Anda di halaman 1dari 11

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN &

UMUM
Membahas tentang Makalah Konsep Asuhan Keperawatan, SAP, Lealet, Galeri Foto dan
lain-lain

Rabu, 19 Oktober 2016


Asuhan Keperawatan Eritroblastosis Fetalis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eritroblastosis fetalis biasa di sebut penyakit hemolysis merupakan salah satu
penyakit yang memberi angka kematian ibu dan bayi cukup besar di Indonesia dan di Dunia.
Hal ini di karenakan belum di temukannya cara pencegahan dan pengobatan dalam
menangani penyakit tersebut. Karena tingginya dan kasus eritroblastosis fetalis cukup banyak
penelitian yang bertujuan untuk angka jenis Rhesus manusia di berbagai belahan dunia,
karena golongan darah Rhesus inilah yang nanti menjadi penyebab utama timbulnya
eritroblstosis fetalis.
Eritroblastosis adalah suatu sindrom yang di tandai oleh anemia berat pada janin di
karenakan ibu menghasilkan sel antibody yang menyerang sel darah janin.Sindroma ini
merupakan hasil dari inkompobilitas kelompok darah ibu dan janin terutama pada system
Rhesus. System Rhesus merupakan suatu system yang sangat kompleks dan masih banyak
mengenai aspek genetika, nomenklatur maupuninteraksi antigeniknya.

B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah melalui proses pembelajaran system imum dan hematologi di harapkan mampu
menjelaskan penyebab timbulnya penyakit eritroblastosis fetalis serta usaha pencegahan dan
pengobatan.
b. Tujuan khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan eritroblastosis fetalis
2. Mampu merumuskan diagnose keperawatan dengan klien eritroblastosis fetalis
3. Mampu membuat perencanaan klien dengan eritroblastosis fetalis
4. Mampu mengimplementasikan tindakan perencanaan klien dengan eritroblastosis fetalis
5. Mampu mengevaluasi dan memgdokumentasi secara tepat dan benar pada klien
eritroblastosis fetalis

C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka di buat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perawat melakukan pengkajian dengan klien eritroblastosis fetalis
2. Bagaimana perawat merumuskan diagnose keperawatan dengan klien eritroblastosis fetalis
3. Bagaimana perawat membuat perencanaan klien dengan eritroblastosis fetalis
4. Bagaimana perawat mengimplementasikan tindakkan perencanaan klien dengan
eritroblastosis fetalis
5. Bagaimana perawat mengevaluasi dan mendokumentasi secara tepat dan benar pada klien

D. Metode Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang
B. Tujuan penulisan
C. Rumusan masalah
D. Metode penulisan
E. Manfaat penulisan
Bab II Tinjauan Teori
A. Konsep dasar
B. Asuhan keperawatan
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran

E. Manfaat Penulisan
1. Bagi perawat
Agar dalam melakukan asuhan keperawatan,perawat mapu memberikan asuhan keperawatan
kepada klien secara baik dan benar.
2. Bagi pembaca
Agar pembaca dapat mengetahui cara perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan diagnose eritroblastosis fetalis.
3. Bagi orang yang memiliki riwayat penyakit eritroblastosis fetalis agar mereka dapat menjaga
kesehatannya.

BAB II
ISI

1. KONSEP DASAR TEORI

A. PENGERTIAN
Eritroblastosis fetalis adalah suatu sindrom yang di tandai dengan anemia berat pada janin di
karenakan ibu menghasilkan sel antibody yang menyerang sel darah janin.
Eritroblastosis fetalis adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh rusaknya eritrosit pada
bayi karena perbedaan rhesus antara darah ibu dan bayi.
Eritroblastosis fetalis adalah rusaknya sel darah merah bayi oleh agultinin ibunya.

B. ETIOLOGI
Inkompabilitas Rh dapat disebabkan oleh insommunisasi maternal ke antigen Rh oleh
transfuse dapat Rh positif atau insommunisasi maternal dari paparan ke antigen Rh jenis pada
kehamilan pertama atau kehamilan yang sekarang.pada inkompabilitas Rh anak pertama lahir
sehat kerena ibu belum memiliki benda-benda penangkis terhadap antigen Rh,asalkan
sebelumnya ibu tidak menderita abortus atau mendapat transfuse darah dari Rh positif.
Pasangan suami – istri hanya memiliki 1 atau 2 anak , sedangkan anak-anak berikutnya
meninggal , pada wanita resus negative yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif , resiko
terbentuknya antibody sebesar 8% sedangkan insidens timbulnya antibody pada kehamilan
berikutnya sebagai akibat sanasitasnya pada kehamilan pertama sebesar 16%
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit inkompabilitas Rh dan ABo terjadi ketika system imun ibu menghasikan
antibody yang melawan sel darah merah janin yang di kandungnya.pada saat ibu , eritrosit
janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam serkulasi darah ibu yang di namakan
“Fetamaternal Microtransfution”. Bila ibu tidak memilki antigen seperti yang terdapat pada
eritrosit dan janin, maka ibu akan stimulasi untuk membentuk imun antibody. Imun antibody
tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah
janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti dengan antibody tersebut dan akhirnya
terjadi aglutirasi dan hemolysis yang kemudian menyebabkan anemia.
Produksi eritroblasyang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang
selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan rupture limpa. Produksi eritroblas ini
melibatkan berbagai komponen sel-sel darah seperti platuet dan factor penting lainnya untuk
pembekuan darah. Pada saat berkurangnya factor pembekuan darah dapat menyebabkan
terjadinya pendarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Kurangnya antigen
eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibody jika terpapar dengan antigen tersebut.
Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat tranfusi atau berbahaya bagi
janin.
Hemolysis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya
misalnya kerena abortus , ruptur kehamilan ,diluar kandungan , aminosentosis , transfuse
darah Rhesus positif atau pada kehamilan ke 2 dan berikutnya. Pengancuran sel-sel darah
merah dapat melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin) yang mana bahan tersebut
dikenal degan Bilirubin. Bilirubin secara normal di bentuk dari sel-sel darah merah yang telah
mati tapi tubuh masih dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada
suatu waktu. Eritroblastosi menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat
menyebabkan hiperbilirubin.

D. GEJALA KLINIS
Terdapat 2 gejala klinis utama pada eritroblastosi fetalis yaitu :
1.Hidrops fetalis adalah suatu sindrom di tandai dengan edema (pembengkakan)pada bayi , asites
pada saat lahir.
2.Hiperbilirubinemia adalah peningkatan bilirubin dalam darah

E. Pemeriksaan Diagnosik
Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibody pada serum ibu. Metode yang
paling sering digunakan untuk melapisi ibu adalah test Coobstak lasung atau penapisan
antibody atau antiglobulin secara tak lasung.test ini tergantung kepada kemampuan anti IgG
serum untuk mengagultirasi ertrosit yang dilapisi dengan IgG.untuk melakukan test ini,
serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang diketahuai mengandung antigen eritrosot
tertentu,di inkubasi, lalu eritrosit di cuci.di samping test Coombs,diagnose dapat ditegakan
berdasarkan riwayat bayi yang dilahirkan sebelumnya , icterus yang timbul dalam 24 jam
pasca persalinan , kadar hemoglobin darah tali pusat < 15gr% , kadar bilirubin dalam darah
tali pusat 75mg% dan kelainan pemeriksaan darah.

F. Penatalaksanaan
a) Tranfusi tukar
Tujuan yang dapat capai :
1. Memperbaiki keadaan anemia , tetapi tidak menambah volume darah
2. Mengantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibody dengan eritrosit normal
3. Mengurangi kadar serum bilirubin
4. Menghilangkan imun antibody yang berasal dari ibu
b) Tranfusi intra uterin
Sel eritrosit donor di transfusikan ke pentoneal janin , yang nantinya akan absobrsi dan
masuk kedalam sirkulasi darh janin.

c)Tranfusi albumin
Pemberian albumin sebanyak 1 mg / kg BB bayi , maka albumin akan mengikat sebagian
bilirubin indirek.
d) Fototherapi
Foto terapi dengan bantuan lampu ultra violet dapat menurunkan kadar bilirubin. Fototerapi
sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.

G. Diagnosis
A. Mortalitas
Angka mortalitas dapat di turunkan jika :
1) Ibu hamil dengan Rhesus negative dan mengalami imunisasi dapat di deteksi secara dini.
2) Hemolysis pada janin dari ibu Rhesus negative dapat di ketahui melalui kadar bilirubin yang
tinggi.
3) Pada kasus yang berat,janin dapat di lahirkan secara premature sebelum meninggal didalam
rahim.

B. Perkembangan anak selanjutnya


Anak yang mengalami tranfusi janin akan berkembang secara normal.

H. Pencegahan
1) Tindakkan terpenting untuk menurunkan insiden kelainan hemolitik akibat isoimunisasi
Rhesus adalah imunisasi pasif pada ibu.
2) Suntikkan anti Rhesus yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai vaksin dan tidak
membuat wanita kebal terhadap penyakit
Rhesus. Suntikkan ini untuk membentuk antibody bebas sehingga ibu akan bersih dari
antibody pada kehamilan berikutnya.
3) Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negative yang mengalami
sensitisasi dalam waktu 72 jam.
3. Konsep Dasar ASKEP
A. Pengkajian
1. Identitas klien :
1. Nama
2. TTL
3. Umur
4. Jenis kelamin
5. Pekerjaan
6. Tempat tinggal
7. Dll
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Pemeriksaan fisik
1) Secara imunologis
a. Ibu Rh positif
b. Anak Rh negative
c. Uji coba langsung dan tidak langsung pada bayi(+)
2) Secara klinis pada anak
a. Bayi pucat,kuning atau hidrops
b. Adanya hepatomegaly-splemanegali
c. Bayi kurang aktif,malas minum
d. Spasmus otot kejang
e. Payah jantung atau syok
f. Uri atau placenta pucat dan besar
g. Tali pusat edema dan kuning

3) Secara hematologis,pada bayi di jumpai :


a. Anemia(hb rendah)
b. Hiperbilirubinemia
c. Eritroblastemia
d. Retikulostosis
6. Pengkajian Data Dasar
a) Aktifitas/istirahat
Gejala : keletihan,kelemahan,malaise umum,kehilangan produktifitas,penurunan semangat
kerja,toleransi terhadap latihan rendah,kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : Takikardi atau takipnea,dyspnea pada saat kerja/istirahat,alergi,menarik
diri,apatis,lesu,kurang tertarik pada sekitarnya,kelemahan otot dan penurunan
kekuatan,ataksia,tubuh tidak tegak,bahu menurun,postur lunglai,berjalan lambat dan tanda-
tanda lain yang menunjukan keletihan.
b) Sirkulasi
Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis,mis:pendarahan,GI kronis,menstruasi
berat,angina,riwayat endocarditis,intektif kronis.
Tanda : TD : peningkatan systole dan diastole stabil dan tekanan nadi,bunyi jantung : Mur-
mur sistolik,ekstremitasi atau warna : pucat pada kulit membrane mukosa
(konjungtiva,mulut,faring,bibir,dan dasar kuku),sclera : biru atau putih seperti mutiara,rambut
: kering,mudah putus,menipis,uban secara premature.

c).Integritas Ego
Gejala : Keyakinan agama,budaya mempengaruhi pilihan pengobata, mis : penolakan
transfuse darah.
Tanda : Depresi
d).Eliminasi
Gejala : Riwayat pielonefritis,ginjal,flatulen,sindrom marabsorpsi,hematuresis,feses dengan
darah segar,melena,diare atau konstipasi,penurunan haluaran urine.
Tanda : Distensi abdomen.
e).Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet protein hewani rendah atau masukkan produk sereal
tinggi,nyeri mulut dan lidah,kesulitan menelan (ulkus pada
faring),mual/muntah,dyspepsia,anoreksia,penurunan BB.
Tanda : Membran mukosa kering,pucat,turgor kulit buruk,stomatitis.
f).Hygiene
Gejala : Penampilan tidak rapih,kurang bertenaga
g).Neurosensi
Gejala : Sakit kepala berdenyut,pusing,vertigo,insomnia,kelemahan,keseimbangan
buruk,sensasi menjadi dingin.
Tanda : Peka terhadap rangsang,gelisah,depresi,apatis,gangguan koordinasi,pararisis.

h).Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala : Riwayat TB,abses paru,nafas pendek waktu istirahat dan beraktifitas.
Tanda : Takipnea,ortopnea,dyspnea.
i).Keamanan
Gejala : Riwayat terpanjang pada radiasi baik sebagi pengobatan atau kecelakaan,riwayat
kanker,therapy kanker,transfuse darah sebelumnya,gangguan penglihatan,pnyembuhan yang
buruk.
Tanda : Demam,berkeringat malam,ptechie,dan ekimosis(apastik).
j).Pembelajaran atau penyuluhan
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk anemia,penggunaan alcohol kronis,riwayat atau
masalah dengan penyembuhan luka,perdarahan.
k).Pertimbangan rencana pemulangan
Orang menunjukan berapa lamanya 4-6 dapat memerlukan dalam pengobatan : aktifitas
perawatan diri,perubahan rencana diet.

B. Diagnosis Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan/lambatnya mencerna
makanan/absorpsi nutrient yang di perlukan untuk pembentukan SDM.
2. Pola inefektif b/d dyspnea
3. Gangguan integritas kulit b/d penyebab pluitis
4. Peningkatan metabolism tubuh b/d pembesaran hepar
5. Gangguan perfusi jaringan b/d hipoksi
6. Syok hipovolemik b/d anemia
7. Deficit volume cairan b/d perdarahan yang banyak
8. Kelebihan cairan dan elektrolit b/d edema
9. Peningkatan curah jantung b/d jantung bekerja dengan cepat
10. Resiko infeksi b/d daya tubuh menurun

C. Intervensi
I. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan atau lambatnya
mencerna makanan atau absorpsi nutrient yang di perlukan untuk pembentukan SDM.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1. BB mengalami peningkatan
2. Tidak mengalami malnutrisi
Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang di sukai
R/ : mengidentifikasi defisiensi,menduga kemungkinan intervensi.
2) Observasi dan catat masukan makanan pasien
R/ : mengawasi masukan kalori atau kwalitas kekurangan konsumsi makanan.
3) Timbang BB tiap hari
R/ : mengawasi penurunan BB atau efektifitas intervensi nutrisi.
4) Observasi dan catat kejadian mual/muntah,flatus dan gejala lain yang berhubungan.
R/ : gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ.
5) Berikan dan bantu hygiene mulut baik,sebelum dan setelah makan,gunakan sikat gigi halus
untuk penyikatan yang lembut,berikan pencuci mulut yang diencerkan mukosa luka.
R/ : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral,menurunkan penumbuhan
bakteri,meminimalkan kemungkinan infeksi,terkait perawatan mulut khusus mungkin di
perlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
6) Kolaborasi dengan para ahli gigi
R/ : membantu dan membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.

II. Pola nafas inefektif b/d dyspnea


Tujuan : dyspnea berkurang
riteria hasil : menentukan pola nafas efektif dengan frekuensi dan dalam rentang normal serta paru jelas dan
bersih.
Intervesi :
1) Auskultasi bunyi nafas,catat adanya bunyi nafas.
R/ : beberapa derajat spasme bronku terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat di
manifestasikan adanya bunyi nafas.
2) Kerja atau pantau frekuensi pernapasan,catat adanya derajat dyspnea,ansietas,distress
pernapasan.
R/ : berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan.
3) Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya : debu,asap yang berhubungan dengan
kondisi individu.
R/ : pencetus tipe reaksi obstruksi pernapasan.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi.
R/ : dibutuhkan untuk menghilangakan nyeri pada pernapasan.

III. Gangguan perfusi jaringan b/d hipoksia


Tujuan : menunjukan perfusi adekuat.
Kriteria hasil :
-TTV stabil
-Pengisian kapiler baik.

Intervensi
1. Awasi tanda-tanda vital,kaji pengisian kapiler,warna kulit atau membran mukosa, dasar
kuku.
R/ : memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan , dan membantu
menemukan kebutuhan intervensi.
2. Awasi upaya pernapasan,auskultasi bunyi napas
R/ :dyspnea gemericik menunjukan Gjk kerena regangan jantung lama/ peningkatan
kompensiasi curah jangtung.
3. Obserfasi adanya keluhan rasa dingin,pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
R/ : fase kontraksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer kenyamanan pasien atau
kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas
berlebihan pencetus fasodilaritasi (penurunan perfusi organ).
4. Berikan oksigen tambahkan sesuai indikasi,bila pasien sesak napas.
R/ : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

IV . Gangguan intergritas kulit b/d penyebab pluitis


Tujuan :
Kriteria hasil : mempertahankan intergritas kulit.
Intervensi :
1. Kaji intergritas kulit,catat perubahan pada turgor,gangguan warna,hangat
local,eritema,ekskoriasi.
R/ : kondisi kulit di pengaruhi oleh sirkulasi,nutrisi,dan imobilisasi.
2. Ubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau di
tempat tidur.
R/ : meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan atau mempengaruhi
hipoksia seluler.
3. Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih,batasi pengunaan sabun.
R/ : area lembab,terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
organisme patogenik.sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan meningkatkan
iritasi.
4. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
R/ : meningkatkan sirkulasi jaringan,mencegah statis.
5. Gunakan alat pelindung misalnya kulit domba,keranjang,kasur tekanan udara atau
air,pelindung tumit atau siku,dan bantal sesuai indikasi.
R/ : menghidari kerusakkan kulit dengan mencegah atau menurunkan tekanan terhadap
permukaan kulit.

V. Resiko infeksi b/d daya tubuh menurun


Tujuan : menurunkan resiko infeksi
Kriteria hasil :
-meningkatkan penyembuhan luka
-bebas drainase purulent atau eritema dan demam.
Intervensi :
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien.
R/ : mencegah kontaminasi silang atau kolominasi bacterial.
2. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur atau perawatan luka.
R/ : menurunkan resiko kolominasi atau infeksi bakteri.
3. Berikan perawatan kulit,perianal dn oral dengan cermat.
R/ : menurukan resiko kerusakan kulit atau jaringan dan infeksi.
4. Dorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering,latihan batuk,dan nafas dalam.
R/ : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi setresi untuk
mencegah pneumonia
5. Tingkatkan masukan cairan adekuat.
R/ :membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan
mencegah statis cairan tubuh.
6. Pantau atau batasi pengunjung ,berikan isolasi bila memungkinkan.
R/ : batasi pemajanan pada bakteri atau infeksi.
7. Pantau suhu,catat adanya menggigil dan takikardi dengan atau tanpa demam.
R/ : adanya proses inflamasi atau infeksi membutuhkan evaluasi atau pengobatan.
8. Amati eritema atau cairan luka
R/ : indicator infeksi local
9. Kolaborasi untuk ambil specimen untuk kultur sensitifitas sesuai indikasi.
R/ : membedakan adanya infeksi atau mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi
pilihan pengobatan.
10. Berikan antiseptic tapikal,antibiotic sistemik.
R/ : mungkin digunakan secara propiratik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan
proses pengobatan infeksi local.

VI. Defisit volume cairan b/d perdarahan yang banyak.


Tujuan : mempertahankan cairan yang adekuat.
Kriteria hasil : mempertahankan kesimbangan cairan adekuat di buktikan oleh haluaran urine
individu tepat dengan berat jenis mendekati normal.
Intervensi :
1. Pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat,timbang tiap hari.
R/ : pasien dapat menurunkan pemasukan cairan selama periode krisis karena malaise,anoreksia
dan sebagainya.
2. Perhatikan karakteristik urine dan berat jenis
R/ :ginjal dapat kehilangan kemampuannya untuk mengkonsentrasikan urine,mengakibatkan
kehilangan urine encer.
3. Awasi tanda vital,bandingkan dengan hasil normal pasien saat ini atau sebelumnya.
R/ : penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan
hipotensi dan takikardia.
4. Observasi demam,perubahan tingkat kesadaran,turgor kulit buruk,kulit dan membrane
mukosa kering,nyeri.
R/ : gejala yang menunjukan dehidrasi atau hemokonsentrasi dengan status vaso_oklusif.
5. Awasi TTV dengan ketat selam transfuse darah dan catat adanya
dyspnea,gemericik,ronki,mengi,JVD,penurunan bunyi napasbatuk,sputum kental,dan
sianosis.
R/ : jantung dapat kelelahan dan cenderung gagal karena kebutuhan pada status anemia.
6. Berikan cairan sesuai indikasi :
R/ : penggantian atas kehilangan atau deficit : dapat memperbaiki konsentrasi ginjal pada SDM
atau adanya kegagalan.
7. Awasi pemeriksaan laboratorium misalnya : HB atau HT,elektrolit serum dan urine.
R/ : peningkatan menunjukan hemokonsentrasi.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eritroblastosis fetalis adalah penyakit yang erat kaitannya dengan system darah
Rhesus.Penyakit ini muncul akibat terjadinya inkompabilitas Rhesus di dalam tubuh itu yang
sedang mengandung dan jani yang sedang di kandungnya. Ibu biasanya memiliki darah
dengan Rhesus yang negative,sedangkan janin yang di kandung memiliki darah denga Rhesus
positif yang di turunkan dari ayah.
Hal ini menyebabkan ibu membentuk antibody terhadap Rhesus janin yang tidak sesuai
dengan Rhesus si Ibu sehingga bayi yang di lahirkan biasanya meninggal atau mengalami
kecacatan yang cukup parah.Biasanya anak pertama perkawinan beresiko eritroblastosis
fetalis lahir sehat dan normal. Itu terjadi karena ketika kehamilan pertama,ibu belum
membentuk antibody yang terlalu kuat sehingga tidak terlalu beresiko,namun antibody akan
harus meningkat persentasenya ketika kehamilan berikutnya,sehingga efek fatal akan di
timbulkan ketika ibu akan melahirkan anak kedua,ketiga dan seterusnya.

B.Saran
1. Untuk mahasiswa
Agar dapat mengetahui penyakit eritroblastosis sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan pada klien demga penyakit ini.
2. Untuk pembaca
Agar pembaca dapat mengetahui gejala serta dampak dari penyakit eritroblastosis fetalis dan
upaya pencegahan.
3. Untuk penderita
Untuk orang tua agar memutuskan memiliki anak lebih dari satu orang

Anda mungkin juga menyukai