PEMBAHASAN
Definisi
Hiperblirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam daarah
meningkat (Bobak, Maternity Health Care, 2002). Hyperblirubinemia adalah suatu
keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah bayi melebihi batas normal yang disertai
ikterus (kuning) yang tampak pada kulit, mukosa, sclera mata, dan urine.
Jaundice atau ikterus : warna kuning pada kulit dan atau sclera mata akibat
penumpukan bilirubin indirek akibat dari hasil pemecahan sel darah merah.
Bilirubin : hasil metabolism “heme” yang sebagaian besar bertasal dari haemoglobin.
Gyperblirubinemia : kadara bilirubin > 10mg% pada bayi aterm dan 12.5mg% pada
bayi premature
2. Etiologi
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
1. Peningkatan produksi
Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic
yang terdapat pada
bayi hipoksia atau asidosis
Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta), diol (steroid)
Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin
indirek
meningkat misalnya pada BBLR
Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
toksoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
Sirkulasi : Enterohepatik bil. Direk diserap kembali didalam usus dan kembali ke
hepar, berubah menjadi bilirubin indirek.
5. Patofisiologi
ABO antagonism
Bayi hyperbilirubin adalah akibat dariproses hemolisis, karena ABO
antagonism lebih sering ditemukan di Indonesia daripada rhesus. ABO
antagonis hanya terjadi apabila ibu bergolongan darah O.
Tahun 1900, Landsteiner membagi golongan darah manusi menjadi 4
golongan, yaitu : A, B, O, dan AB
Gol. Darah Aglutinogen Aglutinin
A A Β
B B Α
AB A dan B -
O - β dan α
Aterm Prematur
8. Pemeriksaan labolatorium
Pemeriksaan bilirubin neonates berkala
Pemeriksaan darah untuk G6PD
Pemeriksaan Coomb’s test
Pemeriksaan golongan darah ibu dan bayi beserta rhesusnya
Pemeriksaan lain yanf diperlukan : darah rutin, biakan darah, CRP, dan
lain-lain
9. Pencegahan terapi
Pengawasan antenatal yang baik
Mencegah pemakaian obat-obatan, miisalnya sulvanobrosin, oksitosin dan
sebagainya
Mencegah dan mengobati hipoksia
Pengawasan yang baik di bansal bayi
Pemberian feeding secara dini
Pencegahan infeksi
Terapi
Terapi disesuailkan dengan diagnose dan hasil laboratorium terhadap
bilirubin
Bilirubin 10mg% : jemur matahari
Bilirubin 10-12mg%: jemur dan questran/urdafalk
Queatran 1/5 bks : berat badan <2500 g
¼ bks : berat badan 2500-3500 g
1/3 bks : berat badan >3500 g
Bilirubin 12-15 mg% : jemur, blue light dan questran/urdafalk
Bilirubin 15-20mg% : plasma/albumin, dosis 20-25cc/kg berat badan,
jemur sinar BL dan questran/urdafalk
Bilirubin >20mg% : exchange transfusion, blue light dan questran
Mengurangi bilirubin indirek dalam darah dengan :
Obat : questran, urdafalk, albumin, antibiotik
Terapi sinar : dengan terapi sinar bilirubin indirek yang larut dalam lemak
dapat berubah menjadi bilirubin direk yang larut dalam air
Trasfusi tukar : bila kadar bilirubin lebih dari 20mg%, untuk mencegah
terjadinya kerusakan otak
10. Terapi Sinar Blue Light
Terapi sinar adalah terapi untuk mengatasi keadaan hiperbilirubunemia dengan
menggunakan sinar berenergi tinggi yang mendekati kemampuan maksimal untuk
menyerap bilirubin. Yang biasanya sering digunakan dan paling efisien adalah sinar
biru dengan panjang gelombang 425-475 nm. Terapi sinar dilakukan selama 24 jam
atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal.
Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah
larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya
menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang
lebih fatal.
Cara kerja terapi sinar
Pada penelitian terdahulu dilaporkan bahwa terapi sinar dengan
mempergunakan kekuatan 400-500 nm secara invitro dapat menimbulkan dekomposisi
bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sukar larut dalam air menjadi senyawa
dipirol yang larut dalam air. Perubahan kimiawi yang terjadi dianggap karena adanya
oksidasi dari bilirubin indirek sehingga pada terapi sinar perubahan yang terjadi pada
ikterus tersebut adalah akibat foto oksidasi. Tetapi kenyataan yang terjadi ialah dengan
ditemukan penurunan kadar bilirubin darah yang tidak sebanding dengan jumlah
dipirol yang terjadi. Selain itu juga ditemukannya peninggian kadar bilirubin indirek
dalam cairan empedu duodenum.
Mc Donagh dkk. melaporkan bahwa baik secara invitro maupun invivo terapi
sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin indirek yang mudah larut dalam
plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hati ke dalam saluran empedu. Isomer dari
bilirubin indirek ( 4Z, 15 Z ) akan secara cepat diubah menjadi senyawa polar yang
tidak toksik lagi ( 4Z, 15 E ) yang masuk ke dalam darah dan diekskresi ke empedu
tanpa dikonjugasi terlebih dahulu. Meningkatnya fotobilirubin di dalam empedu
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga
peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan cepat meninggalkan usus. Melihat
betapa besar peranan terapi sinar untuk hiperbilirubinemia maka penggunaannya telah
dilakukan secara luas tetapi tetap saja tidak bisa menggantikan indikasi utama untuk
transfusi tukar. Paling tidak terapi sinar bisa untuk mengurangi kemungkinan
dilakukannya transfusi tukar pada hiperbilirubinemia.
c. Intervensi keperawatan
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d efek dari phototerapi
Pertahankan suhu tubuh, sebelum, selama dan setelah
prosedur
R/ membantu mencegah hipotermia dan vasospasme,
menurunkan resiko fibrilasi vertikel dan menurunkan viskositas
darah
Pastikan golongan darah dan faktor RH bayi dan ibu
R/ perbedaan resus dapat menyebabkan bayi menghasilkan
antibody yang dapat meningkatkan hemolisis.
Pantau tekanan vena, nadi, warna dan frekuensi pernapasan
sebelum, selama, dan setelah transfusi
R/ membuat nilai data dasar, mengidentifikasi potensial kondisi
tidak stabil.
Pantau tanda-tanda ketidak seimbangan elektrolit.
R/ hipokalsemia dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan
setelah transfusi
Kaji bayi terhadap pendarahan berlebihan dari lokasi IV
setelah transfusi
R/ penginfusan darah yang di beri heparin menubah koagulasi
selama 4-6 jam.
2. Resiko tinggi injury pada syaraf b.d peningkatan bilirubin indirek
dalam darah
Tinjau catatan intra partum terhadap faktor resiko yang
khusus, seperti BBLR, prematuritas, cedera vaskular, sepsis,
atau polisitemia.
R/ kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan pembalikan barier
darah ke otak memungkinkan ikatan bilirubin terpisah pada
tingkat sel, meningkatkan resiko terhadap keterlibatan SSP.
Pertahankan bayi tetap hangat dan kering.
R/ stres dingin menyebabkan asam lemak meningkat sehingga
kadar bilirubin yang bersirkulasi meningkat.
Observasi sklera dan mukosa oral, kulit menguning segera
setelah pemutihan.
R/ mendeteksi bukti atau derajat ikterik.
Perhatikan usia bayi pada awitan ikterik, bedakan tipe ikterik.
R/ ikterik fisiologis biasanya tampak antara hari pertama dsn ke
dua kehidupan.
3. Kurang pengetahuan b.d kesalahan interpretasi dan tidak mengenal
sumber informasi.
Berikan informasi tentang tipe-tipe ikterik dan faktor-faktor
patofisiologis dan impliksi mada datang dari hiper bilirubin.
R/ memperbaiki kesalahan konsep dan meningkatkan
pemahaman menurunkan rasa takut dan rasa bersalah.
Tinjau ulang maksud dari mengkaji bayi terhadap kadar
bilirubin.
r/ memungkinkan orang tua mengetahui tanda-tanda
peningkatan kadar bilirubin.
Diskusikan pentalaksanaan di rumah dari ikterik fisiologis
ringan atau seang, termasuk penngkatan pemberian makan.
R/ pemahaman orangtua membantu mengembangkan kerja
sama mereka bila bayi di pulangkan.
Diskusikan kemungkinan efek-efek jangka panjang dari
hiperbilirubinemia dan kebutuhan terhadap pengkajian lanjut
dan intervensi dini.
R/ kerusakan neurologis di hubungkan dengan karnikterus
meliputi kematian, palsiserebral, retardasi mental, kesulitan
sesnsori, perlambatan bicara, koordinasi buruk, kesulitan
pembelajaran, dan hipoplasia email atau warna gigi hijau
kekuningan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan
pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus
ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan
yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus
harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam
Hiperbilirubinemia neonatal merupakan peningkatan kadar bilirubin serum pada
neonatus. Hiperbilirubinemia adalah masalah neonatal yang umum ditemukan.
Walaupun perawatan neonatal telah mengalami banyak kemajuan dan kasus
ensefalopati bilirubin klasik telah jarang ditemukan, kadar bilirubin yang aman belum
juga dapat ditetapkan secara absolut.
Jenis paling umum adalah hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi yang berupa ikterus
yang nyata pada minggu pertama kehidupan dengan kadar bilirubin lebih dari 5
mg/dL. Sekitar 60 % bayi baru lahir memperlihatkan ikterus yang nyata dan sebagian
besar bersifat fisiologis, tetapi hiperbilirubinemia yang parah dapat menyebabkan
kerusakan otak permanen yang serius. Batas atas ikterus fisologis diperkirakan sekitar
12-13 mg/100 mL. Delapan hingga dua puluh persen bayi cukup bulan memiliki
kadar bilirubin lebih tinggi dari batas tersebut, sedangkan diagnosis ikterus patologis
hanya dipastikan pada sebagian kecilnya.
Bila ditinjau secara seksama, data dari berbagai penelitian mengenai toksisitas
bilirubin sangat kompleks sehingga sulit untuk menentukan pendekatan tunggal yang
rasional untuk menerangkan mengenai ikterus neonatorum. Satu prinsip yang telah
diakui adalah bahwa bila ada bukti yang menunjukkan bahwa ikterus pada neonatus
tersebut bukan fisiologis, penyebabnya harus diselidiki sebelum pengobatan dimulai.
Berbagai petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia telah dipublikasikan,
namun masih memerlukan penelitian yang dirancang secara benar untuk dapat
diterapkan atau digunakan.
Peningkatan kadar bilirubin indirek merupakan penyebab terbanyak dari
ikterus neonatorum, karena itu pembahasan dibatasi pada peningkatan bilirubin
indirek.
Masalah utama
Tata laksana
· Hidrasi
· Fototerapi
· Transfusi tukar
Pemberian ASI
• Penghentian pemberian ASI biasanya tidak direkomendasikan
• Pemberian ASI disarankan agar lebih sering (10-12 kali sehari)
• Pemberian ASI dapat dihentikan untuk kepentingan diagnostik atau
pengobatan kadar bilirubinnya meningkat dan ada risiko untuk tranfusi tukar.
Bila hal ini terjadi, maka:
• Lanjutkan fototerapi
- pertimbangkan untuk menghentikan pemberian ASI selama 2x 24 jam,
atau
- selingi pemberian ASI dengan pemberian susu formula bila masukan
cairan merupakan masalah
- suplementasi dengan air atau cairan dektrosa tidak akan mencegah atau
mengobati hiperbilirubinemia
Fototerapi
Fototerapi digunakan untuk mencegah agar kadar bilirubin tidak meningkat sampai
tingkat yang memerlukan tindakan transfusi tukar. Selama ini fototerapi telah dikenal
sebagai tindakan yang aman dan efektif dan dapat menurunkan perlunya tindakan
transfusi tukar.
Indikasi
Rekomendasi yang secara umum telah disepakati untuk memulai fototerapi dapt
dilihat di bawah ini, sesuai dengan AAP guidelines:
Tingkat iradiasi
Fototerapi dapat menurunkan risiko yang dihubungkan dengan unconjugated
hyperbilirubinemia dengan cara memproduksi fotoisomer yang siap untuk diekskresi
oleh hati dan ginjal. Hal ini dapat dicapai dengan memaparkan kulit bayi baru lahir
dengan ikterus pada sinar berspektrum 400-5000 nanometer (nm).
Energi radian (irradiance) yang dipancarkan sebesar 400-500 nm dapat diukur
dengan fotoradiometer (photometer)yang secara spesifik mencatat energi yang
diserap pada panjang gelombang tersebut. Energi yang dipancarkan oleh sinar
flouresens dalam panjang gelombang terapetik menurun sesuai dengan bertambahnya
usia:
• sinar fluoresens putih standar - 2000 jam
• sinar fluoresens biru standar - 359 jam
• sinar fluoresens biru spesial - 3000 jam
Lampu halogen juga efektif untuk mengobati ikterus. Jumlah energi yang
diterima bergantung pada jarak antara sumber sinar dan kulit bayi baru lahir.
Mengubah jarak antara sumber sinar dan bayi sebanyak 1 cm akan mengubah tingkat
iradiasi sebesar 3%. Jarak standar sinar fototerapi adalah 35-40 cm dari bayi (CPS
Statement).
Setiap lapisan fleksiglas, plastik, lembar pembungkus, dan lembar selofan
akan menurunkan tingkat iradiasi sebesar 7% - 10%.
Penggunaan fibroptik atau bili blankets telah mendapat perhatian yang
meningkat pada terapi sinar. Informasi awal menyebutkan bahwa selimut tersebut
mungkin bermanfaat untuk pengobatan ikterus. Pada saat ini, bili blanketstidak boleh
digunakan untuk mengatasi ikterus dengan penyebab non-fisiologis atau pada bayi
yang memiliki kemungkinan untuk dilakukan transfusi tukar.
Dosis iradiasi:
Minimum : 4 m W/cm²/nm ∞ 8 tabung
fluoresens putih
Desirable : 6-8 m W/cm²/nm ∞ 6 tabung
fluoresens putih + 2 tabung
Kadar saturasi : 10-12 m W/cm²/nm ∞ 4 tabung
fluoresens putih + 4 tabung
fluoresens biruspesial
Cairan
Masukan cairan yang adekuat akan meminimalkan kadar bilirubin. Masukan cairan
rumatan harus ditingkatkan hingga 30% bahkan 100% bila bayi sedang mendapat
fototerapi untuk mengkompensasi kehilangan cairan insensible.
Perawatan rutin
• Rawat bayi tanpa pakaian di dalam inkubator atau boks bayi dengan lapisan
protektif untuk melindungi bayi bila ada tabung fluoresens yang pecah
(perlindungan gonad tetap merupakan kontroversi).
• Mata bayi ditutup sewaktu dilakukan fototerapi.
• Mata bayi ditetesi dengan larutan saline secara teratur
• Suhu inkubator diturunkan hingga 10 C di bawah suhu yang direkomendasikan.
• Gunakan servocontrol bila ada.
• Kulit dijaga agar tetap bersih dan kering , terutama di daerah perianal, untuk
mencegah ekskoriasi.
• Tidak boleh menggunakan krim dan losio pada kulit bayi karena adanya risiko
terbakar.
• Pantau:
- berat badan setiap hari
- iradiasi dengan fotometer setiap shift.
Bila hal ini tidak memungkinkan, tabung fluoresens harus secara rutin diganti
sesuai dengan ketentuannya.
• Periksa :
- Suhu setiap 2-4 jam
- hidrasi (turgor kulit, membran mukosa, fontanel anterior)
- derajat ikterus (sklera, kulit terutama badan dan kaki)
- mata, untuk melihat ada tidaknya kotoran mata
- kulit, untuk melihat adanya petekie atau rash
- Abdomen, untuk melihat ada tidaknya distensi
Transfusi tukar
Transfusi tukar sudah sering dilakukan dewasa ini. Telah direkomendasikan bahwa
bayi yang memerlukan transfusi tukar harus ditempatkan di fasilitas yang memiliki
dokter spesialis anak serta tenaga perawat yang berpengalaman serta memiliki
kemampuan untuk mempertahankan tingkat kompetensinya.
Ketika melakukan evaluasi untuk menentukan apakah bayi memerlukan
transfusi tukar, perkiraan kenaikan kadar bilirubin serta perkiraan waktu yang
diperlukan sebelum dimulainya transfusi tukar harus turut diperhitungkan. Uji silang
darah serta persiapan tindakan transfuse tukar dapat memakan waktu 1 hingga 2 jam.
Bila bayi tersebut harus dirujuk ke institusi lain, lama perjalanan juga akan
berpengaruh pada saat dimulainya tindakan transfusi tukar.
Risiko transfusi tukar
Tingkat risiko berhubungan dengan keahlian dokter yang melakukan tindakan
transfusi tukar serta kemampuan mereka untuk mempertahankan tingkat
kompetensinya.
Transfusi tukar bukan tindakan tanpa bahaya. Kepustakaan lama menyebutkan
adanya mortalitas karena transfusi tukar sebesar 0,5 – 1,0%. Selain itu, transfusi tukar
juga dapat memicu timbulnya aritmia jantung. Kejadian ini dihubungkan dengan
kecepatan dan volume setiap transfusi, temperature darah, emboli udara, dan
tingginya kadar kalium karena hemolisis darah serta koagulan yang digunakan
sebelumnya. Namun sekarang bank darah telah dapat menurunkan risiko ini. Yang
juga harus diperhatikan adalah trombosis vena hepatika dan enterokolitis nekrotikans
juga merupakan sekuele yang potensial.
Terapi lain
Tin mesoporphorin bekerja sebagai penghambat haemoglobin oxidase sehingga
mengurangi produksi bilirubin. Walaupun cara kerjanya cukup menjanjikan, tetapi
Suresh dkk. dalam Cochrane Review berkesimpulan bahwa pemakaian
metalloporphorine tidak dianjurkan.
Beberapa usaha lain seperti pemberian obat untuk memperbaiki fungsi hati
dengan fenobarbital atau mencegah sirkulasi enterohepatik juga kurang dianjurkan.
Kesimpulan
Hiperbilirubinemia pada neonatus merupakan masalah neonatal yang sering
ditemukan. Walaupun sebagian besar hiperbilirubinemia bersifat fisiologis, tetapi
pada sebagian kecil hiperbilirubinemia yang patologis bila tidak ditangani dengan
tepat dapat menimbulkan sekuel neurologis. Pemberian fototerapi yang tepat dan
adekuat serta transfusi tukar dengan indikasi tepat merupakan pilihan terbaik.