Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Review Konsep Anatomi Fisiologi Sistem


1.1.1 Selaput Ketuban

AMNION : membran transparant berwarna abu-abu yang


melapisi korion. Selaput ini menutup pars fetal plasenta dan
talipusat. Kantung amnion berisi cairan amnion dan janin
berada dalam cairan tersebut. Histologi : Selaput amnion
terdiri dari 5 lapisan
1. Lapisan seluler
2. Membrana basalis
3. Stratum kompaktum
4. Stratum fibroblas
5. Stratum spongiosum di bagian paling luar dan melekat dengan
lapisan seluler korion

1
KORION : membran bagian paling luar dan menempel pada
dinding uterus serta menempel pada tepi plasenta Histologi
Korion : terdiri dari 4 lapisan
1. Lapisan seluler
2. Lapisan retikuler padat
3. Pseudo-basement membrane
4. Trofoblas
CAIRAN AMNION
1. Cairan jernih agak pucat dan sedikit basa ( pH 7.2 )
2. Pada pertengahan kehamilan jumlahnya sekitar 400 ml dan
pada kehamilan 36 38 minggu mencapai 1000 ml setelah itu
volume terus menurun dan penurunan berlanjut terus sampai
kehamilan postmatur.
Komposisi :
1. Air ( 98 99% )
2. Karbohidrat ( glukosa dan fruktora ), protein ( albumin dan
globulin ), lemak, hormon (sterogen dan progesteron ) , enzym
( alkali fosfatase )
3. Mineral ( natrium, kalium dan klorida )
4. Material lain ( vernix caseosa, rambut lanugo, sel epitel yang
terkelupas dan mekonium )
Sirkulasi :
Cairan amnion bersifat dinamik dan senantiasa ber sirkulasi
dengan kecepatan 500 ml setiap jamnya.

Asal :

Janin ( produksi utama )

a) Sekresi aktif dari epiteo amnion

b) Transudasi sirkulasi janin

2
c) Air seni janin

Maternal

1) Transudasi dari sirkulasi maternal

Cairan amnion diabsorbsi melalui amnion kedalam sirkulasi


maternal dan melalui gastrointestinal janin (proses menelan
pada janin).

Fungsi :

Selama kehamilan :
1) Melindungi janin terhadap trauma

2) Medium bagi gerakan janin

3) Mempertahankan suhu tubuh janin

4) Sumber nutrisi janin

5) Medium eksresi janin

1. Selama persalinan
2. Fore water ( cairan ketuban yang berada di depan bagian
terendah janin ) membantu proses dilatasi servik.
3. Antiseptik jalan lahir setelah ketuban pecah.

1.1.2 Fisiologi
Fisiologi air ketuban (Liquar Amnio)/Tiris
Di dalam amnio yang diliputi oleh sebagian selaput janin yang
terdiri dari lapisan selaput ketuban (amnio) dan selaput
pembungkus (chorion) terdapat air ketuban (loquor amnii). Volume
air ketuban pada hamil cukup bulan 1000-1500 ml: warna agak
keruh, serta amempunyai bau yang khas, agak amis dan manis.

3
Cairan ini dengan berat jenis 1,007-1,008 terdiri atas 97-98% air.
Sisanya terdiri atas garam anorganik serta bahan organic dan bila di
teliti benar, terdapat rambut lanugo (rambut halus berasal dari
bayi). Protein ini ditemukan rata-rata 2,6% perliter,sebagian besar
sebagai albumin.
Warna air ketuban ini menjadi kehijau-hijauan karena tercampur
meconium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan
mengeluarkan empedu). Berat jenis liquor ini berasal belum
diketahui dengan pasti,masih dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut.
Telah banyakteori ditemukakan mengenai hal ini,antara lain bahwa
kebutuhan ini berasal dari lapisan amnio, terutama dari bagian pada
plasenta. Teori lain mengemukakan kemungkinan berasal dari
plasenta.
Air ketuban (liquor amni) makin banyak menarik perhatian untuk
pembuatan diagnosis mengenai kelaina atau keadaan janin,
misalnya jenis kelamin janin, golongan darah A, B, AB, dan O,
janin dalam rhesus isoimunisasi , apakah janin cukup bulan,
adanya macam-macam kelainan genetic dan lain-lain. Untuk
membuat diagnosis umumnya dipakai sel-sel yang terdapat di
dalam air ketuban dengan melakuakan fungsi kedalam ruang
ketuban Rahim melalui dinding depan perut unutk memperoleh
sampel cairan ketuban (amniocentesis). Dewasa ini lebih sering
dilaksanakan melalui perut (transabdominal). Umumnya pada
kehamilan minggu ke-14 hingga 16 dengan ultra sonografi
ditentukan sebelum letak plasenta, untuk menghindari plasenta
ditembus. Fungsi melaluui plasenta dapat menimbulkan perdarahan
dan pencemaran liquir amnii oleh darah, mengadakan analisis
kimiawi dan sitotrauma pada janin. Plasenta pencampuran darah
antara lain antara janin dan ibu dengan kemungkinan sensitive
(sensitization), dan abortus,meskipun ini jarang diterjadi, maka dari

4
hal itu, amnioncentesis hendaknya hanyaa dikerjakan bila ada
indikasi yang tepat.
Air ketuban mempunyai fungsi yaitu :
a. Melindungi janin terhadap trauma luar
b. Memungkinkan janin bergerak dengan bebas
c. Melindungi suhu tubuh janin
d. Meratakan tekanan didalam uterus pada saaat
partus, sehingga serviks membuka.
e. Membersihkan jalan lahir jika ketuban pecah
dengan cairan steril, dan akan mempengaruhi
keadaan di dalam vagina, sehingga bayi tidak
mengalami infeksi.
f. Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara
ditlan/diminum yang kemudian dikeluarkan melalui
kencing.

2. Fisiologi selaput ketuban


Amnion manusia dapat berkembang dari delaminasi sitotrofobulus
sekitar hari ke-7 atau ke-8 perkembangan ovum normal atau pada
dasarnya berkembang menjadi sebuah kantong kecil yang
menutupi permukaan dorsal embrio. Ketika amnion membesar,
perlahan-lahan kantong ini meliputi embrio yang sedang
berkembang, yang akan prolaps kedalam rongganya. Distensi
kantong amnion akhirnya mengakibatkan kontong tersebut
menempel dengan bagian didalam ketuban (interior korion) , dan
amnion dekat akhir trimester pertama mengakibatkan kantong
tersebut menempel dengan bagian di dalam ketuban (entrior
korion), dan dekat akhir trimestet pertama mengakibatkan
menghilangnya alat tubuh atau rongga karena penyakit
(obliterasi), amnion dan korion, walaupun sedikit menempel tidak
pernah berhubungan erat dan biasanya dapat dipisahkan dengan

5
mudah, bahkan pada waktu attern. Amnion normal mempunyai
tebal 0,02 sampai 0,5 mm.
Tidak ditemukannya pembuluh-pembuluh darah atau saraf dalam
amnion pada berbagai stadium perkembangan, dan meskipun
diduga terdapat ruang-ruang di dalam lapisan fibrolastik dan
spongiosium, tidak dapat ditemukan saluran-saluran limfatik yang
jelas.

1.2 Konsep Ketuban Pecah Dini


1.2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput
amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau
pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37
minggu dengan atau tanpa kontraksi.(mitayani,2011.buku
keperawatan maternitas,hal:74)
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktu nya melahirkan,hal ini dapat terjadi pada akhirnya
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan,
(sujiyati,2009,asuhan patologi kebidanan,hal:13)
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya selaput janin
sebelum proses persalinan dimulai. pada usia kurang dari 37
minggu.(errol norwiz,dan john,obstetric dan
ginekologi,2007,hal:56)
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas adalahKetuban pecah dini
adalah pecah/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya
persalinan,dan sebelum usia kehamilan mencapai 37
minggu,dengan kontraksi atau tanpa kontraksi.
1.2.2 Etiologi
a. Persalinan prematur
b. Korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak KPD
c. Malposisi atau malpresentasi janin

6
d. Faktor yang mengabitkan kerusakan serviks
1) Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya
(misalnya aborsi terapeutik, LEEP, dan sebagainya
2) Peningkatan paritas yang memnungkinkan kerusakan
serviks selama pelahiran sebelumnya
3) Inkompeteni serviks
e. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih
f. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat ibu
1) Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
2) Penambahan berat badan sebelum kehamilan
g. Merokok selama kehamilan
h. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban
kurang kuat daripada ibu muda
i. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.(buku obstetric
dan ginekologi,2009,geri morgan)
1.2.3 Tanda dan gejala (manifestasi klinik)
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melalui vagina,aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau
amoniak,mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes
dengan cirri pucat dan bergaris warna darah,cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran.tetapi bila anda duduk atau berdiri,kepala janin yang
sudah terletak dibawah biasanya mengganjal atau menyambut
kebocoran untuk sementara.
Demam ,bercak vagina yang banyak ,nyeri perut ,denyut jantung
janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
(buku asuhan patologi kebidanan,sujiyatini,2009,hal:14)
1.2.4 Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini
dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal
kulit ketuban. Banyak mikroorganisme servikovaginal,

7
menghasilkan fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi
secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan
pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan
kontraksi miometrium . Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi
akibat aktivitas monosit/makrofag , yaitu sitokrin, interleukin 1 ,
factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor
yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang
ditemukan dalam cairan amnion , secara sinergis juga mengaktifasi
pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk kedalam cairan
amnion juga akan merangsang sel-sel disidua untuk memproduksi
sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya
persalinan.Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban
adalah mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi
dan inflamasi . Enzim bacterial dan atau produk host yang
disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan rupture kulit ketuban .Banyak flora servikoginal
komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi
protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga kulit
ketuban.Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat
memecah kolagen tipe III papa manusia, membuktikan bahwa
infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi
bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe
III dan menyebabkan ketuban pecah dini.Enzim hidrolitik lain ,
termasuk katepsin B , katepsin N, kolagenase yang dihasilkan
netrofil dan makrofag , nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang
mengubah plasminogen menjadi plasmin, potensial, potensial
menjadi penyebab ketuban pecah dini.

8
1.2.5 Patway (diagram)

1.2.6 Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37
minggu adalah sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-
40% bayi baru lahir.Risiko infeksi meningkat pada kejadian
KPD.Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang
pada korion dan amnion).Seklain itu kejadian prolaps atau
keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD
Praterm.Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada
KPD praterm.Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD
prater mini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
a. Infeksi intrauterine

9
b. Tali pusat menumbung
c. Prematuritas
d. Distosia
(buku asuhan patologi kebidanan,sujiyatini,2009,hal:17)

1.2.7 Prognosis
Prognosis KPD ditentukan pada cara penatalaksanaan dan
komplikasi yang timbul serta umur dari kehamilan

1. Ketuban pecah <37

Apabila ada infeksi berikan penisilin, gentamisin dan metanidazole


lalu lahirkan bayi.

Apabila tidak ada infeksi berikan amoksislin dan eritromoisin


untuk 7 hari lalu berikan steroid untuk pematangan paru janin.

2. Ketuban pecah > 37 minggu

Apabila ada infeksi berikan penisilin, gentamisin dan


metrodinazole lalu lahirkan bayi. Apabila tidak ada infeksi lahirkan
bayi lalu berikan penisilin atau ampisilsin.

Pemberian antibiotic setelah persalinan, penanganannya: stop


antibiotic apabila ada infeksi lanjutkan untuk 24-48 jam setelah
bebas panas dan apabila tidak ada infeksi stop antibiotic.

1.2.8 Pengananan Medis


-

10
1.3 Rencana asuhan klien dengan Ketuban Pecah Dini
1.3.1 Pengkajian
a) Identitas ibu
b) Riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang ;ibu dating dengan pecahnya
ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu
dengan atau tanpa komplikasi
b. Riwayat kesehatan dahulu :
1. Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan
amnion
2. Sintesi ,pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual
3. Infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus
4. Selaput amnion yang lemah/tipis
5. Posisi fetus tidak normal
6. Kelainan pada otot serviks atau genital seperti
panjang serviks yang pendek
7. Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi
nutrisi.
c. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
1. Mata perlu diperiksa dibagian skelra,konjungtiva
2. Hidung ,ada atau tidaknya pembebngkakan konka
nasalis .Ada /tidaknya hipersekresi mukosa
3. Mulut :gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan
warna mukosa gigi,
4. Leher berupa pemeriksaan JVP,KGB Dan tiroid

11
b. Dada
1. Troraks
Inspeksi kesimetrisan dada,jenis pernapasan
torakaabdominal,dan tidak ada retraksi dinding
dada.Frekuensi pernapasan normal.
Palpasi :payudara tidak ada pembengkakan
Auskultasi:terdengar Bj 1 dan II di IC
kiri/kanan,Bunyi napas normal vesikuler
2. Abdomen
Inspeksi :ada a/tidak bekas operasi ,striae dan linea
Palpasi:TFU kontraksi ada/tidak ,Posisi ,kansung
kemih penuh/tidak
Auskultasi: DJJ ada/tidak.
c. Genitalia
1.Inspeksi :kebersihan ada/tidaknya tanda-tanda
REEDA(Red,Edema,discharge,approxiamately);
pengeluaran air ketuban (jumlah ,warna,bau 0dan
lender merah mda kecoklatan .
2. Palpas :pembukaan serviks(0-4)
3. Ekstrimitas :edema ,varises ad/tidak.
Pemeriksaan diagnostik
1. Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya
anemia,infeksi
2. Golongan darah dan faktor Rh
3. Rasio lestin terhadap spingomielin (rasio US):menentukan
maturitas janin
4. Tes ferning dan kertas nitrazine:memastikan pecah ketuban
5. Ultrasonografi ;menentukan usia gestasi ,ukuran janin ,gerakan
jantung janinmdan lokasi plasenta.
6. Pelvimetri identifikasi posisi janin

12
1.3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1 : Nyeri akut

2.2.1 Definisi

Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan


akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial, yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam
bulan.

2.2.2 Batasan Karakteristik

a. Subjektif

Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri


dengan isyarat

b. Objektif

Posisi untuk menghindari nyeri, perubahan tonus otot,


respons autonomik, perubahan selera makan, perilaku
distraksi, perilaku ekspresif, wajah topeng, perilaku
menjaga atau sikap melindungi, focus menyempit,
bukti nyeri dapat diamati,berfokus pada diri sendiri
dan gangguan tidur.
2.2.3 Faktor Yang Berhubungan
Agen-agen penyebab cedera (misalnya biologis, kimia,
fisik, dan psikologis)

Diagnosa 2 : Resiko Infeksi


2.2.4 Definisi
Peningkatan resiko masuknya organisme patogen

13
2.2.5 Faktor Risiko
Prosedur Infasif
Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan
patogen
Trauma
Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
Ruptur membran amnion
Agen farmasi (imunosupresan)
Malnutrisi
Peningkatan paparan lingkungan patogen
Imonusupresi
Ketidakadekuatan imum buatan
Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon inflamasi)
Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma
jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan
sekresi pH, perubahan peristaltik)
Penyakit kronik

2.3 Perencanaan
(Berdasarkan diagnose pada 2.2) Diagnosa I : Nyeri akut

2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)

2.3.1.1 Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama .......x24 jam, diharapakan nyeri
berkurang dengan kriteria :

1. Tingkat Kenyamanan :

14
Tingkat persepsi positif terhadap
kemudahan fisik dan psikologis

2. Pengendalian diri :

Tindakan individu untuk mengendalikan


nyeri

3. Tingkat nyeri :

Keparahan nyeri yang dapat diamati atau


dilaporkan

Memperlihatkan pengendalian nyeri yang


dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5:tidak pernah, jarang,kadang-
kadang,sering, atau selalu)

Menunjukkan tingkat nyeri , yang dibuktikan


oleh indicator sebagai berikut ( sangat berat,
berat, sedang, ringan atau tidak ada): Ekspresi
nyeri pada wajah, gelisah atau ketegangan otot,
durasi nyeri, merintih dan menangis, gelisah.

2.3.2 Intervensi Keperawatan dan rasional (NIC)

a. Manajemen Nyeri : (Meringankan atau


mengurangi nyeri sampai pada tingkat
kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien)

b. Pemberian Analgesik : (Menggunakan agens-


agens farmakologi untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri)
c. Manajemen Medikasi : Memfasilitasi
penggunaan obat resep atau obat bebas secara
aman dan efektif

15
d. Bantuan Analgesia : Memudahkan
pengendalian pemberian dan pengaturan
analgesic oleh pasien
e. Manajemen Sedasi : Memberikan sedatif,
memantau respons pasien, dan memberikan
dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama
prosedur diagnostik atau terapeutik
Pengkajian
- Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai
pilihan pertama untuk mengumpulkan
informasi pengkajian
- Minta pasien untuk menilai nyeri atau
ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10
(0= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan,
10 = nyeri hebat)
- Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau
peredaan nyeri oleh analgesic dan
kemungkinan efek sampingnya
- Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan,
dan lingkungan terhadap nyeri dan respons
pasien
- Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan
kata-kata yang sesuai usia dan tingkat
perkembangan pasien
- Manajemen Nyeri (NIC)
Lakukan pengkajian nyeri yang
komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
awitan dan durasi, frekuensi, kualitas ,
intensitas atau keparahan nyerim dan faktor
presipitasinya
Observasi isyarat nonverbal
ketidaknyamanan, khususnya pada mereka
yang tidak mampu berkomunikasi efektif

16
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga

- Sertakan dalam instruksi pemulangan


pasien obat khusus yang harus diminum ,
frekuensi pemberian, kemungkinan efek
samping, kemungkinan interaksi obat,
kewaspadaan khusus saat mengonsumsi
obat tersebut (misalnya , pembatasan
aktivitas fisik , pembatasan diet) dan nama
orang yang harus dihubungi bila mengalami
nyeri membandel
- Instruksikan pasien untuk
menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai
- Informasikan kepada pasien tentang
prosedur yang dapat meningkatkan nyeri
dan tawarkan strategi koping yang
disarankan
- Perbaiki kesalahan persepsi tentang
analgesik narkotik atau opioid (misalnya,
risiko ketergantungan atau overdosis)
- Manajemen Nyeri (NIC) : berikan informasi
tentang nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung dan
antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
- Manajemen Nyeri (NIC) :
Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis (misalnya, umpan-balik
biologis, transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), hypnosis, relaksasi,
atau kompres hangat atau dingin, dan
masase) sebelum, setelah, dan jika
memungkinkan, selama aktivitas yang

17
menimbulkan nyeri; sebelum nyeri terjadi
atau meningkat; dan bersama penggunaan
tindakan peredaan nyeri yang lain.
Aktivitas Lain
- Sesuaikan frekuensi dosis sesuai
indikasi melalui pengkajian nyeri dan
efek samping
- Bantu pasien mengidentifikan tindakan
kenyamanan yang efektif di masa lalu,
seperti , distraksi, relaksasi, atau
kompres hangat/dingin
- Hadir di dekat pasien untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman dan aktivitas
lain untuk membantu relaksasi, meliputi
tidakan sebagai berikut :
Lakukan perubahan posisi, masase
punggung, dan relaksasi
Ganti linen tempat tidur, bila diperlukan
Berikan perawatan dengan tidak
terburu-buru, dengan sikap yang
mendukung
Libatkan pasien dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut aktivitas
perawatan
- Bantu pasien untuk lebih berfokus pada
aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa
tidak nyaman dengan melakukan
pengalihan melalui televise, radio, tape
dan interaksi dengan pengunjung
- Gunakan pendekatan yang positif untuk
mengoptimalkan respons pasien
terhadap analgesic (misalnya Obat ini
akan mengurangi nyeri Anda)

Diagnosa 2: Resiko Infeksi

18
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
NOC : Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor
yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat

Intervensi keperawatan dan rasional:


Intervensi :
a) Tinjau ulang kondisi factor resiko yang ada sebelumnya.
Rasional : kondisi dasar ibu : seperti DM dan hemoragi
menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka
yang buruk. Adanya proses infeksi dapat meningkat resiko
kontaminasi janin.
b) Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi ( misalnya
peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih atau bau /
warna secret vagina.
Rasional : pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan
dapat mengakibatkan korioamonitis sebelum mengintervensi
bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
c) Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila
ketuban telah pecah.
Rasional : membantu mengurangi resiko infeksi asenden.
KOLABORASI

19
d) Lakukan persiapan kulit praoperatif, scrub sesuai
protocol.

Rasional : menurunkan kontaminan kulit memasuki insisi,


menurunkan resiko infeksi pasca-operatif

e) Dapatkan kultur darah vagina dan plasenta sesuai indikasi.

Rasional : mengidentifikasi organisme yang meninfeksi dan


tingkat keterlibatan.

f) Catat Hb dan Ht catat perkiraan kehilangan darah selama


prosedur pembedahaan.

Rasional : resiko infeksi pasca melahirkan serta


penyembuhan lebih lama bila kadar Hb rendah dan
kehilangan darah berlebihan.

g) Berikan antibiotic spectrum luas parental pada pra-operasi

Rasional : Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk


mencegah terjadinya proses infeksi sebagai pengobatan pada
infeksi sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.

III. Daftar Pustaka


Errol norwiz,2011,anatomi dan fisiologi
Geri morgan ,2009,obsteri dan ginekologi panduan praktik,Jakarta EGC.
Mitayani ,2009,Asuhan Keperawatan Maternitas,Jakarta : Salemba Medika
Sujiyati ,2008,asuhan patologi kebidanan,jakarta ; Numed.
http://firwanintianur93.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-ketuban-
pecah-dini.html
Wilkinson. J. M dan Ahern.N.R .(2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
Edisi 9. Penerbit buku kedokteran : EGC

20
Banjarmasin, Januari 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(................................................................ (................................................................
.) .)

21

Anda mungkin juga menyukai