Volume (fl)
Birth
14.0
100-130
55-90
1 month
12.0
90-110
50-80
2 month
10.5
80-100
30-55
3-6 month
10.5
75-90
5-25
6 month 1 year
11.0
70-85
<5
1-4 year
11.0
70-85
<2
4 year puberty
11.5
75-90
<2
Adult Female
12.0
80-95
<2
Adult Male
14.0
80-95
<2
(Tabel dikutip dari : Means RT, Glader B. Anemia : General Considerations. In:
Greer et al. Wintrobes Clinical Hematology 12 th Edition. Lippincott Williams &
Wilkins 2009; p. 780-809).
Lowest Normal Hb
(g/dL)

Untuk mengetahui seorang anak mengalami anemia atau tidak, maka


dapat dilihat batasan kadar hemoglobinnya . Batasan yang umum digunakan
adalah kriteria WHO pada tahun 2001. Terdapat kriteria batas normal kadar Hb
berdasarkan umur dan jenis kelamin , data tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 2. Batasan Normal Kadar Hb


Kelompok
Anak usia sekolah

Umur
5 11 tahun

Hemogloblin (gr/dl)
11,5

Laki-laki dan perempuan

12 14 tahun

12,0

Sumber : (WHO, 2001 dalam Supariasa 2002).9

2. Derajat Anemia pada Anak


Derajat anemia untuk menentukan seorang anak mengalami anemia atau
tidak dapat ditentukan oleh jumlah kadar Hb yang terdapat dalam tubuh.
Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai dalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.

Ringan sekali Hb 10 gr/dl 13 gr / dl


Ringan Hb 8 gr / dl 9,9 gr / dl
Sedang Hb 6 gr / dl 7,9 gr / dl
Berat Hb < 6 gr / dl

(Sumber : WHO, 2002,. dalam Wiwik , 2008).10

3. Etiologi Anemia
Menurut Price (2006).11 penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai
berikut :
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena :
a) Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b) Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemia pernisiosa dan anemi asam folat.
c) Fungsi sel induk ( stem sel ) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemi aplastik dan leukemia.
d) Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.

2. Kehilangan darah :
4

a) Akut karena perdarahan atau trauma / kecelakaan yang terjadi secara


mendadak.
b) Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis). Hemolisis dapat terjadi karena:
a) Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD ( untuk mencegah
kerusakan eritrosit ).
b) Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat
acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada. Bahan baku yang
dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan mineral Fe. Sebagian
besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi
esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan selsel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti
penyakit malaria, infeksi cacing tambang.12
Tanda tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan
zat besi (feritinin) dan bertambahnya absorsi zat besi yang digambarkan
dengan meningkatnya kapasitas pengikat zat besi. Pada tahap yang lebih
lanjut berupa habisnya simpanan zat besi yang digambarkan dengan
meningkatnya kapasitas simpanan zat besi , berkurangnya kejenuhan
transferin, berkurangnya jumlah protoporporin yang diubah menjadi heme
dan dikuti dengan menurunya kadar feritinin serum dan akhirnya terjadi
anemia dengan ciri khas rendahnya kadar hemogloblin.13
4. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis :14
a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

Anemia defisiensi besi


Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi vitamin B12

2. Gangguan penggunaan besi

Anemia akibat penyakit kronik


5

Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang

Anemia aplastik
Anemia mieloptisik
Anemia pada keganasan hematologi
Anemia diseritropoietik
Anemia pada sindrom mielodisplastik

b. Anemia akibat perdarahan


1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik

c. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

Gangguan membran eritrosit (membranopati)


Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
Gangguan
hemoglobin
(hemoglobinopati)
Thalasemia
Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler

Anemia hemolitik autoimun


Anemia hemolitik mikroangiopatik
Lain-lain

d. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang


kompleks

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi:14


1. Anemia hipokromik mikrositer
6

a. Anemia defisiensi besi


b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik

2. Anemia normokromik normositer


a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik

3. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik

Anemia defisiensi asam folat


Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b. Bentuk non-megaloblastik

Anemia pada penyakit hati kronik


Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik

MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) adalah perhitungan

rata-rata konsentrasi hemoglobin di dalam eritrosit. MCHC yang rendah


(hipokromia) akan dijumpai pada keadaan di mana hemoglobin abnormal
7

yang dicairkan di dalam eritrosit, misalnya pada anemia yang kekurangan zat
besi dalam talasemia.
Peningkatan MCHC (hiperkromia) terdapat pada keadaan di mana
hemoglobin yang abnormal terkonsentrasi di dalam eritrosit, seperti pada
pasien luka bakar dan sferositosis bawaan.
MCHC tersebut mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume
eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi
zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau
dari hemoglobin dan hematokrit.
Berikut nilai rujukan normal MCHC :

Dewasa : 32 36 %,

Bayi baru lahir : 31 35 %

Anak usia 1.5 3 tahun : 26 34 %

Anak usia 5 10 tahun : 32 36 %

Nilai MCHC tidak lepas kaitannya dengan indeks eritrost yang lain, yaitu
MCH dan MCV. Kami akan menjelaskan mengenai indeks eritrosit
tersebut. Indeks eritrosit yaitu batasan berupa ukuran dan isi hemoglobin
eritrosit. Indeks eritrosit terdiri atas : isi/volume atau ukuran eritrosit (MCV :
Mean Corpuscular Volume atau volume eritrosit rata-rata), berat
(MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin atau hemoglobin eritrosit rata-rata),
konsentrasi (MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration kadar
hemoglobin
eritrosit
rata-rata),
dan
perbedaan
ukuran
(RDW : RBC Distribution Width atau luas distribusi eritrosit). Indeks eritrosit
dilakukan secara umum dalam mengindentifikasi anemia atau sebagai
pemeriksaan penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia.

Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah suatu ukuran volume rata-rata


eritroit. MCV menjadi tinggi jika eritrosit lebih besar dari biasanya
(makrositik), contohnya pada anemia kekurangan vitamin B12. MCV
menjadi turun jika eritrosit lebih kecil dari biasanya (mikrositik) contohnya
pada anemia kekurangan zat besi. Jika MCV rendah, artinya sel mikrositik
atau ukurannya lebih kecil dari sel normal.
8

Sel mikrositik ditemukan pada :

Anemia defisiensi besi

Thalassemia

Keracunan Timah

Jika MCV tinggi, artinya sel makrositik atau ukurannya lebih besar dari sel
normal. Sel makrositik ditemukan pada :

Anemia pernisiosa

Defisiensi asam folat

Peminum alkohol

Terapi HIV menggunakan Zidovudine, Abacavir, Stavudin.

Nilai rujukan MCV normal :

Dewasa : 80 100 fL (baca femtoliter)

Bayi baru lahir : 98 122 fL

Anak usia 1-3 tahun : 73 101 fL

Anak usia 4-5 tahun : 72 88 fL

Anak usia 6-10 tahun : 69 93 fL

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) adalah jumlah rata-rata hemoglobin


didalam eritrosit. Eritrosit yang lebih besar (makrositik) biasanya memiliki
MCH yang lebih tinggi. Begitu sebaliknya, pada eritrosit yang lebih kecil
(mikrositik) akan memiliki nilai MCH yang lebih rendah. MCH
mengindikasikan bobot kadar hemoglobin di dalam eritrosit tanpa
diperhatikan ukurannya.

Nilai rujukan MCH normal :

Dewasa : 26 34 pg (baca pikogram)


9

Bayi baru lahir : 33 41 pg

Anak usia 1-5 tahun : 23 31 pg

Anak usia 6-10 tahun : 22 34 pg

Pada anemia normositik, MCV dalam batas normal, sedangkan pada


anemia makrositik MCV lebih besar dari batas normal dan pada anemia
mikrositik MCV lebih kecil dari batas normal.6

Pada golongan usia anak, gambaran morfologi mikrositik yang disertai


jumlah retikulosit rendah atau normal menunjukkan adanya kelainan pada
pematangan erythroid atau proses eritropoiesis yang tidak sempurna, dengan
defisiensi besi sebagai etiologi tersering, dan thalassemia minor sebagai
diagnosis bandingnya. Pada anemia mikrositik dengan jumlah retikulosis yang
meningkat, etiologi yang paling sering adalah thalassemia mayor.15
Pada anemia normositik dengan jumlah retikulosit yang rendah,
banyak etiologi yang dikaitkan dengan kelompok tersebut, tetapi etiologi yang
tersering adalah anemia penyakit kronik, anemia aplastic, dan keganasan. Bila
jumlah retikulosit adekuat atau meningkat, anemia pada umumnya disebabkan
karena adanya perdarahan, hipersplenisme, atau adanya hemolisis yang
sedang berlangsung. Pemeriksaan apusan darah tepi yang abnormal
(ditemukan sferositosis, sickle forms, dll) sering dilakukan untuk memastikan
etiologi anemia.4
Anemia yang ditemukan pada anak dengan gambaran morfologi sel darah
makrositik biasanya merupakan anemia megaloblastik, disebabkan oleh
gangguan sintesis DNA dan perkembangan inti sel, yang penyebab utamanya
ialah defisiensi asam folat, vitamin B12, dan kongenital. Pada anemia
makrositik dengan jumlah retikulosit rendah atau normal, anemia aplastik
kongenital (Diamond-blackfan dan Fanconi) serta hipotiroidisme merupakan
etiologi yang tersering. Penyebab lain diantaranya adalah Congenital
Dyserythropoietic Anemia/ CDA 1 dan III.6
5. Pendekatan Diagnosis Anemia
a. Anamnesis

10

Seringkali anak dengan anemia tidak menunjukkan tanda dan gejala


klinis anemia.18 Gejala klinis umumnya tidak tampak jelas hingga kadar Hb
mencapai 7-8 g/dl. Tanda-tanda klinis yang muncul dapat berupa pucat,
iritabel, pica (pada defisiensi besi), jaundice (pada hemolysis), sesak napas,
atau palpitasi.4
Terdapat berbagai macam factor yang harus diperhatikan dalam
anamnesis anak yang dicurigai menderita anemia. Faktor-faktor tersebut
adalah usia, jenis kelamin, ras, etnis, pola makan/diet, riwayat kelahiran &
masa neonatal, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat infeksi, dan riwayat
gangguan buang besar/diare.7
Usia penderita merupakan indikator yang penting untuk menentukan
etiologi penderita anemia, salah satunya ialah pada anemia yang disebabkan
oleh defisiensi besi. Anemia defisiensi besi tidak pernah terjadi pada bayi
cukup bulan sebelum usia 6 bulan, dan jarang terlihat pada bayi prematur
sebelum bayi mengalami peningkatan berat badan sebayak 2 kali berat lahir.
Anemia yang muncul pada periode neonatal pada umumnya disebabkan
karena kehilangan darah yang akut, isoimunisasi, atau manifestasi awal dari
anemia hemolitik bawaan atau infeksi bawaan. Anemia yang pertama kali
terdeteksi pada usia 3-6 bulan menunjukkan kelainan bawaan dari sintesis Hb
atau struktur Hb.7
Jenis kelamin dan ras juga memegang peran penting dalam
menentukan diagnosis banding. Pertimbangkan X-linked disorder pada lakilaki (G6PD deficiency, Pyruvate kinase deficiency). Defisiensi G6PD lebih
banyak ditemukan pada bangsa Filipina dan Yunani. Hb S dan C lebih umum
ditemukan pada ras kulit hitam, thalassemia mayor lebih sering ditemukan
pada ras putih, sedangkan thalassemia minor lebih sering pada ras kulit hitam
dan kuning.7
Riwayat kehamilan dan kelahiran juga perlu ditanyakan. Riwayat
hiperbilirubinemia pada anak mengarahkan pada kecurigaan adanya anemia
hemolitik kongenital, seperti defisiensi G6PD. Pada bayi prematur perlu
dicurigai adanya anemia defisiensi besi.5
Riwayat nutrisi memegang peran penting, terutama karena mayoritas
anemia yang terjadi di Indonesia disebabkan karena defisiensi asupan gizi
tertentu. Evaluasi sumber Fe, vitamin B12, asam folat atau vitamin E dalam

11

diet sehari-hari. Riwayat pica, geophagia atau pagophagia mengarah pada


defisiensi Fe.7

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pucat merupakan tanda yang khas pada
penderita anemia, tetapi tidak semua penderita anemia tampak pucat, terutama
bila masih berupa anemia ringan. Selain pucat, dapat juga ditemukan kelainan
lain pada kulit. Bila ditemukan hiperpigmentasi pada kulit maka dapat
dicurigai adanya anemia fanconi, pada jaundice atau kuning dapat dicurigai
anemia hemolitik baik akut maupun kronis, hepatitis, dan anemia aplastik,
sedangkan bila ditemukan ptekie atau purpura, dapat dicurigai adanya anemia
hemolitik autoimun dengan trombositopenia, sindrom hemolitik uremik,
aplasia, atau infiltrasi sumsum tulang.16
Pada pemeriksaan kepala dan leher dapat ditemukan kelainan pada
bentuk yaitu tulang frontal, maksila dan malar yang menonjol, yang
merupakan karakteristik dari thalassemia, dan seringkali diikuti dengan sclera
ikterik. Selain itu dapat juga ditemukan stomatitis singularis dan glositis,
biasanya pada penderita anemia defisiensi besi.16
Untuk pemeriksaan dada, bunyi jantung abnormal dapat ditemukan
bila anemia yang dialami cukup berat sehingga terjadi gangguan kerja pada
jantung atau adanya gagal jantung kongesti. Bila limpa teraba atau terjadi
pembesaran limpa, maka dapat dicurigai adanya proses hemolitik, infeksi,
keganasan, atau hipertensi portal.16
Tanda khas yang dapat ditemukan pada ekstremitas berupa spoon
nails, merupakan tanda adanya defisiensi besi. Sedangkan pada anemia
aplastik fanconi biasanya ditemukan displasia alat gerak radius.16
Tabel 3. Tanda atau Gejala pada Pemeriksaan Fisik pada Anak
Penyakit

Pucat

Perdarahan

Organomegali

12

Anemia Defisiensi
Anemia Hemolitik Akut
Anemia Aplastik
ITP
Anemia Pasca Perdarahan
Anemia Hemolitik Kronik
Leukemia Akut
Thalassemia dengan Hipersplenisme
Hemosiderosis Hati
Metastasis Tumor
Penyakit Infeksi Kronik

+
+
+
-/+
+/++
+
+
+
+
+
+

+
+
+
-/+
+
+
+
-/+
-/+

+
-/+
+
+
-/+
-/+

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sangat penting dilakukan untuk menentukan
tingkat keparahan dan menentukan etiologi pasti dari anemia. Pemeriksaan
yang dilakukan antara lain pemeriksaan darah lengkap (Hb, Ht, Eritrosit,
MCV, MCH, MCHC, Retikulosit, Hitung Jenis, dan Trombosit), pemeriksaan
apusan darah tepi untuk melihat morfologi dari sel daarh merah, dan
pemeriksaan tambahan lain sesuai dengan diagnosis banding yang didapatkan
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.5
Pemeriksaan lanjutan berupa TIBC ( Total Iron Binding Capacity),
ferritin, FEP ( Free Erythrocyte Protophyrin ) dilakukan bila dicurigai adanya
anemia defisiensi besi pada pasien. Selain itu dapat juga dilakukan
pemeriksaan occult blood pada tinja untuk mengetahui adanya perdarahan
pada saluran cerna dan endoskopi jika diperlukan.5
Pemeriksaan sumsum tulang, absorpsi vitamin B12/ Schilling test,
pemeriksaan kadar vitamin B12 dan folat dalam serum, dan analisis gaster
setelah injeksi histamin dilakukan pada penderita anemia dengan diagnosis
banding defisiensi vitamin B12. Pemeriksaan sumsum tulang berupa aspirasi
dan biopsi pada umumnya dilakukan jika ada kecurigaan anemia aplastik atau
leukemia.5

d. Pemeriksaan Morfologi Sel Darah Merah


13

Eritrosit normal berbentuk bulat pipih dan tidak berinti, tampak seperti
bentuk bikonkaf. Pada umumnya tampak berwarna merah dengan inti pucat
sebesar 1/3 diameter sel jika dilakukan pewarnaan Giemsa.17

Eritrosit adalah yang paling banyak ditemukan dalam apusan darah


tepi. Pemeriksaan morfologi harus mencakup penilaian ukuran, bentuk, dan
warna (pucat). Ukuran sel darah normal adalah sama dengan inti sel limfosit,
dengan diameter 7-8 mikron dan MCV 75-90 fl atau sesuai dengan usia. Dari
segi bentuk, eritrosit tampak bulat dan memiliki kontur halus. Dari segi warna,
area inti sel sebesar 1/3 dari diameter secara keseluruhan berwarna pucat.
Berkurangnya proporsi tersebut menunjukkan hyperchromia. Bila pucat secara
keseluruhan menghilang maka dapat dikarakteristikan sebagai spherocytes.
Bila pucat bertambah besar maka sel sebagai hipokromik. Pada umumnya selsel hipokromik mikrositik sering terlihat pada anemia defisiensi besi,
thalassemia, dan anemia penyakit kronis di masa anak-anak.5
Bayi yang baru lahir dapat memiliki beberapa bentuk eritrosit
sekaligus. Perlu diperhatikan bahwa ada variasi yang lebih luas dalam jenis sel
darah merah yang diamati pada apusan darah tepi bayi daripada dewasa,
sehingga temuan yang seharusnya menjadi perhatian dewasa sering dianggap
normal pada bayi.17

Mikrositik

Eritrosit lebih kecil dari ukuran normal dengan MCV <70 fl. Pada
umumnya sel mikrositik juga tampak hipokromik/pucat. Biasanya ditemukan
pada anemia defisiensi Fe, keracunan timbal, thalassemia, anemia penyakit
kronik, dan anemia sideroblastik.

Makrositik
14

Eritrosit lebih besar dari ukuran normal dengan MCV >100 fl. Dapat
ditemukan pada neonatus normal, kelaianan kromosom (trisomi 21), defisiensi
B12, defisiensi folat, hipotiroid, gangguan liver, pre-leukemia, dan
penggunaan obat-obatan antikonvulsi, antidepresan, estrogen, antiretroviral,
serta kemoterapi.

Eliptosis/ovaloctyes/pencil cell/cigar cell

Eritrosit berbentuk seperti rokok/ panjang dengan ukuran ujung


tumpul. Dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi yang berat.

Sel target

Eritrosit dengan Hb terkonsentrasi pada area tengah dikelilingi oleh


area berwarna pucat dan cincin Hb pada bagian perifer, atau disebut gambaran
Bulls eye. Dapat ditemukan pada penderita thalassemia.

Sel sabit/ Sickle Cell

Eritrosit tampak panjang dan meruncing pada kedua ujungnya. Dapat


berbentuk seperti huruf S maupun C dapat ditemukan pada penderita anemia
sel sabit.

Sel tetesan air / Teardrop Cell

Eritrosit berbentuk seperti tetesan air atau buah pir (pear shaped).
Dapat ditemukan pada mielofibrosis.

Tabel 4. Pemeriksaan Darah Tepi Lengkap pada Anak dengan Anemia


Hb

Ht

Leukosit
N/

Trombosit
N

Hitung Jenis
N/segmenter

Retikulosit
N /

MCV

RDW

Anemia
Aplastik

Limpositosis
Relatif

N/

ITP

N/

N/

N /

ADB

15

Leukemia
Akut
Thalassemia
Minor
Thalassemia
Mayor
Anemia
Hemolitik

/ N /

N/

N/

N /

Dominasi satu
sel
N

/ N /

N normoblast

N Normoblast

6. Terapi Anemia
Anemia sendiri bukan merupakan diagnosis akhir tetapi merupakan
gejala, sehingga terapi pada anemia harus didasarkan pada penyebab /
etiologi dari anemia yang diderita. Pasien yang memiliki anemia berat
sebaiknya diberikan transfusi darah sementara evaluasi untuk menegakkan
diagnosis dan etiologi dilakukan.18

B. Anemia Defisiensi Besi


1. Definisi Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi
kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang.14
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling
parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum,
dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai
hematokrit yang menurun.19
Gambar 2. Anemia Defisiensi Besi

16

2. Zat Besi (Fe)


Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram
berat badan. Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan
protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan
lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah
mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang terdapat dalam
tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang
nonesensial.
Fe esensial ini terdapat pada :
1. Hemoglobin 66 %
2. Mioglobin 3 %
3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya
sitokrom oksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase
sebanyak 0,5%
4. Pada transferin 0,1 %.
Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan
hemosiderin sebanyak 25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.
Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah
hati, jantung dan kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging,
ayam dan ikan. Sedangkan nonheme-iron banyak terdapat pada kacangkacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal. Susu dan produk susu
mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-2 mg
17

zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron
merupakan sumber utama zat besi.
3. Kebutuhan Zat Besi
Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Umur, jenis kelamin dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat
mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadaan depot Fe memegang peranan
yang penting pula.
Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi
disebabkan oleh pertumbuhannya. Bayi dilahirkan dengan 0,5 gram besi,
sedang dewasa kira-kira 5 gram, untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8
gram besi harus diabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertama kehidupan.
Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk
menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu
untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg
besi harus diabsorbsi.

4. Metabolisme Zat Besi


Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus,
terutama di duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal
penyerapan akan semakin berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus,
yaitu :
1. Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan)
Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non
heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl
lambung, asam amino dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+
). Bentuk fero diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero
mengalami oksidasi menjadi feri yang selanjutnya berikatan dengan
apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke peredaran darah
setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero
direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk
18

transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke


hepar, limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai
cadangan besi tubuh.
Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang
akan bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin
dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan
mengalami degradasi menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam
plasma dan mengikuti siklus seperti di atas.
2. Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan)
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl
lambung dan enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang
akan masuk ke sel mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim
hemeoksigenasi menjadi ion feri dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus
seperti di atas.
Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan non heme-iron


Ferro lebih mudah diserap daripada ferri
Asam lambung akan membantu penyerapan besi
Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat
Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang
dewasa karena proses pertumbuhan
6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein
7. Asam askorbat dan asam organik tertentu
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara
mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga
seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi sudah terikat dengan besi,
maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan menjadi sangat
menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka
kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.
Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin
yang ebrsifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak
di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih
stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin. Hemosiderin terutama ditemukan
dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan
19

besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam


tubuh.11

5. Fisiologi Produksi Hemoglobin


Eritropoitin adalah pengatur hormon primer dan merupakan produksi sel
darah merah (SDM). Pada fetus, eritropoitin dihasilkan dari monosit/makrofag
di hati. Setelah lahir, eritropoitin diproduksi oleh sel-sel peritubular ginjal.
Dalam differensiasi sel darah merah , kondensasi material inti sel merah,
menghasilkan hemoglobin sehingga jumlahnya mencapai 90% dari masa sel
darah merah. Normalnya sel darah merah dapat bertahan sekitar 120 hari,
sementara abnormalnya SDM dapat bertahan hanya selama 15 hari.
Setelah eritrosit berumur 120 hari fungsinya kemudian menurun dan
selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami
proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan
direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan
mengikuti siklus seperti diatas atau tetap disimpan sebagai cadangan tergantung
aktivitas eritropoisis.20
6. Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Terjadinya anemia defisiensi besi dangat ditentukan oleh kemampuan
absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan
jumlah yang hilang.21
Kebutuhan besi dapat disebabkan :
1. Kebutuhan yang meningkat fisiologis :
Pertumbuhan
Pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan
meningkat sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi Fe
meningkat.

Menstruasi
Penyebab tersering pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat
menstruasi.
20

2. Kurangnya besi yang diserap


Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Bayi cukup bulan memerlukan + 200 mg besi dalam 1 tahun pertama
untuk pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI jarang menderita
anemia karena 40 % besi dalam ASI diabsorpsi oleh bayi.

Malabsorpsi besi
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya
mengalami perubahan secara histologis dan fungsional.

3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya
anemia defisiensi Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan
kehilangan besi 0,5 mg. Perdarahan dapat karena ulkus peptikum, infeksi
cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS, indometasin).
4. Kehamilan
Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan oleh kebutuhan
besi oleh fetus untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat
laktasi.
5. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan
anemia pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
6. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan.
Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin
1,8-7,8 mg/hari.
7. Iatrogenic blood loss
Terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya untuk pemeriksaan
laboratorium.
8. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi, pada keadaan ini kadar Hb dapat turun drastis
hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
9. Latihan yang berlebihan
Pada orang yang berolahraga berat kadar feritin serumnya akan kurang dari
10 ug/dl.
21

Tabel 5. Etiologi Anemia Defisiensi Besi Berdasarkan Usia 22


Usia
< 1 tahun

1-2 tahun

2-5 tahun

5 tahun remaja

Penyebab
Berat Badan Lahir Rendah
Gemeli
Asi Eksklusif tanpa suplemen besi
Susu formula rendah besi
Anemia selama kehamilan
Asupan kurang
Infeksi Berulang
Obesitas
Malabsorpsi
Asupan kurang
Kebutuhan meningkat
Perdarahan
Asupan berkurang
Perdarahan oleh karena infeksi

7. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe
yang berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi,
yaitu : 11

Iron depletion
Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe
serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi
besi non heme.

Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis


Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan
saturasi transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat.

Iron deficiency anemia


22

Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini
ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum
rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah
8. Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi
Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu
diperhatikan oleh penderita dan keluarga, yang ringan diagnosa ditegakkan
hanya dari laboratorium. Gejala yang umum adalah pucat. Pada Anemia
defisiensi besi dengan kadar 6-10 g/dl terjadi kompensasi kompensasi yang
efektif sehingga gejalanya hanya ringan.23
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat
kekurangan besi seperti: 23

Perubahan epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (spoon-shaped nail),


atrofi papila lidah, perubahan mukosa lambung dan usus halus.
Penurunan aktivitas kerja.
Termogenesis yang abnormal ditandai dengan ketidakmampuan
mempertahankan suhu tubuh normal saat udara dingin.
Daya tahan tubuh menurun karena fungsi leukosit yang abnormal.
9. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi
Diagnosis anemia defisensi ditegakkan berdasarkan: 23

Anamnesis untuk mencari faktor predisposisi dan etiologi, antara lain: bayi
berat lahir rendah (BBLR), bayi kurang bulan, bayi yang baru lahir dari ibu
anemia, bayi yang mendapat susu sapi sebelum usia 1 tahun, dan lain-lain
sebagainya.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya gejala pucat menahun
tanpa disertai adanya organomegali, seperti hepatomegali dan
splenomegali.
Pada penderita anemia defisiensi Fe dapat ditemukan pemeriksaan
laboratorium sebagai berikut :
1. Apus darah tepi Gambaran morfologi darah tepi akan ditemukan
keadaan hipokrom, mikrositer, anisositosis, poikilositosis
2. Leukosit : jumlahnya normal, pada anemia defisiensi Fe yang kronis
dapat ditemukan granulositopenia ringan
3. Trombosit : meningkat 2 - 4 kali dari nilai normal
4. Apus sumsum tulang : hiperplasia sistem eritropoietik dan
berkurangnya hemosiderin.
23

5. MCV, MCH, MCHC menurun


6. Kadar Fe serum menurun
7. TIBC meningkat ( > 410 ug/dl)
8. Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP) > 100 ug/dl eritrosit
9. Kadar feritin menurun
10. Saturasi transferin menurun
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan suatu
anemia defisiensi Fe : 23
Menurut WHO

Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia


Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N 32-35)
Kadar Fe serum <5g/dl (N: 80- 180g/dl)
Saturasi transferin <15 % (N : 20-50 %)

Menurut Cook dan Monsen

Anemia hipokrom mikrositer


Saturasi transferin <16%
Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit
Kadar feritin serum < 12g/dl
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria harus dipenuhi.

Menurut Lankowsky

Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi


dengan kadar MCV, MCH, dan MCHC yang menurun
FEP meningkat
Feritin serum menurun
Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST menurun
Respon terhadap pemberian preparat besi
o Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah
pemberian besi.
o Kada Hb meningkat 0,25-0,4 g/dl atau PCV meningkat 1
%/hari
Sumsum tulang
o Tertundanya maturasi sitoplasma
o Pada pewaranaan tidak ditemukan besi

10. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi


24

Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui


faktor penyebab dan mengatasinya serta memberi terapi penggantian dengan
preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. 23
1. Terapi Oral
Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous
glukonat, fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi
elemental diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih baik jika
lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada saluran
cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang
dapat menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu
pemberian besi bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan
mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus
diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi. 23
2. Terapi Parental
Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal.
Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding
peroral. Indikasi parenteral: Tidak dapat mentoleransi Fe oral Kehilangan
Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral.
Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan
pemberian Fe oral (colitis ulserativa). Tidak dapat mengabsorpsi Fe
melalui traktus gastrointestinal. Tidak dapat mempertahankan
keseimbangan Fe pada hemodialisa Preparat yang sering diberikan adalah
dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung
berdasarkan : Dosis besi (mg)=BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl)
x 2,5. 23
3. Terapi Transfusi
Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam
penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan,
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respon terapi. Secara umum untuk penderita anemia berat
dengan kadar Hb <6. 23
Pada tanggal 25 Februari 2014, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
merekomendasikan pemberian suplemen besi kepada bayi dan anak untuk
25

menurunkan angka kejadian defisiensi besi. Suplemen besi diberikan kepada


semua anak, dengan prioritas usia balita (0-5 tahun), terutama usia 0-2 tahun.
Dosis dan lama pemberian suplementasi untuk :
Bayi BBLR (<2500 g) : 3 mg/kgBB/hari untuk usia 1 bulan sampai 2 tahun
(dosis maksimum 15 mg/hari, diberikan dosis tunggal).
Bayi cukup bulan : 2 mg/kgBB/hari untuk usia 4 bulan sampai 2 tahun.
Usia 2-5 tahun (balita) : 1 mg/kgBB/hari, 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun.
Usia >5-12 tahun (usia sekolah) : 1 mg/kgBB/hari, 2x/minggu selama 3
bulan berturut-turut setiap tahun.
Usia 12-18 tahun (remaja) : 60 mg/hari atau 1 mg/kgBB/hari, 2x/minggu
selama 3 bulan berturut-turut setiap tahun (khusus remaja perempuan,
ditambah 400 g asam folat.
Untuk saat ini, uji tapis (skrining) defisiensi besi secara masal belum
direkomendasikan. Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan mulai usia 2
tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Bila pada hasil
pemeriksaan ditemukan anemia, dicari penyebab anemia dan bila perlu
dirujuk.24
Gambar 3. Jumlah Zat Besi yang direkomendasikan per hari

11. Pencegahan Anemia Defisiensi Besi


Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan
besi pada awal kehidupan adalah sebagai berikut : 23

Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.


Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.
26

Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya
dengan asam askorbat (jus buah).
Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.
Pemakaian PASI yang mengandung besi.

12. Prognosis Anemia Defisiensi Besi


Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja
dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang
adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinisnya akan membaik dengan
pemberian preparat besi.23

C. Anemia Hemolitik
1. Definisi Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik ialah anemia yang disebabkan karena kecepatan
penghancuran sel darah merah (eritrosit) lebih besar dari pada normal. Pada
anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit
100-120 hari). Pada anemia hemolitik keadaan anemi terjadi karena
meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan
ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit. Untuk
mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut,
penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari
normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 1520 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun bila sumsum tulang tidak
mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemia.25
Penghancuran Sel darah merah dalam sirkulasi dikenal dengan
hemolisis yang dapat disebabkan karena gangguan pada sel darah merah itu
sendiri yang memperpendek umurnya (instrinsik) atau perubahan lingkungan
yang menyebabkan penghancuran eritrosit.11
Gambar 4. Anemia Hemolitik

27

2. Etiologi dan Klasifikasi Anemia Hemolitik


Penyakit anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar,
yaitu:

25

1.

Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit


sendiri. Umumnya peneyebab hemiolisis ini adalah kelainan bawaan
(kongenital).
2.
Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya
penyebabnya merupakan faktor yang di dapat (acquired).
Gangguan Intrakorpuskular (Kongenital)
Kelainan ini umumnya disebabkan karena adanya gangguan metabolisme
dalam eritrosit itu sendiri. Keadaan ini dapat digolongkan menjadi 3, yaitu: 26
1.

Gangguan pada struktur dinding eritrosit

Gangguan pada struktur di dinding eritrosit terbagi menjadi: 26


a. Sferositosis
Kelainan kongenital ini sering terjadi pada orang Eropa Barat. Pada penyakit
ini umur eritrosit lebih pendek, kecil, bundar dan resistensinya terhadap NaCl
hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering terjadi ikterus.jumlah
retikulosit menjadi meningkat. Hemolisis diduga disebabkan karena kelainan
28

membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding ikterus.
Kelainan radiologis ditemukan pada anak yang telah lama menderita penyakit
ini. 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
b. Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% eritrositnya berbentuk oval. Penyakit ini diturunkan
secara dominan menurut hukum Mendel. Hemolisis tidak seberat sferositosis.
Splenektomi biasanya dapat mengurangi hemolisis.
c. A-beta lipoproteinemia
Pada penyakit ini terjadi kelainan bentuk eritrosit. Diduga kelainan bentuk ini
disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
d. Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.

2.

Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam


eritrosit.
Setiap gangguan metabolisme dalam eritrosit akan menyebabkan umur
erotrosit menjadi pendek dan timbul anemia hemolitik.

a.

Defisiensi Glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase(G-6PD)
Defisiensi G-6PD ditemukan pada berbagai bangsa di dunia. Kekurangan
enzim ini menyebabkan glutation tidak tereduksi. Glutation dalam keadaan
tereduksi diduga penting untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi,
terutama obat-obatan. Penyakit ini diturunkan secara dominan melalui
kromosom X. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada:

b.

Obat-obatan. (asetosal, piramidon, sulfa, obat anti malaria, dll)


Bayi baru lahir.

Defisiensi glutation reduktase


Kadang disertai trombopenia dan leukopenia.

c.

Defisiensi glutation
29

Penyakit ini diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.


d.

Defisiensi piruvat kinase


Pada bentuk homozigot terjadi lebih berat. Khasnya terjadi peninggian
kadar 2,3 difosfogliserat.

e.

Defisiensi Triose Phosphate Isomerase


Gejala mirip dengan sferositosis, tetapi tidak terdapat fragilitas osmotik dan
hasil darah tepi tidak ditemukan sferositosis. Pada keadaan homozigot
terjadi lebih berat dan bayi akan meninggal di tahun pertama
kehidupannya.
f. Defisiensi Difosfogliserat Mutase
g. Defisiensi Heksokinase
h. Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
3.

Hemoglobinopatia

Hemoglobin orang dewasa normal terdiri dari HbA yang merupakan


98% dari seluruh hemoglobinnya. HbA2 yang tidak lebih dari 2% dan HbF
yang tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar
dari hemoglobinnya (95%), kemudianntrasi HbF akan menurun, sehingga
pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan normal. Terdapat 2 golongan besar
gangguan pembentukan hemoglobin yaitu:
a. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglibin abnormal)
misalnya HbS, HbE dan lain-lain.
Kelainan hemoglobin ini ditentukan oleh adanya kelainan genetik yang dapat
mengenai HbA, HbA2 atau HbF. Pada penyakit ini terjadi pergantian asam
amino dalam rantai polipeptida pada tempat-tempat tertentu atau tidak adanya
asam amino atau beberapa asam amino pada tempat-tempat tersebut. Kelainan
yang paling sering terjadi pada rantai dan .
b. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa rantai globin misalnya
talasemia.
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang herediter yang
diturunkan secara resesif . Di Indonesia, talasemia merupakan penyakit
30

terbanyak di antara
intrekorpuskuler.

golongan

anemia

hemolitik

dengan

penyebab

Secara klinis talasemia dibagi menjadi 2 golongan yaitu talasemia mayor


(homozigot) yang memberikan gejala klinis yang khas dan talasemia minor
yang biasanya tidak memberi gejala. 26

Gangguan Ekstrakorpuskuler (Acquired)


Gangguan ini biasanya didapat yang dapat disebabkan oleh:
1.

Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin,air), toksin


(hemolisin) Streptococcus, virus, malaria, luka bakar.

2.

Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya dapat menyebabkan


penghancuran erotrosit.

3.

Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya


reaksi antigen-antibodi seperti:
a. Antiagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah lain seperti
Rhesus dan MN.
b. Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tapi dalam tubuh
melekat pada permukaan eritrosityang merangsang pembuatan anti
yang kemudian menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang
menyebabkan hemolisis.
c. Hemolisis akibat proses autoimun. 26

3. Epidemiologi Anemia Hemolitik


Sferositosis herediter merupakan anemia hemolitik yang sangat
berpengaruh di Eropa Barat, terjadi sekitar 1 dari 5000 individu. Sferositosis
mengenai demua jenis etnis namun pada ras non kaukasian tidak diketahui.
Sferositosis herediter paling sering diturunkan secara dominan autosomal.
Pada beberapa kasus, sferositosis herediter mungkin disebabkan karena mutasi
atau anomali sitogenik. 27
Di Amerika, prevalensi eliptospirosis kira-kira 3-5 per 10.000.
eliptospirosis paling sering pada orang Afrika dan Amerika. Eliptospirosis
31

sering terjadi pada daerah dengan endemik malaria. Di Afrika ppada area
ekuator, eliptospirosis terjadi sekitar 20,6%. Bentuk lain dari penyakit ini
ditemukan pada Asia Tenggara yang ditemukan sekitar 30% darai populasi.
Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal. 27
Defisiensi G6PD dilaporkan di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi
terjadi pada daerah tropis dan subtropis. Telah dilaporkan lebih dari 350
varian. Ada banyak variasi pada expresi klinis pada varian enzim. 27
Talassemia merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling
sering terjadi di dunia, sanagt umum terjadi di sepanjang sabuk talasemia
yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Gen talassemia
sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik
manusia yang paling prevalen. Di beberapa Asia Tenggara sebanyak 40% dari
populasi memiliki satu atau lebih gen talasemia. Daerah geografi dimana
talassemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan Plasmodium
falciparum dulunya merupakan endemik. 27
Insiden anemia hemolitik autoimun kira-kira 1 dari 80.000 populasi.
Pada perempuan predominan terjadi tipe idiopatik. Tipe sekunder terjadi
peningkatan pada umur 45 tahun dimana variasi idiopatik terjadi sepanjang
hidup. 27
Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah
eritroblastosis fetalis pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh trnsfer
transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia
hemolitik isoimun. Eritroblastosis fetalis disebut Hemolitik Disease of the
Newborn (HDN).28
4. Patogenesis Anemia Hemolitik
Proses hematopoesis pada embrio janin terjadi diberbagai tempat,
termasuk hati, limpa,timus,kelenjar getah bening, dan sumsum tulang. Sejak
lahir sepanjang sisa hidupnya terutama di sumsum dan sebagian kecil di
kelenjar getah bening.29
Dalam keadaan normal, sel-sel darah merah yang sudah tua
difagositosis oleh sel-sel retikuloendotelial, dan hemoglobin diuraikan
menjadi komponen-komponen esensialnya. Besi yang didapat dikembalikan
ke transferin untuk pembentukan sel darah merah baru dan asam-asam amino
dari bagian globin molekul dikembalikan ke kompartemen asam amino
32

umum. Cincin protoporfirin pada heme diuraikan di jembatan alfa metana dan
karbon alfanya dikeluarkan sebagai karbon monoksida melalui ekspirasi.
Tetrapirol yang tersisa meninggalkan sel retikuloendotelial sebagai bilirubin
indirek dan menjadi hati, tempat zat ini terkonjugasi untuk ekskresi di
empedu. Dui usus, biliruin glukoronida diubah menjadi urobilinogen untuk
eksresi di tinja dan urin.25
Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravaskuler. Pada
hemolisis intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah.
Sel-sel darah merah juga dapat mengalami hemolisis intravaskuler disertai
pembebasan hemoglobin dalam sirkulasi. Tetramer hemoglobin bebas tidak
stabil dan cepat terurai menjadi dimer alfa-beta, yang berikatan dengan
haptoglobulin dan disingkarkan oleh hati. Hemoglobin juga dapat teroksidasi
menjadi methemoglobin dan terurai menjadi gugus globin dan heme. Sampai
pada tahap tertentu, heme bebas dapat terikat oleh hemopeksin dan atau
albumin untuk selanjutnya dibersihkan oleh hepatosit. Kedua jalur ini
membantu tubuh menghemat besi untuk menunjang hematopoiesis. Apabila
haptoglobin telah habis dipakai, maka dimer hemoglobinyang tidak terikat
akan di eksresikan oleh ginjal sebagai hemoglobin bebas, methemoglobin,
atau hemosiderin.30
Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskuler. Pada
hemolisis ekstravaskuler destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem
retikuloendotelial karena sel eritrosit yang telah mengalami perubahan
membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga
difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag.25
Sejumlah bahan dan kelainan dengan kemampuan dapat merusak
eritrosit yang dapat menyebabkan destruksi prematur eritrosit. Di antara yang
paling jelas telah di pastikan adalah antibodi yang berikatan dengan anemia
hemolitik. Ciri khas penyakit ini adalah dengan uji Coombs direk positif, yang
menunjukkan imunoglobulin atau komponen komplemen yang menyelubungi
permukaan eritrosit. Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek
pediatrik adalah penyakit hemolitik bayi baru lahir( eritroblastosis fetalis) atau
HDN yang disebabkan oleh transfer transplasenta antibodi ibu yang aktif
terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun.25
Pada Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) sering terjadi ketika
ibu dengan Rh(-) mempunyai anak dari seorang pria yang memiliki Rh(+).
Ketika Rh bayi (+) seperti ayahnya, masalah dapat terjadi jika sel darah merah
33

si bayi dengan Rh(+) sebagai benda asing. Sistem imun ibu kemudian
menyimpan antibodi tersebutketika benda asing itu muncul kembali, bahkan
pada saat kehamilan berikutnya. Sekarang Rh ibu terpapar.28
Pada anemia hemolitik autoimun, antibodi abnormal ditujukan kepada
eritrosit, tetapi mekanisme patogenesisnya belum jelas. Autoantibodi mungkin
dihasilkan oleh respon imun yang tidak serasi terhadap antigen eritrosit. Atau,
agen infeksi dapat dengan sesuatu cara mengubah membran eritrosit sehingga
menjadi asing atau antigenik terhadap hospes.25
5. Diagnosis Anemia Hemolitik
Semua jenis anemia hemolitik ditandai dengan: 30
1. Peningkatan laju destruksi sel darah merah
2. Peningkatan kompensatorik eritropoiesis yang menyebabkan retikulositosis
3. Retensi produk destruksi sel darah merah oleh tubuh termasuk zat besi.
Karena zat besi dihemat dan mudah di daur ulang, regenerasi sel darah
merah dapat mengimbangi hemolisis. Oleh karena itu, anemia ini hampir
selalu berkaitan dengan hiperplasia aritroid mencolok di dalam sumsum
tulang dan meningkatnya hitung retikulosit di darah tepi. Apabila anemia berat
dapat terjadi hematopoiesis ekstramedularis di limpa, hati, dan kelenjar getah
bening. Apapun mekanismenya, hemolisis intravaskuler bermanifestasi
sebagai hemoglobinemia, hemoglobinuria, jaundice dan hemosiderinuria.30
Gejala umum penyakit ini disebabkan oleh adanya penghancuran
eritrosit dan keaktifan sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi
terhadap penghancuran tersebut. Bergantung pada fungsi hepar, akibat
pengancuran eritrosit berlebihan itu dapat menyebabkan peninggian kdar
bilirubin atau tidak. Sumsum tulang dapt membentuk 6-8 kali lebih banyak
eritropoietik daripada biasa, sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak sekali
eritrosit berinti, jumlah retikulosit meninggi, polikromasi. Bahkan sering
terjadi eritropoiesis ekstrameduler. Kekurangan bahan sebagai pembentuk
seperti vitamin, protein dan lain-lain atau adanya infeksi dapat menyebabkan
gangguan pada keseimbangan antara penghancuran dan pembentukan sistem
eritropoietik, sehingga keadaan ini dapat menimbulkan krisis aplastik.25
Limpa umumnya membesar karena organ ini menjadi tempat
penyimpanan eritrosit yang dihancurkan dan tempat pembuatan sel darah
34

ekstrameduler. Pada anemia hemolitik yang kronis terdapat kelainan tulang


rangka akibat hiperplasia sumsum tulang.25
Salah satu dari tanda yang paling sering di kaitkan dengan anemia
adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan karena berkurangnya volume
darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan
pengiriman O2 ke organ-organ vital. Dispneu, nafas pendek dan cepat lelah
waktu melakukan aktifitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya
pengirirman O2. Sakit kepala, pusing, pingsan dan tinitus (telinga
berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigenasi pada sistem saraf
pusat.25

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan : 31

Tampak pucat dan ikterus


Tidak ditemukan perdarahan dan limfadenopati
Dapat ditemukan hepatosplenomegali.

Pemeriksaan penunjang
Hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit, DDR, hapusan darah tepi, analisa
Hb, Coombs test, tesfragilitas osmotik, urin rutin, feses rutin,pemeriksaan
enzim-enzim.31

6. Penatalaksanaan Anemia Hemolitik


Orang dengan anemia hemolitik yang ringan mungkin tidak
membutuhkan pengobatan khusus selama kondisinya tidak jelek. Seseorang
dengan anemia hemolitik berat biasanya membutuhkan pengobatan
berkelanjutan. Anemia hemolitik yang berat dapat menjadi fatal jika tidak diobati
dengan tepat. 32
Tujuan pengobatan anemia hemolitik meliputi: 32
35

Menurunkan atau menghentikan penghancuran sel darah merah.


Meningkatkan jumlah sel darah merah
Mengobati penyebab yang mendasari penyakit.
Pengobatan tergantung pada tipe, penyebab dan beratnya anemia
hemolitik. Dokter mungkin mempertimbangkan umur, kondisi kesehatan dan
riwayat kesehatan. 32
Transfusi darah
Transfusi darah digunakan untuk mengobati anemia hemolitik berat. 32
Obat-obatan
Obat-obatan dapat memperbaiki beberapa tipe anemia hemolitik, khususnya
anemia hemolitik karena autoimun. Kortikosteroid seperti prednison dapat
menekan sistem imun atau membatasi kemampuannya untuk membentuk
antibodi terhadap sel darah merah. 32
Jika tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka dapat diganti dengan obat lain
yang dapat menekan sistem imun misalnya rituximab dan siklosporin. 32
Jika ter jadi anemia sel sabit yang berat maka diberikan hydroxiurea. Obat ini
mempercepat pembentukan fetal hemoglobin. Fetal hemoglobin membantu
mencegah pembentukan sel sabit pada sel darah merah. 32
Plasmapheresis
Plasmapheresis merupakan prosedur untuk menghilangkan antibodi dari darah.
Pengobatan ini mungkin membantu jika pengobatan lain untuk anemia imun
tidak bekerja. 32
Operasi
Beberapa oarang dengan anemia hemolitik mungkin memerlukan operasi untuk
mengangkat limpa.limpa pada orang normal yang sehat membantu melawan
infeksi dan menyaring sel darah yang telah tua dan menghancurkannya.
Pembesaaran atau penyakit pada limpa dapat menghilangkan lebih banyak sel
darah merah dari jumlah yang normal sehingga menyebabkan anemia.
Pengankatan limpa dapat menghentikan atau menurunkan jumlah sel darah
merah yang mengalami destruksi. 32
Transpalantasi stem sel darah dan sumsum tulang belakang
36

Pada beberapa tipe anemia hemolitik seperti talassemia, sumsum tulang tidak
dapat membentuk sel darah merah yang sehat. Sel darah merah yang terbentuk
dapat dihancurkan sebelum waktunya. Transplantasi darah dan sumsum tulang
mungkin dapat dipertimbangkan untuk mengobati jenis anemia hemolitik
ini.transplantasi ini mengganti stem sel yang rusak dengan stem sel yang sehat
dari donor. 32
Perubahan pola hidup
Jika seseorang menderita anemia hemolitik dengan antibodi reaktif terhadap
dingin, coab untuk hindari temperatur dingin. Seseorang yang lahir dengan
defisiensi G6PD harus menghindari hal yang dapat mencetuskan anemia
misalnya fava beans, naftalena, dan obat-obatan tertentu.3
D. Anemia Aplastik
1. Definisi Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan salah satu bentuk anemia yang disertai oleh
pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan
primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya
infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang.33
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya
sistem keganasan hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan
sumsum tulang.34
Gambar 5. Anemia Aplastik

2. Prevalensi Anemia Aplastik


37

Ditemukan lebih dari 70 % anak-anak menderita anemia aplastik. Tidak


ada perbedaan secara bermakna antara laki-laki dan perempuan, namun beberapa
penelitian nampak insiden pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita.
Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai dinegara barat dengan
insiden 1-3/ 1 juta/tahun. Namun dinegara timur seperti Thailand, negara asia
lainnya seperti Indonesia, Taiwan dan Cina insidennya lebih tinggi. Penelitian
pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan 3.7/1 juta/tahun.34
3. Etiologi Anemia Aplastik
Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik,
yaitu penyebabnya tidak diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam
mencari penyebab ini karena penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan dan
karena belum adanya model binatang percobaan yang tepat. Penyebab anemia
aplastik dapat dibedakan atas penyebab primer dan sekunder.33
Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar
yaitu:
1. Faktor kongenital
Anemia aplastik yang diturunkan : sindroma fanconi yang biasanya disertai
kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan
ginjal dan sebagainya.34
Anemia Fanconi, adalah kelainan autosomal resesif yang di tandai oleh
defek pada DNA repair dan memiliki predisposisi ke arah leukimia dan
tumor padat.35
Diskeratosis kongenita, adalah sindrom kegagalan sumsum tulang
diwariskan yang secara klasik muncul dengan triad pigmentasi kulit
abnormal, distrofi kuku, dan leukoplakia mukosa. Diskeratosis kongenita
autosomal dominan disebabkan mutasi pada gen TERC (yang menyandi
komponen RNA telomerase) dan pada akhirnya mengganggu aktivitas
telomerase dan pemendekan telomer abnormal.35
Sindrom Shwachman-Diamond, adalah kelainan autosomal resesif yang
ditandai dengan disfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan
kegagalan sumsum tulang. Seperti pada anemia Fanconi, penyakit ini
memiliki resiko myelodisplasia atau leukimia pada usia yang sangat
muda.35
38

Trombositopenia amegakryositik, adalah kelainan yang ditandai dengan


trombositopenia berat dan tidak adanya megakryosit pada saat lahir.35
Aplasia sel darah merah murni/pure red cell anemia (PRCA), yaitu anemia
yang timbul karena kegagalan murni sistem eritroid tanpa kelainan sistem
mieloid atau megakariosit.33

2. Faktor didapat
Sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lanilla
dihubungkan dengan:

Bahan Kimia:33
1. Hidrokarbon siklik: benzena & trinitrotoluena
2. Insektisida: chlorade atau DDT
3. Arsen anorganik
Obat-obatan :
Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas
utamanya; efeknya tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua
pengguna. Berbeda dengan hal tersebut, reaksi idiosinkronasi pada
kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik tanpa hubungan
dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu
penelitian internasional berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara
kuantitatif menilai pengaruh obat, terutama analgesic nonsteroid,
sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa psikotropika, penisilamin,
allopurinol, dan garam emas.34
Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan kausatif: obat tertentu
dapat digunakan untuk mengatasi gejala pertama dari kegagalan sum-sum
(antibiotic untuk demam atau gejala infeksi virus) atau memprovokasi gejala
pertama dari penyakit sebelumnya (petechiae akibat NSAID yang diberikan
pada pasien thrombositopenia). Pada konteks penggunaan obat secara total,
reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang terjadi
dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun
dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000
pengobatan dan kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit
39

dari itu (resiko selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan kasus
kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan
epidemic anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan
peningkatan frekuensi kegagalan sum-sum tulang). Perkiraan resiko
biasanya lebih rendah ketika penelitian berdasarkan populasi.36
Akibat kehamilan
Pada kehamilan kadang-kadang ditemikan pansitopenia yang disertai aplasia
sumsum tulang yang berlangsungnya bersifat sementara. Mungkin ini
disebabkan oleh estrogen dengan predisposisi genetik, adanya zat
penghambat dalam darah atau tidak adanya perangsang hematopoiesis.
Anemia ini sembuh setelah terminasi kehamilan dan dapat kambuh lagi pada
kehamilan berikutnya.35
Infeksi :
Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya
anemia aplasia, dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari
etiologi pada kebanyakan kejadian. Pasien biasanya pria muda yang sembuh
dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya; pansitopenia
biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C,
non-G) dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi.
Kegagalan hepar fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis
seronegatif dan kegagalan sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini.
Anemia aplastik terkadang terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus
Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum pada sebagian pasien,
beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus B19,
penyebab krisis aplastik transient pada anemia hemolitik dan beberapa
PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan
sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering
terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun
sembuh kembali setelah infeksi berakhir.36
Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi
dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA
dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan
40

hematopoiesis sangat sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena


maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma
sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis.34
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan
luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi
dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda
kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai
sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh
tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum
tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau
100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel
pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem
sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan
pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis
radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima transplantasi sumsum
tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat
menyebabkan anemia aplastik.37
4. Klasifikasi Anemia Aplastik
Klasifikasi anemia aplastik disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 6. Klasifikasi Anemia Aplastik

41

Didapat

Bahan kimia dan obat


- Dapat menyebabkan aplasia
dalam dosis yang memenuhi.
Misal: radiasi ion, Benzena
- Bahan
yang
seringkali
menyebabkan
Misal: obat
Penyebab lain
- Infeksi

virus

hipoplasia.

tertentu

(Hepatitis, Epstein-Barr, HIV,


dengue)
- Infeksi mikobakterial
- Difusi fasciitis eosinofilik
- Kehamilan
- Penyakit Simmond
Idiopatik

Kongenital

Fanconi
Defisiensi pankreas pada anak-anak
Kelainan herediter pada jalur folat

Yamaguchi (2005) menerangkan klasifikasi anemia aplastik terbagi


menjadi anemia aplastik didapat dan anemia aplastik kongenital. Anemia
aplastik didapat diungkapkan oleh Yamaguchi banyak diperantarai oleh imun.
Sedangkan anemia aplastik kongenital terbagi atas Fanconi dan dyskeratosis
kongenital.38
Angka kejadian anemia aplastik didapat (70 %) lebih banyak daripada
anemia aplastik kongenital (20%).
5. Patogenesis Anemia Aplastik

42

Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini,


patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang
dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu : 34
1. kerusakan sel hematopoitik
2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
3. proses imunologik yang menekan hematopoisis
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia
aplastik yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi
disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang
didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel
oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik
yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel. 34
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik
yang paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang
langka. Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali)
mengalami perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien
dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic
sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga
mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F.
Hal ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat
berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker
payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi
anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum
diketahui dengan pasti. 34
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat
disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen
ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis
DNA dan RNA. 34
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin
merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun
mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan
dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel.
Pembunuhan langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui
interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada

43

pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram
(apoptosis). 34
6. Manifestasi Klinis Anemia Aplastik
Anemia aplastik mungkin muncul mendadak atau perlahan-lahan.
Hitung jenis darah menentukan manifestasi klinis. Anemia menyebabkan
fatig, dispneadan jantung berdebar-debar. Trombositopenia menyebabkan
mudah memar dan perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentana
terhadap infeksi. Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan demam.35
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan
gejala yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia
eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia
antara lain lemah, dyspnoe deffort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lainlain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang
akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga
mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat
sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit,
selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala
awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau
pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.37
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada
pemeriksaan rutin Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel).
Pada tabel terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan
keluhan yang paling sering dikemukakan.35
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi.
Pada tabel 7 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti
sedangkan pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien.
Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian
kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun.
Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.35
Tabel 7. Keluhan Pasien Anemia Apalastik &
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik
Jenis Keluhan

Jenis Pemeriksaan

%
44

Fisik
Pendarahan
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung

83
80
69
36
33
29
26
23
19
13

Pucat
Pendarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
Hepatomegali
Splenomegali

100
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0

7. Pemeriksaan Penunjang Anemia Aplastik


Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
Anemia yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan
tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam
darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat
ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.35
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel
darah putih menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit.
Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil
kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3 menandakan
anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3menandakan
anemia aplastik sangat berat.37
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas
normal. Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit,
leukosit atau trombosit bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik
yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa keadaan, pada
mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga
diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia.
45

Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia
aplastik dapat ditegakkan. 34
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya
memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya
trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan
mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.Plasma darah
biasanya
mengandung growth
factor hematopoiesis,
termasuk
erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni
myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang
dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.37
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula
dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel
hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin
menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain
daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan
kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah
hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan
normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.37
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik
ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan
hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah
perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual
hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan biopsi
dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis. 34
c. Laju endap darah
Laju endap darah selalu meningkat. Ditemukan bahwa 62 dari 70
kasus (89%) mempunyai laju enap darah lebi dari 100 mm dalam jam
pertama.35
d. Faal Hemostasis

46

Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk


disebabkan oleh trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal.35
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom
kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya
memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran
elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.37

Nuclear Magnetic Resonance Imaging


Pemeriksaan ini merupakan caara terbaik untuk mengetahui luasnya
perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum
tulang berlemak dan sumsum tulang berseluler.35

Radionuclide Bone Marrow Imaging


Luasnya
kelainan
sumsum
tulang
dapat
ditentukan
oleh scanning tubuh setelah disuntik dengan koloidradioaktif technetium
sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodium
cloride yang akan terikat pada transferrin.35

8. Diagnosis Banding Anemia Aplastik


Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai
dengan pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada
tabel 8.37

47

Tabel 8. Penyebab Pansitopenia


Kelainan sumsum tulang
Anemia aplastik
Myelodisplasia
Leukemia akut
Myelofibrosis
Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia
Anemia megaloblastik
Kelainan bukan sumsum tulang
Hipersplenisme
Sistemik lupus eritematosus
Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu
sindrom myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus
sindroma myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri
dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu
pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya
poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Het), prekursor
eritroid sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran
disformik serta sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada
myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat
berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat
menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit
unilobuler).37
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia
aplastik yaitu dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel
48

blast atau dengan adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang.
Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan
hipertrofi gusi.34
Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik.
Hairy cell leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya
splenomegali dan sel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang.37
Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya
disebabkan oleh sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau
hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang normoselular jelas
membedakannya dengan anemia aplastik.36
9. Penatalaksanaan Anemia Aplastik
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat
granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk
menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk
memperbaiki keadaan pasien.37
Manajemen awal Anemia Aplastik: 37
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang
diduga menjadi penyebab anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang
dibutuhkan.
Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai
yang dibutuhkan.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila
organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang
menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh
bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit
dari donor yang belum mendapat terapi G-CSF.
Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan
histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan
yaitu transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG,
siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid.34
49

Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit
berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada
orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. 35
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3.
Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit
dibawah 20.000/mm3sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit
donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan
pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor
diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).37
a. Terapi Imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte
globulin(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A
(CSA). ATG atau ALG diindikasikan pada : 37
Anemia aplastik bukan berat
Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan
granulosit lebih dari 200/mm3.
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan
mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada
sel asal dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap
hemopoiesis.37
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi
reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama
dengan kortikosteroid.Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya
dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.33
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison.
Kombinasi ATG, siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka
remisi sebesar 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan
metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.37
50

b. Transplantasi sumsum tulang


Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien
anemia aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan
kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik
tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang
mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk
transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum dipastikan,
namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi
imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula
kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft
Versus Host Disesase/GVHD). Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti
memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.34
Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang
memiliki survival yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi
imunosupresif. Pasien dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal
dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi sumsum
tulang dapat dipertimbangkan. Akan tetapi survival pasien yang menerima
transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi
imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum mendapatkan terapi
imunosupresif sama sekali.37
10. Prognosis Anemia Aplastik
Menurut Bakta (2006) prognosis anemia aplastk sangat bervariasi,
tetapi apabila tidak ada pengobatan maka biasanya prognosis buruk.
Prognosis kasus anemia aplastik dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 33
1. Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3 bulan (10-15 %
kasus).
2. Penderita dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisis dan relaps
meninggal dalam 1 tahun (50 % kasus).
3. Penderita yang mengalami remisi sempurna atau parsial. Hanya pada
sebagian kecil penderita.
51

Penggunaan imunosupresif dapat meningkatkan keganasan sekunder.


Penelitian di luar negeri dari 103 pasien yang diobati dengan ALG, 20 pasien
diikuti jangka panjang berubah menjadi leukemia akut, mielodisplasia, PNH,
dan adanya resiko hematoma. Komplikasi tersebut jarang ditemukan pada
pasien dengan terapi transplantasi sumsum tulang.25
E. Anemia Hemoragik
1. Definisi Anemia Akibat Perdarahan
Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah
merah atau hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah
berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang
berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya
ke seluruh bagian tubuh.25
Anemia karena pendarahan hebat adalah berkurang y sel darah
merah atau jumblah hemoglobin yang di sebabkan oleh pendarahan hebat
Perdarahan hebat disebabkan oleh tersaringnya dari anemia jika kehilangan
darah tubuh segera menarik cairan dari jaringan di luar pembulu darah
dengan usaha,untuk menjaga pembulu darah supaya tetap terisi,akibatnya
darah menjadi encer dan persentase sel darah merah menjadi mengurang.
Pada akhirnya peningkatan dan pembentukan sel darah merah akan
memperbaiki anemia tapi pada awalnya anemia masih sangat berat,
terutama jika timbul dengan segera karena kehilangan darah dengan tibatiba seperti yang terjadi pada, kecelakaan, persalinan, pembedahan, dam
pecahnya si pembulu darah. Dan yang sering terjadi pendarahan yang terus
menerus dan tidak ada hentinya,yang bisa terjadi pada bagian-bagian tubuh
pendarahan yang terjadi pada hidung, Pendarahan terjadi pada usus kecil
dan kanker usus besar,dan mungkin tidak terlihat dengan jelas karena
jumblah darahnya sedikit dan ini juga di sebut pendarahan tersembunyi.
Pendarahan karena tumor ginjal atau kandungan kemih dan ini kelihatan
pada air kemih si penderita, Perdarahan saat menstruasi yang sangat
banyak gejala si penderita hilang sebagian besar darah akan
mengakibatkan, tekanan darah menurun akibat cairan di pembulu darah
berkurang,pasokan oksigen menurun akibat sel darah merah yang
mengangkut o2 berkurang, dan kedua masalah tersebut bisa berakibat strok
atau serangan jantung.39
52

2. Gejala Anemia Akibat Perdarahan


Hilangnya sejumlah
menyebabkan 2 masalah: 40

besar

darah

secara

mendadak

dapat

Tekanan darah menurun karena jumlah cairan di dalam pembuluh darah


berkurang
Pasokan oksigen tubuh menurun karena jumlah sel darah merah yang
mengangkut oksigen berkurang.

Kedua masalah tersebut bisa menyebabkan serangan jantung, stroke


atau kematian. Anemia yang disebabkan oleh perdarahan bisa bersifat
ringan sampai berat, dan gejalanya bervariasi. Anemia bisa tidak
menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan: 40

Pingsan
Pusing
Haus
Berkeringat
Denyut nadi yang lemah dan cepat
Pernafasan yang cepat

Penderita sering mengalami pusing ketika duduk atau berdiri


(hipotensi ortostatik). Anemia juga bisa menyebabkan kelelahan yang luar
biasa, sesak nafas, nyeri dada dan jika sangat berat bisa menyebabkan
kematian. Berat ringannya gejala ditentukan oleh kecepatan hilangnya
darah dari tubuh. Jika darah hilang dalam waktu yang singkat (dalam
beberapa jam atau kurang), kehilangan sepertiga dari volume darah tubuh
bisa berakibat fatal. 40
Jika darah hilang lebih lambat (dalam beberapa hari, minggu atau
lebih lama lagi), kehilangan sampai dua pertiga dari volumer darah tubuh
bisa hanya menyebabkan kelelahan dan kelemahan atau tanpa gejala sama
sekali. 40

3. Manifestasi Klinis Anemia Akibat Perdarahan


53

Pengaruh yang timbul segera


Akibat kehilangan darah yang cepat terjadi reflek cardia vaskuler yang
fisiologis berupa kontraksi orteiola, pengurangan cairan darah atau
komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (otak dan jantung).
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang
hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi.
Kehilangan darah 200 ml pada orang dewasa yang terjadi dengan cepat
dapat lebih berbahaya daripada kehilangan darah sebanyak 3000ml
dalam waktu yang lama. 40

Pengaruh lambat
Beberapa jam setelah perdarahan terjadi pergeseran cairan ekstraseluler
dan intravaskuler yaitu agar isi iontravaskuler dan tekanan osmotik
dapat dipertahankan tetapi akibatnya terjadi hemodilati. Gejala yang
ditemukan adalah leukositosis (15.000-20.000/mm3) nilai hemoglobin,
eritrosit dan hematokrit merendah akibat hemodilasi. Untuk
mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi sistem eritropoenik
menjadi hiperaktif, kadang-kadang terlihat gejala gagal jantung. Pada
orang dewasa keadaan hemodelasi dapat menimbulkan kelainan cerebral
dan infark miokard karena hipoksemia. Sebelum ginjal kembali normal
akan ditemukan oliguria atau anuria sebagai akibat berkurangnya aliran
ke ginjal. 40

4. Pengobatan Anemia Akibat Perdarahan


Pengobatan terhadap penyakit ini dengan melihat kecepatan
hilangnya darah dan tingkatan penyakit anemia yang ditemukan dalam
diagnosis. Dan jika penyakit ini sudah termasuk berat, maka harus
dilakukan transfusi sel darah merah ke tubuh penderita. Selain itu juga
menghentikan sumber perdarahan yang terjadi. 40

F. Anemia Megaloblastik
54

1. Definisi Anemia Megaloblastik


Anemia megaloblastik adalah anemia mikrositik yang ditandai adanya
peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas
hematopoesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan sitoplasma sel
myeloid dan eritrosit sebagai gangguan sintesis DNA.25
Gambar 6. Anemia Megaloblastik

2. Etiologi Anemia Megaloblastik


1. Defisiensi asam folat
a. Asupan Kurang

Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua, hemodialisis,


anoreksia nervosa.
Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi parsial,
reseksi usus halus, Crohns disease, skleroderma, obat anti konvulsan
(fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazine, kolestiramin,
limfoma intestinal, hipotiroidisme.

b. Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,


hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif
(anemia pernisisosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik,
mielofibrosis).

55

c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase


(metotreksat, pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin), akohol,
defisiensi enzim.
d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol,
hepatoma.
e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6
merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil, sitosin
arabinose, dll), prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.
f. Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom LeschNyhan.
2. Defisiensi vitamin B12 (kobalamin)
a. Asupan Kurang : vegetarian
b. Malabsorbsi

Dewasa : Anemia pernisiosa, gastrektomi total/prsial, gastritis atropikan,


tropikal sprue, blind loop syndrome (operasi striktur, divertikel, reseksi
ileum), Crohn's disease, parasit (Diphyllobothrium latum), limfoma
intestinal, skleroderma, obat-obatan (asam para amino salisilat, kolkisin,
neomisin, etanol, KCl).
Anak-anak: Anemi pernisiosa, ganguan sekresi faktor intrinsik lambung,
Imerslund-Grasbeck syndrome.
c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas protein
pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan NO yang
berlangsung lama.41
3. Patofisiologi Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah gangguan yang disebabkan oleh
sintesis DNA yang terganggu. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang
secara relatif mempunyai sifat perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal
hematopoietik dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat,
tetapi perkembangan sitioplasmik normal, sehingga sel-sel megaloblastik
cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap
DNA. Sel-sel awal / pendahulu eritroid megaloblastik cenderung
dihancurkan di dalam sumsum tulang. Selularitas sumsum tulang sering
56

meningkat, tetapi produksi sel darah merah berkurang, dan keadaan


abnormal ini disebut sebagai eritropoiesis yang tidak efektif (ineffective
erythropoiesis).42
Kebanyakan anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi asam
folat (pteroylmonoglutamic acid) dan vitamin B12. Keduanya berperan
dalam metabolisme intraselular. 42
Asam folat
Penyakit pada usus halus dapat mengganggu absorpsi asam folat dari
makanan dan resirkulasi folat lewat siklus enterohepatik. Pada alkoholisme
akut atau kronik, asupan harian folat dalam makanan akan terhambat, dan
siklus enterohepatik akan terganggu oleh efek toksik dari alkohol pada sel
parenkim hati. Ini yang menjadi penyebab utama defisiensi folat yang
menimbulkan eritropoiesis megaloblastik. 42
Obat-obat yang menghambat dihidrofolat reduktase (mis: metotreksat,
trimetoprim) atau yang mengganggu absorpsi dan penyimpanan folat dalam
tubuh (antikonvulsan tertentu, kontrasepsioral), mampu mengakibatkan
penurunan kadar folat plasma, sehingga timbulk anemia megaloblastik. Hal
ini dikarenakan adanya gangguan maturasi yang disebabkan oleh defek inti
sel. 42
Folat dalam plasma ditemukan dalam bentuk dari N5metiltetrahidrofolat, suatu monoglutamat, yang ditranspor ke dalam sel-sel
oleh zat pengangkut khusus, yaitu dalam bentuk tetrahidro dari vitamin.
Setelah di dalam sel, gugus N5-metil dilepas ke dalam reaksi kobalamin yang
diperlukan, dan folat diubah menjadi bentuk poliglutamat. Konjugasi pada
poliglutamat mungkin bermanfaat untuk penyimpanan folat di dalam sel. 42
Fungsi utama senyawa folat adalah memindahkan 1-karbon moieties
seperti gugus-gugus metil dan formil ke berbagai senyawa organik. Sumber
dari 1-karbon moieties biasanya adalah serin, yang bereaksi dengan
tetrahidrofolat menghasilkan glisin dan N5-10-metilentetrahidrofolat. Sumber
pilihan lain adalah asam formiminoglutamat, suatu lanjutan dalam
metabolisme histidin, yang menyampaikan gugus formiminotetrahidrofolat
dan asam glutamat. Senyawa-senyawa penerima yang sesuai, membentuk
lanjutan metabolik dengan mengubah pembentukan blok-blok yang digunakan
untuk sintesis makromolekul. Bentuk aktif folat adalah tetrahidrofolat
(THF).42
57

Yang sangat penting dalam pembentukan blok-blok tersebut adalah: 42

Purin
Deoksitimidilat monofosfat (tDMP)
Metionin, dibentuk oleh peralihan
metiltetrahidrofolat ke homosistein

dari

gugus

metil

dari

N5-

Vitamin B12
Kobalamin adalah vitamin yang memiliki susunan komponen
organometalik yang kompleks, dimana atom cobalt terletak dalam inti cincin,
struktur yang mirip porfirin darimana heme terbentuk. Tidak seperti heme,
kobalamin tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus dipenuhi dari
makanan. Sumber utama hanya dari daging dan susu. Kebutuhan sehari
minimal untuk kobalamin sekitar 2,5g. 42
Selama pencernaan dalam lambung, kobalamin dalam makanan
dikeluarkan dalam bentuk-bentuk kompleks, yang stabil dengan pengikat
gaster R. Saat memasuki duodenum, ikatan kompleks kobalamin-R dicerna,
dan menghasilkan kobalamin, yang kemudian terikat pada faktor intrinsik
(FI), suatu glikoprotein dengan berat 50-kDa yang dihasilkan oleh sel-sel
parietal dari lambung. Sekresi dari faktor intrinsik umumnya sejalan dengan
asam lambung. 42
Ikatan kompleks kobalamin-FI dapat melawan proteolitik dan terus
menuju ileum distal, dimana reseptor spesifik terdapat pada fili mukosa dan
menyerap kompleks tersebut. Reseptor pengikat kompleks kobalamin-FI akan
dibawa masuk ke sel mukosa ileum, dimana FI kemudian dimusnahkan dan
kobalamin dipindahkan ke protein pengangkut lain, yaitu transkobalamin (TC)
II. Kompleks kobalamin-TC II lalu masuk ke dalam sirkulasi, menuju hati,
sumsum tulang, dan sel-sel lain. 42
Normalnya sekitar 2 mg kobalamin disimpan dalam hati, dan 2 mg lagi
disimpan dalam jaringan seluruh tubuh. Kurang lebih dibutuhkan 3-6 tahun
bagi individu normal untuk menjadi kekurangan kobalamin bila absorpsi
dihentikan secara tiba-tiba. 42

Metilkobalamin adalah bentuk yang diperlukan untuk metionin sintase,


yang bertindak sebagai katalisator dalam perubahan homosistein menjadi
58

metionin. Bila reaksi tersebut terganggu, metabolisme folat akan menjadi


kacau dan timbul kerusakan DNA. 42
Pada defisiensi kobalamin, maka N5-metiltetrahidrofolat yang tak
terkonjugasi, yang baru diambil dari aliran darah, tidak dapat diubah menjadi
bentuk lain dari tetrahidrofolat oleh transfer metil. Ini yang disebut
hipotesis folat trap. Karena N5-metiltetrahidrofolat adalah substrat yang tak
baik untuk enzim konjugasi, ia akan tetap dalam bentuk tak terkonjugasi dan
dengan perlahan keluar dari sel, sehingga defisiensi folat di jaringan terjadi,
dan menimbulkan hematopoiesis megaloblastik. Hipotesis ini menerangkan
mengapa dengan pemberian folat yang besar dapat menghasilkan remisi
hematologik parsial pada pasien dengan defisiensi kobalamin.42

4. Penegakan Diagnosis Anemia Megloblastik


Anamnesis
Biasanya pasien datang berobat dengan keluhan neuropsikiatri,
keluhan epigastrik, diare, dan bukan oleh keluhan anemianya. Penyakit
biasanya berjalan secara perlahan. Keluhan lain biasanya rambut cepat
memutih, lemah badan, penurunan berat badan. Pada defisiensi vitamin B12,
diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan dari onset gejala, biasanya
didapatkan triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai gangguan
berjalan.43
Pemeriksaan Fisik
Umumnya terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
a. Pada defisiensi B12, terdapat tiga manifestasi utama: 43
1. Anemia megaloblastik
2. Glositis
3. Neuropati

Gangguan neurologis terutama mengenai substantia alba kolumna


dorsalis dan lateral medulla spinalis, korteks serebri, dan degenerasi saraf
perifer sehingga disebut subacute combine degeneration / combined
system disease. 43
59

Pada defisiensi vitamin B12 dapat ditemukan gangguan mental,


depresi, gangguan memori, gangguan kesadaran, delusi, halusinasi,
paranoid, skizopren. Gejala beurologis lainnya adalah: oftalmoplegia,
atoni kandung kemih, impotensi, hipotensi ortostatik (neuropati otonom),
dan neuritis retrobulbar. 43
b. Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama: 43
1. Anemia megaloblastik
2. Glositis
Pada anemia megaloblastik kadang-kadang ditemukan subikterus,
petekie, perdarahan retina, hepatomegali, dan splenomegali. 43

Pemeriksaan Laboratorium

Anemia makrositer dengan peningkatan MCV


Neutropenia dengan neutrofil berukuran besar dan
hipersegmentasi dengan granula kasar (giant stab-cell)
Trombositopenia ringan ( rata-rata 100-150 x 103 /mm3 )
Sumsum tulang hiperseluler dengan gambaran megaloblastik

mengalami

Pada defisiensi B12 : 43


o serum cobalamin rendah (100 pg/ml)
o serum folat normal / tinggi
o antibodi faktor intrinsik
o Schilling test : radiolabeled B12 absorption test akan menunjukkan
absorpsi cobalamin yang rendah yang menjadi normal dengan
pemberian faktor intrinsik lambung
o Cairan lambung : sekresi berkurang, rata-rata 15 ml/jam (kira-kira
10% normal), aklorhidira, pH>6
o Masa hidup eritrosit berkurang, rata-rata 20 - 75 hari
o LDH meningkat karena peningkatan destruksi eritrosit akibat
eritropoiesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang
o MCV : pada anemia berkisar antara 100-110 fl, pada anemia berat
berkisar antara 110-130 fl

Pada defisiensi asam folat : 43


o penurunan kadar folat serum (3 5 ng/ml)
o biopsi jejunum
60

5. Penatalaksanaan Anemia Megaloblastik


Umum 44
1. Makanan gizi seimbang
2. Hindari makanan yang mengandung glutein
3. Atasi faktor predisposisi

Khusus 45

1.
2.

Defisiensi asam folat


Asam folat 1-5 mg/hari p.o.
Lama pengobatan tergantung penyebabnya (dapat beberapa bl)
Pada malabsorpsi, pengobatan diberikan sampai malabsorpsi teratasi,
atau dapat dicoba dengan pemberian awal 50 mg/hari selama 7-14 hari
Pada kebutuhan (anemia hemolitik kronik) pengobatan seumur
hidup
Defisiensi vitamin B12

Dosis initial optimal 25-100 g/hari selama 2-3 minggu. Dosis


pemeliharaan 200-1.000 g i.m setiap bl.
Dapat diberikan pada gangguan absorpsi vitamin B12 dengan dosis
1.000 g i.m. 2 kali seminggu

3.

Transfusi PRC 10-15 ml/kgBB, bila ada infeksi atau tanda gagal
jantung yang mengancam

4.

Bila ada infeksi harus segera diatasi, karena selama infeksi sumsum
tulang sering tidak memberikan respons dengan pemberian hematinik

Suportif 43
- transfusi bila ada hipoksia
- suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa

Defisiensi B12
61

Terdapat 2 bentuk vitamin B12 : 43


-

Sianokobalamin
Dosis : 100 g IM / hari selama 6-7 hari. bila ada perbaikan klinis dan
ada respon retikulosit dalam 1 minggu, dosis diturunkan 100 g IM
selang sehari sebanyak 7 dosis, kemudian tiap 3 - 4 hari selama 2 3
minggu (dosis total 1,8 2 mg B12 dalam 5 6 minggu). Pada saat ini
kelainan hematologis harus mencapai normal. Setelah kelainan
hematologis normal, pada anemia pernisiosa diberikan sianokobalamin
100 g IM / bulan seumur hidup

Hidroksokobalamin
Diretensi dalam tubuh lebih baik daripada sianokobalamin. 28 hari
setelah injeksi, hidroksokobalamin diretensi 3 kali lebih banyak
daripada sianokobalamin.
Preparat : 100 g /ml atau 1000 g/ml
Dosis : 1000 g IM setiap 5 minggu atau 1000 g setiap hari IM
selama 1 2 minggu, lalu tiap 3 bulan
Respon terapi terhadap vitamin B12 dan folat
Gejala klinis membaik sebelum didapatkan perubahan hematologis.
Respon awal adalah peningkatan retikulosit pada hari 2 3 dan
maksimum pada hari ke 5 8. Dapat ditemukan normoblast pada
SADT. Peningkatan hematokrit terjadi setelah 5 7 hari terapi. Pada
anemia tanpa komplikasi, hematokrit terjadi normal dalam 4- 8
minggu. Hipersegmentasi leukosit berkurang secara bertahap dan
menghilang dalam 14 hari. Trombosit normal dalam waktu 1 minggu.
Pada sumsum tulang, eritropoiesis membaik dalam 24 jam terapi.
Setelah 6 10 jam terapi, megaloblast berkurang dan dalam 24 48
jam maturasi eritrosit menjadi normoblastik.

Defisiensi asam folat


Untuk mengisi cadangan folat dalam tubuh, diperlukan dosis 1 mg / hari
selama 2-3 minggu, kemudian dosis pemeliharaan 0,25 0,5 mg / hari.
Kontraindikasi pemberian asam folat adalah adanya defisiensi vitamin
B12 yang tidak diterapi, karena akan memperburuk gejala neurologis.
62

Terapi penyakit dasar


Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik

6. Prognosis Anemia Megaloblastik


Baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskuler atau infeksi yang
berat. Sebelum adanya terapi yang efektif, anemia pernisiosa biasanya fatal
dengan mortalitas 53% dalam bulan pertama. Setelah terapi, relaps dapat
terjadi bervariasi antara 21 213 bulan. Remisi didapatkan pada 86%
penderita, beberapa penderita bertahan hidup selama 14 20 tahun.
Komplikasi jangka panjang anemia pernisiosa adalah karsinoma lambung.
Peningkatan resiko terjadinya karsinoma kolorektal juga didapatkan pada
penderita anemia pernisiosa.
Progresi kelainan neurologis dapat dihambat dengan terapi vitamin
B12. Semakin singkat gejala neurologis berlangsung, semakin besar
kemungkinan untuk mengalami perbaikan. Gejala neurologis yang
berlangsung kurang dari 3 bulan biasanya revesibel. Perbaikan gejala
neurologis berlangsung lambat, dan perlu wakktu 6 bulan atau lebih untuk
mendapatkan respon maksimal.20
Prognosis pada umumnya baik, biasanya dalam 6-8 minggu
pengobatan Hb kembali normal.46

63

Anda mungkin juga menyukai