Anda di halaman 1dari 16

Anemia Defisiensi Besi (ADB)

Pengertian Anemia adalah keadaan di mana kemampuan sel darah untuk


membawa oksigen menurun, yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dibawah 12 g/dL pada orang dewasa. Angka ini
dapat berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, kehamilan.
Anamnesis Pasien dengan ADB dapat menunjukkan gejala ataupun
asimtomatik. Gejala-gejala yang dapat timbul antara lain adalah:
 Pucat

 5L: lemas, letih, lesu, lelah, lalai

 Pica (makan es batu, kertas, tanah, dll)

 Sindrom Plummer-Vinson atau Patterson-Kelly: disfagia, glositis


atropik, jaring esofagus/esophageal web
 Koilonikia

 Alopesia

 Sklera biru

 Restless leg syndrome/RLS: rasa tidak nyaman pada kaki saat diam
yang membaik dengan pergerakan
 Perdarahan kronis: hematemesis, melena, menometrorrhagia,
hematuria, dll

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada ADB dilakukan untuk mencari tanda klinis
ADB, gejala penyerta, serta komplikasinya. Tanda-tanda yang dapat
ditemukan antara lain:
 Kepala dan leher

 Rambut: alopesia

 Mata: Konjungtiva anemis, sclera biru

 Mulut: mukosa pucat, kelitis angularis, atrofi papil lidah, glositis

 Kulit: rinofima, eritema, telangiektasia, papul, pustul, dermatitis


seboroik

 JVP: meningkat (pada komplikasi gagal jantung)

 Disfagia
 Esophageal web
 Toraks

 Murmur (pada komplikasi gagal jantung)

 Abdomen

 Splenomegali

 Ekstremitas

 Koilonikia

 Pucat

Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang adalah kunci utama dalam diagnosis ADB.


Penunjang Pemeriksaan yang harus dilakukan antara lain:
1. Tes darah lengkap/complete blood count (CBC)
 Hemoglobin

 Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin disesuaikan dengan kriteria


diagnosis anemia. Angka ini harus disesuaikan terlebih dahulu,
terutama bila pasien merupakan perokok atau tinggal di dataran
tinggi, karena dapat membuat kadar Hb cenderung lebih tinggi.
Hasil pengukuran kadar Hb harus dikurangi angka penyesuaian.
Angka penyesuai kadar Hb pada pasien tersebut adalah sebagai
berikut:

 Perokok < 1 bungkus/hari : Hb – 0.03 g/dL

 Perokok 1 – 2 bungkus/hari : Hb – 0.05 g/dL

 Perokok ≥ 2 bungkus/hari : Hb – 0.07 g/dL

 Dataran tinggi

 >1000 m : Hb – 0.2 g/dL

 >1500 m : Hb – 0.5 g/dL

 > 2000 m : Hb – 0.8 g/dL

 > 2500 m : Hb – 1.3 g/dL

 > 3000 m : Hb – 1.9 g/dL

 > 3500 m : Hb – 2.7 g/dL

 > 4000 m : Hb – 3.5 g/dL


 > 4500 m : Hb – 4.5 g/dL

 Angka penyesuaian ini harus diperhitungkan karena dapat membuat


diagnosis anemia kurang/underdiagnosed.
 Hitung eritrosit / RBC indices
 Mean Corpuscular Volume (MCV)
 Dilakukan untuk mengukur volume/ukuran sel darah. Nilai normal
MCV adalah 80-100 fL (normositik). Nilai MCV < 80 fL
menunjukkan adanya sel darah mikrositik, sedangnkan MCV > 100
fL menunjukkan sel darah makrositik. Pada ADB, sel darah akan
ditemukan mikrositik dan terkadang normositik.

 Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)


 Dilakukan untuk menilai jumlah hemoglobin per sel darah

 Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)


 Dilakukan untuk menghitung konsentrasi hemoglobin. Pada ADB
dapat ditemukan konsentrasi menurun atau hipokromik

2. Studi besi darah

 Serum besi/serum iron (SI)


 Kadar besi dalam darah umumnya ditemukan rendah pada ADB,
namun hal ini sering kali kurang spesifik, karena juga bisa muncul
pada jenis anemia lain. Pemeriksaan yang lebih spesifik adalah
ferritin. Kadar besi normal adalah 60 – 150 µg/dL. Pada ADB dapat
ditemukan < 60 µg/dL dan < 40 µg/dL pada ADB berat.
 Serum Ferritin

 Nilai normal ferritin adalah 40 – 200 µg/dL. Kadar ferritin akan


menurun terlebih dahulu pada defisiensi besi (<40 µg/dL) meskipun
tanpa adanya anemia. Pada ADB kadar ferritin umumnya < 20
µg/dL.

 TIBC

 Kadar normal TIBC adalah 300 – 360 µg/dL. Pada ADB, TIBC
umumnya ditemukan meningkat sekitar 350 – 400 µg/dL dan > 410
µg/dL pada ADB berat.Perlu diperhatikan bahwa penggunaan
kontrasepsi oral dan kehamilan dapat menurunkan kadar TIBC,
sehingga pada pasien-pasien tersebut TIBC dapat ditemukan lebih
rendah.

3. Sediaan apusan darah tepi (SADT)

 Pemeriksaan SADT dapat membantu penegakkan diagnosis ADB


dan membantu menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain, seperti
talasemia, anemia penyakit kronis, sperositosis, dll. Hasil SADT
yang dapat ditemukan pada ADB adalah: sel mikrositik hipokromik
dan sel pensil. Sel makrosit dapat muncul pada kasus ADB
campuran dengan anemia defisiensi folat. Pada 40% kasus, ADB
dapat menunjukkan sel normositik.

Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk mencari sumber


perdarahan, seperti:
 Urinalisis

 Dilakukan untuk menilai adanya perdarahan ginjal dan saluran


kemih. Dapat ditemukan hematuria baik mikro ataupun makro dan
juga hemoglobinuria (perdarahan tanpa ditemukan eritrosit).

 Tes feces darah okult (fecal occult blood test/FOBT)


 Dilakukan untuk menilai adanya darah samar pada feses. Umum
ditemukan positif bila terdapat perdarahan gastrointestinal bagian
atas.

 Aspirasi sumsum tulang/bone marrow aspiration (BMA)


 Dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis
banding seperti anemia sideroblastik, dll. Pemeriksaan BMA juga
bisa menjadi pemeriksaan diagnostik untuk ADB. Ditemukannya
spikula pada pewarnaan Perls dapat menegakkan diagnosis ADB.

 Hitung Retikulosit

 Retikulosit tinggi menunjukkan peningkatan respon eritropoietik


karena perdarahan atau hemolisis. Retikulosit rendah menunjukkan
kurangnya reproduksi eritrosit karena supresi sumsum tulang.

Kriteria Diagnosis 1. 1. Menegakkan diagnosis anemia

Diagnosis anemia ditegakkan dengan melakukan pengukuran kadar


Hb dalam darah. Berdasarkan WHO, anemia didefinisikan sebagai:

 Laki-laki > 15 tahun : Hb < 13.0 g/dL

 Wanita tidak hamil > 15 tahun : Hb < 12.0 g/dL

 Wanita hamil : Hb < 11.0 g/dL


 Anak 12 – 14 tahun : Hb < 12.0 g/dL

 Anak 5 – 11 tahun : Hb < 11.5 g/dL

 Anak 6 – 59 bulan : Hb < 11 g/dL

 2. Menentukan tipe anemia

Anemia dibedakan berdasarkan ukuran sel darah merah menjadi: (1)


anemia mikrositik, (2) anemia normositik, dan (3) anemia
makrositik. Hal ini dapat dibedakan dengan melakukan pemeriksaan
ukuran sel darah merah pada hitung eritrosit/RBC indices ataupun
melakukan tes morfologi sel darah merah dengan apusan darah tepi.
ADB termasuk dalam jenis anemia mikrositik. Bila ditemukan hasil
pemeriksaan makrositik, pikirkan kemungkinan diagnosis anemia
lainya.

3. Menentukan penyebab anemia

Bila ditemukan anemia mikrositik, kecurigaan terhadap ADB


meningkat. Walau demikian, anemia mikrositik juga bisa
disebabkan karena penyebab lain, sehingga perlu untuk dibedakan.
Pemeriksaan seperti studi besi darah/iron studies, aspirasi sumsum
tulang, dsb. Diagnosis ADB dapat ditegakkan apabila ditemukan:
 Serum ferritin rendah

 Serum transferrin/TIBC meningkat

 Serum besi/serum iron rendah


3. Menentukan penyebab ADB
Setelah diagnosis ADB ditegakkan, pemeriksaan harus dilanjutkan
untuk mencari penyebab dari ADB. Salah satu penyebab yang
paling sering adalah perdarahan, resiko perdarahan meningkat pada:

 Riwayat ulkus gasterik atau duodenal

 Varises esofagus

 Sprue seliaka

 Infeksi Helicobacter pylori


 Kelainan perdarahan herediter (von Willebrand, telangiectasia, dll)

 Donor darah lebih dari 3x dalam 1 tahun

 Hemoglobinuria

 Pelari marathon

1. Diagnosis Banding  1. Anemia penyakit kronis

 2. Talasemia

 3. Anemia hemolitik autoimun

 4. Anemia sideroblastik

 5. Spherositosis herediter

 6. Kelainan hemoglobin
 7. Kelainan darah

 8. Keracunan logam berat

 9. Infeksi cacing tambang

2. Terapi Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi


Tatalaksana ADB dilakukan berdasarkan derajat keparahan dan
gejala penyerta. Terapi ADB meliputi:
 Modifikasi Diet

 Penanganan kondisi penyerta

 Terapi besi oral

 Terapi besi parenteral

 Transfusi darah

Keberhasilan terapi ADB ditandai dengan peningkatan hemoglobin


sebanyak 2 g/dL dalam 3 minggu. Pengobatan harus dilanjutkan
selama paling tidak 6 bulan untuk memastikan persediaan besi
dalam darah sudah kembali normal dan menghindari rekurensi.

Modifikasi Diet
Defisiensi besi sering kali terjadi karena kurangnya asupan besi.
Dokter harus memastikan bahwa tidak ada kondisi penyebab
anemia defisiensi besi seperti dijelaskan pada poin terapi kondisi
penyebab sebelum menentukan diagnosis anemia defisiensi besi
adalah hanya karena kurangnya asupan besi.
Walau demikian, apapun penyebabnya, modifikasi diet tetap
bermanfaat untuk mencegah rekurensi ADB dan dapat diterapkan
bersamaan dengan terapi besi. Makanan seperti roti, teh, atau susu
sering kali menghambat penyerapan besi. Pasien dengan pica juga
harus dilakukan edukasi dan konseling untuk modifikasi diet.

Terapi kondisi penyebab


Terapi anemia harus meliputi penanganan kondisi yang
menyebabkan. Penyakit yang sering kali menyertai ADB adalah:
 Gangguan haid

 Perdarahan gastrointestinal

 Perdarahan saluran kemih

 Infeksi cacing

 Gangguan ginjal

Pengobatan dilakukan sesuai dengan masing-masing kondisi


tersebut. Bila kondisi penyerta tidak dapat ditangani, pikirkan untuk
merujuk pasien.

Terapi besi oral


Terapi oral besi merupakan terapi yang efektif dan paling
terjangkau untuk ADB. Dosis rekomendasi asupan besi untuk ADB
adalah besi elemental 150 – 200 mg per hari. Sediaan yang ada
antara lain:
 Besi elemental (garam besi)
 Dapat diberikan dengan dosis 50-65 mg sebanyak 3-4x sehari.

 Sulfas ferrosus

 Sulfas ferrosus merupakan terapi pilihan pada ADB. Diberikan 3x


sehari dengan tablet 325 mg yang mengandung 65 mg besi
elemental. Pemberian sulfas ferrosus harus dilanjutkan sampai 2
bulan setelah koreksi Hb untuk membuat persediaan besi normal
kembali.

 Ferrous fumarat

 Dapat diberikan 2–3 kali sehari. Setiap tablet ferrous fumarat


mengandung 106 mg besi elemental.

 Ferrous glukonat

 Dapat diberikan 3 kali sehari. Setiap tablet ferrous glukonat


mengandung 28–36 mg besi elemental

Konsumsi besi oral sebaiknya dilakukan sebelum makan untuk


penyerapan yang lebih baik dan diminum dengan jus jeruk.
Penambahan vitamin C 500 Unit atau 100 gram sekali sehari dapat
membantu penyerapan besi.

Terapi besi sering kali menimbulkan efek samping, sehingga perlu


edukasi pasien tentang tata cara konsumsi besi oral yang baik. Efek
samping yang sering timbul antara lain:
 Mual
 Muntah

 Diare

 Konstipasi

 Nyeri epigastrik

 Heartburn
 Buang air besar kehitaman

 Alergi

Terapi besi oral sering kali mengalami kegagalan. Kegagalan terapi


besi oral dapat terjadi pada:[4,7,13]
 Diagnosis ADB tidak tepat, misalnya terdapat talasemia, sindrom
mielodisplasia, dll

 Kepatuhan minum obat pasien rendah

 Terdapat penyakit lain yang menyertai atau terapi lain yang


mengganggu terapi besi, seperti gagal ginjal, kemoterapi, dll

 Gangguan penyerapan obat, misalnya penggunaan antasida,


konsumsi susu, dll

 Terdapat perdarahan melebihi asupan besi, misalnya perdarahan


gastrointestinal, pasien dialisis, dll

 Penyakit kelainan darah bawaan atau herediter

 Anemia defisiensi besi refrakter besi/iron-refractory iron deficiency


anemia (IRIDA)

Terapi besi parenteral


Besi parenteral dapat diberikan apabila pasien mengalami
kegagalan terapi oral atau memiliki kondisi berikut: (1) Perdarahan
berlebih, (2) Gangguan ginjal kronis, (3) Penyakit radang
usus/inflammatory bowel disease, dan (4) Pasien kanker. Obat yang
dapat digunakan antara lain adalah:
 Besi dekstran

 Dapat diberikan intramuskuler ataupun intravena dengan dosisi


1000 mg dalam 1 jam.

 Besi sukrosa

 Dapat diberikan injeksi intravena dengan bolus lambat (dosis <300


mg) atau infus (500 mg dalam beberapa jam)

 Kompleks ferik-glukonat (tidak tersedia di Indonesia)

 Besi karboksilmatosa (tidak tersedia di Indonesia)

Pemberian besi parenteral harus di bawah pengawasan dokter


spesialis karena resiko reaksi alergi yang cukup tinggi, khususnya
pada pemberian besi dekstran. Walau sangat jarang terjadi, terdapat
pula resiko anafilaksis akibat pemberian besi parenteral.

Transfusi Darah
Transfusi darah diindikasikan pada pasien dengan Hb < 6-8 g/dL,
terutama pada pada ibu hamil dengan gawat janin atau gawat ibu,
hemodinamik tidak stabil, perdarahan aktif, iskemia organ karena
ADB berat. Transfusi dilakukan dengan packed red cell 300 ml 2
unit. Pasien yang memerlukan transfusi harus dirujuk.

Kriteria Rujukan
Tidak semua pasien ADB dapat ditangani di fasilitas layanan
kesehatan (faskes) primer. Pasien perlu dirujuk apabila mengalami:
1. Anemia gravis

2. Gagal terapi besi oral

3. Memerlukan terapi besi parenteral

4. Indikasi transfusi darah

5. Memerlukan modalitas diagnostik tambahan

6. Komplikasi anemia

7. Penyakit penyerta yang bukan kompetensi dokter umum atau faskes


primer

8. Tipe anemia yang bukan kompetensi dokter umum atau faskes


primer

Edukasi  a. Mencegah perdarahan


 Perdarahan yang umum terjadi adalah perdarahan karena haid atau
gastrointestinal, segera konsultasikan ke dokter dan tangani
perdarahan bila ada sebelum terjadi anemia

b. Suplemen besi pada wanita hamil


 c. Diet tinggi Fe
 d. Makanan yang mengandung zat besi tinggi, seperti bayam, hati
ayam, ikan, sereal, kacang-kacangan, kentang, daging merah,
makanan laut, tahu, dan kedelai dapat membantu mencegah
ADB. Hindari makanan atau minuman yang dapat mengganggu
penyerapan besi, misalnya teh dan kopi.

 e. Kepatuhan minum obat
 Pengobatan ADB sering kali gagal dan mengakibatkan rekurensi
ADB. Hal ini dapat dicegah dengan kepatuhan minum obat dan
durasi pengobatan hingga 6 bulan setelah perbaikan untuk
memastikan persediaan besi dalam darah sudah kembali normal.
Komplikasi Komplikasi yang umum terjadi pada ADB antara lain adalah:
 1. Gagal jantung
 2. Persalinan prematur
 3. Gangguan konsentrasi dan kemampuan kognitif
 4. Penyakit akibat transfusi darah
Prognosis Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena
kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian
dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia
dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian
preparat besi.
Kepustakaan 1. Harper JL. Iron deficiency anemia. Medscape. 2016. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview.
Diakses tanggal 13 oktober 2017

2. Short M, Domagalski J. Iron deficiency anemia: evaluation and


management. Am Fam Physician. 2013;87:98–10

3. Schrier SL. Causes and diagnosis of iron deficiency and iron


deficiency anemia in adults. UpToDate. 2016. Diunduh dari:
https://www.uptodate.com/contents/causes-and-diagnosis-of-
iron-deficiency-and-iron-deficiency-anemia-in-adults. Diakses
tanggal 13 oktober 2017

4. Schier S, Auerbach M. Treatment of iron deficiency anemia in


adults. Diunduh dari:
http://www.uptodate.com/contents/treatment-of-iron-deficiency-
anemia-in-adults. Diakses tanggal 13 oktober 2017

5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Ikatan Dokter


Indonesia. Buku panduan praktik klinis bagi dokter pelayanan
primer: standar pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Edisi ke-1. Indonesia: Kemenkes RI; 2013

Anda mungkin juga menyukai